Anda di halaman 1dari 4

Nama: Dwi Kurnia Putri

NIM: A1C421034

Kelas: R-003

Gambaran kondisi lingkungan hidup di Indonesia dilihat dari 3 matra utama yaitu lahan, air dan
udara.

1. Lahan

a. Tata Guna Lahan/ Luas Tutupan Lahan


Hutan di Indonesia merupakan bagian dari 3 wilayah hutan yang mempunyai peran
untuk menjaga keseimbangan iklim global dan sebagai paru-paru dunia. Wilayah
hutan di Indonesia terbagi menjadi wilayah kawasan hutan dan wilayah bukan
kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).
Selama periode tahun 2014 – 2019, luas lahan berhutan Indonesia mengalami
penurunan dari 95,7 Ha menjadi 94,1 Ha. Pada tahun 2019, penutupan lahan berhutan
terluas terjadi di ekoregion Papua yaitu 32,5 juta Ha atau 34,5% dari luas total lahan
berhutan di daratan Indonesia (94,1 juta Ha), selanjutnya terjadi di ekoregion
Kalimantan dengan luas 24,7 juta Ha (26,25%). Ekoregion Kalimantan, Sulawesi-
Maluku, dan Jawa memiliki lahan berhutan kurang dari 15%, sedangkan ekoregion
Bali-Nusa Tenggara memiliki luas penutupan lahan berhutan terkecil yaitu 1,7 juta
Ha (1,81%).

b. Deforestasi
Selama periode tahun 2014-2019, deforestasi di Indonesia mengalami penurunan dari
1,09 juta Ha menjadi 0,46 juta Ha. Deforestasi lahan terbesar terjadi di ekoregion
Kalimantan (0,1491 juta Ha), selanjutnya yaitu Sumatera (0,0897 juta Ha), Papua
(0,0774 Ha), dan Sulawesi – Maluku (0,0764 juta Ha). Sementara luas deforestasi
lahan hutan di ekoregion Bali – Nusra dan Jawa masing-masing sebesar 0,0282 juta
Ha dan 0,0186 juta Ha. Penyebab utama terjadinya deforestasi lahan hutan terutama
di Kalimantan dan Sumatera adalah kebakaran hutan.

c. Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL)


Merupakan indeks yang memperlihatkan kinerja pengelolaan tutupan lahan secara
sederhana. Ekoregion Papua memiliki IKTL sangat baik (>60), lalu diikuti ekoregion
Sulawesi – Maluku, dan Kalimantan. Untuk Ekoregion Bali – Nusa Tenggara dan
Sumatera memiliki IKTL pada rentang (50 - <60), sementara ekoregion Jawa
terdaftar dengan nilai IKTL paling rendah dengan nilai IKTL (<50).
2. Air

a. Kuantitas Air
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara kaya air dengan sumber daya air
tersedia mencapai 3,9 trilyun m³/tahun. Akan tetapi terdapat tantangan terkait sumber
daya air di Indonesia, salah satunya adalah ketidakmerataan ketersediaan air di
Indonesia.
Kalimantan adalah pulau dengan ketersediaan air terbesar mencapai 33,60% dari total
potensi sumber daya air yang tersedia, wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar
7,70%, dan Pulau Jawa dengan ketersediaan air sebesar 4,20%.
Permasalahan lainnya yaitu ketersediaan air yang dapat dijamin melalui bendungan
baru sekitar 11%, sedangkan sisanya masih mengandalkan debit sungai atau mata air;
dan 46% dari jaringan irigasi di Indonesia berada dalam kondisi rusak. Penyebabnya
yaitu sebagian jaringan irigasi yang tidak berfungsi optimal akibat bencana alam,
fungsi lahan pertanian produktif semakin tinggi dan pembangunan jaringan irigasi
baru sulit dilakukan disebabkan oleh keterbatasan ketersediaan lahan dan petani.
Tantangan lainnya yaitu semakin terbatasnya suplai air baku, penurunan kualitas air
akibat pencemaran pada sungai dan sumber air lainnya, kebutuhan air baku semakin
meningkat akibat pesatnya pertumbuhan penduduk dan tidak efisiennya pemanfaatan
air.

b. Kualitas Air
Kualitas air bisa berubah dikarenakan beberapa faktor, misalnya perubahan
penggunaan lahan, litologi, waktu, curah hujan dan aktivitas manusia yang
mengakibatkan pencemaran air sungai. Pada tahun 2015 indeks kualitas air Indonesia
berada dalam kualitas cukup baik dengan angka IKA sebesar 65,86. Akan tetapi
mengalami penurunan pada tahun 2017 menjadi 58,68. Sedangkan pada tahun 2018
kualitas air sungai meningkat dan berada pada kategori baik dengan IKA sebesar
72,77. Akan tetapi mengalami penurunan kembali menjadi kategori kurang baik pada
tahun 2019. Sementara pada tahun 2015 – 2017, sebanyak 58,82% – 44,12% sungai
berstatus kualitas cukup baik. Dan pada tahun 2018, sebagian besar (70,1%) sungai
Indonesia memiliki kualitas baik dan cukup baik (IKA > 70). Akan tetapi, pada 2019
kualitas sungai prioritas Indonesia mulai menurun, dimana rata-rata (76,5%) sungai
memiliki kualitas kurang dan cukup baik (IKA: 50 – 70).

3. Udara
Ada banyak permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia, salah satunya
adalah pencemaran udara di wilayah perkotaan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa
kota besar di Indonesia telah menunjukkan penurunan kualitas udara. Untuk hasil
pemantauan kualitas udara ambien dinyatakan sebagai Indeks Kualitas Udara (IKU)
dengan rentang skala 1 – 100. Pada tahun 2019, nilai rata-rata IKU di ekoregion
Sumatera adalah 89,37, diikuti Jawa dengan nilai IKU adalah 78,49, selanjutnya Bali –
Nusa Tenggara dengan nilai IKU 88,48, lalu Kalimantan dengan IKU 90,36, Sulawesi -
Maluku dengan IKU 90,36, dan Papua dengan IKU 92,60.

4. Status Lingkungan Hidup Setiap Ekoregion Menggunakan Skema DPSIR


Status Lingkungan Hidup setiap Ekoregion berisi analisis lingkungan Indonesia yang
dilakukan dengan menggunakan kerangka DPSIR untuk 6 (enam) ekoregion yang ada di
Indonesia yakni ekoregion Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali & Nusa Tenggara, Sulawesi
& Maluku, serta Papua.
Isu lingkungan pada setiap ekoregion ditetapkan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu
Telaah terhadap isu lingkungan prioritas Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup (DIKPLH) Provinsi, analisis terhadap isu lingkungan prioritas
ekoregion di tahun-tahun sebelumnya dan informasi dari Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion (P3E).

5. Sampah Plastik di Laut dan Keanekaragaman Hayati


Berdasarkan studi global yang dilakukan oleh Jambeck dkk. (2017), Indonesia
merupakan negara terbesar kedua di dunia yang menyumbang sampah plastik ke laut.
Secara umum, densitas sampah terbesar adalah di provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tengah diikuti oleh Jawa Barat serta Aceh.
Pencemaran sampah plastik di laut ini akan berdampak pada keanekaragaman hayati.
Terlebih pula, Indonesia adalah salah satu negara dengan nilai keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia. Perairan Indonesia adalah tempat hidup dan jalur migrasi mamalia laut
dunia. Dengan adanya keberadaan sampah plastik di laut ini dapat memberikan dampak
serius terhadap ekonomi khususnya dari sektor pariwisata dan industri perikanan,
gangguan lingkungan dan kehidupan di bawah laut serta kesehatan manusia. Oleh karena
itu ditetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Sampah Plastik Laut tahun 2018 – 2025.
RAN sampah plastik laut tersebut terdiri dari lima strategi utama sebagai berikut: (1)
gerakan nasional peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan, (2) pengelolaan
sampah plastik dari sumber (darat), (3) pengelolaan sampah plastik di pesisir dan laut, (4)
mekanisme peningkatan kekuatan kelembagaan, pendanaan, dan penegakan hukum, serta
(5) penelitian dan pengembangan.

6. Sintesis Isu Lingkungan Prioritas


Setelah melakukan analisis lingkungan dengan 3 pendekatan utama, maka selanjutnya
dilakukan sintesis isu lingkungan nasional dengan cara mengidentifikasi isu dominan dari
3 analisis lingkungan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, didapatkan bahwa
isu lingkungan sampah, sumber daya air, serta isu lingkungan lahan.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan arah kebijakan peningkatan kualitas
lingkungan hidup yaitu:
a) Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
b) Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
c) Penguatan Kelembagaan dan Penegakan Hukum di Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai