Anda di halaman 1dari 4

18

4.3. Pembahasan
Dalam industri, absorber dan stripper bekerja secara/berdampingan.
Sistem stripper-absorber dapat berupa kolom deoksigenator sebagai stripper dan
wetted wall absorption column sebagai absorber. Prinsip kerja wetted wall
absorption column yaitu absorpsi dengan proses penyerapan gas (absorbate) pada
seluruh permukaan dari larutan (absorbent). Prinsip kerja kolom deoksigenator
yaitu terjadi proses stripping yang bertujuan untuk melepaskan atau pelucutan
oksigen dalam air.
Kondisi operasi pada kolom deoksigenator yaitu memiliki tekanan rendah
dan temperatur tinggi sehingga oksigen dapat dengan mudah dilucuti dari air.
Semakin tinggi temperatur, densitas pada fluida tersebut juga semakin tinggi,
sehingga ikatan molekul akan menjadi semakin renggang dan menyebabkan
oksigen mudah untuk dilucuti dari air. Kondisi operasi pada wetted wall
absorption yaitu memiliki tekanan tinggi dan temperatur rendah, karena untuk
menjaga agar oksigen yang akan diserap tetap terjaga kondisinya agar tidak
menurun. Kandungan dissolved oxygen akan menurun ketika temperatur naik, dan
kandungan dissolved oxygen akan meningkat apabila temperatur dijaga tetap
rendah.
Percobaan wetted wall absorption column terdapat tiga clearwall, ketiga
clearwall ini digunakan sebagai penampung fluida cair. O2 inlet dihitung pada saat
sebelum air masuk ke kolom wetted wall tempat terjadinya absorpsi, sedangkan
sensor probe untuk menghitung O2 outlet yaitu ketika air sudah keluar dari kolom
wetted wall. Pengukuran kadar O2 dalam air diukur dengan sebuah alat bernama
Dissolve Oxygen meter (DO meter). Nilai DO dalam air sangat bergantung pada
temperatur air, semakin tinggi temperatur maka akan semakin rendah nilai DO.
Alat yang digunakan untuk mengatur laju alir ada dua yaitu flowmeter
udara dan flowmeter air. Flowmeter udara digunakan untuk mengatur laju alir
udara sedangkan flowmeter air digunakan untuk mengatur laju alir air. Kedua
flowmeter ini harus digunakan secara seimbang, karena apabila laju alir air tetap
sedangkan laju alir udara dinaikkan, maka proses penyerapan oksigen dalam air
juga akan bertambah besar. Hal tersebut terjadi karena luas permukaan air akan
19

menjadi lebih besar serta kontak dengan udara juga akan bertambah besar sehingga
menyebabkan proses penyerapan oksigen dalam air menjadi bertambah besar.
Perhitungan flux massa oksigen menunjukkan pada laju alir air sebesar
2,42x10-6 m3/s dan laju alir udara 2000 cc/min didapatkan konsentrasi oksigen yang
keluar pada bagian outlet sebesar 7,9 mg/L dan nilai flux massa oksigen yaitu
4,356x10-9 kg/s. Perhitungan flux massa oksigen menunjukkan pada laju alir air
sebesar 2,42x10-6 m3/s dan laju alir udara 2500 cc/min didapatkan konsentrasi
oksigen yang keluar pada bagian outlet sebesar 8 mg/L dan nilai flux massa
oksigen yaitu 6,776x10-9 kg/s. Perhitungan flux massa oksigen menunjukkan pada
laju alir air sebesar 2,42x10-6 m3/s dan laju alir udara 2200 cc/min didapatkan
konsentrasi oksigen outlet sebesar 7,8 mg/L dan nilai flux massa oksigen yaitu
5,808x10-9 kg/s.
Berdasarkan perhitungan flux massa oksigen, maka tinggi dan rendahnya
flux massa oksigen dipengaruhi oleh laju alir air. Semakin besar nilai laju alir air
maka semakin besar nilai flux massa oksigen, sedangkan semakin kecil nilai laju
alir air semakin kecil nilai flux massa oksigen. Tinggi rendahnya nilai flux massa
oksigen ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen yang keluar pada outlet.
Semakin tinggi konsentrasi oksigen yang keluar dari bagian outlet maka nilai flux
massa oksigen akan semakin besar dan semakin rendah konsentrasi oksigen pada
bagian outlet maka nilai flux massa oksigen yang keluar semakin kecil.
Koefisien perpindahan massa dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti flux
massa oksigen, luas permukaan kontak, dan perbedaan konsentrasi oksigen pada
aliran masuk dan keluar. Berdasarkan hasil perhitungan, flux massa oksigen yang
besar cenderung menghasilkan koefisien perpindahan massa yang besar. Koefisien
perpindahan berbanding terbalik dengan luas daerah perpindahan, sehingga luas
daerah perpindahan massa yang besar menghasilkan koefisien perpindahan massa
lebih kecil. Nilai perbedaan konsentrasi oksigen pada aliran masuk dan keluar
berbanding terbalik dengan koefisien perpindahan massa. Semakin besar
perbedaan konsentrasi maka koefisien perpindahan massa semakin kecil dan
semakin kecil perbedaan konsentrasi maka koefisien perpindahan massa semakin
besar.
20

Perhitungan flux massa oksigen sebesar 4,356x10-9 kg/s dengan nilai


perbedaan konsentrasinya sebesar 0,0065 kg/m3 pada laju alir 2000 cc/min akan
didapatkan koefisien perpindahan massa yaitu 7,505x10-6 m/s. Perhitungan flux
massa oksigen sebesar 6,776x10-9 kg/s dengan nilai perbedaan konsentrasi sebesar
0,0065 kg/m3 pada laju alir 2500 cc/min didapatkan koefisien perpindahan
massa
terbesar yaitu 1,167x10-5 m/s. Perhitungan flux massa oksigen sebesar 5,808x10-9
kg/s dengan nilai perbedaan konsentrasi sebesar 0,0065 kg/m3 pada laju alir 3000
cc/min didapatkan koefisien perpindahan massa terbesar yaitu 1,0006x10-5 m/s.
Nilai koefisien perpindahan massa juga dipengaruhi oleh nilai log mean
concentration difference (∆ Clm) atau perbedaan konsentrasi antara inlet dan outlet,
dimana semakin kecil nilai tersebut berpengaruh pada nilai koefisien perpindahan
panas yang besar. Semakin besar nilai dari log mean concentration difference,
maka akan berpengaruh pada nilai koefisien perpindahan massa yang kecil.
Berdasarkan gambar hasil pengolahan data, hubungan Reynold number dan
Sherwood number adalah berbanding terbalik, semakin besar Reynold number
maka semakin kecil Sherwood number. Hubungan Reynold number dan Sherwood
number ini seharusnya adalah berbanding lurus, semakin besar Reynold number
maka semakin besar pula Sherwood number. Hal ini terjadi karena slope yang
didapat hasilnya adalah negatif atau minus. Faktor yang mempengaruhi Reynold
number adalah laju alir air dan viskositas, sedangkan faktor yang mempengaruhi
Sherwood number adalah koefisien perpindaham massa. Sherwood number akan
meningkat dengan semakin besarnya nilai koefisien perpindahan massa, dimana
koefisien perpindahan massa berbanding lurus dengan laju alir air.
Fluks massa oksigen sebesar 3,23x10-9 kg/s dengan laju alir 2000 cc/min,
didapatkan koefisien perpindahan massa sebesar 7,969x10-6 m/s. Fluks massa
oksigen sebesar 4,224x10-9 kg/s dengan laju alir 2000 cc/min, didapatkan koefisien
perpindahan massa sebesar 9,460x10-6 m/s. Fluks massa oksigen sebesar 5x10-9
kg/s dengan laju alir 2000 cc/min, didapatkan koefisien perpindahan massa sebesar
9,654x10-6 m/s. Fluks massa oksigen sebesar 4,34x10-9 kg/s dengan laju alir 2000
cc/min, didapatkan koefisien perpindahan massa sebesar 8,237x10-6 m/s. Fluks
21

massa oksigen sebesar 4,356x10-9 kg/s dengan laju alir 2000 cc/min, didapatkan
nilai koefisien perpindahan massa yaitu sebesar 7,505x10-6 m/s.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, disimpulkan bahwa nilai koefisien
perpindahan massa pada laju alir 2000 cc/min semakin kecil, dengan semakin
kecilnya koefisien perpindahan massa ini menyebabkan Sherwood number yang
dihasilkan juga semakin kecil. Hal inilah yang menyebabkan pada hasil
pengolahan data, hubungan Reynold number dan Sherwood number adalah
berbanding terbalik.

Anda mungkin juga menyukai