1
IPKey, 2020, Protection of Geographical Indication in the European Union (online), https://ipkey.eu/sites/
default/files/ipkey-docs/2020/IPKey_SEA_aug2020_AitorPomares_Protection_GIs_EU_presentation.pdf diakses pada
tanggal 23 November 2021
2
Sheila R. Alam, 2011, Penerapan Perlindungan Geografis di Indonesia (online), http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/2016-9/20234423-S585-Sheila%20R%20Alam.pdf Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Hal 11
3
World Intellectual Property Organization, About Geographical Indication (online),
https://www.wipo.int/geo_indications/en/ diakses pada tanggal 23 November 2021
komposisi tradisional, atau diproduksi menurut cara produksi tradisional dapat
dijamin menjadi kekhasan tradisional.4
Dalam sistem HKI Indonesia, IG menjadi bagian dalam hukum merek dan diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
dalam Pasal 53-71 dan Pasal 101-103. Peraturan ini menggantikan Undang-Undang
lama yakni Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Selain diatur
dalam Undang-Undang, Indonesia juga menjadikan TRIPs Agreement on GI pada
chapter 22 hingga 24 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization. Berbeda dengan
hal-hal sebelumnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis memuat hal-hal baru dan lebih terkait pengaturan indikasi
geografis diantaraya mengenai tindakan pembinaan. Pembinaan Indikasi Geografis
dilakukan oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Pembinaan sebagaimana dimaksud meliputi: persiapan untuk pemenuhan persyaratan
permohonan indikasi geografis, permohonan pendaftaran indikasi geografis,
pemanfaatan dan komersialisasi indikasi geografis, melakukkan sosialisasi dan
pemahaman atas perlindungan indikasi geografis. Pembinaan yang dimaksud
dilakukan dengan melaksanakan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Melakukan pemetaan dan inventarisasi potensi produk Indikasi Geografis
b. Melakukan pelatihan dan pendampingan
c. Pemantauan, evaluasi, dan pembinaan
d. Memberikan perlindungan hukum, dan
e. Memfasiltasi pengembangan, pengolahan, dan pemasaran produk Indikasi
Geografis
Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis juga memuat perbedaan atas penerapan konsep “Protected Designation of
Origin”, “Protected Geographical Indication” dan “Guaranteed Traditional
Specialty” yang digunakan dalam yudiriksi uni eropa melalui muatan pasal 53 hingga
71 yang akan dijabarkan melalui tabel dibawah ini:5
4
Council Regulation (EC) No 509 Tahun 2006, Agricultural Products And Foodstuffs As Traditional
Specialities Guaranteed (online), https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/?uri=LEGISSUM%3Al66043 diakses
pada tanggal 23 November 2021
5
Miranda Risang Ayu, 2006, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis, PT Alumni,
Bandung, Hal 46
atau Protected
Protected Designation Traditional
Penelitian Geographical
of Origin Specialty
Indication
6
Ibid, Hal 48
2. Definisi merek kolektif menurut Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah “Merek yang digunakan pada
barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan
mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
dan/atau jasa sejenis lainnya.”7 Penggunaan merek kolektif didasarkan pada sistem
keanggotaan (tidak diperkenankan untuk merek kolektif dilakukan perjanjian lisensi).
Yang dimana jika ingin menggunakan merek yang telah dinyatakan sebagai merek
kolektif, seseorang tersebut harus bergabung menjadi anggota dari suatu organisasi
yang memiliki merek kolektif dan menaati segala ketentuan didalamnya. 8Sedangkan,
merek pada umumnya merupakan tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa
gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih
unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang
atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. 9 Ada dua jenis
merek pada umumnya, yaitu merek dagang dan merek jasa. Fungsi merek kolektif
menurut Konvensi Paris 1883 adalah untuk memberi pembeda antara barang-barang
hasil produk suatu usaha tertentu yang berlaku sebagai merek dagang jaminan atau
hallmark atas barang-barang hasil produksi atau yang disalurkan oleh kelompok-
kelompok atau jenis-jenis usaha tertentu atau atas barang-barang yang memiliki mutu
khusus dengan kelompok dagang lainnya.10 Sedangkan merek pada umumnya
memiliki empat fungsi utama, meliputi:
a. Untuk membedakan barang atau jasa dari suatu entitas dengan entitas lain.
Merek memfasilitasi pilihan konsumen saat membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu. Merek membantu konsumen mengidentifikasi suatu
barang atau jasa yang dikenalnya ataupun yang diiklankan. Sifat pembeda suatu
merek harus dievaluasi dalam hubungannya dengan barang atau jasa yang
menggunakan merek tersebut. Sebagai contoh, kata “apple” atau gambar sebuah
apel tidak dapat membedakan dengan sebuah apel, namun berbeda untuk
7
Lihat Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
8
Rahmi Jened, 2015, Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi,
Prenamedia, Jakarta, Hal 275
9
Lihat Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
10
Lihat Article 7, Paris Convention for the Protection of Industrial Property Rights 1883
komputer. Merek tidak hanya membedakan barang atau jasa, merek
membedakannya dalam kaitan dengan perusahaan asal barang atau jasa.
b. Untuk membedakan barang atau jasa dari suatu sumber, dari produk atau jasa
yang identik atau serupa dari sumber lainnya. Fungsi ini penting dalam
penentuan lingkup perlindungan merek.
c. Untuk membedakan barang atau jasa dari suatu sumber, dari produk atau jasa
yang identik atau serupa dari sumber lainnya. Fungsi ini penting dalam
penentuan lingkup perlindungan merek.
d. Untuk membedakan barang atau jasa dari suatu sumber, dari produk atau jasa
yang identik atau serupa dari sumber lainnya. Fungsi ini penting dalam
penentuan lingkup perlindungan merek.11
Dalam hal kepemilikan, merek kolektif dapat dimiliki oleh beberapa orang atau
beberapa orang yang berarti beberapa PT atau badan hukum dapat mempunyai
satu brand atau merek yang sama dengan memenuhi segala ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis, berupa merek kolektif.12 Namun kepemilikan ini harus diatur sedemikian
rupa agar tidak menimbulkan konflik di antara badan hukum yang tergabung sebagai
pemilik merek kolektif. Sedangkan dalam hal kepemilikan merek pada umumnya,
hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang mendaftarkan merek tersebut untuk pertama
kali sesuai asas first to file. First to file system memberi kesempatan untuk pihak yang
pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran diberi prioritas untuk mendapatkan
pendaftaran merek dan diakui sebagai pemilik merek yang sah.13 Perbedaan konsep
Merek Kolektif dan Merek pada umumnya akan dijabarkan secara singkat sebagai
berikut :
Dalam hal kepemilikan merek kolektif dari Kampoeng Batik Laweyan terdapat
beberapa tantangan dan kemudahan didalamnya. Tantangan-tantangan tersebut
diantaranya :
a. Pemilik merek kolektif tidak mengenal adanya pengaturan terkait
pendaftaran dan kepemilikan merek kolektif dalam undang-undang
sehingga sebagian besar dari mereka tidak mendaftarkan kepemilikan
mereknya.14
b. Keengganan mendaftarkan merek juga disebabkan karena birokrasi
pemerintah yang berbelit-belit dan biaya yang mahal masih menjadi salah
satu alasan utama15
c. Adanya pemikiran bahwa penggunaan merek dan pendaftarannya tidak
dapat menjamin peningkatan penjualan dan mereka berpikir bahwa
konsumen membeli batik produk berdasarkan pilihan motif/pola, dan
bukan semata-mata karena itu batik merek dagangnya.16
Namun dibalik tantangan tersebut ada beberapa kemudahan atas kepemilikan merek
kolektif dari Kampoeng Batik Laweyan yakni :17
a. mereka memiliki visi ke arah kewirausahaan dan pengembangan bisnis,
termasuk kontrol kualitas produk. misalnya, beberapa dari mereka telah
menerapkan standar nasional (Standar Nasional Indonesia - Standar
Nasional Indonesia
b. penelitian sebelumnya menemukan bahwa batik UKM di Laweyan mulai
memiliki kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya
pemanfaatan dan pendaftaran merek
c. UKM Laweyan memiliki kesadaran yang mendalam tentang identitas dan
tradisi budaya mereka di batik penciptaan. Sebagai komunitas, mereka
juga terus mengembangkan komunitas batik budaya dan bisnis melalui
organisasinya. UKM Laweyan juga menganggap diri mereka memiliki
karakteristik dan kualitas yang berbeda dibandingkan dengan batik UKM
dari daerah lain.
Dengan beberapa kemudahan tersebut, Kampoeng Batik Laweyan dirasa mampu
untuk mengembangkan kepemilikan merek kolektifnya.
14
Agus Sardjono, Brian Amy Prastyo & Derezka Gunti Larasati, 2015, Development of Collective Trademark for
Batik Industry in Kampung Batik Laweyan (Laweyan Batik’s Village) (online), Indonesia Law Review Volume 5,
https://media.neliti.com/media/publications/26949-EN-development-of-collective-trademark-for-batik-industry-in-kampung-
batik-laweyan.pdf diakses pada tanggal 23 November 2021
15
Ibid, Hal 38
16
Ibid, Hal 38
17
Ibid, Hal 40
3. Berikut merupakan 5 Indikasi Produk Indikasi Geografis Agrikultural dan Non-
Agrikultural yang terdaftar di Indonesia melalui DJKI diantaranya:18
18
Klik Legal, Berikut 65 Indikasi Geografis Yang Terdaftar di Indonesia (online), https://kliklegal.
com/berikut-65-indikasi-geografis-yang-terdaftar-di-djki/ diakses pada tanggal 23 Nomber 2021
Non Pisco INDECOPI
10.
Agrikultural