Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“PROSES PEMULIHAN JARINGAN”

Dosen Pembimbing : I Made Mertha, S.Kep,M.Kep

OLEH KELOMPOK 9 :

1. NI MADE DIANI PUSPITA SARI (P07120121025)


2. NI LUH PUTU CANDRA LISTYA DEWI (P07120121033)
3. PUTU DILA ARTAYANI (P07120121034)
4. GEDE PIO ADITYA (P07120121038)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

DENPASAR

2022
1. Penyembuhan Luka
A. Definisi Luka
Luka adalah terjadinya suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit dimana
terjadinya kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
berbagai kegiatan bioseluler, biokimia yang terjadi secara berkisanambungan.
B. Macam-Macam Luka
Jenis luka berdasarkan mekanismenya:
a) Luka Mekanik
- Luka Insisi terjadi karena teriris benda tajam.
- Luka Memar, terjadi akibat benturan dengan benda tumpul.
- Luka Lecet, terjadi karena bergesekan dengan benda yang kasar tapi
tidak tajam.
- Luka Tusuk, terjadi akibat benda tajam yang berdiameter kecil dan
masuk dalam tubuh termasuk juga karena tembak (peluru).
- Luka Robek, terjadi karena benda tajam dun kasar.
- Luka Tembus, terjadi luka yang menembus organ tubuh.
- Luka Gigitan, terjadi karena gigitan binatang atau manusia.
b) Luka Non Mekanik
Luka Bakar, kehilangan atau kerusakan jaringan tubuh terjadi karena
disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau listrik.
c) Menurut Kontaminasi Luka
- Luka Bersih
Luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, tidak melibatkan saluran
pencemain, pemafasan dan perkemihan.
- Luka Bersih Terkontaminasi
Luka bedah yang melihatkan saluran pernafasan, perkemihan dan
pencernaan. Namun luka tidak menunjukkan infeksi.
- Luka Terkontaminasi
Luka terbuka, segar, luka kecelakaan dan bedah yang berhubungan
dengan saluran pencernaan, pernafasan dan perkemihan yang
menunjukkan adanya infeksi.
- Luka Kotor
Luka lamus, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan
mikroorganisme.
d) Menurut Waktu Penyembuhan Luka
- Luka Akut
Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan
penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh: Luka
sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat dianggap
sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contohnya: luka jahit, kin
graffing.

1
- Luka Kronis
Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen atau endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh
pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan
punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya: Ulkus dekubitus, ulkus
diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.
C. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang
mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi luka
dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan
kekuatan jaringan yang mencapai normal. Setiap kejadian luka, mekanisme tubah
akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak
tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan
sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi
yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti
umar, nutrisi, imunalogi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik). Pada
dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau
katabolik dan proses pembentukan atau anabolik Setiap proses penyembuhan luka
akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan
serta tergantung pada tipe jenis dan derajat lula. Sehubungan dengan adanya
perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
- Fase Inflamasi
Fase Inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda
asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan
menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai bemostasis. Platelet
akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan "substansi
vasokonstriksi" yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.
Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi
kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (local sensory nerve ending), local reflex
action, dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan
sitokin), Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena,
sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lingkungan
tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan
eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari
ke-3 atau hari ke-4.
- Fase Proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas
sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan

2
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan),
pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks
jaringan penunjang. Sesudah terjaid haka, fibroblas alan aktif bergerak dari
jaringan sekitar luka ke stalam daerah luka, kemudian akan berkembang
(proliferasi) serta mengeluarkan bebenipa substans (kolagen, elastin,
hyaluronic acid, fitonectin dan profcoglycans) yang berperan dalam
membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi kaligas yang lebih spesifik
adalah membentuk cilal bakal jaringan baru (connective tue matrix) dan
dengan dikeluarkannnya subrat olch fibroblast, memberikan tanda bahwa
makrotag. pembuluh darah haru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit
dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang
tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferusi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut
fibroblasia.
Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi Iuka
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler hani didalam luka
mempunyai arti penting pada tahap proieferuswi proses penyembutun luka.
Kegagalan vakuler akibat penyakit (diabetes). pengobatan tradiasi) atau obat
(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena
terbentuknya ulkus yang kronis Jaringan vaskuler yang melakukan invasi
kedalam luka merupakan suatu respona umuk memberikan oksigen dan nutrisi
yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan
hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan
angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi
yang dikeluarkan oleh plateleri dan makrofag.
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
"keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalams stimulasi mitosis sel
epidermal Keratinisasi akan dimulai dari pinggir laka dan akhirnya
membentuk bartier yang menutupi permukaan luka Dengan sintesa kolagen
och fibroblas, pembentukan lapisan dernis ini akan disempurnakan kualitasnya
dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk
membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah
struktunya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan
kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka
dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk terlibat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth
factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
- Fase Maturasi

3
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan haru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna
kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mului regresi dan
serat fibrin dan kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi
akan dilanjutkan pada fase maturasi, Kecuali pembentukan kolagen juga akan
terjadi pemecahan kolagenolch enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous
collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen
yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih haik (proses re-
modellings).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan, Kolagen yang
berlebihan akun terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scat,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut
dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas
lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan huika sama
bagi setiap penderita, naman outcome atam hasil yang dicapai sangat
tergantung dari kondisi hiologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya
luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat
dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit simemik (diabetes
melitus).
D. Faktor-faktor Penyembuhan Luka
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka.
- Koagulasi
Adanya kelainan pembekuan darah (koagilasi) akan menghambat
penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan tolak dan dasar fase
inflamasi.
- Gangguan sistem Imun (infeksivirus)
Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah zeaksi tubuh
terhadap loka, kematian jaringan dan kontaminasi. Bila sistem daya tahan
tubuh, baik seluler muupun humoral terganggu, maka pembersihan
kontaminasi dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan baik.
- Gizi (kelaparan, malabsorbsi)
Gizi kurang juga mempengaruhi sistem imun.
- Penyakit Kronis
Penyakit kronis seperti TBC, Diabetes, juga mempengaruhi sistem imun.
- Keganasan
Keganasan tahap lanjut dapat menyebabkan gangguan sistem imun yang akan
mengganggu penyembuhan luka.

4
- Obat-obatan Pemberian sitostatika
Obat penekan reaksi imun. kortikosteroid dan sitotoksik mempengaruhi
penyembolan luka dengan menekan pembelahan fibroblast dan sintesis
kolagen.
- Teknik Penjahitan
Tehnik penjahitan luka yang tidak dilakukan lapisan demi lapisan akan
mengganggu penyembuhan luka.
- Kebersihan diri/Personal Hygiene
Kebersihan diri seseorang akan mempengaruhi proses penyembuhan luka,
karena kuman setiap saat dapat masuk melalui luka bila kebersihan diri
kurang.
- Vaskularisasi baik proses penyembuhan berlangsung cepat, sementara daerah
yang memiliki vaskularisasi kurang baik proses penyembuhan mensbutuhkan
waktu lama.
- Pergerakan, daerah yang relatif sering bergerak: penyembuhan terjadi lebih
lama.
- Ketegangan tepi luka, pada daerah yang tight (tegang) penyembuhan lebih
lama dibandingkan dengan daerah yang lose.

2. Penyembuhan Fraktur
A. Definsi Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur
lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan
tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2013)
B. Klasifikasi
Menurut Bucholz (2006), fraktur secara umum dapat diklasifikasikan sebagai
fraktur terbuka, fraktur tertutup, dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup
adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion,
delayed union, nonunion dan infeksi tulang (Bucholz & Heckmann, 2006).
Fraktur terbuka menurut Gustillo (Sjamsuhidayat & Jong, 2011) dibagi
menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang
terjadi. Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan,
tidak terdapat tanda-tanda trauma pada jaringan lunak, biasanya bersifat simple,
transversal, obliq pendek dan komunitif. Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm,
tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit, terdapat
kerusakan yang sedang pada jaringan. Tipe III: terdapat kerusakan hebat pada
jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi
yang hebat. Fraktur Tipe III dibagi menjadi 3 sub tipe:
a) Tipe IIIA: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah.

5
b) Tipe IIIB: disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak
dapat di tutup jaringan lunak.
c) Tipe IIIC: disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.

Fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang dan berdasarkan bentuk


patah tulang. Berdasarkan garis patah tulang yaitu (Apley, Solomon, & Graham,
2010) :
a) Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang dan sisi tulang lainnya
bengkok.
b) Tranversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
c) Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d) Obliq, yaitu fraktur yang garis patah tulangnya miring dan fraktur yang garis
patah tulangnya miring membentuk sudut melintasi tulang.

Berdasarkan bentuk patah tulangnya, yaitu (Helmi, 2013):


- Komplet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.
- Inkomplet, yaitu fraktur yang hanya meliputi sebagian retakan pada sebelah
sisi tulang.
- Kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan lain.
- Avulsi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang tertarik ligament.
- Communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa
bagian.
- Simple, yaitu fraktur dimana tulang patah dan kulit tetap utuh.
- Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan
dari tempat yang patah.
- Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu fraktur yang posisinya di tempat tulang
yang patah.
- Fraktur komplikata, yaitu fraktur dimana tulang yang patah menusuk kulit
dan tulang terlihat dari luar.

Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau),


diaphyseal (shaft), maupun distal.
C. Penyembuhan Fraktur
Fraktur akan menyatu baik total maupun tidak, tanpa suatu mekanisme alami
untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa penyatuan akan terjadi
jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas. Sebagian besar fraktur dibebat,
tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi untuk meringankan nyeri, memastikan
bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan untuk melakukan gerakan
lebih awal dan mengembalikan fungsi (Smeltzer & Bare, 2005).
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan
pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur
merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan
darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang
rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, 2013).

6
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang terkena
dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai dengan lima tahap,
yaitu sebagai berikut:
a. Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom (1-2 hari)
Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk
hematome di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur,
yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua
milimeter. Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan
fibrosis dengan kapiler di dalamnya (Sjamsuhidayat & Jong, 2011).
b. Tahap radang dan proliferasi seluler (3 hari-2 minggu)
Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut disertai
proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang
tertembus. Ujung fragmen akan dikelilingi oleh jaringan sel yang
menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan
diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah
tersebut (Sjamsuhidayat & Jong, 2011).
c. Tahap pembentukan kalus (2-6 minggu)
Sel yang berkembang biak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
dalam beberapa keadaan juga membentuk kartilago. Populasi sel juga
mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel
yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal.
Sementara tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada
tempat fraktur semakin berkurang pada empat minggu setelah fraktur
menyatu (Sjamsuhidayat & Jong, 2011). Osifikasi (3 minggu-6 bulan)
dimulai dengan kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan
secara perlahan-lahan akan diubah menjadi tulang yang lebih matangoleh
aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelllar dan kelebihan kalus akan
di resorpsi secara bertahap. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu
setelah fraktur, melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu (Sjamsuhidayat &
Jong,2011).
d. Konsolidasi (6-8 bulan)
Bila aktifitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, fibrosa yang immatur
berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur
dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa antara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
normal (Sjamsuhidayat & Jong, 2011).
e. Remodeling (6-12 bulan)

7
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang akan memperoleh
bentuk yang mirip dengan bentuk normalnya (Sjamsuhidayat & Jong, 2011)
D. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur tulang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Smeltzer &
Bare, 2005)
a) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur:
- Imobilisasi fragmen tulang
- Asupan darah yang memadai
- Nutrisi yang baik
- Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid dan
anabolik
- Potensial listrik pada patahan tulang
b) Faktor yang memperhambat penyembuhan fraktur
- Trauma lokal ekstensif
- Kehilangan tulang
- Imobilisasi tidak memadai
- Rongga atau jaringan di antara fragmen tulang
- Infeksi
- Penyakit tulang metabolik
- Radiasi tulang
- Usia
Berdasarkan dari faktor-faktor di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur adalah nutrisi untuk tulang. Pada penderita malnutrisi
mempunyai kemungkinan untuk dapat sembuh dari fraktur lebih lama dari yang
tidak mempunyai malnutrisi, penyembuhan fraktur tulang lebih lama dikarenakan
karena proses yang diperlukan untuk mensistesis faktor pertumbuhan tidak tersedia
sehingga aktivitas metabolisme sel tulang menjadi terganggu. Nutrisi merupakan
salah satu faktor terpenting dalam proses bone healing, itu sebabnya sangat
diperlukan kalsium dan vitamin D yang cukup pada proses penyembuhannya
(Helmi, 2013).
Menurut Janqueira (2005), tulang sangat terpengaruh oleh faktor nutrisi,
terutama selama masa pertumbuhan. Pemasukan protein makanan yang tidak
cukup dapat menyebabkan hilangnya asam amino, yang kemudian akan berakibat
penurunan sintesis kolagen oleh osteoblas. Kekurangan kalsium dapat
menyebabkan pengapuran tidak sempurna dari matriks organik tulang. Selain
vitamin D, vitamin C merupakan salah satu vitamin yang bekerja secara tidak
langsung dalam tulang, yang berperan penting dalam sintesis kolagen oleh
osteoblast dan osteosit. Kekurangan vitamin C dapat mempengaruhi pertumbuhan
tulang dan mengganggu proses perbaikan fraktur dengan mengubah penimbunan
kolagen (Junqueira & Carneiro, 2005).

8
E. Nutrisi Pada Penyembuhan Fraktur
Pada penyembuhan fraktur, status pemberian nutrisi juga mempengaruhi
proses penyembuhan tulang dan bentuk kesempurnaan tulang. Penderita dengan
status nutrisi yang baik cenderung melewati masa penyatuan tulang yang lebih
awal, sedangkan bagi penderita dengan malnutrisi mengalami keterlambatan
penyatuan tulang (delayed union) dan bahkan tulang tidak menyatu (non union)
(Situmorang & Taringan, 2012). Asupan nutrisi yang baik seperti cukupnya
vitamin A, vitamin D, kalsium, vitamin C, fosfor, dan magnesium dapat
membantu penyembuhan dan pembentukan tulang (Smeltzer & Bare, 2005).

Menurut Oswari (2005), asupan nutrisi yang diperlukan dalam proses


penyembuhan fraktur, yaitu:

a) Memperbanyak Asupan Kalori


Agar fraktur dapat sembuh lebih cepat, diperlukan banyak asupan kalori yaitu
untuk orang dewasa sekitar 2.500 kalori per hari. Jika didapatkan fraktur yang
parah, maka dibutuhkan sekitar 6000 kalori per hari.
b) Memperbanyak Asupan Protein
Selain tulang terdiri dari kalsium, sekitar 50% dari tulang terbentuk dari protein.
Saat terjadi fraktur, mengonsumsi protein sekitar 10-20 gram per hari dibutuhkan
untuk proses pembentukan tulang baru.
c) Memperbanyak Asupan Anti Oksidan Tinggi
Jika terjadi fraktur, sangat disarankan untuk mengonsumsi asupan yang
mengandung antioksidan tinggi, serta vitamin E dan C, likopen dan alpha lipoic
acid yang mampu meningkatkan proses penyembuhan fraktur karena dapat
mengurangi efek negatif oksidatif dan juga menangkal radikal bebas.
d) Memperbanyak Asupan Mineral
Mengonsumsi asupan yang mengandung seng, kalsium, fosfor, tembaga, dan
silikon dapat mempercepat penyembuhan tulang.
e) Memperbanyak Asupan Vitamin
Vitamin juga berperan penting dalam penyembuhan tulang. Beberapa diantaranya
adalah vitamin C, D, K dan vitamin B. Kebutuhan nutrisi seperti kalsium,
magnesium dan vitamin D pada penyembuhan patah tulang dibedakan
berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan fraktur

Umur Kalsium Magnesium Vitamin D


(mg/hari) (mg/hari)
4-8 tahun 800 80 15mcg
9-18 tahun 1300 240 15mcg
18-50 tahun 1000 400 15mcg
>50 1200 420 15mcg

9
3. Pemulihan Jaringan
Proses penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediate dan fase lanjut.
A. Fase Awal (Hemostasis dan Inflamasi)
Pada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah
menyebabkan pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis.
Proses ini memerlukan peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah normal,
terdapat produk endotel seperti prostacyclin untuk menghambat pembentukan
bekuan darah. Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari
rangsangan collagen terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet lainnya
dimediasi oleh protein fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet
bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk menghentikan pendarahan.
Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan dengan faktor
pembekuan V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X. Aktivitas
protrombinase dimulai, memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin
kembali mengaktifkan platelet lain dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen
menjadi fibrin. Fibrin berlekatan dengan sel darah merah membentuk bekuan
darah dan menutup luka. Fibrin menjadi rangka untuk sel endotel, sel inflamasi
dan fibroblast.5 Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu komponen
rangka tersebut dihasilkan fibroblast dan sel epitel. Fibronectin berperan dalam
membantu perlekatan sel dan mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka.
Rangka fibrin – fibronectin juga mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat luka
dan bertindak sebagai penyimpan faktor – faktor tersebut untuk proses
penyembuhan.
Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan
kapiler untuk membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh
epinephrin, norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang
cedera. Setelah 10 – 15 menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang
dimediasi oleh serotonin, histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk
endotel. Hal ini yang menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat.
B. Fase Intermediate (Proliferasi)
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda
radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan
pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang
dipenuhi platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi
fibroblast. Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga
jumlahnya lebih dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini
terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima.
Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi
akan mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel
dapat terjadi antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh
fibroblast growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan
transforming growth factor-β (TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan
membentuk lumen. Kemudian deposisi dari membran basal akan menghasilkan
maturasi kapiler.

10
C. Fase Akhir (Remodelling)
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses
penyembuhan Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun.
Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen
sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses
remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini
didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan
kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga minggu keenam
setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari kekuatan
kulit normal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Athraa Y, Ahmed DN. Expression of VEGF and BMP7 in bone


healingaftertopical, systemic fluoride application (experimental study in r
ats). IntRes JNat Sci. 2014; 2(1): 52-68.3.

Hariyanto T, Helmi, Wahyuningsri. Hubungan Antara Konsumsi Rokok


DenganLama Proses Penyembuhan Luka Operasi Elektif Steril Fase
Inflamasi DiInstalansi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Saiful Anwar Malang.Jurnal Keperawatan 2017. 6 (1) : 57-60.11.

Novyana RM, Susianti. Lidah buaya (aloe vera) untuk penyembuhan


luka. Majority 2016. 5(4) : 149-153.9.

Purnama H, Sriwidodo, Soraya R. Review sistematik: proses


penyembuhan dan perwatan luka. Farmaka Suplemen 2017. 15(2) : 251-
258.10.

Santosa W dan Riyono. Perbandingan efektifitas pemberian kompres


madudan kompres gula Kristal terhadap penyembuhan luka. Srada Jurnal
Ilmiah Kesehatan 2018. 7(1): 28-35.2.

Sjamsuhidayat & Jong, 2011. Tahap Penyembuhan Fraktur. Universitas


Udayana. Bali.

Smeltzer & Bare, 2005. Nutrisi dan Penyembuhan Fraktur. Universitas


Diponegoro.

Stevens PJM, Brordui F, Weyde VD. Ilmu Keperawatan Jilid 1 Edisi 2.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 1999.12.

12

Anda mungkin juga menyukai