Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ILMU-ILMU EMPIRIS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Angga Pusaka Hidayat, S.S, M.Hum

Disusun Oleh : Kelompok I (Satu) Kelas :


SPI-B (Semester III)
Adam Maulana Matondang 181350039
Melisa Nursalamah 201350050
May Mauliawati 201350059
Ria Ayu Ningsih 201350061
Basiroh 201350063

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
UIN SMH BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia - Nya
yang selalu tercurahkan kepada kita. Sholawat serta salam kita tujukan kepada nabi
Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan syafa'atnya di yaumul akhir. Makalah ini Saya
susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Ilmu”, juga dimaksudkan untuk
memberikan wawasan kepada pembaca untuk lebih memenuhi tentang segala sesuatu
mengenai “Ilmu-Ilmu Empiris”. Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi kebaikan dan kesempurnaan yang selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Serang , 15 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1......................................................................................................Latar belakang 3

1.2...............................................................................................Rumusan Masalah. 3

1.3..................................................................................................Tujuan Penulisan 3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Objek dan Prinsip Empiris...........................................................4

B. Cara Kerja Ilmu Empiris..................................................................................6

C. Problem Cara Kerja Ilmu Empiris..................................................................7

BAB III

PENUTUP

3.1..............................................................................................................Kesimpulan 8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu memiliki kedudukan yang mendasar dalam kehidupan manusia. Hampir
setiap aktivias manusia dikendalikan oleh ilmu.perkembengan ilmu sangat pesat
mengiringi tingkat.Tuntutan kebutuhan manusia. Pada dasarnya tujuan pokok
lahirnya ilmu adalah untuk meningkatkan taraf hidup kemanusiaan.
Berdasarkan keragaman dan dinamika kebutuhan manusia, berkembanglah
disiplin-disiplin ilmu empiris yaitu ilmu alam,ilmu hayati, dan ilmu kemanusiaan.
Ketiga ilmu tersebut, terutama terkai dengan sifat objek kajiannya, memiliki kekhasan
epistimoligis masing-masing. Kekhasan itu tergambar dalam cara kerja ilmu-ilmu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian, objek, dan prinsip-prinsip ilmu empiris?
2. Bagaimana cara kerja ilmu empiris?
3. Bagaimana Problem cara kerja ilmu empiris?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan pengertian, objek, dan prinsip-prinsip ilmu empiris
2. Menjelaskan cara kerja ilmu empiris
3. Menjelaskan Problem cara kerja ilmu empiris

ii
i
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian, Objek dan Prinsip Empiris


1. Pengertian Empiris
Ilmu Empiris adalah Ilmu yang beritik tolak pada pengalaman inderawi.
Pengalaman inderawi diartikan sebagai sentuhan, penglihatan, penciuman, pengecapan
seseorang terhadap sesuatu yang diamatinya. Dengan demikian pengalaman inderawi
dari seseorang ilmuwan berkaitan dengan objek penelitian yang sifatnya sangat konkret
faktual, dan berdasarkan pada pengalaman inderawi.
Dalam pengamatan atau observasi terhadap objek tersebut seorang peneliti dapat
menggunakan sarana untuk menunjang pengamatannya itu lainnya mikroskop, teleskop,
thermomether, neraca atau pun alat alat pengukur lainnya. Tujuan pengamatan untuk
memperoleh ataupun menangkap semua gejala terhadap semua objek yang diamatinya
serta menjelaskan dengan benar. Hasil dari pengamatan itu berupa data awal yang harus
dicatat dengan cermat, yang kelak akan sangat berguna bagi analisis sebuah penelitian.1
Ilmu-ilmu empiris termasuk ilmu kemanusiaan mengejar kepastian, yaitu
kepastian tentang penjelasan gejala-gejala yang diselidiki dan kepastian tentang
kesimpulan yang ditarik dari hukum yang berlaku. Menurut sebuah bagan deduktif
nomologishal tersebut merupakan gerakan dari bawah keatas maupun dari atas
kebawah. Semua itu masih belum sempurna dan tuntas. Semua taraf kepastian dalam
ilmu-ilmu empiris bersifat bebas, dalam arti tidak ada paksaan untuk menyetujui
sesuatu. Hal ini juga berlaku bagi evidensi. Evidensi dalam bidang ilmu-ilmu empiris
selalu bersifat nisbih, sehingga perlu disetujui dengan kebebasan sepenuhnya.2
2. Objek Ilmu Empiris
Pengamatan atau observasi terhadap objek tertentu diperoleh menggunakan
sarana penunjang pengamatan. Tujuan pengamatan untuk memperoleh ataupun
menangkap semua gejala terhadap semua objek yang diamatinya serta menjelaskan
objek pengamatan dengan tepat dan sesuai dengan pengamatannya. Hasil dari
pengamatan itu berupa data awal berupa data atau fenomena.3
Ilmu empiris memiliki objek yang dapat dibedakan dari dua aspek, yaitu objek

1
Train D Heartnet,Ebook : filsafat ilmu hlm : 40
2
Yosephus Sudiantara, Filsafat Ilmu: Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata,
2020). Hal.79
3
Hasyim Hasanah, Cara Kerja Ilmu Empiris (Sebuah Upaya Merenungkan Sistematisasi Metodologi Induktif dan
Implikasinya bagi Keilmuan Dakwah), Jurnal at-Taqaddum Volume 7 Nomor 1 Juli 2015, hal. 10-11
4
materi dan objek formal. Objek materi berupa apa saja yang dapat diamati oleh
manusia, seperti alam semesta makhluk hidup di dunia ini dan manusia 4. Objek formal
adalah objek pokok perhatian seseorang terhadap sesuatu yang menjadi minatnya yang
sangat khusus. Objek formal atau aspek yang khusus dalam ilmu empiris dapat berupa
misalnya minat yang sangat tinggi tentang kesehatan manusia, tentang pertumbuhan dan
perkembangan dari tumbuh-tumbuhan, dari hewan, serta adat istiadat suatu bangsa atau
masyarakat tertentu titik dari hasil objek formal itulah memunculkan ilmu-ilmu tertentu
yang bersifat empiris misalnya ilmu kedokteran, ilmu Biologi, ilmu teknik, Botani,
zoologi, antropologi, ilmu sosial.5
John Locke, yang di panggil sebagai bapak kaum empiris Inggris mengajukan
sebuah teori bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai selembar kertas
lilin yang licin (tabula rasa) di mana data yang ditangkap panca indera lalu tergambar di
situ titik semakin lama, semakin banyak kesan panca indera yang tergambar. Jadi secara
khusus kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya kepada pengalaman yang
ditangkap panca indra titik karena pengalaman ia memperoleh pengetahuan,
menurutnya pengetahuan yang benar adalah yang bersumber dari pengalaman inderawi
tidak dari pengalaman lainnya.
3. Prinsip Empiris
Beberapa prinsip teori empiris yang didasarkan kepada teori teori diatas antara lain :
1. Perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui titik yang mengetahui adalah
subjek dan yang diketahui adalah objek. Terdapat dalam alam nyata yang terdiri dari
fakta atau objek yang ditangkap oleh seseorang.
2. Kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau objek yang didasarkan kepada
pengalaman manusia. Kaum empiris harus diyakinkan sekurang-kurangnya dalam tiga
hal yaitu:6
 Fakta atau obyek adalah termasuk benda benda yang di alami manusia
 Bahwa terdapat seseorang yang melihat itu secara langsung.
 Jika kaum empiris itu sendiri ada disana, dia sendiri harus menyaksikan fakta
atau objek tersebut.
3. Prinsip keteraturan titik bagi kaum empiris fakta misalnya alam, adalah teratur titik
dengan rekonstruksi keteraturan Fakta pada masa lalu, kaum empiris merasa cukup
4
Jujur S. Suriasumantri, ilmu dalam perspektif ,(jakarta : yayasan obor indonesia,cet XI 1994). Hlm 103.
5
A Susanto , filsafat ilmu, suatu kajian dalam dimensi ontologis epistemologis dan aksiologis (jakarta : bumi
aksara,2011). Hlm 141.
6
Jujur S. Suriasumantri, ilmu dalam perspektif ,(jakarta : yayasan obor indonesia,cet XI 1994). Hlm 105-106.

5
beralasan untuk membuat ramalan mengenai kemungkinan tingkah laku benda tersebut
di masa depan.
4. Prinsip keserupaan titik, keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang
berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup
jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu (generalisasi).

B. Cara Kerja Ilmu Empiris


Pendekatan atau metode merupakan cara seorang ilmuwan atau peneliti
mendapatkan data saat ia sedang melakukan pengamatan. Lazimnya di dalam ilmu
empiris, seorang ilmuwan menggunakan pendekatan atau metode induktif.
Metode induktif adalah sebuah metode yang digunakan dalam ilmu empiris yang
menarik kesimpulan dari penalaran yang bersifat khusus untuk sampai pada penalaran
yang umum sifatnya. Pada penalaran yang sifatnya khusus itu, seorang pengamat akan
mengamati beberapa hal atau sesuatu yang memiliki ciri-ciri yang khusus. Metode
induksi berguna bagi ilmu empiris karena mendasarkan pada pengamatan factual dan
dipakai sebagai landasan berpijak pada ilmu empiris.7
Cara kerja ilmu-ilmu empiris senantiasa mengikuti pola: membuat pengamatan –
membentuk hipotesis – memeriksa apakah implikasi dari hipotesis dapat diamati –
kalau tidak, bentuk hipotesis baru dan seterusnya. Upaya utama adalah mendapatkan
hipotesis yang implikasinya cocok dengan data pengamatan.
Data empiris dapat “mengalahkan” atau menolak sebuah hipotesis, dapat pula
menjadi alasan untuk menyempurnakan hipotesis, namun tidak pernah dapat dipakai
untuk membuktikan secara tuntas berlakunya sebuah hipotesis. Tahap berikutnya dalam
pembentukan ilmu adalah perumusan hukum. Dibandingkan dengan hipotesis, hukum
memiliki 3 ciri khas, yaitu: (1) lebih pasti, (2) lebih bersifat umum, dan (3) memiliki
daya-terang yang lebih kuat. Hukum dapat menjadi titik tolak bagi penjelasan-
penjelasan deduktif.
Setiap hukum bersifat empiris dan harus diperiksa kebenarannya atau
digugurkan dari kedudukannya berdasarkan data empiris. Hukum-hukum yang terdapat
dalam peristiswa serumpun dapat pula digabungkan dalam suatu hukum yang bersifat
umum, menuju kepada pembentukan sebuah teori. Teori merupakan pandangan umum
mengenai realitas, merupakan wujud dari usaha untuk mengkonsilidasikan
perbendaharaan pengetahuan, agar diperoleh gambaran yang “efisien”. Selama sebuah

7
I’zzatun Nada dkk, Cara Kerja Ilmu-Ilmu Empiris, Makalah Program Studi Pendidikan Agama Islam, (Lamongan:
Universitas Islam Lamongan, 2020), hal.4
6
teori memiliki daya-terang yang menjelaskan kedudukan atau keterbatasan hukum,
maka teori itu berguna.8

C. Problem Cara Kerja Ilmu Empiris


Ilmu pengetahuan tidak dapat dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman
manusia tentang alam, dan realitas kemanusiaan, demikian juga kebenaran ilmu harus
dipandang secara tentative, artinya selalu siap berubah bila ditemukan teori-teori baru
yang menyangkalnya. Keterbatasan pada ilmu empiris meliputi: mengetahui fenomena
bukan realitas, menjelaskan sebagian kecil fenomena alam/kehidupan manusia, dan
kebenaran bersifat sementara dan tidak mutlak.9
Memahami makna gejala alam dan kemanusiaan tidak biasa dilakukan secara
reproduktif, melainkan dengan jalan produktif. Artinya, memahami makna atau
persepsi, ide, gagasan, hipotesis dan hokum tidak bias bersifat statis, melainkan
dinamis, dan kontekstual, sesuai dengan perjalanan penafsiran yang hidup dalam situasi
dan kondisi yang berbeda. Karena setiap proses pemahaman selalu berhubungan dengan
dialektika.
Menurut Abbas Hammami, kata “kebenaran” biasa digunakan sebagai suatu
kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebeneran,
artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang
dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Adanya kebenaran itu selalu
dihubungkan dengan pengetahuanmanusia (subyek yang mengetahui) mengenai
obyek.10
Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh subyek mempunyai pengetahuan berasal
mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai
ukuran kebenaran. Kemudian, dalam mengukur suatu kebenaran, maka harus
mengetahui dan memperhatikan teori-teori kebenaran, yakni teori korespondensi, teori
konsistensi, teori pragmatism, dan teori religious.11
Dari sini dapat dipahami juga bahwa kebenaran akan muncul karena adanya
suatu yang benar, tetapi ada proses juga dalam mendapatkan kebenaran. Inilah mengapa
kebenaran terkadang bersifat abstrak, sementara, tidak mutlak dan sebagainya.

8
Bab 2 "cara ilmu kerja" hal 3
9
Hasyim Hasanah, Cara Kerja Ilmu Empiris (Sebuah Upaya Merenungkan Sistematisasi Metodologi Induktif dan
Implikasinya bagi Keilmuan Dakwah), Jurnal at-Taqaddum Volume 7 Nomor 1 Juli 2015, hal. 21-22
10
Ahmad Atabik, Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Jurnal Fikrah Volume 2 Nomor 1 Juni 2014, hal. 257-258
11
Fatmawati, KriteriaKebenaran, JurnalPilar Volume 01 Nomor 2 Desember 2010, hal. 31-32
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu Empiris adalah Ilmu yang beritik tolak pada pengalaman inderawi.
Pengalaman inderawi diartikan sebagai sentuhan, penglihatan, penciuman, pengecapan
seseorang terhadap sesuatu yang diamatinya. Dengan demikian pengalaman inderawi dari
seseorang ilmuwan berkaitan dengan objek penelitian yang sifatnya sangat konkret
faktual, dan berdasarkan pada pengalaman inderawi.
Ilmu empiris memiliki objek yang dapat dibedakan dari dua aspek, yaitu objek
materi dan objek formal. Objek materi berupa apa saja yang dapat diamati oleh manusia,
seperti alam semesta makhluk hidup di dunia ini dan manusia. Objek formal adalah objek
pokok perhatian seseorang terhadap sesuatu yang menjadi minatnya yang sangat khusus.
Cara kerja ilmu-ilmu empiris senantiasa mengikuti pola: membuat pengamatan –
membentuk hipotesis – memeriksa apakah implikasi dari hipotesis dapat diamati – kalau
tidak, bentuk hipotesis baru dan seterusnya. Upaya utama adalah mendapatkan hipotesis
yang implikasinya cocok dengan data pengamatan.
Memahami makna gejala alam dan kemanusiaan tidak bias dilakukan secara
reproduktif, melainkan dengan jalan produktif. Artinya, memahami makna atau persepsi,
ide, gagasan, hipotesis dan hokum tidak bias bersifat statis, melainkan dinamis, dan
kontekstual, sesuai dengan perjalanan penafsiran yang hidup dalam situasi dan kondisi
yang berbeda. Karena setiap proses pemahaman selalu berhubungan dengan dialektika.

8
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Jurnal Fikrah Volume 2
Nomor Juni 2014
Bab 2 "cara ilmu kerja"
Fatmawati, Kriteria Kebenaran, Jurnal Pilar Volume 01 Nomor 2 Desember 2010
Hasanah, Hasyim. Cara Kerja Ilmu Empiris (Sebuah Upaya Merenungkan Sistematisasi
Metodologi Induktif dan Implikasinya bagi Keilmuan Dakwah), Jurnal at-Taqaddum
Volume 7 Nomor 1 Juli 2015
Heartnet, Train D. Ebook : filsafat ilmu
Nada I’zzatun, dkk, Cara Kerja Ilmu-Ilmu Empiris, Makalah Program Studi Pendidikan
Agama Islam, (Lamongan: Universitas Islam Lamongan, 2020)
S, Jujur. Suriasumantri, ilmu dalam perspektif ,(jakarta : yayasan obor indonesia,cet XI
1994).
Sudiantara, Yosephus. Filsafat Ilmu: Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata, 2020).
Susanto, A. filsafat ilmu, suatu kajian dalam dimensi ontologis epistemologis dan
aksiologis (jakarta : bumi aksara,2011)

Anda mungkin juga menyukai