Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kamar Operasi adalah salah satu fasilitas yang ada di rumah sakit dan termasuk sebagai
fasilitas yang mempunyai banyak persyaratan. Fasilitas ini dipergunakan untuk pasien
pasien yang membutuhkan tindakan operasi, terutama untuk tindakan operasi besar.
Proses operasi meskipun sebuah operasi yang komplek akan terbagi menjadi 3 periode
yaitu :
1. Prior Surgery
2. During Surgery dan
3. After Surgery

Kegiatan pada periode prior surgery dapat dilakukan di ruang perawatan atau di ruang
persiapan operasi untuk kasus kasus One Day Care Surgery. Kegiatan pada periode
During Surgery tentu saja berada di Kamar Operasi. Sedangkan kegiatan pada periode
After Surgery, pasien yang telah selesai dilakukan tindakan operasi akan dipindahkan ke
ruang pemulihan tahap 1 selama 1 atau 2 jam.
Setelah pasien siuman dapat dipindahkan ke ruang perawatan yang tentunya tergantung
dari kondisi pasien itu sendiri, jika pasien dalam keadaan baik maka akan dipindahkan ke
bangsal perawatan biasa, apabila pasien perlu mendapatkan perawatan intensive maka
akan di relokasi ke ICU. Sedangkan pasien yang dilakukan tindakan operasi dengan
system one day care maka akan dipindahkan ke ruang pemulihan tahap 2 sebelum
pasien ini pulang ke rumah.

Penentuan jumlah ruang operasi sangat tergantung dari historis jumlah pasien dan
prediksi pasien yang akan datang ke rumah sakit untuk melakukan tindakan operasi.

Perletakan dan Peruangan Kamar Operasi

Rumah sakit dirancang dengan sistem zonasi (zoning). Zonasi rumah sakit disarankan
mempunyai pengelompokkan sebagai berikut:
 Zona Publik
Area yang mempunyai akses cepat dan langsung terhadap lingkungan luar misalnya
unit gawat darurat, poliklinik, administrasi, apotik, rekam medik, dan kamar mayat.

1
 Zona Semi Publik
Area yang menerima beban kerja dari zona publik tetapi tidak langsung berhubungan
dengan lingkungan luar, misalnya laboratorium, radiologi, dan rehabilitasi medik
 Zona Privasi
Area yang menyediakan dan ruang perawatan dan pengelolaan pasien, misalnya
gedung operasi, kamar bersalin, ICU/ ICCU, dan ruang perawatan.
 Zona Pelayanan
Area yang menyediakan dukungan terhadap aktivitas rumah sakit, misalnya ruang
cuci, dapur, bengkel, dan CSSD.

Pelayanan, tenaga, sarana prasarana dan peralatan untuk pelayanan kamar operasi
yang berada di zona privasi terkait dengan pelayanan anestesiologi serta perawatan
intensif sesuai klasifikasi rumah sakit. Selain berdekatan dengan ICU serta pelayanan
anestesiologi pada tipe rumah sakit B dan C harusnya memiliki kamar operasi cito
sendiri, maka apabila tidak memiliki kamar operasi cito maka letak kamar operasi ini
(IBS) harus berdekatan dengan UGD.

Rumah sakit menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk melakukan operasi
baik untuk pasien maupun tenaga medis yang beraktifitas di dalamnya. Kenyamanan
dan keamanan ini dapat di capai dari dua hal kenyamanan fisik dan kenyamanan non
fisik. Yang dimaksud dengan kenyamanan fisik dapat di capai dengan memenuhi
persyaratan sebuah kamar operasi dan membuat desain bangunannya memberikan
kenyamanan visual, termal dan audio. Sedangkan kenyamanan non fisik dapat dicapai
dengan memberikan ruangan sesuai dengan kebutuhan kenyamanan hidup manusia dan
mendesain ruangan agar bersuasana yang tidak membuat bosan. Contohnya dengan
memberikan ruang tunggu bagi dokter dan petugas IBS sebelum atau sesudah
melakukan operasi, dimana ruangan tersebut di lengkapi dengan fasilitas sofa yang
ergonomis, view natural atau artifisial, internet connection, bed dan pantry semi streril
misalnya.
Persyaratan fisik kamar operasi meliputi:
1. Bangunan kamar operasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Mudah dicapai oleh pasien
• Penerimaan pasien dilakukan dekat dengan perbatasan daerah steril dan non-steril
• Kereta dorong pasien harus mudah bergerak
• Lalu lintas kamar operasi harus teratur dan tidak simpang siur

2
• Terdapat batas yang tegas yang memisahkan antara daerah steril dan non-steril, untuk
pengaturan penggunaan baju khusus
• Letaknya dekat dengan UGD
• Memilki tekanan positif atau negatif sesuai keadaan pasien yang akan dioperasi
• Terdapat ruang antara bagi pasien infeksi airbone atau airosol misal pasiencovid 19

2. Rancang bangun kamar operasi harus mencakup:


• kamar yang tenang untuk tempat pasien menunggu tindakan anestesi yang
dilengkapi dengan fasilitas induksi anestesi
• Kamar operasi yang langsung berhubungan dengan kamar induksi
• Kamar pulih (recovery room)
• Ruang yang cukup untuk menyimpan peralatan, llinen, obat farmasi termasuk bahan
narkotik
• Ruang/ tempat pengumpulan/ pembuangan peralatan dan linen bekas pakai operasi
• Ruang ganti pakaian pria dan wanita terpisah
• Ruang istirahat untuk staf yang jaga
• Ruang operasi hendaknya tidak bising dan steril. Kamar ganti hendaknya
ditempatkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari area kotor setelah ganti dengan
pakaian operasi. Ruang perawat hendaknya terletak pada lokasi yang dapat
mengamati pergerakan pasien.
• Dalam ruang operasi diperlukan 2 ruang tindakan, yaitu tindakan elektif dan tindakan
cito
• Alur terdiri dari pintu masuk dan keluar untuk staf medik dan paramedik; pintu masuk
pasien operasi; dan alur perawatan
• Harus disediakan spoelhock untuk membuang barang-barang bekas operasi
• Disarankan terdapat pembatasan yang jelas antara
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang
lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien
yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan,
rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan (discharge). Anestesi dan sedasi
umumnya dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan (continuum) dari sedasi
minimal sampai anestesi penuh. Karena respons pasien dapat berada pada
sepanjang kontinuum, maka penggunaan anestesi dan sedasi dikelola secara
terintegrasi.

3
 
B. Tujuan
Pedoman Pelayanan Bedah ini di susun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Sebagai panduan (guidline) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di
Instalasi Bedah Sentral.
2. Menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani
pembedahan.
3. Memberikan pelayanan di Instalasi Bedah Sentral yang aman, memuaskan dan
menghilangkan kecemasan dan stress psikis lainnya.
4. Mengurangi dan menurunkan angka kematian kecacatan dan infeksi seminimal
mungkin.
5. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara
terus menerus dan berkesinambungan.

C. Ruang Lingkup Usulan Pelayanan kamar operasi

NO NAMA PELAYANAN OPERASI TERSEDIA BELUM TERSEDIA

1 Pelayanan Bedah Orthopaedi TERSEDIA

2 Pelayanan Bedah Onkologi TERSEDIA

3 Pelayanan Bedah THT TERSEDIA

4 Pelayanan Bedah Umum  TERSEDIA

5 Pelayanan Bedah OBGYN. TERSEDIA

6. Pelayanan Bedah Mata TERSEDIA

7 Pelayanan Bedah Syaraf BELUM TERSEDIA

8 Pelayanan Bedah Mulut BELUM TERSEDIA

9 Pelayanan Bedah Jantung BELUM TERSEDIA

10 Pelayanan Bedah Vasculer BELUM TERSEDIA

11 Pelayanan Bedah Kosmetik / BELUM TERSEDIA


Plastik

12 Pelayanan Bedah Anak BELUM TERSEDIA

4
13 Pelayanan Bedah Digestif BELUM TERSEDIA

14 Pelayanan Bedah Urologi BELUM TERSEDIA

15 Pelayanan Bedah Thorax BELUM TERSEDIA

D. Batasan Operasional
1. Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi
dengan tangan. Hal ini memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca;
KI-RUR-JIA). Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana (Potter, 2006)
Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan
prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut
pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-
daysurgery).

2. Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara
sederhana, tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan
bantuan asisten untuk melakukannya, seperti: membuka abses superficial,
pembersihan luka, inokulasi, superfisial neuroktomi dan tenotomi.
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk
dilakukan daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko
terhadap nyawa pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar,
mammektomi, bedah torak, bedah otak.
c. Bedah konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara
untuk melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak dapat
mengalami perbaikan, daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi dan
imobilisasi dari fraktur pada kaki daripada melakukan amputasi terhadap kaki.

5
d. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari
penyakit tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk neoplasma,
pembedahan radikal untuk hernia.

e. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
melakukan koreksi terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas
atau malformasi, seperti: pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah,
tendon yang mengalami kontraksi.
f. Sifat Operasi:
1. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan
penundaan tanpa membahayakan nyawa pasien.
2. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam
keadaan sangat mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari
proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa pasien.

E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan bedah Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso sesuai
dengan:
1. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit:
Pasal 1 ayat 1: Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pasal 43 ayat 1 dan 2: Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien,
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menerapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
Pasal 63 ayat 2 : Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan
dengan pengendalian, pengobatan dan atau perawatan.
Pasal 63 ayat 3: Pengendalian, Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu Kedokteran dan ilmu Keperawatan.

6
Pasal 24: Bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi, standar pelayanan dan Standar Prosedur Operasional
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga Kesehatan.
6. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan 2008
7. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran.
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan.
 

7
8

Anda mungkin juga menyukai