Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PERCOBAAN IV
DIGITASI DAN OVERLAY

OLEH:

NAMA : SITI BULKIS


NIM : 1811014320003
ASISTEN : KARTINI SRI ASTUTI S.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FISIKA
BANJARBARU

2021
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Nama : Siti Bulkis


NIM : 1811014320003
Judul Percobaan : Digitasi dan Overlay
Tanggal Percobaan : 01 April 2021
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi : S-1 Fisika
Asisten : Kartini Sri Astuti S.Si

Nilai acc Banjarbaru , 20/04 2021

83
Asisten

(Kartini Sri Astuti S.Si)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


GIS (Geographic Information System) adalah bagian dari kemajuan
teknologi informasi (information technology). Sebagai teknologi berbasis
komputer, GIS harus diperhitungkan bagi mereka yang berkecimpung dalam
berbagai bidang pekerjaan seperti perencanaan, inventarisasi, monitoring, dan
pengambilan keputusan. GIS dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang dapat
digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial
atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di
permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis.
Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan, data vegetasi
dan sebagainya (Nichols, 2012).
Sistem Informasi Geografis atau disingkat sebagai SIG merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi ruang
muka bumi atau informasi tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat
menjawab atau menyelesaikan suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka
bumi yang bersangkutan. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi pengumpulan,
penetaan, pengolahann penganalisisan dan penyajian data – data yang ada atau
terdapat dalam ruang muka bumi tertentu. Data yang ada atau terdapat dalam
ruang muka bumi tersebut, sering juga disebut sebagai data geografis atau data
spasial. Hasil analisisnya disebut informasi geografis atau informasi spasial. Jadi,
SIG adalah rangkaian kegiatan pengumpulan penataan, pengolahan dan
penganalisisan data spasial sehingga diperoleh informasi spasial untuk dapat
menjawab atau menyelesaikan suatau masalah dalam ruang muka bumi tertentu
(Galati, 2006).
Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster
menjadi data vektor. Dalam Sistem Informasi Geografis dan pemetaan digital,
data vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses.
Digitasi pada ArcView dilakukan pada dokumen View dan disimpan di dalam
sebuah shapefile (*.shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan
pembuatan sebuah shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat
digunakan dalam proses overlay (Soenarmo, 1994).
Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster
menjadi data vektor. Dalam Sistem Informasi Geografis dan pemetaan digital,
data vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses.
Digitasi pada ArcView dilakukan pada dokumen View dan disimpan di dalam
sebuah shapefile (*.shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan
pembuatan sebuah shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat
digunakan dalam proses overlay (Nichols, 2012).
Hasil digitasi biasanya belum sempurna, karena masih dapat dijumpai
kesalahan atau tidak akurat. Kesalahan tersebut umumnya terjadi akibat
ketidaktelitian manusia dalam proses digitasi peta atau karena faktor kemampuan
alat yang terbatas. Sehingga pada tahap ini yang dilakukan ialah mengoreksi dan
memperbaiki data atau simbol yang salah atau tidak tepat. Kesalahan- kesalahan
yang umumnya terjadi, dalam bentuk overshoot (garis lebih), undershoot (garis
tidak nyambung), garis ganda, kesalahan dalam pelabelan, dan lain-lain (Prahasta,
2006).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui proses digitasi pada ArcGIS.
2. Untuk mengetahui proses overlay pada ArcGIS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Di era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam


proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang
merepresentasikan dunia nyata dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai
kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya komputer grafik,
basisdata, teknologi informasi, dan teknologi satelit inderaja (penginderaan
jauh/remote sensing), maka kebutuhan mengenai penyimpanan, analisis, dan
penyajian data yang berstruktur kompleks dengan jumlah besar makin mendesak.
Struktur data kompleks tersebut mencakup baik jenis data spasial maupun atribut.
Dengan demikian, untuk mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu
sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial
maupun data atribut ini secara efektif dan efisien. Tidak itu saja, sistem inipun
harus mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun atribut secara
simultan. Dengan demikian, diharapkan keberadaan suatu sistem informasi yang
efisien dan mampu mengelola data dengan struktur yang kompleks dan dengan
jumlah yang besar ini dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan yang
tepat. Salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah ini adalah
Sistem Informasi Geografis (SIG). Saat ini di Indonesia, SIG (baik perangkat
lunak, perangkat keras, maupun aplikasi-aplikasinya) telah dikenal secara luas
sebagai alat bantu untuk proses pengambilan keputusan. Sebagian besar institusi
(pemerintah, swasta, baik bidang akademis maupun non-akademis) maupun
individu yang memerlukan informasi yang berbasiskan data spasial telah
mengenal dan menggunakan sistem ini. Beberapa contoh aplikasi-aplikasi SIG di
beberapa bidang sebagai ilustrasi seperti di sumberdaya alam, perencanaan,
kependudukan atau demografi, lingkungan. manajemen utility, pertanahan,
pariwisata, militer, geologi, pertambangan, transportasi, dan lain-lain (Puntodewo,
2003 ).
SIG adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data
grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara
geografis di bumi (georeference). Di samping itu SIG juga dapat
menggabungkan data, mengatur data, dan melakukan analisis data yang
akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan keruangan.
Dalam pengaplikasiannya, SIG menggunakan dua bentuk struktur data yaitu
struktur data raster dan struktur data vektor. Kedua struktur data tersebut
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Struktur data raster bisa
mempersingkat waktu tumpang susun akan tetapi informasi yang ditampilkan
dalam atributnya tidak selengkap struktur data vektor. Struktur data rester
juga memerlukan ruang penyimpanan (hard-disk) yang lebih besar
dibandingkan struktur data vektor. Akan tetapi struktur data raster memberikan
keunggulan lain yaitu kemampuannya berintegrasi dengan data penginderaan
jauh, karena cukup banyak data dasar SIG yang berasal dari penginderaan jauh
yang juga berstruktur data raster seperti informasi penggunaan lahan, lereng,
dan hujan. Keadaan data raster tersebut memudahkan pengguna
mengkombinasikan data-data SIG dengan data-data yang berasal dari
penginderaan jauh (Nichols, 2012).
Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Aronoff dalam Prahasta
merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena
dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang memiliki empat
kemampuan berikut dalam menangani data yang bersifat rutgeografi, masukan,
manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data), analisis dan
manipulasi data, keluaran. Selain itu, Barus (1999) mengatakan bahwa SIG
sebagai sarana untuk menyimpan, menggali dan memanipulasi data serta
menghasilkan produk. SIG banyak dimanfaatkan dalam berbagai studi dan
kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan maupun pemetaan bahaya longsoran.
Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannnya dalam
menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format dan tingkat
ketepatan. Sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin keilmuan yang
sangat diperlukan dalam pemahaman fenomena bahaya longsoran dapat dilakukan
lebih cepat. Salah satu kemudahan utama penggunaan SIG dalam pemetaan
bahaya longsoran adalah kemampuannya menumpangtindihkan longsoran
dalam unit peta terrtentu sehingga dapat dianalisis secara kuantitatif (Prahasta,
2001).
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan
dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, objek geografis direpresentasikan
sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data
raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata
lain resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya dari permukaan bumi yang
diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang
direpresentasikan oleh satu sel, maka semakin tinggi resolusinya. Data raster
sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual,
seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya.
Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file, semakin tinggi
resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada
kapasitas perangkat keras yang tersedia. Kemudian, data vektor adalah data yang
direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (poligon). Ada
tiga tipe data vektor (titik, garis, dan poligon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah
kota atau posisi menara radio. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan rute suatu
perjalanan atau menggambarkan batasan (boundary). Poligon bisa digunakan
untuk menggambarkan sebuah danau atau sebuah negara pada peta dunia. Dalam
format vektor, bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arcline),
poligon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang
sama), titik point (node yang mempunyai label) dan nodes (merupakan titik
perpotongan antara dua baris) (Danoedoro, 1990).
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda
dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
 Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah
informasi lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan
proyeksi. Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasikan lokasi.
 Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non-spasial. Suatu lokalitas bisa
mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya;
contohnya jenis vegetasi, populasi, pendapatan per tahun, dsb.
(Budiyanto, 2002).
Prinsip pengolahan data dalam SIG secara sederhana dapat digambarkan
dengan sebuah cara overlay beberapa peta berwarna yang tergambar pada kertas
transparansi di atas sebuah overhead projector (OHP). Dalam pengolahan digital
SIG, masing-masing satuan pemetaan memiliki bobot tertentu. Pembobotan ini
dilakukan dengan skoring. Editing terhadap data raster sering kali diperlukan
untuk menyempurnakan hasil dan visualisasi. Editing dilakukan seperti pada
penelusuran, penghalusan, pemotongan, penambahan, pewarnaan, dan lain-lain.

Gambar 1. Sistem Dasar Teknik Overlay


(Puntodewo, 2003).
Salah satu cara dasar untuk membuat atau mengenali hubungan spasial
melalui proses overlay spasial. Overlay spasial dikerjakan dengan melakukan
operasi join dan menampilkan secara bersama sekumpulan data yang dipakai
secara bersama atau berada dibagian area yang sama. Hasil kombinasi merupakan
sekumpulan data yang baru yang mengidentifikasikan hubungan spasial baru.
Pemrosesan data spasial seperti dapat dilakukan dengan teknik yang disebut
dengan geoprocessing, pemrosesan tersebut antara lain:
1. Overlay adalah merupakan perpaduan dua layer data spasial.
2. Clip adalah perpotongan suatu area berdasar area lain sebagai referensi.
3. Intersection adalah perpotongan dua area yang memiliki kesamaan
karakteristik dan kriteria.
4. Buffer adalah menambahkan area di sekitar obyek spasial tertentu.
5. Query adalah seleksi data berdasar pada kriteria tertentu.
6. Union adalah penggabungan atau kombinasi dua area spasial beserta
atributnya yang berbeda menjadi satu.
7. Merge adalah penggabungan dua data berbeda terhadap feature spasial,
8. Dissolve adalah menggabungkan beberapa nilai berbeda berdasar pada
atribut tertentu.
(Prahasta, 2001).
Sebelum melakukan overlay peta terlebih dahulu dilakukan proses
georeferencing. Georeferencing merupakan proses pemberian sistem koordinat
pada suatu objek gambar dengan cara menempatkan suatu titik kontrol terhadap
suatu persimpangan antara garis lintang dan bujur pada gambar berupa objek
tersebut, atau dengan menempatkan titik ikat pada lokasi yang sudah diketahui
koordinatnya. Data-data yang didapatkan dari beberapa sumber, kemudian diubah
menjadi bentuk spasial agar bisa di overlay dengan data spasial lainnya
(Pradnyasari, 2019).
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi
Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot.
Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang
lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses
penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda (Darmawan, 2017).
Digitizing adalah proses menggambar ulang fitur geografi pada peta analog
menjadi format digital dengan digitizing tablet atau mouse yang dihubungkan
dengan komputer, hasil dari proses digitasi ini kemudian disimpan dalam bentuk
data spasial. Metode digitasi secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan menggunakan digitizer yang menggunakan meja digitasi dan yang
langsung onscreen di layar monitor. Digitasi onscreen paling sering digunakan
karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan alat lainnya dan lebih
mudah dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Kemudian, overlay adalah pengaturan
data geografi dalam tema yang terpisah berformat *.lyr, dan masing – masing
tema ini juga dapat di-overlay menjadi satu data layer yang terintegrasi menjadi
map document berformat *.mxd (Nugroho, 2010).
Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster
menjadi data vektor. Dalam sistem informasi geografis dan pemetaan digital, data
vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses. Digitasi pada
Arcview dilakukan pada dokumen view dan disimpan di dalam sebuah shapefile
(file .shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan pembuatan sebuah
shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat digunakan dalam proses
overlay. Digitasi peta dilakukan melalui beberapa proses:
a) Data raster (gambar peta dasar) yaitu menambah data gambar ke dalam
Arcview, File > Add Data di toolbar menu, kemudian memilih gambar
yang akan di digitasi.
b) Meregistrasi data raster yaitu dilakukan setelah peta tampil, tujuannya
untuk memberikan skala yang benar pada citra dengan jalan memberikan
koordinat bumi kepada citra.
c) Membuat shapefile (file .shp) yaitu dengan mengidentifikasi terlebih
dahulu objek-objek yang akan didigitasi. Setelah objek teridentifikasi,
buatlah shapefile untuk masing-masing kategori objek.
d) Melakukan proses digitasi yaitu dilakukan setelah shapefile dibuat,
selanjutnya tambahkan shapefile-shapefile yang akan didigitasi,
mengunakan tombol add data.
e) Memasukkan data atribut. Data atribut memberikan gambaran atau
menjelaskan informasi berkaitan dengan fitur peta atau coverage SIG.
Data atribut dapat disimpan dalam format angka maupun karakter. Pada
Sistem Informasi Geografis di ArcView, data atribut dihubungkan dengan
data spasial melalui identifier atau sering disingkat ID yang terkait di
fitur.
f) Menghasilkan data vektor yang akan digunakan untuk overlay. Data
vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam
kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan
berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes merupakan titik
perpotongan antara dua buah garis.
(Prahasta, 2006).
Pada fase digitasi data spasial dibentuk dengan cara mengubah data raster
yaitu foto udara dan peta batimetri menjadi data vektor (konversi dari peta analog
menjadi peta digital) dengan cara on screen. Cara kerjanya adalah dengan
mengkonversi fitur-fitur spasial yang ada pada peta menjadi kumpulan koordinat
x,y. Untuk menghasilkan data yang akurat, dibutuhkan sumber peta analog, foto
satelit ataupun foto udara dengan kualitas tinggi. Dan untuk proses dijitasi,
diperlukan ketelitian dan konsentrasi. Pada dijitasi ini, kita akan mendijitasi
misalnya peta pemukiman penduduk yang merupakan peta distribusi pemukiman.
Karakteristik peta ini sebagian besar terdiri dari fitur poligon. Karena peta ini
mencakup daerah yang sama dengan peta sebelumnya, maka akan lebih mudah
untuk menggunakan titik-titik registrasi dari peta sungai. Selain itu, perlu
perhatikan garis-garis mana yang juga merupakan garis dijitasi sungai. Jika garis
tersebut merupakan garis yang panjang dan rumit, cara yang paling mudah adalah
menggandakan dari dijitasi sungai dan masukkan ke dalam peta pemukiman
(Nurzanah, 2019).
Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik. Pemahaman
bahwa overlay peta (minimal dua peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal
mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari dua peta yang
di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta
pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya
akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Overlay
adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay
yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain
dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya,
overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut
– atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi
atribut dari kedua peta tersebut.
Gambar 2. Teknik overlay dalam Sistem Informasi Geografis

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Teknik
yang digunakan untuk overlay peta dalam SIG ada dua yakni union dan intersect.
Jika dianalogikan dengan bahasa matematika, maka union adalah gabungan,
intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay
antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara
konsep overlay tidak.

Gambar 3. Variabel overlay dalam Sistem Informasi Geografis


(Soenarmo, 1994).
Metode Overlay adalah suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang
dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi/database
yang spesifik). Overlay peta dilakukan minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda
secara teknis dikatakan harus adat polygon yang terbentuk dari 2 jenis peta yang
dioverlaykan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu system informasi
yang dirancang untuk bekerja dengan data ter-referensi dengan koordinat-
koordinat spasial atau geografis, dan dalam perencanaan tata guna lahan,
ketersediaan data ter-referensi secara spasial merupakan persyaratan utama
(Rachmah, 2018).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 01 April 2021
pukul 16.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Geofisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Seperangkat komputer atau laptop, digunakan untuk menjalankan software.
2. Software ArcGIS 10.3, digunakan untuk mengelola dan mengatur file.
3. File Peta Jenis_tanah_kalsel250_UTM.ecw yang sudah dikoreksi geometrik
dan Hulu Sungai Selatan.shp, digunakan sebagai bahan yang akan dikelola
dan diatur dalam software.

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Digitasi Peta Berdasarkan Jenis Tanah
1. Membuat project baru pada ArcMap 10.3.
2. Memasukkan file peta Jenis_tanah_kalsel250_UTM.ecw dan file peta
Hulu Sungai Selatan.shp ke ArcMap 10.3
3. Membuat folder baru ( Jenis_Tanah_HSS).
4. Mengklik kanan pada folder tersebut, memilih New, mengklik shapefile,
mengubah :
- Name : Jenis_Tanah_HSS
- Feature Type : Polygon
5. Membuka edit lalu membuka select.
6. Memilih Projected Coordinate Systems dan add; memilih Utm dan add;
memilih WGS 1984 dan add; dan memilih WGS 1984 UTM Zone
50S.prj (untuk Kalimantan) lalu add kemudian OK dan OK.
7. Membuka folder Digitasi_Kab_ HSS.
8. Mendrag file digitasi Hulu Sungai Selatan.shp ke ArcMap.
9. Mengklik kanan pada shapefile yang baru dibuat, lalu mengklik
Properties → Fields.
10. Membuat judul kolom baru untuk menentukan jenis tanah.
11. Mengaktifkan editor lalu memilih start editing, kemudian mengaktifkan
Sketch Tool.
12. Melakukan digitasi berdasarkan informasi dari gambar Peta Tanah.ecw.
Proses digitasi sebaiknya dilakukan secara teliti (Memanfaatkan Finish
Part dan Finish Sketch).
13. Mengisi nama – nama jenis tanah berdasarkan hasil digitasi pada tabel
atribut.
14. Meng-klik Editor → Stop Editing, dengan sebelumnya menyimpan hasil
digitasi.
15. Mengatur tata letak komponen peta dan informasi jenis tanah (beralih
dari Data View ke Layout View).

3.3.2 Membuat Overlay


1. Membuka ArcMap 10.3.
2. Membuka View lalu memilih Data Frame Properties.
3. Membuka folder Coordinate System lalu membuka folder Utm.
4. Membuka folder WGS 1984 dan memilih WGS 1984 UTM Zone 50S
OK.
5. Membuka Add Data dan mengambil data (hujanbanjar.shp,
lerengkabbanjarp, tanah_kabbanjar.shp dan tuplahkab.shp) lalu Add
kemudian OK.
6. Mengklik kanan pada layer hujan Banjar.shp.
7. Membuka Properties (Symbology) dan memilih Categories (Unique
Values).
8. Memilih “GRIDCODE” pada Value Field kemudian Add All Values OK.
9. Mengaktifkan ArcToolbox.
10. Memilih Analysis Tools (Overlay), lalu memilih Intersect.
11. Menginput (hujanbanjar.shp, lerengkabbanjar.shp, tanah_kabbanjar.shp
dan tuplahkabbanjar.shp ) kemudian add
12. Membikin file sebagai output (misal: Overlay).
13. Mengklik kanan pada layer output pada langkah ke-12 lalu membuka
Open Attributes Table.
14. Membuka Options dan memilih Add Field untuk nilai overlay dengan
tipe “Short Integer”.
15. Mengklik kanan pada kolom Overlay dan memilih Field Calculator
kemudian tulis persamaan berikut:
16. (0.3*[Bobot Olay])+ (0.4*[Bobot Tanah])+ (0.3*[Bobot Lereng])
17. Mengklik kanan pada layer output lalu membuka properties (Symbology,
Categories ”Unique Values”).
18. Memilih Overlay pada Value Field lalu Add All Values Kemudian OK.
19. Membuka Properties kembali dan memilih Symbology (Quantities
“Graduated Colord”).
20. Memilih Overlay pada Value lalu OK.
21. Membuka Data Management Tools pada ArcToolbox lalu memilih
Generalization dan memilih Dissolve.
22. Menginput file output pada langkah 12 (Overlay) lalu Add.
23. Membikin file sebagai output (Overlay).
24. Mengklik kanan pada layer output pada langkah ke-22 dan memilih
Properties (Quantities ”Graduated Colors”).
25. Memilih Overlay pada Value lalu OK.
26. Membuka View dan memilih Layout View.
27. Membuka File dan memilih Page and Print Setup.
28. Memilih Landscape untuk Orientation kemudian OK.
29. Mengklik kanan pada layout dan memilih Properties (Grids), selanjutnya
membuka New Grid dan memilih Measured Grid lalu Next kemudian
Finish.
30. Membuka Properties lalu membuka Labels.
31. Membuka Additional Properties lalu membuka Number Format.
32. Untuk Number of significant digits = 0 lalu OK.
33. Membuka Insert dan memilih Legend, North Arrow Selector, dan Scale
Bar Selector.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan digitasi pada peta Hulu Sungai Selatan
dan melakukan analisis overlay pada peta kabupaten Banjar dengan data hujan
banjar, tanah banjar, kelerengan banjar dan tutupan lahan. Pada praktikum ini
pertama praktikan melakukan digitasi untuk mengklasifikasikan jenis tanah pada
peta Hulu Sungai Selatan. Digitasi yaitu suatu proses pembentukan data yang
berasal dari data raster menjadi data vektor. Dalam Sistem Informasi Geografis
dan pemetaan digital, data vektor banyak
digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses. Overlay merupakan
proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay
disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik. Pemahaman bahwa overlay peta (minimal dua peta)
harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak.
Untuk melakukan digitasi, praktikan membutuhkan data peta lengkap
dengan id klasifikasi tanah seperti pada data Jenis_Tanah_HSS yang diberikan
oleh asisten praktikum kemudian untuk mendapatkan batasnya praktikan
menambahkan file Hulu Sungai Selatan.shp yang kemudian setelah itu
dilakukanlah digitasi terhadap peta.. File peta tanah.ecw dan file praktikum
praktikum.shp dimasukkan ke layers, dimana file praktikum 3 merupakan peta
batasan wilayah Kalimantan dan peta tanah.ecw merupakan peta tanah. Kemudian
dilakukan pemotongan (clip) pada kedua file yang telah dimasukkan, yaitu
praktikum 3 dan peta tanah.ecw. Pemotongan dilakukan pada daerah yang ingin
didigitasi yaitu Hulu Sungai Selatan. Proses clipping dilakukan menggunakan
geoprocessing tool. Dari hasil clipping didapatkan peta tanah HSS. Selanjutnya
dibuat file shp dengan nama Hulu Sungai Selatan, ini bertujuan untuk melakukan
digitasi tanah di daerah Hulu Sungai Selatan. Pembuatan file shp dilakukan pada
menu catalog. Setelah didapat file shp Hulu Sungai Selatan maka dimulailah
proses digitasi berdasarkan peta tanah, kemudian lakukan penambahan (add field)
Jenis Tanah dan Kode pada attribute table. Sehingga didapatkan klasifikasi seperti
Inceptisols, Ultisols, Oxisols, Hapludults, Paleudults, Eutrudepts, Hapluduox,
Dystrudepts, Hapludox, Kanhapludults, Plinthudults (skel), Kandiudults (skel),
Endoaquepts, Plinthudults, Kanhapludults (skel), Dystrudepts (skel), Kandiudox
(skel), Acrudox, Singkapan batu, Eutrudox, Sulfaquents, Hydraquents,
Endoaquepts (sulfic), Endoaquents (sulfic), Udifluvents, dan pemukiman.

4.1 Peta Digitasi Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar 4. Peta Hasil Digitasi Jenis Tanah Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Untuk mendigit sebuah peta, yang harus dilakukan adalah membuat layer.
Lalu klik Tools pada Menu Bar lalu pilih ArcCatalog. Dalam ArcCatalog, kita
membuat shapefile baru untuk digitasi. Untuk memulai digitasi, klik Start Editing
dan jangan lupa save editing jika digitasi sudah selesai. Klik Create Features lalu
shp dan klik polygon. Untuk mempermudah kita mendigitasi wilayah tersebut,
perbesar peta dengan mengklik Zoom In. Sambil memberikan polygon, jangan
lupa memasukkan kode dan nama jenis tanah pada wilayah yang diberikan
polygon. Untuk memasukkan atribut dengan cara mengklik open attribute table
dan akan muncul kotak dialog yang nantinya akan dijadikan tempat memasukkan
kode dan nama jenis tanah wilayah Hulu Sungai Selatan.Setelah proses digitasi
selesai maka yang selanjutnya dilakukan yaitu mengatur symbology pada bagian
properties file shp Kotabaru atas. Pada bagian ini diatur Value Field yaitu Jenis
Tanah dan Color Ramp sesuai selera. Kemudian nilai yang ditampilkan semuanya
maka dari itu dipilih Add All Value. Proses terakhir dari digitasi yaitu dengan
menambahkan title, north arrow, legend pada bagian insert sehingga dihasilkan
seperti pada gambar 4.

4.2 Peta Hasil Overlay Kabupaten Banjar

Gambar 5. File data hujan, lereng, tanah dan tutupan lahan Kabupaten Banjar
bentuk shapefile sebelum proses overlay

Gambar 6. Peta Hasil Overlay Kabupaten Banjar

Setelah selesai melakukan digitasi dan membuat table praktikan kemudian


melakukan praktikum selanjutnya yaitu overlay. Pada proses ini ditambahkan
beberapa file ke layers, pada praktikum ini file yang ditambahkan adalah file
hujan, lereng, tanah, dan tutupan lahan Banjar. Tanda centang pada ke empat layer
mengartikan bahwa pada gambar 5. belum terjadi proses overlay. Masing-masing
layer disetting hallow agar saat tumpang tindih tidak melindungi layer lainnya.
Seperti dilihat pada gambar 6. yaitu hasil pembuatan peta overlay kabupaten
banjar, dan table yang sangat banyak dengan data berupa nilai overlay, luas
daerah, nama daerah, jenis tanah, intesitas hujan, dan masih banyak data-datanya.
Ke empat file kemudian diinterset dengan menggunakan analysis tool pada
Arctoolbox.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pada digitasi klasifikasi tanah didapatkan data klasifikasi tanah, luas daerah
untuk suatu daerah Hulu Sungai Selatan dengan beberapa klasifikasi tanah
berupa Inceptisols, Ultisols, Oxisols, Hapludults, Paleudults, Eutrudepts,
Hapluduox, Dystrudepts, Hapludox, Kanhapludults, Plinthudults (skel),
Kandiudults (skel), Endoaquepts, Plinthudults, Kanhapludults (skel),
Dystrudepts (skel), Kandiudox (skel), Acrudox, Singkapan batu, Eutrudox,
Sulfaquents, Hydraquents, Endoaquepts (sulfic), Endoaquents (sulfic),
Udifluvents, dan pemukiaman.
2. Dengan memanfaatkan fitur overlay kita dapat menggabungkan beberapa
data seperti curah hujan, kelerengan daerah, jenis tanah dan tutupan lahan
suatu tanah.

5.2 Saran
Praktikum online sedikit membuat susah dan membingungkan jika tidak
benar-benar berkomunikasi dengan baik antar praktikan dan asisten praktikum.
Sebaiknya untuk praktikum GIS disiapkan modul. Agar memudahkan dalam
melakukan praktikum dan memudahkan untuk penyusunan laporan yang lebih
baik
DAFTAR PUSTAKA

Budiyato, E. 2002. Sistem Infomasi Geografis menggunakan ARC VIEW GIS.


Yogyakarta : Andi.

Danoedoro, P. 1990. Beberapa Teknik Operasi dalam Sistem Informasi Geografis.


Yogyakarta : UGM.

Darmawan, K., & Suprayogi, A. 2017. Analisis tingkat kerawanan banjir di


kabupaten sampang menggunakan metode overlay dengan scoring berbasis
sistem informasi geografis. Jurnal Geodesi Undip. 6(1) : 31 – 40.

Galati, S. R. 2006. Geographic Information Systems Demystified. Boston : Artech


House.

Nichols, J. 2012. Basic Facts on Geographic Information Systems. New Jersey :


John Wiley & Sons Ltd.

Nugroho, A. & Susilo, Y. S. B. 2010. Pembuatan Peta Digital Topografi Pulau


Panjang, Banten, Menggunakan ArcGIS 9.2 dan Surfer 8. Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir. 12(1) : 38 − 44.

Nurzanah, W. 2019. PENENTUAN LOKASI PEMBUANGAN MATERIAL


KERUK ALUR PELAYARAN PELABUHAN BELAWAN DENGAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Buletin Utama Teknik. 14(2) : 80 –
91.

Pradnyasari, N. M. D., Wiyanti, W., & Kusmawati, T. 2019. Pemetaan Potensi


dan Kerawanan Longsor Lahan di Desa Belandingan, Desa Songan A dan
Desa Songan B Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology). 8(2) :
231 − 241.

Prahasta, E. 2001. Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung


: Informatika.

Prahasta, E. 2006. Membangun Aplikasi Web-Bases GIS dengan MapServer.


Bandung : Informatika.

Puntodewo,. & Dewi, S. 2003. Sistem Informasi Geografis. Bogor : Center for
International Forestry Research.

Rachmah, Z., Rengkung, M. M., & Lahamendu, V. 2018. Kesesuaian lahan


permukiman di kawasan kaki Gunung Dua Sudara. SPASIAL. 5(1) : 118 −
129.

Soenarmo, S. H. 1994. Pengindraan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi


Geografi untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung : ITB.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai