Anda di halaman 1dari 8

JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ADSORBEN GAS H2S


DARI ZEOLIT ALAM
1* 1 2
Weni Mandasari , Berlian Sitorus , Dian Rahayu Jati
1
Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
2
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124
*
email: wenimaulana@yahoo.com

ABSTRAK

Zeolit alam adalah suatu mineral yang tersusun dari senyawa silika-alumina yang berbentuk kristal.
Zeolit memiliki beberapa karakteristik seperti ukuran pori yang seragam serta selektivitas terhadap gas,
sehingga baik untuk dimanfaatkan sebagai adsorben. Pada penelitian ini zeolit digunakan sebagai
adsorben gas H2S yang berbau seperti telur busuk dan beracun pada konsentrasi tertentu. Adsorpsi gas
dilakukan dengan penambahan zeolit alam tanpa dan dengan aktivasi pada variasi ketebalan adsorben
yaitu 1, 2 dan 3 cm. Hal ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan adsorpsi zeolit terhadap gas
H2S. Zeolit dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction, X-Ray Fluorosence dan Gas Sorption
Analyzer. Hasil XRD menunjukkan zeolit alam yang digunakan adalah jenis modernit dengan munculnya
puncak khas pada daerah 2θ = 22,43°, 25,73° dan 26,80°. Hasil XRF menunjukkan nilai rasio Si/Al
tanpa dan dengan aktivasi meningkat dari 5 menjadi 7. Kemudian hasil analisis GSA menunjukkan luas
permukaan, volume total pori dan rerata jari pori meningkat dengan proses aktivasi. Kadar gas H2S
diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan metode metilen biru. Berdasarkan penelitian ini
diperoleh efisiensi penyerapan adsorben zeolit alam terhadap gas H2S terbaik adalah zeolit dengan
aktivasi, pada variasi ketebalan adsorben 3 cm. Efisiensi penyerapan zeolit pada ketebalan 3 cm
sebesar 91,22%. Hal ini dikarenakan zeolit teraktivasi memiliki nilai kapasitas adsorpsi dua kali lebih
besar dari zeolit tanpa aktivasi.

Kata Kunci : Efisiensi, gas H2S, kapasitas adsorpsi, metode metilen biru, zeolit alam

PENDAHULUAN
Zeolit merupakan suatu kelompok mineral selektivitas yang tinggi terhadap gas (Wahono
alumunium silikat terhidrasi dari logam alkali dan dkk., 2010).
alkali tanah. Secara struktural ketersediaan zeolit Wahono dkk. (2010) menyatakan bahwa zeolit
di Indonesia sangat melimpah dikarenakan termodifikasi kaolin dengan perbandingan 6:1
banyaknya gunung berapi. Zeolit terbentuk akibat mampu mengadsorpsi gas CO2 dan H2S pada
dari letusan gunung berapi yang mengeluarkan biogas. Gas H2S adalah gas berbau telur busuk
abu vulkanik dan magma panas kemudian yang dihasilkan dari fermentasi anaerobik bahan-
mengalami pelapukan. Berdasarkan proses bahan organik (Alwathan dkk., 2013). Adanya gas
pembentukannya zeolit dikategorikan menjadi dua H2S memiliki dampak negatif yaitu pada
jenis yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit konsentrasi tertentu dapat bersifat racun dan
alam saat ini banyak dimanfaatkan sebagai menyebabkan korosif pada logam (Padang dkk.,
adsorben untuk menurunkan kadar garam dalam 2012). Maka dari pada itu perlu dilakukannya
air (Gustian dan Suharto, 2005), reduksi volume penyerapan terhadap gas tersebut, salah satunya
limbah radioaktif (Kismolo dkk., 2012) dan sebagai dengan metode adsorpsi menggunakan zeolit
adsorpsi gas pada biogas (Hamidi dkk., 2012). alam.
Zeolit memiliki kemampuan sebagai adsorben Belakangan ini telah dilakukan penelitian
dikarenakan mempunyai rongga dengan struktur mengenai adsorpsi gas H2S dengan
kerangka tiga dimensi (Kismolo dkk., 2012), tahan menggunakan Fe2O3 (Padang dkk., 2012) dan
terhadap suhu tinggi dan stabilitas tinggi (Corma, karbon aktif (Alwathan dkk., 2013). Pada
1997 dan Barrer, 1988 dalam Taglibue et al., penelitian ini gas H2S dibuat secara sintetik
2009). Selain itu zeolit juga memiliki ukuran pori dengan menggunakan HCl dan FeS sehingga
yang seragam dengan kisaran ukuran 3-10 Å menghasilkan gas H2S, sedangkan bahan baku
sehingga dikategorikan sebagai material adsorbennya menggunakan zeolit alam. Tahapan
mikropori, volume pori 0,35 cm3/g (Corma, 1997 pembuatan adsorben meliputi dua hal yaitu tahap
dan Barrer, 1988 dalam Taglibue et al., 2009) dan preparasi zeolit alam dan aktivasi zeolit alam.

56
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan diperoleh dikeringkan di dalam oven selama 4 jam
kemampuan adsorben dari zeolit alam dengan pada suhu 110°C dan ditimbang.
beberapa variasi ketebalan adsorben untuk dapat Tahap kedua yaitu dealuminasi, sampel zeolit
menyerap gas H2S. Adapun untuk mengetahui hasil demineralisasi ditimbang dan direfluks
karakteristik dari zeolit alam dilakukan selama 24 jam pada suhu 80-90°C. Setelah itu,
karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) untuk sampel dicuci dengan menggunakan akuades
mengetahui jenis zeolit, X-Ray Fluoroscence hingga pH netral (pH=7). Sampel disaring dan
(XRF) untuk megetahui komposisi kimia dari zeolit diambil endapannya. Kemudian endapan tersebut
alam, Gas Sorption Analyzer (GSA) untuk dikeringkan di dalam oven selama 4 jam pada
menentukan luas permukaan, rerata jejari pori suhu 110°C dan ditimbang. Terakhir tahap ketiga
serta volum total pori dari zeolit alam dan yaitu zeolit dikalsinasi selama 3 jam pada suhu
adsorben serta Spektrofotometer Ultraviolet- 500°C.
Visible untuk mengetahui konsentrasi gas H2S.
Pembuatan Adsorben
Proses pembuatan adsorben yaitu zeolit
METODOLOGI PENELITIAN teraktivasi (serbuk) ditimbang kemudian
dicampurkan dengan akuades. Campuran zeolit
Bahan dan Alat diaduk hingga merata dan di bentuk pelet. Zeolit
Bahan yang telah berbentuk pelet dikeringkan di dalam
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian oven dan disimpan dalam desikator selama 30
ini amilum, HNO3, H2SO4, HCl, (NH4)2SO4, FeCl3. menit. Pelet yang telah kering dimasukkan ke
6H2O, I2, KIO3, KI, Na2EDTA, NaOH, Na2S2O3. 5 dalam tabung adsorben dengan masing-masing
H2O, Na2CO3, Na2S. 9H2O, para-amino variasi ketebalan yaitu 1, 2 dan 3 cm.
dimetilanilin dihidroklorida, ZnSO4.7H2O. Sampel
yang digunakan adalah zeolit alam. Pembuatan Gas H2S
Prosedur pembuatan gas H2S mengacu pada
Alat penelitian Prasetyo (2002). FeS dan HCl 1 M
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini direaksikan dengan komposisi masa 0,06 g dan
meliputi ayakan 100 mesh, Gas Sorption Analyzer 1,5 mL. Gas yang terbentuk dialirkan ke dalam
(GSA), hot plate, neraca analitik, oven, peralatan erlenmeyer yang telah berisi 50 mL larutan
gelas standar, pH meter, seperangkat alat refluks, penjerap (ZnSO4) untuk kemudian diuji kadar
spektrofotometer UV-Vis, tanur, X-Ray H2Snya.
Diffraction (XRD) dan X-Ray Fluoroscence (XRF).

Prosedur Penelitian

Preparasi Zeolit Alam


Zeolit alam dihaluskan kemudian diayak HCl Adsorben
menggunakan ayakan 100 mesh. Zeolit
selanjutnya dicuci menggunakan akuades hingga
mencapai pH netral (pH=7). Setelah itu zeolit
dikeringkan di dalam oven selama 4 jam pada
suhu 110°C. Zeolit kemudian dianalisis
menggunakan GSA, XRD dan XRF. FeS ZnSO4

Aktivasi Zeolit Alam


Metode ini mengacu kepada Roocyta (2006)
dimana aktivasi zeolit alam dilakukan dengan 3 Gambar 1. Pembuatan gas H2S
tahap yaitu tahap demineralisasi, dealuminasi dan
kalsinasi. Tahap pertama yaitu demineralisasi Uji Kadar H2S dengan Metode Metilen Biru
zeolit alam. Zeolit hasil preparasi dicuci dengan menggunakan Spektrofotometer
menggunakan EDTA 1 M melalui Uji kadar H2S dengan metode metilen biru
proses refluks pada suhu 80-90°C selama 24 jam. menggunakan spektrofotometer mengacu pada
Setelah direfluks, sampel dicuci dengan akuades SNI 19-7117.7-2005
hingga pH netral (pH=7). Sampel kemudian
disaring dan diambil endapannya. Endapan yang

57
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

Pengambilan Gas H2S mineral-mineral yang terdapat di dalam zeolit.


1. Persiapan contoh uji Proses demineralisasi zeolit menggunakan Etilen
Larutan yang berisi 50 mL contoh uji Diamin Tetra Asetat (EDTA) 1 M yang merupakan
dipindahkan dari rangkaian dan dibilas dengan ligan heksadentat yang mempunyai enam atom
menggunakan akuades. Contoh uji kemudian donor yaitu dua atom nitrogen dan empat atom
diencerkan hingga volume 200 mL dengan oksigen dari empat gugus asetat. Ligan ini
menggunakan akuades (sampel). Selain itu merupakan ligan multidentat karena memiliki lebih
disiapkan 100 mL larutan penjerap (ZnSO4) dari dua atom koordinasi per molekul (Rivai,
kemudian diencerkan dengan akuades hingga 1994).
volume 200 mL (blanko). Dealuminasi zeolit alam menggunakan HNO3
8M dilakukan untuk mengurangi kandungan
2. Pengujian Contoh Uji aluminium yang terdapat di kerangka maupun
Larutan contoh uji dan blanko dipipet sebanyak permukaan zeolit. Dengan berkurangnya Al maka
20 mL ke dalam tabung reaksi. Masing-masing rasio Si/Al akan meningkat sehingga bersifat
tabung ditambahkan 2 mL para-aminodimetilanilin hidrofobik, sehingga kemampuan penyerapan
dan 1 mL FeCl3 kemudian dihomogenkan. Setelah zeolit terhadap gas akan semakin besar. Selain itu
itu diencerkan dengan akuades hingga volume 25 proses dealuminasi juga dilakukan untuk menjaga
mL, dihomogenkan kembali dan didiamkan 30 stabilitas struktur pori dan meningkatkan kapasitas
menit. Larutan contoh uji diukur serapannya pada adsorpsi zeolit (Sutarti dan Rachmawati, 1994).
panjang gelombang 670 nm dan dihitung Pada proses dealuminasi, ion H+ yang
konsentrasi gas H2S dengan menggunakan kurva dihasilkan dari reaksi penguraian HNO3 akan
kalibrasi. Kapasitas Adsorpsi Zeolit Alam dapat mengurangi ikatan atom Al yang berada pada
dihitung dengan rumus berikut (Yuliusman dkk., kerangka zeolit. Ion H+ akan diserang oleh atom
2010). oksigen yang terikat pada Si dan Al. Berdasarkan
harga energi disosiasi ikatan Al-O (116 kkal/mol)
Kap. Ads = lebih rendah dibandingkan dengan nilai energi
disosiasi ikatan Si-O (190 kkal/mol) maka dari
Persentase efesiensi gas H2S yang diadsorpsi pada itu ikatan Al-O jauh lebih mudah untuk terurai
dapat dihitung dengan rumus berikut (Yamliha dibandingkan dengan ikatan Si-O. Ion H+
dkk., 2013). cenderung mengakibatkan pemutusan ikatan Al-O
dan membentuk gugus silanol
% H2S = x 100% (Mutngimaturrohmah dkk., 2008). Sedangkan ion
NO3- hasil penguraian HNO3 berpengaruh pada
ikatan Al-O dan Si-O. Ion NO3- memiliki
HASIL DAN PEMBAHASAN elektronegativitas yang tinggi dan berukuran kecil
sehingga mengakibatkan ion NO3- mudah untuk
Preparasi Zeolit dan Aktivasi Alam berikatan dengan kation bervalensi besar seperti
Preparasi zeolit alam diawali dengan tahap Si4+ dan Al3+. Ion NO3- cenderung akan berikatan
penghalusan dan pengayakan. Zeolit alam dengan atom Al dikarenakan harga
dihaluskan dengan proses penggilingan kemudian elektronegativitas atom Al (1,61) lebih kecil
diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hal ini dibandingkan dengan elektronegativitas atom Si
bertujuan untuk memperoleh ukuran partikel yang (1,90) (Mutngimaturrohmah dkk., 2008).
halus dan homogen. Dengan ukuran partikel yang Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar
halus, luas permukaannya akan meningkat 2 (Weitkamp and Puppe, 1999):
(Hartati, 2005). Zeolit yang telah seragam Pada penelitian ini zeolit alam yang digunakan
ukurannya kemudian dicuci dengan menggunakan sebagai adsorben mempunyai nilai rasio Si/Al
akuades hingga pH netral. Pencucian dengan rendah sebesar 5 (seperti ditunjukkan pada
akuades bertujuan untuk menghilangkan debu dan Tabel 2), hal ini menunjukkan zeolit bersifat
pengotor-pengotor yang menempel pada hidrofilik. Zeolit yang baik digunakan untuk
permukaan zeolit. Selanjutnya zeolit dikeringkan di adsorben adalah zeolit yang bersifat hidrofobik
dalam oven pada suhu ±110°C selama 4 jam. dengan nilai rasio Si/Al >5 (Sriatun dan
Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan Darmawan, 2005). Proses dealuminasi dapat
kandungan air yang terdapat pada zeolit setelah meningkatkan rasio Si/Al zeolit. Roocyta (2006)
proses pencucian. menyatakan konsentrasi HNO3 8M adalah
Aktivasi zeolit meliputi tiga tahap yaitu konsentrasi optimum dalam proses dealuminasi
demineralisasi, dealuminasi dan kalsinasi. zeolit sebagai adsorben. Setelah didealuminasi
Demineralisasi adalah proses untuk mengurangi dengan HNO3, zeolit alam dicuci kembali dengan

58
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

akuades hingga pH netral. Hal ini bertujuan untuk Karakterisasi XRD Zeolit Alam
menghilangkan kelebihan asam dari ion H+ saat Karakterisasi kristalinitas zeolit alam dilakukan
proses dealuminasi. Adanya gugus H+ menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) yang
dimaksudkan untuk meningkatkan daya aktif zeolit bertujuan untuk mengetahui jenis mineral
sebagai adsorben yang berhubungan dengan penyusun zeolit. Hasil analisa pada penelitian ini
pusat aktif dan saluran antara struktur zeolit. ditunjukkan pada difraktogam zeolit alam
Gambar 4.

+ 4 n HNO3 M =Modernit
K = Kuarsa

+ NO3- + n Al(NO3)3

Gambar 4. Hasil analisis XRD zeolit alam


Gambar 2. Dealuminasi zeolit Jenis mineral penyusun zeolit ditandai dengan
Tahap selanjutnya adalah kalsinasi, suhu munculnya puncak (2θ) pada daerah tertentu dari
500°C merupakan suhu optimum dalam proses tingkat kristalinitas struktur komponen. Mineral
aktivasi zeolit. Hal ini diperkuat oleh beberapa penyusun zeolit alam kebanyakan adalah kuarsa
penelitian yang menggunakan zeolit sebagai dan modernit. Hal ini dapat dilihat dari puncak
adsorben. Gustian dan Suharto (2005) tertinggi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
menggunakan suhu 500°C dalam pengaktifan
zeolit yang digunakan dalam penurun salinitas air. Tabel 1. Puncak Khas Zeolit Modernit
Selain itu, Setiadi dan Pertiwi (2007) Referensi Zeolit Alam Penelitian
menyatakan kalsinasi pada suhu 500°C efektif Modernit Kuarsa Modernit Kuarsa
dikarenakan tidak merusak struktur dari zeolit 2θ %I 2θ %I 2θ %I 2θ %I
sebesar 50%. Kalsinasi dilakukan bertujuan untuk 22,38 78 26,80 100 22,43 85,80 26,78 38,82
menguapkan basa Bronsted, H2O serta dapat 25,78 100 36,79 6,5 25,73 100 36,57 10,77
mengatur kembali susunan atom yang tertukar
27,74 48 26,80 65,32
sehingga menjadi lebih teratur dengan
terbentuknya oksida logam yang stabil dan kuat di Berdasarkan kesesuaian difaktogam zeolit
antara zeolit (Jetsya dan Maygasari, 2010). pada penelitian ini dengan referensi dapat
disimpulkan bahwa jenis zeolit yang digunakan
sebagai adsorben gas H2S pada penelitian ini
adalah jenis modernit. Hal ini dilihat dari % I
tertinggi pada daerah 2θ. Hal ini juga dipaparkan
oleh Kesuma (2013), mineral modernit memiliki
puncak khas pada 2θ = 22,3°, 25,65° dan 27,66°.
Modernit merupakan salah satu jenis zeolit yang
memiliki stabilitas termal yang tinggi, hal ini dilihat
dari kemampuannya untuk mempertahankan
strukturnya pada suhu tinggi (Rianto dkk., 2012).

Komposisi Kimia Zeolit Sebelum dan Sesudah


Aktivasi
Gambar 3. Pembentukan situs asam Bronsted dan Analisis komposisi zeolit alam pada penelitian
Lewis pada zeolit (Tatsumi and Takash, 2004) ini dilakukan menggunakan alat X-Ray
Fluorosence Thermo ARL 9900. Analisis tersebut
diperoleh hasil bahwa kandungan senyawa dari

59
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

zeolit tanpa dan dengan aktivasi seperti yang Tabel 3. Hasil Analisis Luas Permukaan, Rerata
ditunjukkan pada Tabel 2. Jari Pori dan Volume Total Pori Zeolit Alam Tanpa
dan dengan Aktivasi
Tabel 2. Data Karakterisasi XRF Zeolit Alam Zeolit Alam
Tanpa dan dengan Aktivasi Tanpa Aktivasi Zeolit Alam
Karakter Pori
(Kesuma dkk., dengan Aktivasi
Zeolit Alam Zeolit Alam 2013)
Logam Tanpa Aktivasi dengan Luas Permukaan
(%) Aktivasi (%) 2 48,45 203,109
(m /g)
Si 31,66 35,02 Rerata Jari Pori
0,547 3,006
Al 5,71 4,95 (nm)
Fe 1,23 0,28 Volume Total Pori
0,068 0,080
Ca 1,83 0,55 (cc/g)
Mg 0,47 0,06
Na 2,42 0,71 Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa luas
K 2,92 1,76 permukaan zeolit alam dengan aktivasi mengalami
peningkatan lima kali lipat dari zeolit alam tanpa
Berdasarkan hasil X-Ray Fluorosence (XRF) aktivasi. Rerata jari pori zeolit alam setelah
pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan logam Si aktivasi meningkat enam kali dan volume total pori
pada zeolit tanpa dan dengan aktivasi meningkat. zeolit dengan aktivasi meningkat dibandingkan
Kandungan logam Al zeolit tanpa dan dengan dengan zeolit tanpa aktivasi. Disimpulkan bahwa
aktivasi menurun. Rasio Si/Al zeolit alam tanpa zeolit alam dengan aktivasi dapat menyerap gas
dan dengan aktivasi meningkat dari 5 menjadi 7. H2S lebih besar dibandingkan dengan zeolit alam
Selain itu hasil XRF menunjukkan bahwa kadar tanpa aktivasi. Hal ini dikarenakan luas
logam alkali dan alkali tanah (seperti Na, K, Mg permukaan, rerata jari pori dan volume total
dan Ca) dengan aktivasi mengalami penurunan, porinya lebih besar untuk berinteraksi dengan gas
hal ini juga diikuti dengan penurunan logam Fe. H2S. Interaksi yang terjadi antara zeolit dan gas
Penambahan EDTA pada proses demineralisasi merupakan interaksi gadient luas permukaan-
mampu menghilangkan mineral dan mengikat kuadrupol molekul. Sisi aktif dari zeolit akan lebih
logam-logam pengotor pada zeolit. Hal ini juga mudah berinteraksi dengan gas yang memiliki
dipaparkan pada penelitian Kesuma (2013) bahwa momen kuadrupol yang lebih besar atau
pada tahap dealuminasi logam Si meningkat sebanding (Tagliabue et al., 2009).
sebesar 19,23% dan logam Al mengalami
penurunan sebesar 38,59%. Dengan nilai rasio Pembuatan Adsorben dan Uji Daya Adsorpsi
Si/Al zeolit alam tanpa dan dengan aktivasi Gas H2S
meningkat dari 6 menjadi 11. Hal ini dikarenakan Adsorben gas H2S pada penelitian ini dibuat
pada proses refluks zeolit dengan HNO3 8 M dari zeolit alam tanpa dan dengan aktivasi. Hal ini
selama 24 jam mampu melarutkan material bertujuan untuk mengetahui kemampuan
pengotor di dalam zeolit, selain itu juga terjadi penyerapan dari masing-masing variasi adsorben.
proses pelepasan Al dalam kerangka menjadi Al di Adsorben dari zeolit alam ini dicampurkan dengan
luar kerangka sehingga rasio Si/Al zeolit akuades dan dibentuk pelet. Adsorben dibuat
meningkat (Yuliusman dkk., 2010). Semakin besar dalam bentuk pelet agar gas H2S dapat mengalir
rasio Si/Al zeolit alam maka zeolit tersebut bersifat melewati celah-celah adsorben. Jika adsorben
hidrofobik (Sutarti dan Rachmawati, 1994). berbentuk serbuk maka gas akan sulit melewati
adsorben, meskipun luas permukaannya lebih
Karakterisasi Pori Zeolit Alam Tanpa dan besar dibandingkan dengan adsorben dalam
dengan Aktivasi Menggunakan GSA bentuk pelet. Hasil penelitian Wahono dkk. (2010)
Salah satu penggunaan zeolit alam adalah diketahui bahwa zeolit memiliki kemampuan
dengan memanfaatkan porositasnya yaitu sebagai penyerapan yang baik terhadap gas yaitu gas H2S.
adsorben. Untuk mengetahui pori zeolit alam Adsorben zeolit alam yang telah di bentuk pelet
maka perlu dilakukan identifikasi porositas zeolit kemudian diujikan pada gas H2S yang dibuat
alam. Luas permukaan spesifik, volume total pori secara sintetik. Gas H2S dibuat dengan
dan rerata jari pori dapat dianalisis dengan uji mereaksikan FeS dan HCl 1M, sehingga diperoleh
adsorpsi-desorpsi gas N2 dengan menggunakan persamaan reaksi:
persamaan Brunaurer, Emmet dan Teller (BET).
FeS (s) + 2HCl (aq) FeCl2 (s) + H2S (g) (1)

60
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

Adsorben dimasukkan kedalam tabung adsorben adsorben 3 memiliki masa sebanyak 15 g.


dengan variasi ketinggian tabung 1, 2 dan 3 cm. Sehingga kemampuan penyerapan terhadap gas
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan H2S pada adsorben 3 pun lebih besar dengan
penyerapan optimum dari masing-masing kemampuan penyerapan sebesar 91,22%.
adsorben. Gas H2S yang terbentuk dialirkan tanpa
dan dengan menggunakan adsorben. Uji gas 1,2
tanpa adsorben ini dilakukan sebagai pembanding y = 0.014x + 0.058
1
untuk mengetahui gas H2S yang terbentuk, R² = 0.98 0,941
sehingga dengan ditambahkan adsorben dapat 0,8
0,708
diketahui kemampuan penyerapan adsorben 0,6 0,561
tersebut. Gas H2S yang terbentuk dialirkan dan
0,4
ditangkap oleh larutan penjerap (ZnSO4) dan 0,33
ditepatkan dengan H2O sehingga terbentuk 0,2
persamaan reaksi: 0 0,004
0 20 40 60 80
H2S (g) + ZnSO4 (aq)  H2SO4 (aq)+ ZnS (aq) (2)
Gambar 5. Kurva kalibrasi antara konsentrasi
Larutan yang telah menjerap gas H2S kemudian
standar dengan absorbansi H2S
diukur konsentrasinya dengan metode metilen biru
menggunakan spektrofotometer UV-Vis Tabel 4. Hasil Pengukuran Gas H2S dengan
berdasarkan SNI 19-7117.7-2005. Untuk Adsorben Tanpa Aktivasi
mengetahui konsentrasi H2S yang terserap pada Konsentrasi (ppm)
Kode Efisiensi
penelitian ini dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi Sampel Ulangan Ulangan Ulangan Rata- H2S yang
dengan lima variasi konsentrasi sehingga ke-1 ke-2 ke-3 rata teradsorpsi
(%)
didapatkan persamaan garis y = 0.014x Adsorben 1 50,857 51,357 52,285 51,499 13,68
+ 0.058 dengan nilai R2 sebesar 0.98 (seperti yang Adsorben 2 33,785 34,071 34,214 34,023 42,97
Adsorben 3 20,285 20,5 20,928 20,571 65,52
ditunjukkan pada Gambar 5). Persamaan garis
Keterangan:
yang didapatkan dari kurva kalibrasi digunakan Adsorben 1 adalah adsorben dengan ketebalan 1 cm
untuk menentukan konsentrasi H2S sampel yang Adsorben 2 adalah adsorben dengan ketebalan 2 cm
akan diuji pada penelitian ini. Adsorben 3 adalah adsorben dengan ketebalan 3 cm
Pada Tabel 4 adsorben 1 tanpa aktivasi Konsentrasi gas H2S tanpa adsorben dalam larutan
memiliki kemampuan penyerapan terhadap gas penjerap sebesar 59,664 ppm
H2S paling kecil dibandingkan dengan adsorben 2
dan 3 tanpa aktivasi. Hal ini berhubungan dengan Tabel 5. Hasil Pengukuran Gas H2S Adsorben
masa adsorben yang digunakan untuk proses dengan Aktivasi
Konsentrasi (ppm)
adsorpsi. Adsorben 2 komposisi masa yang Kode Efisiensi
digunakan dalam penyerapan dua kali lipat lebih Sampel Ulangan Ulangan Ulangan Rata- H2S yang
ke-1 ke-2 ke-3 rata teradsorpsi
banyak dibandingkan dengan adsorben 1 yaitu (%)
sebanyak 10 g. Sedangkan adsorben 3 memiliki Adsorben 1 16,5 16,642 16,758 16,633 72,12
Adsorben 2 9,928 10,071 10,142 10,047 83,16
masa tiga kali lipat lebih banyak dari adsorben 1 Adsorben 3 5,285 5,285 5,142 5,237 91,22
sebanyak 15 g. Sehingga dari Tabel 4 diatas Dari Tabel 4 dan tabel 5 dapat disimpulkan
dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bahwa dengan komposisi masa yang sama pada
adsorben yang digunakan maka semakin besar adsorben 1 kemampuan penyerapan terhadap gas
kemampuan penyerapan zeolit alam terhadap gas H2S memiliki kemampuan penyerapan yang
H2S. berbeda. Adsorben 1 tanpa aktivasi kemampuan
Selain dilakukan pengukuran kemampuan penyerapan terhadap gas lebih kecil dibanding
penyerapan zeolit alam tanpa aktivasi terhadap dengan adsorben 1 dengan aktivasi. Hal ini
gas H2S juga dilakukan pengukuran gas H2S dikarenakan dengan aktivasi luas permukaan,
menggunakan zeolit alam dengan aktivasi. volume total pori dan rerata jari pori zeolit alam
Berdasarkan Tabel 5 adsorben 1 dengan menjadi lebih besar dibandingkan tanpa aktivasi
aktivasi memiliki kemampuan penyerapan paling sehingga kemampuan penyerapan terhadap gas
rendah yaitu sebesar 72,12% dibandingkan H2S juga lebih besar. Begitu juga pada adsorben 2
dengan adsorben 2 dan 3 dengan aktivasi. Hal ini dan 3 tanpa aktivasi. Berdasarkan data yang
dikarenakan komposisi masa adsorben yang disajikan diatas efisiensi penyerapan zeolit alam
digunakan pada adsorben 1 lebih sedikit terhadap gas H2S optimum terdapat pada
dibandingkan adsorben 2 dan 3. Adsorben 2 adsorben 3 (aktivasi) dengan nilai persentase
memiliki komposisi masa sebanyak 10 g dan penyerapan sebesar 91,22%.

61
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

Selain mengetahui efisiensi gas H2S yang Jetyssa, A.H. dan Maygasari, D.A., 2010, Optimasi
teradsorpsi juga dapat diketahui kapasitas Proses Aktivasi Katalis Zeolit Alam dengan Uji
adsorpsi zeolit alam sebagai adsorben tanpa dan Proses Dehidrasi Etanol, Jurusan Teknik Kimia,
dengan aktivasi. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Kesuma, R.F; Sitorus, B dan Adhitiyawarman,
Kapasitas Adsorpsi (ppm/gram)

2013, Karakterisasi Pori Adsorben Berbahan


5,731 Baku Kaolin Capkala dan Zeolit Dealuminasi,
J. Kimia Khatulistiwa, 19-23.
Kesuma, R.F., 2013, Pembuatan dan
Karakterisasi Adsorben Gas CO2 dari Kaolin
2,267 Capkala-Zeolit Dealuminasi, Universitas
Tanjungpura, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Pontianak, (Skripsi).
tanpa aktivasi dengan aktivasi Kismolo, E; Nurimaniwathy dan Suyatno, T., 2012,
Karakterisasi Kapasitas Tukar Kation Zeolit
Gambar 6. Kapasitas penyerapan zeolit pada gas untuk Pengolahan Limbah B3 Cair, Pusat
H2S Teknologi Akselerator dan Proses Bahan–
Zeolit dengan aktivasi memiliki pengaruh besar BATAN.
terhadap adsorpsi gas H2S. Hal ini terlihat bahwa Mutngimaturrohmah., Gunawan., dan Khabibi.,
adsorpsi gas H2S oleh zeolit tanpa aktivasi hanya 2009., Aplikasi Zeolit Alam Terdealuminasi dan
mampu menyerap 2,267 ppm/g sedangkan zeolit Termodifikasi HDTMA sebagai adsorben
alam dengan aktivasi mampu menyerap dua kali Fenol. Universitas Diponegoro, Fakultas
lebih besar gas H2S yang terserap yaitu sebanyak Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
5,731 ppm/g. Yuliusman dkk. (2010) menyatakan Semarang.
hal ini dikarenakan pada zeolit dengan aktivasi Padang, Y.A; Jaya, I.K.P dan Sutanto, R., 2012.
terjadi pelepasan zat-zat pengotor di dalam pori- Reduksi Hidrogen Sulfida (H2S) dari Biogas
pori zeolit sehingga pori-pori yang terbuka berisi dengan Menggunakan Besi Oksida (Fe2O3),
zat pengotor dapat mengadsorpsi gas H2S. J. Teknik Rekayasa, 13(1):6-12.
Prasetyo, H.B., 2002, Pengembangan Sensor Gas
SIMPULAN Hidrogen Sulfida Berbasis Reagen Kering
Zeolit alam dengan aktivasi memiliki nilai Timbal Asetat, Universitas Jember, Fakultas
kapasitas adsorpsi dua kali lebih besar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
dibandingkan zeolit tanpa aktivasi. Selain itu Jember, (Skripsi).
berdasarkan hasil uji adsorpsi gas H2S Rianto, L.B; Amalia, S dan Khalifah., S.N., 2012,
menggunakan metode metilen biru pada variasi Pengaruh Impregnasi Logam Titanium pada
ketebalan adsorben 3 cm memilki nilai efisiensi Zeolit Alam Malang terhadap Luas Permukaan
optimum sebesar 91,22 %. Zeolit, Alchemy, 2(1):58-67.
Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI
DAFTAR PUSTAKA Press, Jakarta.
Alwathan; Mustafa danDanthahir, R., 2013, Roocyta, H., 2006, Pemanfaatan Zeolit Perlit untuk
Pengurangan Kadar H2S dari Biogas Limbah Bahan Katalis, Pusat Penelitian Geoteknologi
Cair Rumah Sakit dengan Metode Adsorpsi, LIPI, Bandung.
Konversi, 2(1):1-6. Setiadi dan Pertiwi, A., 2007, Preparasi dan
Gustian, I. dan Suharto, T.E., 2005, Studi Karakterisasi Zeolit Alam untuk Konversi
Penurunan Salinitas Air dengan Menggunakan Senyawa ABE menjadi Hidrokarbon,
Zeolit Alam yang Berasal dari Bengkulu, (Prosiding).
J. Gradien, 1(1): 38-42. Standar Nasional Indonesia (SNI) No 19-7117. 7-
Hamidi, N. dan ING, W., 2012, Peningkatan 2005, Emisi Gas Buang- Sumber Tidak
Kualitas Biogas melalui Proses Pemurnian Bergerak- Bagian 7: Cara Uji Kadar Hidrogen
dengan Zeolit Alam, J. Rekayasa Mesin, Sulfida (H2S) dengan Metoda Biru Metilen
2(1):227-231. menggunakan Spektrofotometer, Jakarta.
Hartati, E., 2007, Studi Pengolahan Kandungan Sutarti, M dan Rachmawati, M., 1994, Zeolit:
Ion Logam (Fe,Mn,Cu,Zn) Lindi Sampah oleh Tinjauan Literatur, Pusat Dokumentasi dan
Zeolit, J. Sains Mipa, Edisi Khusus, 13(1):29- Informasi Ilmiah, Jakarta.
34.

62
JKK, Tahun 2014, Volume 3(2), halaman 56-63 ISSN 2303-1077

Sriatun dan Darmawan, A., 2005, Dealuminasi Weitkamp, J dan L. Puppe., 1999, Catalyst and
Zeolit Alam Cipatujah melalui Penambahan Zeolites Fundamentals and Aplications,
Asam dan Oksidator, JSKA, 8(2). Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman.
Tagliabue, M; Farruseng, D; Valencia, S; Aguado, Yamliha,A; Argo, B.A; Nugroho, W.A, Pengaruh
S; Ravon, U; Rizzo, C; Corma, A and Ukuran Zeolit terhadap Penyerapan
Mirodatos, C., 2009, Natural Gas Treating by Karbondioksida (CO2) pada Aliran Biogas,
Selective Adsorption: Material Science and J. Bioproses Komoditas Tropis, 1(2):67-72.
Chemical Engineering Interplay, Chemical Yuliusman; Widodo, W.P; Yulianto, S.N dan Yuda,
Engineering Journal, (155):553-566. P., 2010, Preparasi Zeolit Alam Lampung
Tatsumi and Takash, 2004, Zeolites: Catalysis, dengan larutan HF, HCl dan Kalsinasi untuk
Encyclopedia of Supramolecular Chemistry, Adsorpsi Gas CO, Universitas Diponegoro,
Yokohama National University, Yokohama, Fakultas Teknik, Semarang.
Japan.
Wahono, S.K; Maryana, R; Kismurtono, S; Nisa, K
dan Poeloengasih, C.D., 2010, Modifikasi Zeolit
Lokal Gunung Kidul Sebagai Upaya
Peningkatan Performa Biogas Untuk
Pembangkit Listrik, Universitas Diponegoro,
Fakultas Teknik, Semarang.

63

Anda mungkin juga menyukai