Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

THYPOID ABDOMINAL DI RUANG AS-SALAM RSUD


CILILIN
Diajukan untuk mrmrnuhi tugas praktik kerja lapangan stase Keperawatan Anak II

Disusun oleh:

DIEGO RIZKY FAUZI


C.0105.17.009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID ABDOMINAL

A. PENGERTIAN
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistematik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Sumarmo, 2008).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi
umumnya diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari
tinja yang terinfeksi (Valman, 2006).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008)
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa
yang merupakan kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora.
Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu
yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik.
Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut
agglutinin. Salmonella typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya
berasal dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar
dari kuman tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan
dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus
kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan
mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ lainnya
( Suriadi, 2006).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel
retikulo endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke
beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi Hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu
ke tiga terjadi Ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi
penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar,
kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh
kelaianan pada usus halus (Suriadi, 2006).
Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh Rohim
(2002) adalah: pada fase awal demam typhoid biasa ditemukan adanya
gejala saluran napas atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke
dalam peredaran darah melalui jaringan limfoid di faring. Terbukti dalam
suatu penelitian bahwa Salmonella typhi berhasil diisolasi dari jaringan
tonsil penderita demam typhoid, walaupun pada Salmonella typhi percobaan
lain seseorang yang berkumur dengan air yang mengandung hidup ternyata
tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh
nyeri telan yang disebabkan karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak
kotor tertutup selaput berwarna putih sampai kecoklatan yang merupakan
sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak
hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi dari nasofaring melalui saluran
tuba eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul
selama demam typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya
perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami
gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Diare
dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas, dijumpai
dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena respon
imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan
pada umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi
aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe invasif
tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini
mendahului fase demam enterik. Penulis lain mengatakan bahwa diare dapat
terjadi oleh karena toksin yang berhubungan dengan toksin kolera dan
enterotoksin E. coli yang peka terhadap panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau
terlokalisir di kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan
karena mediator yang dihasilkan pada proses inflamasi (histamine,
bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf sehingga menimbulkan
rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena peregangan kapsul
yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai
lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah.
Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda
prognosis yang baik. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa
meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa
sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi
abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau timpani yang
disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus pada
lapisan otot intestinal atau lambung.

D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat
ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan
pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut
teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang
umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter
atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat
dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah
tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan
limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan
keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita
mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia
alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan
perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan
akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
E. PATHWAY

F. PENATALAKSANAAN

1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah
(2005) antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak
panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat,
tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas
sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair,
melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok
diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat
badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat kali sehari
per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah
relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti
kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya.
Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut
Rampengan (2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang
sering digunakan antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan
menurut Ngastiyah (2005), adalah Pasien typhoid harus dirawat di
kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien
yang menderita penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan,
merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang
merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran
dari apatik sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping
anoreksia dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya
masukan nutrisi atau cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang
penting untuk masa penyembuhan berkurang pula, dan
memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien typhoid
menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus
sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi
protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan
pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak


dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam
atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu,
telur setengah matang atau matang direbus. Susu diberikan 2 x
1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan ekstra
susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan
cair per sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya.
Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra
seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan
glukosa dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan
per sonde di samping infus masih diteruskan. Makanan per
sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori,
setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat
kemajuan pasien, beralih ke makanan biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus
yang khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan
cairan, karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi
gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-
pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella
typhosa, maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan
memberikan obatnya secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu
turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika
pasien diberikan makanan melalui sonde, obat dapat diberikan
bersama makanan tetapi berikan pada permulaan memasukkan
makanan, jangan dicampur pada semua makanannya atau diberikan
belakangan karena jika pasien muntah obat akan keluar sehingga
kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam
hari lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada
pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan
pasien banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai
kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar
penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk
membantu menurunkan suhu usahakan agar kipas angin tidak
langsung kearah tubuh pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan
pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di
tempat tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada
pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah
menambah rasa tak nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu
makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali
sehari, oleskan boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering
berikan minum. Karena pasien apatis harus lebih diperhatikan dan
diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang sonde perawatan mulut
tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput
lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai akibat
lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir
tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil
berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3
hari mobilisasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:


1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di
temukan leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat
meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan
tetapi hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena
mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara
antigen kuman salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan. Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin
silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi
antigen.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Sering ditemukan pada anak berusia diatas satu tahun
2. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh kurang nafsu makan namun suhu tubuh sudah normal.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Belum pernah mengalami thypoid sebelumnya
5. Pemeriksaan fisik persistem
1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated
Tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang
disertai tremor.
2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Mesteorismus).
Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare, atau normal.
3) Hati dan limfa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
6. Pemeriksaan diagnostic
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.
2) Darah untuk kultur (biarkan, empedu) dan widal
3) Bukan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan
dalam urin dan feses.
4) Pemeriksaan widal
7. Penatalaksanaan klinis
1) Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimksazol. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram
perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
2) Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.

Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut


Rampengan (2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang
sering digunakan antara lain:
h. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
i. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
j. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
k. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
l. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
m. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
n. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).

8. Analisa data
No. DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH
1. Tanda Mayor Kuman salmonella Ketidakseimbangan
DS : - typhi masuk nutrisi kurang dari
DO : kesaluran kebutuhan tubuh
- Berat badan gastrointestinal
menurun
minimal 10%
dibawah rentan Lolos dari asam
ideal lambung

Tanda Minor
DS : Bakteri masuk usus
- Cepat kenyang halus
setelah makan
- Kram/nyeri
Inflamasi pada hati
abdomen
dan limfa
- Nafsu makan
menurun
DO :
Pembesaran limfe
- Bising usus
hiperaktkif
- Otot pengunyah Splenomegaly
lemah
- Otot menelan
lemah Penurunan mobilitas
- Membrane usus
mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin Penurunan peristaltic
turun usus
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare Peningkatan asam
lambung

Anoreksia mual
muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
2. Faktor resiko : Kuman salmonella Resiko kekurangan
- Kehilangan typhi masuk volume cairan
cairan secara kesaluran
aktif gastrointestinal
- Gangguan
absorbsi cairan
- Usia lanjut Lolos dari asam
lambung
A. Diagnosa keperawatan prioritas
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adanya nafsu makan, mual, dan kembung.
2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

5. Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa Tujuan dan hasil kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan
Perubahan nutrisi Tujuan setelah diberikan - Menilai status - untuk
kurang dari asuhan keperawatan nutrisi. mengetahui dan
kebutuhan tubuh selama 2x24 jam, memantau
berhubungan diharapkan menunjukkan nutrisi.
dengan tidak tanda-tanda kebutuhan - Ijinkan klien untuk - untuk menambah
adanya nafsu nutrisi terpenuhi. memakan makanan status nutrisi.
makan, mual, dan Kriteria Hasil : yang dapat
kembung. - Adanya peningkatan ditoleransi.
berat badan sesuai - Berikan makanan - meningkatkan
dengan tujuan yang disertai dengan kualitas intake
- Berat badan ideal suplemen nutrisi nutrisi.
sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
badan kualitas intake
- Mampu nutrisi.
mengidentifikasi - Menganjurkan klien - untuk
kebutuhan nutrisi untuk makan meningkatkan
- Tidak ada tanda-tanda dengan teknik porsi intake.
malnutrisi kecil tapi sering.
- Tidak terjadi penurunan - Menimbang berat - untuk
berat badan yang badan setiap hari mengetahui
berarti pada waktu yang peningkatan
sama dan dengan berat badan.
skala yang sama.
- membantu proses
- Menjelaskan
peningkatan
pentingnya intake
intake nutrisi
nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan yang adekuat.
penyakit.
Risiko kurang Tujuan setelah diberikan - Mengobservasi - mengetahui
volume cairan asuhan keperawatan tanda-tanda vital tanda-tanda vital.
berhubungan selama 2x24 jam, (suhu tubuh) paling
dengan kurang diharapkan menunjukkan sedikit 4 jam.
intake cairan dan tanda-tanda terpenuhi - Monitor tanda-tanda - untuk
peningkatan suhu kebutuhan cairanya. meningkatnya mengetahui
tubuh. Kriteria Hasil : cairan, turgor tidak perkembangan
- Mempertahankan urine elastis, ubun-ubun keadaan umum
output sesuai dengan cekung, produksi klien.
usia dan BB, BJ urine urin menurun,
normal, HT normal membran mukosa
- Tekanan darah, nadi, kering, bibir pecah-
suhu tubuh dalam batas pecah.
- untuk
normal - Mengobservasi dan
mengetahui dan
- Tidak ada tanda-tanda mencatat intake dan
memantau cairan
dehidrasi, elastisitas output dan
yang keluar
turgor kulit baik, mempertahankan
masuk.
membran mukosa intake dan output
lembab, tidak ada rasa yang adekuat.
- mengetahui
haus yang berlebihan - Memonitor dan
peningkatan
mencatat berat
berat badan.
badan pada waktu
yang sama dan skala
yang sama. - memonitor cairan
- Memonitor yang masuk.
pemberian cairan
melalui intravena
setiap jam. - membantu dan
- Memberikan mempercepat
antibiotik sesuai proses
program. penyembuhan.

Hipertermi Tujuan setelah diberikan - Kaji pengetahuan - mengetahui


berhubungan asuhan keperawatan klien dan keluarga tingkat
dengan proses selama 2x24 jam, tentang hipertermi. pengetahuan
infeksi diharapkan dapat klien tentang
menunjukkan tanda- hipertermi.
tanda vital dalam batas - Observasi suhu, - mengetahui
normal. nadi, tekanan darah, keadaan umum
Kriteria Hasil : pernafasan. klien.
- Suhu tubuh dalam - Beri minum yang - mencegah
rentang normal cukup. dehidrasi.
- Nadi dan RR dalam - Berikan kompres air - mempercepat
rentang normal biasa. proses
- Tidak ada perubahan penurunan
warna kulit dan tidak suhu.
ada pusing - Lakukan tepid - mempercepat
sponge (seka). proses
penurunan
suhu.
- Pakaikan baju yang
- mempercepat
tipis dan menyerap
proses
keringat.
penurunan
suhu.
- Pemberian obat
- mempercepat
antipireksia.
proses
penurunan
- Pemberian cairan suhu.
parenteral (iv) yang - mencegah
adekuat. kekurangan
volume cairan.

Nyeri akut Tujuan setelah diberikan - Catat dan kaji lokasi - mengetahui
berhubungan asuhan keperawatan dan intensitas nyeri respon dan
dengan agen cedera selama 2x24 jam, (skala 0-10). sejauh mana
biologis diharapkan Masalah Selidiki perubahan tingkat nyeri
nyeri akut teratasi karakteristik nyeri pasien
seluruhnya - Berikan tindakan - mencegah
Kriteria Hasil : kenyamanan penekanan pada
- Mampu mengontrol (contoh : ubah jaringan yang
nyeri posisi) luka
- Melaporkan bahwa - Berikan lingkungan - agar pasien
nyeri berkurang dengan yang tenang dapat
menggunakan beristirahat
manajemen nyeri
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan - untuk
nyeri dokter tentang mengurangi
- Menyatakan rasa pemberian analetik, rasa sakit/nyeri
nyaman setelah nyeri kaji efektifitas dari
berkurang tindakan penurunan
rasa nyeri
LAPORAN KASUS AN. H DENGAN THYPOID ABDOMINAL DIRUANGAN
AS-SALAM RAWAT INAP RSUD CILILIN

Tanggal masuk RS : 28 februari 2021

Tanggal pengkajian : 2 maret 2021

Perawat yang mengkaji : Diego Rizky Fauzi

Ruang rawat : As-Salam

No. Register : 74236

Diagnosa medis : Typoid disertai diare kronik

I. DATA DASAR
A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA
Nama pasien : An.H
Tanggal lahir/umur : 24-09-2011
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Kp.Cicalengka, Ds. Mekarmukti, Kec. Cihampelas,
. Kabupaten Bandung Barat
Nama ayah : Tn.J
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan :
Pendidikan :

Nama ibu : Ny.A


Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan : SMA
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama : demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri perut, BAB cair sebanyak 2-3x sehari
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sering muntah-muntah karena
perut merasa tidak nyaman, dan mengalami batuk selama di rumah sakit.

3. Riwayat kesehatan masalalu


Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga mengatakan, anggota keluarga lainnya tidak memiliki riwayat
penyakit apapun, bahkan typoid pun tidak ada.

5. Riwayat kehamilan dan kelahiran


a. Selama kehamilan (pre natal care)
Ibu pasien mengatakan pada saat hamil selalu memeriksakan
kandungannya tiap trimester ke bidan setempat, bahkan asupan nutrisi
selama kehamilan terpenuhi.
b. Saat kelahiran (natal)
Ibu pasien mengatakan An.H lahir secara spontan.
c. Setelah kelahiran
Ibu pasien mengatakan setelah lahiran tidak lama pasien sudah boleh
di bawa pulang.

6. Riwayat imunisasi

Usia Reaksi setelah


No Jenis imunisasi
pemberian pemberian
1 BCG 2 bulan Demam ringan
2 DPT (I,II,III) 6 minggu Demam ringan
3 Polio (I,II,III,IV) 2, 3, 4 bulan Demam ringan
4 Campak 9 bulan Demam ringan
5 Hepatitis 0, 1 bulan Demam ringan
7. Riwayat perkembangan (0-6 tahun)
 Kognitif : fase pra oprasional belum bisa berkata-kata
 Motorik halus
An.H belum mampu mengalami percakapan dan belum mampu menjawab
soal di tanya mengenai kata tetapi sudah mampu makan sendiri
 Motorik kasar
An.H sudah mampu berjalan, naik turun tangga dengan kaki kanan dan
kiri secara bergantian, melompat, melempar dan menendang bola
 Personal sosial
An.H sudah mampu berteman bahkan bermain dengan teman sebaya,
namun belum mampu memahami emosi yang berbeda seperti menangis,
tertawa dan kesakitan
 Bahasa
An.H sudah mampu berbicara dengan kalimat yang sederhana
 Psikososial
An.H belum mampu melakukannya secara mandiri seperti memilih baju
sendiri dan memilih makanan yang baik untuk di konsumsi atau tidak
 Psikoseksual
An.H belum mampu melakukan toilet training secara mandiri

C. POLA KEBIASAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI


(SEBELUM DAN SESAAT SAKIT)

No Kebutuhan sehari-hari Sebelum sakit Saat sakit


1 Pola nutrisi 3x sehari 3x sehari
- Makanan pokok Nasi, sayur, susu, teh Bubur, sayur, daging
- Makanan yang di manis Bubur, sayur
Pedas, minuman
sukai
berwarna
- Makanan yang tidak
di sukai
- Porsi Sedang, lebih banyak
Kurang dari porsi
makan pedas
makan biasanya
 Lauk Daging ayam
Bayam
 Sayur dan buah Jeruk, anggur, bayam,
kangkung
 Nafsu makan Nafsu makan bagus Nafsu makan menurun
 Masalah: defisit
nutrisi
2 Pola istirahat dan tidur Kualitas tidur
Siang Tidur siang menurun
Malam Tidur malam 8 jam Kualitas tidur
menurun
Masalah:
3 Pola eliminasi
- BAK
Berapa kali 2x / sehari 3x / sehari
Warna Kuning Kuning
Jumlah 100 cc 140 cc

- BAB
Berapa kali 1x / sehari 4x / sehari
Warna Kecoklatan Kuning
Konsistensi Padat Cair
Bau Normal Tidak normal
Jumlah 30 cc 120 cc
4 Pola hyegiene
- Mandi 3x / sehari 1x / sehari
- Gosok gigi 3x / sehari 1x / sehari
- Keramas 3x / seminggu -
- Potong kuku 1x / seminggu -
- Keadaan Bersih Kurang bersih
5 Pola aktivitas
Bermain Ya / tidak Ya / tidak
Bermain di rumah Jenis permainan
bersama teman-
Sekolah teman
Ya/ tidak Ya / tidak
Waktu (+) Waktu (-)
Kegiatan (+) Krgiatan (-)
Tambahan (-) Tambahan (-)
D. REAKSI HOSPITALISASI
1. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
An.H belum memahami tentang sakit saat ini yang di deritanya dan rawat
inap
2. Pemahaman keluarga tentang sakit da rawat inap
Keluarga mampu memahami tentang sakit di alami pasien saat ini dan
memahami rawat inap karena An.H di rawat di RSUD Cililin cukup lama.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum : tampak lemah dengan skala sakit mencapai 3 sehingga
dapat mengganggu aktivitas anak
Kesadaran : komposmentis
B. Tanda-tanda vital
Suhu : 37,50C
Respirasi : 22x/menit
Nadi : 115x/menit
SpO2 : 97%
C. Kulit
Kulit teraba hangat, lengket dan pucat
D. Rambut
Penyebaran rambut tidak merata, bau, lengket, sedikit rontok, berwarna
hitam dan kurang bersih
E. Leher
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan
F. Telinga
Daun telinga lengkap, tampak simetris tidak ada sumbatan serumen dan
sedikit kotor
G. Hidung
Lubang hidung lengkap, tampak simetris,tidak ada nyeri tekan, dan sedikit
kotor
H. Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada sianosis, gigi kotor, lidah berwarna merah
I. Mata
Konjungtivaa ananemis, sklera putih, bentuk mata simetris, mata bulat,
tidak ada benjolah dan tidak terdapat nyeri tekan
J. Dada
Warna kulit dada tampak pucat, bentuk normal, tidak ada nyeri tekan,
suara perkusi dada resonan, tidak ada bunyi tambahan
K. Ketiak
Tidak ada pembesaran kelenjar limpa
L. Abdomen
Warna kulit perut pucat, bising usu 5x/menit, terdapat nyeri pada perut
seperti nyeri sembelit
M. Ekstermitas
3 3

3 3

N. Genitalia
Lengkap dan normal
O. Kaki
Berwarna pucat, sedikit dingin, lengket dan tampak sedikit kotor

P. Pemeriksaan penunjang

HEMATOLOGI
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hemoglobin g/Dl L: 13,2 - 17,3 / P:
9,6
11,7 - 15,5
Hematokrit % L: 40 - 52 / P : 35 -
29
47
Leukosit 5.500 103/mm3 4.000 - 11.000
Trombosit 131.000 103/mm3 150.000 – 450.000
Eritrosit 106/uL L: 4,4 - 5,9 / P: 3,8 -
3,74
5,2
MCV fL 80 – 100
MCH Pg 26 -34
MCHC % 32 – 26
Hitung Jenis:
Netrofil segmen % 50 – 70
Netrofil batang % 1–6
Limfosit % 25 – 40
Monosit % 2–4
Eosinofit % 2–4
Basofit % 0–1
LED Mm/jam L: 0 - 15 / P: 0 – 20
Retikulosit % 1,5 – 2,5
Golongan darah
Clotting time Menit 8 – 15
Bleeding time Menit 1 – 3 (metode duke)
PT Detik 9,5 – 11,7
aPTT Detik 24,8 – 36,2
Fibrinogen Mg/Dl 50 – 500
Hitung eosinophil % 2–4

Q. Pengobatan / Terapi
- Ceptiakson 2 X 1 ar
- Ranitidin 2 X ½ amp
- Paracetamol 3 X ½ tab
- Ambroxol 3 X 1 ctl
- Zinc 1 X 20 mg

III. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. DS : klien mengatakan Kuman salmonella Defisit Nutrisi
nafsu makan menurun typhi masuk kesaluran
DO : gastrointestinal
- Kurang dari
porsi makan
biasanya (½ Lolos dari asam
porsi) lambung
- Tampak lemah
- bising usus
Bakteri masuk usus
5x/menit halus
- BAB cair
(diare)
- Frekuensi BAB Inflamasi pada hati dan
: 4xhari limfa
Pembesaran limfe

Splenomegaly

Penurunan mobilitas
usus

Penurunan peristaltic
usus

Peningkatan asam
lambung

Anoreksia mual muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

V. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan hasil kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Defisit nutrisi Tujuan setelah diberikan - Menilai status - untuk
berhubungan asuhan keperawatan nutrisi mengetahui dan
dengan selama 2x24 jam, memantau
nutrisi.
ketidakmampuan diharapkan
mencerna makanan menunjukkan tanda- - Ijinkan klien untuk
- untuk
tanda kebutuhan nutrisi memakan makanan
menambah
terpenuhi. yang dapat status nutrisi.
Kriteria Hasil : ditoleransi.
- Mampu - Anjurkan untuk
- meningkatkan
mengidentifikasi memakan makanan
kualitas intake
kebutuhan nutrisi yang disertai
nutrisi.
- Tidak ada tanda- dengan suplemen
tanda malnutrisi nutrisi untuk
- Tidak terjadi meningkatkan
penurunan berat kualitas intake
badan yang berarti nutrisi. - untuk
- Anjurkan klien meningkatkan
untuk makan intake.
dengan teknik porsi
kecil tapi sering.. - membantu
- Jelaskan proses
pentingnya intake peningkatan
nutrisi yang intake nutrisi
adekuat untuk yang adekuat.
penyembuhan
penyakit.

VI. IMPLEMENTASI

Hari/Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi Paraf


Keperawat Keperawatan
an
Selasa, 02 1. Defisit - Menilai status S : klien Dina
maret 2021 nutrisi nutrisi mengatakan nafsu
berhubungan - Mengijinkan makan meningkat
dengan klien untuk O:
ketidakmampu memakan klien mampu
an mencerna makanan yang menghabiskan
makanan dapat ditoleransi. makan 3/4 porsi
- Menganjurkan A : masalah
untuk memakan teratasi sebagian
makanan yang P : lanjutkan
disertai dengan intervensi
suplemen nutrisi
untuk
meningkatkan
kualitas intake
nutrisi.
- Menganjurkan
klien untuk
makan dengan
teknik porsi kecil
tapi sering..
- Menjelaskan
pentingnya intake
nutrisi yang
adekuat untuk
penyembuhan
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1.


Jakarta

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

https://www.academia.edu/11653058/LP_Typhoid?auto=download

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Tim Pokja SDI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai