Tadwin Hadist
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Al-Qur’an Hadist
Dosen Pengampu : Abd. Syahid, S.Pd.I.,M.A.
Disusun Oleh :
Abidah (1209.19.08622)
Khairunnisa (1209.19.08633)
Santika (1209.19.08649)
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................I
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Pengertian tadwid hadits................................................................4
B. Sejarah perkembangan hadits........................................................5
kaidahnya.......................................................................................12
hadits……………………………………………………………..16
B. Saran............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu persoalan utama yang tetap ramai diperbincangkan kendati telah
lama memicu polemik dan kontroversi dalam kancah studi hadis adalah
problem kompilasi dan kodifikasi (tadwin) hadis. Problem ini boleh jadi akan
terus berkembang menjadi agenda perdebatan yang cukup hangat dan menyita
banyak energi di kalangan para sarjana keislaman, khususnya mereka yang
menaruh minat pada studi hadis.
1
Qur’an. Khalifah Abu Bakar dan Umar menyerukan kepada umat Islam untuk
lebih berhati-hati dalam meriwayatkan hadis, serta meminta kepada para
sahabat untuk menyelidiki riwayat. Pada masa Khalifah Utsman dan Ali,
keadaannya tidak terlalu berbeda dengan keadaan pada masa Khalifah Abu
Bakar dan Umar, tentang sikapnya terhadap periwayatan dan pendewanan
hadis.
Pada masa khalifah Umar bin Abdul aziz hadis dapat dibukukan, masa ini
disebut juga sebagai masa penulisan atau masa pembukuan hadis. Di mulai
pada masa pemerintahan Amawiyah. Ia tergerak hatinya dan merasa perlu
untuk membukukan hadis. Hal ini disebabkan ia merasa khawatir akan hilang
dan lenyapnya hadis-hadis bersama para penghafalnya yang kian lama makin
banyak yang meninggal atau karena ia khawatir akan tercampur baurnya
hadis-hadis asli dengan hadis-hadis batil.
B. Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
2
2. Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Perkembangan Hadits
3. Untuk mengetahui bagaimana Penulisan Hadits, Penguasaannya, Serta
Pembukuannya
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tadwin Hadits
Kata tadwin merupakan bentuk mashdar dari kata kerja dawwana yang
artinya menulis. Secara literal, kata tadwin mengandung arti penghimpunan,
seprti disebutkan dalam kamus Tajal-‘Arus:dawwanahu tadwinan jama’hu. Al-
Zahraniy, dengan mengutip kamus arab, mengartikan kata tadwin dengan
“kumpulan shuhuf”, sehingga dalam makna ini tadwin identic dengan diwan.
Selain itu, kata tadwin dapat berarti “mengikat sesuatu yang terpisah-pisah atau
tercerai-cerai dan menghimpunya dalam sebuah diwan atau kitab yang memuat di
dalamnya lembaran-lembaran”1
4
B. Sejarah Perkembangan Hadits
4
Suparta, Munzeir, Ilmu Hadits, Jakarta: Rajawali pers. 2010. Hlm 27.
5
menghafal memahami, memelihara, materi kan, dan memantapkan hadis dalam
amalan sehari-hari serta tabligh kan Nya kepada orang lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa nabi bukan berarti tidak ada
sahabat yang menulis hadis. Dalam sejarah penulisan hadits terdapat nama-nama
sahabat yang menulis hadis, diantaranya:
Pada masa Khalifah abu bakar dan Umar dan hadis tersebar secara
terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi.
Bahkan, pada masa itu Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak
meriwayatkan hadits, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat
mengarahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Alquran.
Dalam praktiknya com ada dua sahabat yang meriwayatkan hadits, yakni:
6
1. Dengan lafaz asli, yakni menurut lafaz yang mereka terima dari nabi
Muhammad yang mereka hafal benar lafaz dari nabi.
2. Denganmaknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena
tidak hafal lafaz hadis asli dari nabi Muhammad.
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadits-hadits nabi
Muhammad diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah daulah islamiyah
untuk menanyakan hadits kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di
wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini di samping tersebarnya
periwayatan hadits ke pelosok-pelosok daerah jazirah Arab perawatan untuk
mencari hadits pun menjadi ramai.
7
(d) Abdullah Ibn Abbas meriwayatkan 1.660 hadits.
(e) Jabir Ibn Abdullah meriwayatkan 1.540 hadits.
(f) Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadits.
pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali R.A. pada
masa ini, umat Islam mulai terpecah pecah menjadi beberapa golongan : pertama,
golongan Ali Ibn Abu Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua,
8
golongan khawarij yang menentang Ali dan golongan muawiyah dan ketiga,
golongan jamhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada
masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101 H. Sebagai khalifah
Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam
hafalannya semakin banyak yang meninggal titik beliau khawatir apabila tidak
membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya,
ada kemungkinan hadits-hadits tersebut akan lenyap dari permukaan bumi
bersama dengan kepergian para penghafal nya ke alam barzah.
9
Disamping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada
di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang
tinggal di wilayah mereka masing-masing. Diantara ulama besar yang
membukukan hadits atas kemauan khalifah adalah Abi Bakr Muhammad Ibn
Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam
urusan fikih dan hadis. Beliau adalah guru Malik, Al-Auza'i, Ma'mar, Al-Laits,
Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Mereka inilah ulama yang mula-mula
membukukan hadits atas anjuran Khalifah.
Kitab hadis yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab hadis
pertama yang ditulis atas perintah kepala negara tidak sampai kepada kita dan kita
itu tidak membutuhkan seluruh hadis yang ada di Madinah titik pembukuan
seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim
Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari
ulama ulama hadis pada masanya.
10
i. Pengumpulan pertama di kota Khurasan, Ibn Mubarak (11-181H)
j. Pengumpulan pertama di kota Mesir, Al-Laits Ibn Sa’ad (w.175H)
Semua ulama yang membukukan hadits ini terdiri dari ahli-ahli pada abad
ke II Hijriyah.
Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang.
Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah
Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan khalifah
Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144H/141H.
11
i) Al-Maghazi Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al-
Aslamy.
j) Al-musnad, susunan Abu Hanifah (150H).
k) Al-musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
l) Al-musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204H).
m) Mukhtalif Al-Hadits, susunan Al-Imam Asy-Syafi’i.
12
Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Damsyik,
Qusariyah, 'Asqalani, dan Hismh.
Para ulama pada mulanya menerima hadis dari para rawi lalu menulis ke
dalam kitab-nya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak
memperhatikan sah tidaknya.namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan
adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk mengajarkan hadits, para ulama pun
melakukan hal-hal berikut:
(a) Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi baik dari segi
keadilan tempat kediaman, masa, dan lain-lain.
(b) Memisahkan hadits-hadits yang shahih dari hadis dha'if yakni dengan
men-tashih-Kan hadits.
13
Disamping itu Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini
kemudian digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab kitab induk sehingga kitab
kitab induk itu menjadi 6 buah yang kemudian dikenal dengan nama Al-Kutub Al-
Sittah'. Di bawah kitab yang 6 ini, para ulama menempatkan Musnad Ahamd.
Kitab-kitab sunnah yang tersusun dalam abad yang ke III antara lain:
14
E). Periode keenam dari abad IV hingga Tahun 656H
Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H yaitu pada
masa Abbasiyah angkatan kedua. periode ini dinamakan Ashru At-Tahdid wa At-
Taritibi wa Al-Istidraqi wa Al-Fami.
Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3 digelari
Mutaqaddim, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada
usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui para penghafal nya yang
tersebar di setiap pelosok dan penjuru negara Arab,Parsi, dan lain-lainnya.
setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat titik para
ulama abad ke-4 ini dan seterusnya digelari 'Mutaakhirin'. Kebanyakan hadis
yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab
Mutaqaddim, hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada
para penghafal nya.
periode ini muncul kitab kitab Shahih yang tidak terdapat dalam kitab
shahih pada abad ketiga. kitab-kitab itu antara lain:
15
yang lain dari sanad Al Buchori atau muslim. Pada periode ini muncul pula usaha
istidrak, yakni mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari
dan Muslim atau salah satunya yang kebetulan tidak dilihatkan atau dishahihkan
oleh Al Bukhari dan Muslim. Kitab ini mereka namai kitab Mustadrak.
Pada periode ini disusun kitab kitab Zawa'id, yaitu usaha mengumpulkan
hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu
diantaranya kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa’id As-sunnah Al-
Kubra disusun oleh Al-Bushiry, dan masih banyak lagi kitab Zawa’id yang lain.5
para salaf dari sahabat dan tabiin berselisih mengenai pendapat hukum
penulisan hadis, yang terbagi menjadi beberapa pendapat:
5
Musthafa al AL A’zimi, Dr. Muhammad, Dirasat fi Al hadits an Nabawi Wa Tarikh tadwinh, Beiru,
Al makta al islamiy. 1992. Hlm. 37-41.
16
hadis akan hilang pada masa-masa terakhir apalagi pada masa kita
sekarang ini.6
1. Sebab perselisihan dalam penulisan hadits
6
Badri Khaeruman, Otentitas Hadits, Studi kritis atas kajian Hadits Kontenforer. Bandung. Remaja
Rosdakarya. 2004. Hlm 8
17
Suatu keharusan bagi penulis hadis untuk mencurahkan perhatiannya
terhadap ketepatan harakat dan titiknya, serta memeriksanya secara detail,
sehingga keduanya aman dari percampuran, dan menjelaskan nama-nama yang
samar apalagi nama-nama para imam hadis yang tidak bisa diketahui dengan
yang sebelumnya atau sesudahnya. Agar tulisannya jelas sesuai dengan kaidah
khat (tulisan Arab) yang mahsyur, dan agar tidak membuat istilah khusus untuk
dirinya berupa rumus yang tidak diketahui oleh orang lain serta harus selalu
menuliskan kalimat shalawat dan salam atas nabi setiap disebutkan namanya
dan agar tidak bosan dalam mengulang-ulangi Nya serta tidak terikat dengan
yang sudah ada jika memang ada kekurangan titik selain itu juga agar
menuliskan pujian atas Allah seperti 'Azza wa jallah' juga mendoakan
keridhaan dan rahmat untuk sahabat dan para ulama.
suatu kewajiban bagi penulis hadits setelah selesai menulis hadis untuk
membandingkan tulisannya dengan asli tulisan gurunya walaupun ia
mengambil hadis darinya secara ijazah.
18
kebanyakan para penulis hadits seringkali meringkas lafal-lafal
penyampaian hadis menjadi rumus, di antaranya mereka menulis:
para salaf kita telah memperhatikan hadis dengan perhatian yang tidak
ada bandingannya serta menghabiskan perhatian kemampuan dan waktu
mereka untuk mengumpulkan serta menjaga hadis dengan hal yang tidak
bisa dipercayai oleh akal. Setelah salah satu diantara mereka
mengumpulkan hadis dari guru-guru negeri nya ia berpergian ke negeri
dan daerah-daerah lainnya yang dekat maupun jauh untuk mengambil
hadits dari para guru hadits negeri-negeri tersebut dan menanggung
kesusahan dalam berpergian dan kehidupan yang sempit dengan kerelaan
hati.
19
Al-khatib al-baghdadi telah menulis kitab yang dinamakan Ar-Rihlah fi
Thalab Al-Hadits', terkumpul di dalamnya berita-berita sahabat,, dan yang
setelah mereka ketika berpergian dalam mencari hadis yang sangat
mengagumkan orang ketika mendengarnya. Siapa yang ingin
mendengarkan berita-berita yang merindukan tersebut agar membaca kitab
ini titik kitab ini mampu memompa semangat untuk para pencari ilmu
mengasah niat mereka dan mengabulkan keinginan mereka.
a) Al-Jawami'
b) Al-Masanid
c) As-sunnah
d) Al-Ma'ajim
e) Al-'Ilal
f) Al-Ajza
g) Al-Athraf
h) Al-Mustadrakat
7
Saifudin NUr, dan Ahmamd izzan, ulumul hadits, Bandung: tafakur. 2011. Hlm 25-31
20
i) Al-Mustakhrajat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kondifikasi atau tadwin hadits mengalami beberapa fase. Adapun fase yang
terbagi dari Abad 2 H- 7h ialah sebagai beriukut:
Abad 2 hijriyah
Dikenal dengan masa penulisan dan pembukaan hadits secara resmi. Yang
dipelopori oleh khalifah umar bin abdul aziz. Corak pengumpulannya yaitu belum
terdapat penyaringan, hadits masih tercampur dengan fatwa-fatwa sahabat dan
tabi’in masih masuk didalamnya.
Abad 3 hijriyah
Dikenal dengan masa pemurnian dan penyempurnaan hadits. Upaya ulama dalam
pemurnian/ pelestarian hadits antaara lain: perlawatan kedaera-daerah,
pengklasifikasian hadits kepada yang marfu’ dan maqthu’, penyeleksian kualitas
dan pengklasifikasianya. Bentuk penyusunan hadits yaitu secara kitab shahih,
kitab sunan dan kitab musnad.
Pada masa ini dikenal dengan masa pemeliharahaan, penertiban, penambahan dan
penghimpunan. Upaya yang dilakukan ulama untuk membaguskan susunan kitab-
kitabnya, mengumpulkan hadits-hadits dalam sebuah kitab besar, memisahkan
hadits-hadits hukum dalam sebuah kitab dan hadits-hadits taghib dalam sebuah
21
kitab, dan masuklah kitab-kitab hadits itu kedalam masa menyerahkan dan masa
mengikhlaskan.
B. SARAN
Demikian ringkasannya sejarah pengumpulan hadits yang dilakukan para ulama
masing-masing periode. Merekalah para waliyullah yang sangat berjasa, yang
diutus untuk melestarikan hadits-hadits hingga hadits bisa sampai kepada masa
sekarang. Semoga allah memberikan balsan yang terbaik untuk merekea semua.
Amiin
22
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Arus Tradisi Tadwin Hadits dan Hiatoriografi islam; kajian lintas aliran,
(Yokyakarta: Puastaka Pelajar, 2001)
Saifudin NUr, dan Ahmad izzan, ulumul hadits, Bandung: tafakur, 2011.
23