ADVERTISEMENT
Silogisme merupakan cara menarik kesimpulan secara deduktif, yakni dari premis-premis umum (mayor)
dan khusus (minor). Silogisme juga disebut sebagai penyimpulan tidak langsung karena konklusi diambil
dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu.
Silogisme secara umum digolongkan menjadi tiga, yaitu silogisme kategorik, silogisme hipotetik, dan
silogisme disjungtif. Apa perbedaannya?
Silogisme Kategorik
Silogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Untuk mendapat
kesimpulan yang benar, kita harus memperhatikan patokan-patokan silogisme. Beberapa contohnya
adalah:
Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetis merupakan suatu silogisme yang premisnya berupa pernyataan bersyarat. Jenis
silogisme ini biasanya ditandai dengan adanya kata “jika” atau “bila”.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
ADVERTISEMENT
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif merupakan silogisme di mana premis mayornya terdiri dari keputusan disjungtif.
Keputusan disjungtif mengandung dua atau lebih pilihan kemungkinan.
Sementara itu premis minornya bersifat kategorik dengan menyetujui atau tidak menyetujui pernyataan
pada premis mayor. Contohnya:
ADVERTISEMENT
Tujuan dari logika seperti ini adalah menyediakan kerangka berpikir untuk membedakan argumen yang
sahih dan yang tidak sahih, sesuatu yang sangat diperlukan dalam ilmu pengetahuan. Silogisme
mengajarkan kita untuk berpikir dengan tertib dan jelas.
(ERA)