Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN KEBERADAAN VEKTOR DENGAN KEPADATAN

HUNIAN DI RT/RW 002/003 KELURAHAN KARYAMULYA


KECAMATAN KESAMBI KOTA CIREBON

Proposal Penelitian

Disusun Oleh :

Siti Maratus Solehak

NMP 118.C.0003

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON

2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya serta solawat serta salam

senantiasa tercurahan kepada nabiAllah Muhammad SAW, dengan niat dan

kemauan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul “x”. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Hj, Yani Kamasturyani, S.K.M., M.H.Kes, sebagai Ketua STIKes

Mahardika yang telah memfasilitasi proses belajar mengajar hingga

terselesaikannya pensunan Skripsi dalam program pendidikan.

2. …..sebagai kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon yang telah memfasilitasi

kegiatan penelitian di lahan wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Cirebon.

3. Ibu Ani Nurhaeni, S.K.M., M.K.M, sebagai Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat yang telah mengarahkan proses belajar mengajar hingga

terselesaikannya penyusunan Skripsi dalam program pendidikan.

4. Lili Amaliah, S.K.M, M.M selaku dosen pembimbing utama yang telah

menyedikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan Skripsi ini;

5. Siska Widiasari, S.K.M selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan Skripsi ini;

i
6. …. Sebagai ….. yang telah memberikan menyediakan lahan dan kesempatan

dalam usaha memperoleh data yang dipeerlukan;

7. ….. sebagai orang tua yang telah memberikan bantuan, dukungan dan

perhatian besar baik moral dan material; dan

8. Dst

Penulis menyadari bahwa meskipun sudah seoptimal mungkin dalam

menyelesaikan Skripsi ini, namun mungkin masih ada kekurangan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk pengembangan

dan perbaikan dimasa yang akan datang.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya, seluruh

msyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

bidang kesehatan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala, meridhoi

dan menjadikan sebagai amal ibadah. Aamiin.

Cirebon Maret 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

dari 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas

perairannya terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan

pedalaman seluas 2,7 juta km atau 70% dari luas NKRI. Secara geografis

Indonesia berada diantara dua benua dan dua samudera yaitu Samudra

Pasifik dan Samudra Hindia dan menghubungkan benua Asia dan benua

Australia. Indonesia berada di antara 6° LU - 11° LS dan diantara 95° BT-

141° BT, diamana wilayah yang berada pada titik kordinat tersebut adalah

pulau WE, pulau Rote, dan Merauke.

Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) per Juni

2021, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272.229.372 jiwa,

dimana 137.521.557 jiwa adalah laki-laki dan 134.707.815 jiwa adalah

perempuan. Dari total 272 juta, sebesar 56,01 persen terkonsentrasi di

Pulau Jawa, dimana Provinsi Jawa Barat (Jabar) merupakan Provinsi

dengan jumlah penduduk terbanyak se Indonesia sebanyak 47.586.943

jiwa. Sedangkan Provinsi dengan penduduk tersedikit adalah Kalimantan

Utara (Kaltara) sebanyak 692.239 jiwa. (Dirjen Dukcapil Kemendagri).

1
Dalam suatu wilayah kondisi lingkungan merupakan determinan

utama dan terpenting bagi derajat kesehatan masyarakat. Sebagai salah

satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa,

masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks.

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah

suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan

lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Himpunan

Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI) mendefinisikan kesehatan

lingkungan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang

keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya

untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan

bahagia (Mundiatum dan Daryanto, 2015).

Ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut World Health

Organization (WHO), adalah: Pengelolaan air buangan dan pengendalian

pencemaran; Pembuangan sampah padat; Pengendalian Vektor;

Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia;

Higiene makanan, termasuk higiene susu; Pengendalian pencemaran

udara; Pengendalian radiasi; Kesehatan kerja; Pengendalian kebisingan;

Perumahan dan pemukiman; Aspek kesling dan transportasi udara;

Perencanaan daerah dan perkotaan; Pencegahan kecelakaan; Rekreasi dan

pariwisata; Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk; Tindakan

2
pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan; dan Penyediaan

air minum.

Lingkungan yang tidak sehat dapat memicu timbunya masalah

kesehatan dan munculnya keberadaan vektor/binatang penular penyakit

yang dapat menyebabkan penyakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

RI Nomor 50 tahun 2017 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan

Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

Serta Pengendaliannya, pasal 1 ayat 4 dan 5 bahwa Vektor adalah

artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi

sumber penular penyakit. Binatang Pembawa Penyakit adalah binatang

selain artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi

sumber penular penyakit.

Penyakit menular melalui vektor dan binatang pembawa penyakit

antara lain malaria, demam berdarah, filariasis (kaki gajah), chikungunya,

japanese encephalitis (radang otak), rabies (gila anjing), leptospirosis, pes,

dan schistosomiasis (demam keong). Penyakit tersebut hingga kini masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka

kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta berpotensi menimbulkan

Kejadian Luar Biasa (KLB) dan/atau wabah serta memberikan dampak

kerugian ekonomi masyarakat.

Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang diatur dalam peraturan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan

3
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya adalah nyamuk

Anopheles sp, nyamuk Aedes, nyamuk Culex sp, nyamuk Mansonia sp,

kecoa, lalat, pinjal, tikus, dan keong Oncomelania hupensis lindoensis.

Untuk menghindari berbagai macam penyakit yang diakibatkan oleh

vekto/binatang pembawa penakit perlu adanya Pengendalian vektor

dengan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah

semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi

vektor dan binatang pembawa penyakit serendah mungkin sehingga

keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit

tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan

vektor sehingga penularan vektor dapat dicegah. Beberapa metode

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit yaitu dengan metode

fisik, biologi, kimia, dan pengelolaan lingkungan (Permenkes RI No. 50

Tahun 2017).

Penyakit tular vektor dan zoonosis berdasarkan Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2020 Kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2020

tercatat sebanyak 108.303 kasus, kasus demam Chikungunya tercatat

sebanyak 1.689 kasus, kasus filariasis tercatat 9.906 kasus filariasis yang

tersebar di 34 Provinsi, kasus malaria Secara nasional terdapat 318

kabupaten/kota atau 61,9% yang telah dinyatakan bebas malaria pada

tahun 2020, kasus rabies pada tahun 2020 terjadi sebanyak 82.634 kasus

gigitan hewan penular rabies (GPHR), kasus leptospirosis terdapat 906

kasus Leptospirosis yang dilaporkan di Indonesia pada tahun 2020.

4
Penyakit tular vektor berdasarkan profil kesehatan jawa barat 2020

kasus diare sakupan pelayanan penderita diare (semua umur) tahun 2020

sebesar 47,57 %, Kasus Positif Malaria tahun 2020 sebanyak 329 kasus,

penderita penyakit DBD di Provinsi Jawa Barat tahun 2020 mencapai

24.471 kasus. Sedangkan di kota Cirebon berdasarkan profil kesehatan

kota Cirebon Jumlah penderita diare semua umur pada tahun 2017

sejumlah 15.578 orang, Jumlah kematian kasus DBD yang dilaporkan

tahun 2017 sebanyak 1 orang dengan CFR/angka kematian sebesar 3,85%,

kasus Malaria Impor sebanyak 2 orang.

Penyakit yang disebabkan oleh vektor/binatang penular penyakit

berhubungan dengan keadaan lingkungan tempat tinggal yang ada

disekitar. Mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Pemukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang

dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam pengertian

yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan

juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak

dan sehat, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah

dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati

kehidupan, beristirahat bersama keluarga. Rumah yang layak harus

menjamin kepentingan keluarga salah satunya menjamin kesehatan

keluarga. (profil kesehatan Indonesia 2020).

5
Menurut WHO (World Health Organization) dalam profil kesehatan

Indonesia 2020, pengertian perumahan (housing) adalah suatu struktur

fisik di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana

lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan

pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan

jasmani, rohani, dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan

individu. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal.

Rumah layak huni mendukung terciptanya rumah yang sehat.

Menurut BPS yang dipublikasikan melalui Indikator Perumahan dan

Kesehatan Lingkungan 2020, definisi rumah layak huni memenuhi 4

(empat) kriteria yaitu: 1. Kecukupan luas tempat tinggal (sufficient living

space) minimal 7,2 m2 perkapita, 2. Memiliki akses air minum layak, 3.

Memiliki akses sanitasi layak, 4. Ketahanan bangunan (durable housing)

yaitu atap terluas berupa beton, genteng, seng dan kayu/sirap; dinding

terluas berupa tembok, plesteran anyaman bambu/kawat, anyaman bambu

dan batang kayu; lantai terluas berupa marmer/granit, keramik,

parket/vinil/karpet, ubin/tegel/teraso, kayu/papan dan semen/bata merah.

(profil kesehatan Indonesia 2020).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan keberadaan vektor dengan kepadatan hunian di wilayah RT/RW

002/003 kelurahan karyamulya kecamata kesambi kota Cirebon.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Apakah ada hubungan keberadaan vektor dengan kepadatan

hunian?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

keberadaan vektor dengan kepadatan hunian.

1.3.2 Tujuan khusus


a. Untuk mengetahui keberadaan vektor di RT/RW 002/003

kelurahan karyamulya kecamatan kesambi kota Cirebon.

b. Untuk mengetahui kepadatan hunian wilayah RT/RW 002/003

kelurahan karyamulya kecamatan kesambi kota Cirebon.

c. Untuk mengetahui hubungan keberadaan vektor dengan

kepadatan hunian di wilayah RT/RW 002/003 kelurahan

karyamulya kecamatan kesambi kota Cirebon.

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis

7
Hasil penelitian ini dapat mengembangkan konsep dan teori

ilmu kesehatan masyarakat terkait keberadaan vektor dan

kepadatan hunian.

1.4.2 Manfaat praktis


a. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang hubungan keberadaan vektor

dengan kepadadatan hunian di suatu wilayah

b. Bagi Lahan Penelitian


Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ada tidaknya

hubungan keberadaan vektor dengan kepadatan hunian di suatu

wilayah.

c. Bagi institusi STIKes Mahardika


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar

pendidikan untuk mahasiswa dan dosen dalam pengetahuan

mengenai vektor dan kepadatan hunian.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Affandy, I., Hansen, H., & Sunarti, S. (2018). “Hubungan Faktor

Lingkungan Fisik (Kepadatan Rumah, Kelembaban) dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) di Wilayah Puskesmas

Bengkuring Kota Samarinda Tahun 2017”. Penelitian ini adalah

penelitian jenis observasional dengan menggunakan metode survei

8
dan wawancara dengan pendekatan cross sectional study. Populasi

penelitian ini adalah buffer yang beresiko terkena demam berdarah

dengue yaitu 100 meter yang bertempat tinggal oleh penderita

DBD, teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling

dengan cara simple random sampling yang berjumlah 32 rumah.

Hasil penelitian ini responden berjenis kelamin laki-laki 53,1%,

perempuan 46,9%, golongan usia 23-26 tahun 28,1%, usia 47-50

tahun 3,1%, responden dengan tingkat kepadatan rumah padat

9,4%, responden dengan kepadatan rumah tidak padat 90,6%,

kelembatapan yang memenuhi syarat 81,2%, kelembapan yang

tidak memenuhi syarat 18,8%. Kesamaan penelitian ini adalah

variable, perbedaan penelian ini adalah jenis penelitian, waktu,

tempat, populasi dans ampel.

1.5.2 Kaeng, L. W., Warouw, F., & Sumampouw, O. J. (2020). “Perilaku

Pencegahan dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Demam

Berdarah Dengue”. Penelitian ini merupakan survey analitik

dengan pendekatan cross sectional study. Sampel dalam penelitian

dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow dan diperoleh

sebanyak 96 responden dengan teknik pengambilan sampel yaitu

purposive sampling. Instrumen pengambilan sampel menggunakan

kuesioner. Hasil penelitian responden paling banyak tidak pernah

menderita DBD (65,6%), kepadatan hunian yang tidak padat

(89,6%), pengetahuan dan tindakan baik (100,0%), sikap baik

9
(65,6%) dan perilaku baik (70,9%), responden yang pernah

menderita DBD menempati rumah yang tidak padat 27,1%.

Persamaan penelitian yaitu variable penelitian. Perbedaan

penelitian waktu, tempat, populasi dan sampel.

1.5.3 Lagu, A. M. H., Damayati, D. S., & Wardiman, M. (2017).

“Hubungan jumlah penghuni, jumlah tempat penampungan air dan

pelaksanaan 3M plus dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes sp

di Kelurahan Balleangin Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep”.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian

analitik dan menggunaka ranccanagan cross sectional study.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga (KK)

yang berada di wilayah Kelurahan Balleangin Kecamatan Balocci

Kabupaten Pangkep yaitu sebesar 1048 rumah. Pemilihan rumah

ini dilakukan dengan menggunakan metode proporsional random

sampling. Hasil penelitian tempat penampungan air dapat di

ketahui bahwa sebagian besar warga Kelurahan Balleangin tidak

menguras tempat penampungan air seminggu sekali 86,6%,

menutup tempat penampungan air sebagian besar warga Kelurahan

Balleangin sudah melakukannya 56,3%, warga tidak mengubur

barangbarang bekas yang ada di sekitar rumahnya 94,5%, warga

Kelurahan Balleangin selalu memperbaiki saluran dan talang air

yang tidak lancer atau rusak83,1%, warga Kelurahan Balleangin

tidak memiliki kebiasaan menggantung pakaian di dalam

10
rumah57,6%, warga Kelurahan Balleangn sudah tidak

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai di rumah

62,4%. kesamaan penelitian ini adalah jenis penelitian, variabel

penelitian. Perbedaan penelitian ini adalah waktu tempat populasi

dan sampel penelitian.

1.5.4 Maharani, A. R., Wahyuningsih, N. E., & Murwani, R. (2017).

“Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian demam berdarah

dengue di Semarang”. Penelitian ini merupakan penelitian

observasional dengan metode study analitik. Populasi dalam

penelitian ini adalah penderita rawat inap DBD periode Maret-Mei

2017 ditiga rumah sakit di Kota Semarang (Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Adhyatma, MPH, Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) K.R.M.T. Wongsonegoro dan Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) dr. Kariadi) dan bukan penderita DBD (tetangga penderita)

yang bertempat tinggal di Kota Semarang dan sekitarnya

(Kab.Demak). ).Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel yaitu purposive sampling yang termasuk ke dalam non

probability sampling. Hasil penelitian ini dari hasil uji statistik

dengan menggunakan chi-square, diperoleh nilai p sebesar 0,175.

Karena p value > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian

demam berdarah Dengue .Hasil perhitungan Odds Ratio (OR)

diperoleh nilai 2,634 (95% CI = 0,626-11,078), menunjukkan

11
bahwa variabel kepadatan hunian cenderung faktor resiko penyakit

DBD. Kesamaan penelitian ini adalah variable penelitian.

Perbedaan penelitian ini yaitu jenis penelitian, tempat, waktu,

populasi dan sampel penelitian.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Vektor
Vektor adalah artopoda yang dapat menularkan,

memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit.

(PERMENKES RI Nomor 50 tahun 2017 tentang standar baku

mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor

dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya). Artropoda

berasal dari kata arthron artinya ruas, dan podos artinya kaki, jadi

arti seluruhnya adalah hewan yang kakinya beruas-ruas, tetapi

badan hewan tersebut juga beruas-ruas atau bersegmen-segmen

(Anamo dan Baraki,2008).

Klasifikasi artropoda, phylum artropoda terdiri dari 6 kelas

yaitu (berdasarkan Atlas Vektor Penyakit KEMENKES RI 2011) :

a. Kelas Chilopoda (lipan)

b. Kelas Diplopoda (kaki seribu)

c. Kelas Crustacea (kepiting, udang-udangan)

d. Kelas Gastropoda (keong)

e. Kelas insekta (serangga/Nyamuk)

f. Kelas Arachnida (laba-laba, kalajengking, tungau, dan

caplak)

13
Kelas insekta/serangga dibagi menjadi beberapa ordo,

diantaranya ordo diptera mempunyai jumlah spesies paling banyak.

a. Ordo Collembola (Springtail)

b. Ordo Dictyoptera/Blattodae (Kecoa/Lipas)

c. Ordo Mallophaga (Kutu Mengunyah)

d. Ordo Ephemeroptera (Mayflies/Dayflies)

e. Ordo Thysanura (Trips)

f. Ordo Anoplura (Kutu Penghisap)

g. Ordo Hemiptera (Kepik)

h. Ordo Homoptera (Gareng-Pung : Wereng)

i. Ordo Coleoptera (Kumbang)

j. Ordo Diptera (Lalat, Nyamuk)

k. Ordo Hymenoptera (Lebah)

l. Ordo Siphonaptera (Pinjal)

m. Ordo Lepidoptera (Kupu-Kupu)

Penularan penyakit oleh artropoda ada 2 macam yaitu secara

mekanis dan biologis. Penularan secara mekanis artropoda hanya

berperan sebagai carrier (pembawa parasit), tidak terjadi proses

perbanyakan dan perkembangan parasit. Penularan secara biologis,

artropoda sebagai pembawa parasite dan di dalam tubuh artpoda

mengalami reproduksi/perkembangan dan perbanyakan.

14
2.1.2 Vektor nyamuk

Nyamuk dikelompokkan dalam kelas insekta, ordo ditera,

famili culicidae. Genus-genus nyamuk yang dapat berkembang

dengan baik di hutan tropis, salah satunya Indonesia dan termasuk

dalam genus terbesar serta berpera sebagai vektor penyakit yaitu

Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, Caquillettidia, dan culiseta

(Cheng, 2012).

Daur hidup nyamuk, habitat alami nyamuk seperti kolam,

sawah, selokan, rawa, laguna, sungai kecil, lubang batang pohon,

lubang bamboo, ketiak daun pisang. Nyamuk juga hidup pada

habita buatan manusia seperti bak mandi, tempayan, kaleng bekas,

pecahan gelas yang menampung air, ban bekas dan drum

menampung air karena bentuk stadium pra dewasa membutuhkan

air untuk melangsungkan perkembangan hidupnya. Nyamuk

mengalami metamorfosisi sempurna yaitu telur menjadi larva

kemudian pupa dan nyamuk dewasa.

15
Gambar 2.1 Siklus Daur Hidup Nyamuk

Sumber : Atlas Vektor Penyakit Di Indonesia KEMENKES

RI 2011

Jenis – jenis nyamuk yang berbahaya (dalam Nurjannah 2019)

a. Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa

virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain

dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam

kuning (yellow fever) dan chikungunya (Nadesul, 2007, hal 2).

b. Aedes albopictus

Nyamuk Aedes albopictus hampir sama dengan Aedes aegypti

yang juga menularkan demam berdarah. Nyamuk ini biasanya

banyak terdapat di kebun atau halaman rumah (WHO, 2002, hal

62).

c. Anopheles sp

16
Anopheles sp adalah jenis serangga yang menyebalkan dan saat

menggigit akan terasa sakit dan menyebabkan gatal serta

menimbulkan bekas. yang lebih buruknya adalah kita bisa

tertular penyakit yang dibawa. Misalnya Anopheles sundaicus

yang banyak membawa parasit penyebab sakit malaria

(Prabowo, 2004, hal 9).

d. Culex sp

Nyamuk Culex sp merupakan nyamuk pengganggu, menggigit

dan menghisap darah waktu malam. Nyamuk ini terkenal

dengan penyakit filariasis. Penyakit ini penyebabnya adalah

cacing Wuchereria bancrofti yang berada dalam darah seorang

penderita. Reservoir utama nyamuk ini adalah burung

peliharaan (Candra, 2007, hal 19).

2.1.3 Vektor lalat

Lalat diklasifikasikan dalam kelas insekta, ordo diptera. Lalat

merupakan vektor foodborne diseases antara lain, diare, disentri,

muntaber, typhus dan beberapa spesies dapat menyebabkan

myiasis. Lalat memindahkan agen penyakit dengan

mengkontaminasi makanan yang dihinggapinya, melalui muntahan,

kotoran, maupun hanya memindahkan kuman yang berada di

permukaan tubuhnya. Menurut dicky 2018, penyakit Diare,

17
myiasis, kecacingan, anthrax dan beberapa penyakit infeksi lainnya

berpotensi ditularkan oleh lalat.

Gambar 2.2 siklus daur hidup lalat

Sumber : Atlas Vektor Penyakit Di Indonesia KEMENKES

RI 2011

Daur hidup lalat, lalat berkembang melalui 4 tahap

(metamorphosis sempurna) yaitu telur, larva pupa, dan dewasa.

Lalat berkembang biak dengan bertelur. Lalat betina dewasa dapat

bertelur 5 kali selama hidupnya dan mengeluarkan 100-450 butir

setiap kali bertelur. Siklus hidup lalat rata-rata 6-28 hari. Umur

lalat dewasa 2-3 minggu, namun pada kondisi suhu rendah umur

lalat dapat mencapai 3 bulan.

18
2.1.4 Vektor kecoa

Lipas termasuk dalam kelas insektisida, ordo blattodea, famili

blattidae. Daur hidup lipas dimulai dari telur, menetas menjadi

nimfa dan berkembang menjadi lipas dewasa (metamorfosisi tidak

sempurna). Daur hidup lipas dengan cara metamorphosis sederhaan

(telur-nimfa-dewasa) dan tidak melalui tahap pupa/kepompong.

Kecoa betina meletakkan telur-telurnya di dalam satu kantung yang

disebut ootecha yang berwarna coklat hingga hitam-coklat.

Ootecha diletakkan di di tempat gelap di sudut barang/perabotan

lembab dan menetas dalam 42-81 hari tergantung suhu kelembaban

lingkungan.

Gambar 2.3 siklus daur hidup kecoa/lipas

Sumber : Atlas Vektor Penyakit Di Indonesia KEMENKES RI

2011

19
Kecoa sangat dekat kehidupannya dengan manusia,

menyukai bangunan yang hangat, lembab, dan yang banyak

terdapat makanan. Kecoa merupakan serangga yang hidup di

dalam rumah, gedung, kantor, rumah sakit, hotel, restoran,

perpustakaan, di tempat sampah, dan saluran air kotor.

Umumnya kehidupan kecoa berkelompok, memiliki

kemampuan terbang, serta menghindari cahaya (Laily Khairiyati

et al., 2020)

Penyakit yang dapat ditularkan melalui kecoa diantaranya

typus, toksoplasma, asma, TBC, kolera. (WHO 2019). Spesies

nematoda yang ditemukan pada tubuh kecoa antala lain; Ascaris

lumbricoides, Oxyuris vermicularis Trichuris trichiura, cacing

tambang. (Nababan, 2004) (dalam Mela Firdaust & Bayu Chondro

Purnomo 2019).

2.1.5 Vektor pinjal

Pinjal adalah serangga kecil berukuran 1,5 - 5 mm, pipih

bilateral dilengkapi banyak bulu kuku mengarah kebelakang, tidak

bersayap, berwarna coklat muda sampai tua, berkilat tipe mulut

menusuk mengisap, berkaki panjang terutama kaki belakang.

Tubuh seekor pinjal dewasa terdiri atas kepala, toraks, dan

abdomen. Pinjal termasuk kedalam kelas Arachnida, ordo

siphonaptera terdiri dari 16 famili 200 genus dan 1800 spesies yang

20
tersebar luas dari garis artik hingga ke gurun arab, dikawasan

daerah beriklim sedang dan tropis.

Daur hidup pinjal, pinjal betina bertelur 1-4 hari setelah

kenyang darah. Pinjal mampu bertelur 10-20 butir setiap harinya.

Telur pinjal diletakkan di lingkungan hangat dan lembab yang

sesuai untuk perkembangan telur.

Gambar 2.4 siklus daur hidup pinjal

Sumber : Atlas Vektor Penyakit Di Indonesia KEMENKES RI

2011

Pinjal adalah salah satu jenis arthropoda yang sejak lama

dikenal mejadi vektor penyakit pes yang mematikan dan dapat

menyebabkan wabah. Menurut penelitian (Sukendra, 2015) dalam

penularan penyakit pes selalu melibatkan faktor manusia, tikus,

pinjal, dan bakteri Yersinia pestis (Mela Firdaust & Bayu Chondro

Purnomo 2019).

21
Penyakit bawaan pinjal Penyakit pes, penyebabnya Yersinia

pestis dibawa oleh vector Xenopsylla cheopis. Muriane (Endemic)

typhus penyebabnya adalah Rickettsia mooseri; penyebarannya

karena feses pinjal yang masuk ke dalam luka. Vektornya

Xenopsylla cheopis, Nosopsylla fasciatus, Ctenocephalides felis,

dan Ctenocephalides canis. Helminthiasis sebagai tuan rumah

perantara dari Dipylidium caninum oleh Ctenocephalides felis dan

Ctenocephalides canis.(Ana Utami Zainal 2021).

2.1.6 Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dapat diartikan suatu kondisi dimana

jumlah penghuni melebihi kapasitas ruang hunian yang tersedia

(WHO 2018). Faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan hunian

adalah luas bangunan rumah dan jumlah penghuni rumah.

Berdasarkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 829/MENKES/KES/SK/VII/1999 yaitu

kelembaban memenuhi syarat bila luas kamar tidur >8 m 2 untuk 2

orang penghuni. Semakin padat jumlah manusia yang berada dalam

satu ruangan, kelembaban semakin tinggi disebabkan oleh keringat

manusia dan saat bernapas manusia mengeluarkan uap air (Bawole

et al.,, 2014) dalam (Arifin et al., 2020).

Kepadatan adalah perbandingan antara luas lantai rumah

dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Untuk

22
itu Departemen Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah

sehat. Persyaratan untuk kepadatan hunian untuk seluruh

perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum

perorang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan

fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana minimum 10

m² per orang. Untuk kamar tidur di perlukan luas lantai minimum 3

m² per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni ≥ 2 orang kecuali

untuk suami istri dan anak di bawah dua tahun. Jarak antara tempat

tidur satu dengan lainnya adalah 90 cm. Apabila ada anggota

keluarga yang menderita penyakit TB paru sebaiknya tidak tidur

dengan anggota keluarga lainnya (Kepmenkes, 1999) (dalam purba

2020).

23
2.2 Kerangka teori

Vektor

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Kepadatan kepadatan hunian
Siklus daur Keberadaan
hidup vektor vektor hunian 1. Luas bangunan
rumah
2. Jumlah penghuni
rumah

Macam-macam
vektor

Penyakit –
penyakit akibat
vektor

Sumber : Atlas Vektor Penyakit KEMENKES RI 2011, Purba 2020

24
2.3 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan visualisasi hubungan antara berbagai

variabel, yang dirumuskan oleh peneliti setelah membaca berbagai teori

yang ada dan kemudian menyusun teorinya sendiri yang akan

digunakannya sebagai landasan untuk penelitiannya (Imas Masturoh &

Nauri Anggita T 2018).

Dalam penelitian ini yang di jadikan sebagai variabel independen

(bebas) adalah keberadaan vektor dan yang menjadi variabel dependen

(terikat) adalah keadatan hunian.

Variable Independen Variabel Dependen

Keberdaan vektor Kepadatan hunian

Keterangan :

: Variabel yang di teliti

: Yang Mempengaruhi

2.4 Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis, hupo artinya sementara

kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Hipotesis ini

merupakan jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum

25
dibuktikan dengan data atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan

pengujian hipotesis melalui uji statistik (Imas Masturoh & Nauri Anggita

T, 2018).

Ha : Ada hubungan antara keberadaan vektor dengan kepadatan hunian di

RT/RW 002/003 Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota

Cirebon

Ho : Tidak ada hubungan antara keberadaan vektor dengan kepadatan

hunian di RT/RW 002/003 Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi

Kota Cirebo

26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat

kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelasional dengan

pendekatan Cross sectional. Penelitian korelasional merupakan

jenis penelitian yang mempelajari dua variabel atau lebih, yakni

sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan

variasi dalam variabel lain (Notoatmodjo 2018). . Cross sectional

adalah suatu penelitian untuk mempelajari kolerasi antara faktor-

faktor resiko dengan cara pendekatan atau pengumpulan data

sekaligus pada satu saat tertentu saja (Ariani, 2014).

3.2 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat ataunilai

dari orang, obyek, organisasi atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono & mitha 2020). Adapun

variabel penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

3.2.1 Variabel Independen


Menurut (Sugiyono & mitha 2020) menjelaskan

bahwa variabel independen sering disebut sebagai variabel

27
stimulus, prediktor, antecedent. Variabel independen

(bebas) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam

penelitan ini adalah keberadaan vektor.

3.2.2 Variable dependen


Menurut (Sugiyono & mitha 2020) menjelaskan

bahwa variabel dependen sering disebut sebagai variabel

output, kriteria, konsekuen. Variabel dependen (terikat)

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kepadatan hunian.

3.3 Definisi operasional penelitian

3.4 Populasi dan sampel

3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah gereralisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono & mitha 2020).

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah RT/RW

28
002/003 kelurahan karyamulya kecamatan ksambi kota

Cirebon.

3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik

yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono & mitha 2020).

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan

sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan

dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang

digunakan. Teknik sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sensus/sampling total yaitu

keseluruhan anggota populasi.

3.5 Instrumen penelitian

3.6 Prosedur pengumpulan data


3.7 Pengolahan dan analisis data
3.8 Etika penelitian
3.9 Lokasi dan waktu penelitian

29
DAFTAR PUSTAKA

Al haris, Ahmad. 2014. Permasalahan Kesehatan lingkungan. Makalah

Fakultas Ilmu Keolahragaan Program Studi Ilmu Kesehatan

MasyarakatUniversitas Negeri Malang.

Affandy, I., Hansen, H., & Sunarti, S. (2018). Hubungan Faktor

Lingkungan Fisik (Kepadatan Rumah, Kelembaban) dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) di Wilayah Puskesmas

Bengkuring Kota Samarinda Tahun 2017.

https://dspace.umkt.ac.id/. Diakses pada 17 Februari 2022

Agustin, wahyu tri. 2017. Identifikasi nyamuk (family culicidae) sebagai

vektor penyakit di blok merak dan widuri resort labuhan merak

kawasan taman nasional buluran. Skrimpsi. 2017. Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.

https://repository.unej.ac.id/

A Manullang, Laurence. 2020. Geographis Indonesia. Universitas Timbul

Nusanatara.

Arifin, S. Marlinae,S. Husaini. Khairiyatie,L. Waskito.A. 2020.

Penerapan Program Bina Rumah Sehat Untuk Percepatan Status

Kesehatan Anak Tb. Pro Sejahtera (Prosiding Seminar Nasional

Pengabdian kepada Masyarakat) Volume 2 Halaman 43-51 Maret

2020. Universitas Lambung Mangkurat.. https://snlb.ulm.ac.id

Diakses pada 23 Februari 2022

30
Ashar, Yulia Kairina. 2020. Bahan Ajar Dasar Kesehatan Lingkungan.

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri Sumatra

Utara Medan.

Dhanga. Konstantiana Bhoko. 2019. Studi Kondisi Fisik Rumah Dan

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Di Kelurahan

Sikumana Tahun 2019. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang Program Studi

Kesehatan Lingkungan Tahun 2019. Skripsi.

http://repository.poltekeskupang.ac.id/.

Dirjen Dukcapil Kemendagri 2021. Data Administrasi Kependudukan

(Adminduk) https://dukcapil.kemendagri.go.id/

Firdaust, M., & Chondro, B. (2019). Pengendalian Vektor Mekanik Kecoa

Periplaneta Americana dengan Aplikasi Baiting Gel Bahan Aktif

Boraks dan Sulfur. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(4), 331-338.

Diakses pada 21/02/22 https://e-jurnal.unair.ac.id

G Purnama, Sang. 2017. Diktat Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan.

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

Kaeng, L. W., Warouw, F., & Sumampouw, O. J. (2020). Perilaku

Pencegahan dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Demam

Berdarah Dengue. Indonesian Journal of Public Health and

Community Medicine, 1(3), 01-06. https://ejournal.unsrat.ac.id.

Diakses pada 17 Februari 2022

31
Khairiyati, L., Fakhriadi, R., & Fadillah, N. A. (2020). Pengendalian

Vektor Kecoa dengan Biospray KJLS pada Industri Pengolahan

Tahu di Kota Banjarbaru. Prosiding Konferensi Nasional

Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social

Responsibility (PKM-CSR), 3, 152-159. http://prosiding-

pkmcsr.org/index.php/pkmcsr/article/view/879/448 Diakses 21

Februari 2022

Lagu, A. M. H., Damayati, D. S., & Wardiman, M. (2017). Hubungan

jumlah penghuni, jumlah tempat penampungan air dan pelaksanaan

3M plus dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes sp di Kelurahan

Balleangin Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep. HIGIENE:

Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(1), 22-29.

https://jurnal.syntaxliterate.co.id/. Diakses pada 17 Februari 2022

Masturoh, Imas. Anggita T, Nauri. 2018. Metodologi penelitian. Pusat

pendidikan sumbe daya manusia kesehatan badan pengembangan

dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan edisi tahun

2018. Kemenkes ri http://bppsdmk.kemkes.go.id/

Nurjannah. 2019. Keanekaragaman dan potensi vektor penyakit nyamuk

(diptera : culicidae) di desa simpang sungai duren, kecamatan

jaluko, kabupaten muaro jambi. fakultas tarbiyah dan keguruan

universitas islam negeri sulthan thaha saifuddin jambi.

http://repository.uinjambi.ac.id/

32
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor

dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya.

Purba, Ika Dewi. 2020. Pengaruh Faktor Perilaku Dan Kepadatan Hunian

Terhadap Kejadian Penyakit TB Paru BTA Positif Di Wilayah

Kerja Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2019. Tesis. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29270/177

032064.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. http://hukor.kemkes.go.id/

Profil Kesetahan Jawa Barat Taahun 2020. http://hukor.kemkes.go.id/

Profil Kesehatan Kota Cirebon Tahun 2017. http://hukor.kemkes.go.id/

Ristiyanto. Garjito T,A. Ssatoto Tri B,T. Arthropoda Penular Penyakit,

Nyamuk Sebagai Vector Penyakit. Penerbit gadjah mada

university press anggota IKAPI dan APPTI. Didigitalisasi januari

2021. https://www.google.co.id/ Diakses pada 20 Februari 2022

Zainal, Ana Utami. Pinjal Dan Tungau Sebagai Vektor Dan Penyakit

Bawaannya. UHAMKA 2021.https://onlinelearning.uhamka.ac.id/.

Diakses pada 21 Februari 2022.

33
34

Anda mungkin juga menyukai