Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR MATERI POKOK JABATAN PELAKSANA SKB CAT CPNS 2021

Analiss Hukum Pertanahan


 Kemampuan Umum : Dasar pertanahan
 Kemampuan Khusus
1) Administrasi pertanahan
2) Perumusan kebijakan bidang agraria dan tata ruang
3) Mediasi
4) Penanganan perkara pertanahan
5) Penanganan sengketa dan konflik pertanahan
6) Pendaftaran tanah
7) Penetapan hak tanah
8) Pengadaan tanah

HAK ATAS TANAH (HAT)


1. Hak Menguasai dari Negara (Hak Kommunes / Imperium)  Pasal 33 ayat (3) UUD 1945  Pasal 2 ayat (1)
UUPA
 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan
ruang angkasa
 Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum dengan bumi, air,
dan ruang angkasa
 Kebijakan (Beleid), Pengurusan (Bestuursdaad), Pengaturan (Regelendaad), Pengelolaan (Beheersdaad),
dan Pengawasan (Toezichthoudensdaad)
 “Dikuasai” artinya bukan dimiliki, melainkan kewenangan Negara sebagai organisasi kekuasaan Bangsa
untuk mengatur dan menata penggunaan dan pemanfaatan tanah serta memberikan kepastian dan
perlindungan hukum kepada masyarakat yang mengusahakan tanahnya.
2. Pasal 4 UUPA dan asas hukum pertanahan (hukum adat), HAT didasarkan pada sistemik hukum adat, meliputi
:
a. Hak Milik
 Pengertian : hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah ( namun
harus mengingat fungsi sosial)
 Subyek : WNI, Badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (badan keagamaan, sosial, dll)
 Sifat : hak turun temurun (dapat diwariskan), terkuat dan terpenuh, dapat beralih dan dialihkan ke
pihak lain, dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebankan Hak Tanggungan
 Terjadinya : berdasarkan pengakuan dan penegasan tanah bekas milik adat, penetapan oleh pemerintah
menurut cara dan syarat tertentu, ketentuan UU (putusan pengadilan, lelang), ketentuan konversi
(tanah ex Barat), dan peningkatan hak
 Pembatasan : kepemilikan tanah pertanian tidak boleh lebih luas dari batas yang ditentukan, tanah
pekarangan tidak boleh > 2 hektar (apabila > 2 hektar dikategorikan tanah pertanian)
 Hapusnya : tanahnya jatuh ke negara (pencabutan hak berdasarkan UU, penyerahan sukarela pemilik,
ditelantarkan setelah melalui tahapan yang ditentukan, ketentuan kewarganegaraan sebagaimana dalam
Pasal 21 (3) dan Pasal 26 (2) UUPA, tanahnya musnah karena bencana alam (abrasi, erosi, amblas, dll)
b. Hak Guna Usaha
 Pengertian : hak mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu yang
ditentukan guna pengusahaan pertanian, perikanan, dan peternakan
 Jangka Waktu : paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25 tahun, setelah jangka waktu
dan perpanjangan berakhir kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaruan di atas tanah yang
sam
 Sifat : dapat beralih (waris), dapat dialihkan (jual beli, tukar menukar, penyertaan modal, hibah), dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika HGU dihapus maka Hak Tanggungan
yang membebani juga dihapus secara hukum
 Subyek : WNI, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
 Obyek : tanah negara, tanah negara bekas pelepasan Kawasan Hutan Negara, tanah negara bekas hak,
tanah negara bekas tanah ulayat, tanah negara bekas Hak Pengelolaan Transmigrasi
 Terjadinya : penetapan pemerintah, HGU berlaku sejak didaftarkan di Kantor Pertanahan, tanda bukti
hak diterbitkan Sertifikat HGU
 Hapusnya = jangka waktu berakhir, dibatalkan oleh pejabat berwenang, dilepaskan pemegang hak
secara sukarela, dicabut berdasarkan UU 20/1961, ditelantarkan, tanahnya musnah, pemegang hak
tidak memenuhi syarat lagi sebagai hak
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
 Pengertian : hak mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu 30 tahun
 Jangka Waktu : paling lama 30 tahun dan perpanjangan maksimal 20 tahun, sesudah jangka waktu dan
perpanjangan habis kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaruan HGB di atas tanah yang
sama, HGB atas tanah HPL diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang HGB setelah
mendapat persetujuan pemegang HPL, permohonan perpanjangan / pembaruan diajukan minimal 2
tahun sebelum berakhirnya HGB atau perpanjangannya
 Sifat : jangka waktu terbatas, dapat beralih dan dialihkan, dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani
Hak Tanggungan), penggunaan tanah mendirikan bangunan
 Subyek : WNI, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indo dan berkedudukan di indo
 Terjadinya : di atas tanah negara berdasarkan penetapan pemerintah, di atas HPL berdasarkan
penetapan pemerintah atas usul pemegang / HPL, di atas tanah HM tejadi dengan akta yang dibuat
oleh PPAT
 Hapusnya : jangka waktu berakhir, dibatalkan oleh pejabat berwenang, dilepaskan pemegang hak
secara sukarela, dicabut berdasarkan UU 20/1961, ditelantarkan, tanahnya musnah, pemegang hak
tidak memenuhi syarat lagi
d. Hak Pakai (HP)
 Pengertian : hak menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara / tanah milik orang lain
 Jangka Waktu : paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun / diberikan untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, sesudah
jangka waktu dan perpanjangan HP habis kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaruan HP
di atas tanah yang sama, HP selama dipergunakan diberikan kepada K/L Pemerintah Non
Kementerian, Pemda, Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Inter, Badan Keagamaan dan
Badan Sosial
 Sifat : diberikan jangka waktu tertentu, dapat beralih dan dialihkan (untuk tanah yang tidak
dipergunakan untuk keperluan tertentu), dapat dijadikan jaminan hutang (dibebani Hak Tanggungan)
 Subyek : WNI, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indo dan berkedudukan di indo, K/L
Pemerintah Non Kementerian dan Pemda, Badan Keagamaan dan Sosial, Orang asing yang
berkedudukan di Indo, Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indo, Perwakilan negara
asing dan badan inter
 Terjadinya : di atas tanah negara berdasarkan penetapan pemerintah, di atas HPL berdasarkan
penetapan pemerintah atas usul pemegang / HPL, HP atas tanah HM terjadi dengan pemberian tanah
oleh pemegang HM dengan akta yang dibuat oleh PPAT, pemberian HP atas tanah HM wajib
didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan
 Peralihan : HP atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan HP atas tanah HPL dapat beralih dan
dialihkan, HP atas tanah HM hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam
perjanjian pemberian HP atau tanah HM yang bersangkutan, peralihan HP atas tanah negara harus
dilakukan dengan izin pejabat berwenang, pengalihan HP atas tanah HPL harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang HPL, pengalihan HP atas tanah HM harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang HM yang bersangkutan
 Hapusnya : jangka waktu berakhir, dibatalkan oleh pejabat berwenang, dilepaskan pemegang hak
secara sukarela, dicabut berdasarkan UU 20/1961, ditelantarkan, tanahnya musnah, pemegang hak
tidak memenuhi syarat lagi
e. Hak Pengelolaan
 Pengertian : hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
kepada pemegangnya (PP 40/1996)
 Subyek : Badan Hukum seanjang tugas dan fungsnya berkaitan dengan pengelolaan tanah (ex :
Instansi pemerintah, BUMN, BUMD, PT.Persero, dll)
 Luas : tidak dibatasi tetapi disesuaikan dengan kebutuhan peruntukan dan penggunaan tanahnya
 Kewenangan pemegang HPL : merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah. Menggunakan tanah
untuk keperluan pribadi, menyerahkan bagian tanah kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang
telah ditentukan bagi pemegang hak tersebut yang meliputi segala peruntukan, penggunaan, dan
jangka waktu dan segi keuangannya
 Sifat : tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP 24/1997, tidak dapat dipindahtangankan,
tidak dapat dijadikan jaminan hutang. berisi kewenangan perdata dan kewenangan publik, jangka
waktu selama tanah tsb dipergunakan sesuai ketentuan pemberian HPL
 Pemberian : perjanjian penyerahan penggunaan tanah, pengusulan pemberian hak kepada pihak ketiga,
permohonan hak oleh pihak ketiga kepada negara (melalui pemegang HPL)
 Hapusnya : dilepaskan oleh pemegang haknya, dicabut oleh kepentingan umum, ditelantarkan,
tanahnya musnah
f. Hak Sewa
g. Hak Membuka Tanah
h. Hak Memungut Hasil Hutan

3. HAT untuk WNA


- WNA tidak dapat memperoleh HM, HGB, dan HGU
- WNA karena perkawinan / pewarisan memperoleh tanah HM dan WNI yang kehilangan
kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak
tersebut atau hilangnya kewarganegaraan tsb  jika lewat jangka waktu maka hak tersebut hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh ke negara namun hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung
- Rumah yang dapat dimiliki WNA : rumah tunggal (di atas tanah HP, HP atas HM yang dikuasai
berdasarkan perjanjian pemberian HP di atas HM dngan akta PPAT, HP yang berasal dari perubahan HM /
HGB), sarusun (dibangun di atas tanah HP, berasal dari perubahan HM atas sarusun)

4. Hak Komunal
- Pasal 3 UUPA : keberadaan masyarakay hukum adat atas tanah yang diakui oleh negara  Permen ATR
10/2016
- Pengertian : hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hk. adat atau HM bersama atas tanah yang
diberikan kepada masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu (hutan / perkebunan)
- Subyek : masyarakat hukum adat dan kelompok masyarakat dalam kawasan tertentu (koperasi, unit /
bagian dari desa / kelompok masyarakat yang telah memnuhi persyaratan untuk dapat diberikan HAT)
- Penetapan : pengajuan permohonan ke Bupati/Walikota/Gubernur  pembentukan tim IPAT 
identifikasi dan verifikasi berkas permohonan  pemeriksaan lapangan  analisis data fisik dan yuridis
 penyampaian laporan HK  pendaftaran HAT  penyerahan sertifikat
- Kewajiban : penggunaan dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai kesepakatan para pihak, wajib
dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh MHA, harus memperhatikan kelestarian hutan sekitar

5. Pemberian HAT
- Pemberian HAT adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu HAT, termasuk perpanjangan
jangka waktu dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas Hak Pengelolaan (Ps. 1 Perka BPN RI
2/2013)
- Yang harus diperhatikan dalam pemberian HAT :
a) Status tanah tersedia (tanah negara, tanah dalam kawasan hutan, tanah bekas hak barat, tanah adat,
tanah ulayat)
b) Subyek hak yang memohon HAT (perseorangan/badan hukum/instansi pemerintahan)
c) Jenis hak yang dapat diberikan (disesuaikan dengan subyek HAT, penggunaan tanah dan RTRW)
d) Persetujuan penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan (HGB/HP di atas HPL)

6. Klasifikasi Hak Atas Tanah


a. HAT Primer = HAT yang bersumber pada hak bangsa Indo dan diberikan langsung oleh negara. Terdiri
dari : HM, HP/HGB atas tanah negara, HGU, Hak Pengelolaan  pihak yang membutuhkan dapat
mengajukan permohonan hak kepada Kpala BPN melalui Kantor Pertanahan setempat, pemberian hak
dibuktikan dengan SKPH, hak yang diberikan terjadi saat didaftar pada buku tanah HAT yang
bersangkutan oleh Pertanagan (memuat data fisik dan yuridis tanah)
b. HAT Derivatif / Sekunder = HAT yang diberikan melalui perjanjian antara pemilik tanah dengan calon
pemegang hak. Terdiri dari : HP/HGB di atas tanah HM / HPL, HP/HGB di atas tanah Hak Pengelolaan 
untuk HGB dan HP atas HM berdasarkan perjanjian pemberian hak yang dilakukan dihadapan PPAT,
bukti pemberian hak adalah Akta Pemberian Hak, terjadi / lahirnya hak tersebut adalah saat dibuatnya
APH, wajib didaftar di Kantor Pertanahan setempat (pihak ketiga), dibuat Buku Tanah dan Surat Ukur
serta diterbitkan Sertifikat HAT

7. Terjadinya HAT
a. Menurut Hk. Adat : penegasan konversi dan pengakuan hak (Ps.2 UUPA
b. Penetapan pemerintah (beschikking) : tanah negara bekas hak ( bekas HGU, HGB, HP, bekas Tanah
Terlantar), tanah negara bebas (belum pernah dilekati sesuatu HAT), tanah negara bekas Kawasan Hutan
c. Diatas tanah HM / Hak Pengelolaan berdasarkan penetapan pemerintah (beschikking) atas usul pemegang
HM / Hak Pengelolaan
d. Pemberian HAT oleh Pemegang HM (Akta PPAT) (Ps. 23 (a) angka 2 UUPA)

8. Konversi HAT (UUPA)


a. 3 jenis : berasal dari tanah Hak Barat, Hak Indonesia, dan Bekas Swapraja
b. Hak Gogolan : hak seorang gogol atas apa yang dalam perundang-undangan agrarian pada masa HB
dahulu (komunal desa) disebut Hak Sanggau / Pekulen  2 jenis : bersifat tetap dan tidak tetap
c. Hak Agrarische Eigendom : suatu hak pada masa HB dengan maksud memberikan kepada orang-orang
Indonesia/pribumi suatu hak baru yang kuat atas sebidang tanah. Diatur dalam Pasal II Ketentuan
Konversi UUPA  dikonversi jadi HM, HGU, HGB
d. Hak Erfpacht / altijddurend (Altyddurende Erfpacht) : pengganti hak usaha di atas bekas tanah partikelir
menurut S.1913 – 702  dapat berupa tanah bangunan, namun dapat juga berupa tanah pertanian. Diatur
dalam Ps. 2 Ketentuan Konversi UUPA  HM, HGU, HGB

9. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia (PP 24/1997)


- Sistem publikasi negatif : sistem dimana pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam
buku tanah dan sertifikat HAT masih dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki
tanah tersebut
- Penyelenggara : Kementerian ATR/BPN  Pelaksana : Kantah dibantu PPAT dan pejabat lain
- Definisi : rangkaian kegiatan secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, pengumpulan
pengolahan, penyajian, dan pemeliharaan data fisik dan yuridis, peta dan daftar, mengenai bidang tanah
dan sarusun, termasuk tanda bukti hak, serta hak-hak yang membebani
- Tujuan : kepastian dan perlindungan hukum (kebenaran data fisik dan yuridis, subyek, obyek, dan jenis
hak, sangat bergantung pada alat bukti), tertib administrasi pertanahan, tersedianya informasi

Layanan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) Permen ATR/BPN 9/2019


- Manfaat : meningkatkan keamanan dan menjamin kepastian hak, relokasi SDM (25%) untuk pelayanan
HT di Kantah, reformasi birokrasi mendukung zona integritas, meningkatkan kemudahan berusaha
(EoDB), menghilangkan dokumen analog (Warkah)
- Sistem : Penyelenggara (42 Kantah), Pengguna layanan pada sistem HT-el (perorangan/badan hukum
sebagai kreditur, PPAT, ASN Kementerian ATR/BPN), jenis layanan HT-el (pendaftaran, peralihan,
perubahan nama kreditur, penghapusan HT)
- Tujuan : memenuhi asas keterbukaan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan,
Meningkatkan pelayanan HT yang lebih efektif dan efisien, Menyesuaikan perkembangan hukum dan TI
- Subyek : Debitur (perorangan/badan hukum), Kreditur (atas nama Badan Hukum, atas nama Badan
Hukum sesuai dengan Akta Pendirian dan Pengesahannya)
- Obyek : SHAT atau HM Sarusun harus atas nama debitur (Permen 9/2019 ayat 5), diperluad termasuk
kepemilikan bersama
- Kekuatan Hukum Sertifikat : sebagai alat bukti yang sah (Ps. 5 ayat (1), (2), dan (3) UU 11/2008) 
informasi/dokumen elektronik / hasil cetaknya perluasan dari alat bukti yang sah sesuai HA Indo,
dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik
SENGKETA TANAH
 Sengketa Tanah : perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas.
 Konflik Tanah : perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan
hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.
 Perkara Tanah : perselisihan pertanahan yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

1. Tipologi kasus pertanahan yang ditangani ATR/BPN dikelompokkan menjadi 8:


a. Penguasaan dan pemilikan tanah;
 Konflik terkait kehutanan;
 Konflik terkait Aset BMN/BUMN;
b. Penetapan hak dan pendaftaran tanah;
c. Batas/letak bidang tanah;
d. Pengadaan tanah;
e. Tanah obyek landreform;
f. Tuntutan ganti rugi tanah partikelir;
g. Tanah ulayat;
h. Pelaksanaan putusan pengadilan.

2. Konflik / sengketa terjadi jika :


a. Penggunaan kewenangan dan kewajiban oleh para subyek HAT menciptakan benturan satu dengan lainnya
b. Tercipta ketidakpuasan salah satu subyek atau perbedaan pandangan yang disebabkan oleh tindakan
subyek yang lain

3. Sumber Sengketa / Konflik Pertanahan :


a. Perdata (Perbuatan Melawan Hukum / PMH)
 Subyek yang berhak atas tanah
 Penyerobotan / pendudukan tanah yang dipunya orang lain
 Pemindahan patok tanda batas tanah
 Penyalahgunaan dokumen/surat tanah/keputusan hukum tertentu untuk menguasai tanah orang lain
 Adanya kerugian akibat PMH
b. Administratif (Perbuatan sepihak instansi pemerintah)
 Pendaftaran tanah : pengesahan BAP Data Fisik yang belum disepakati, penerbitan sertifikat yang data
yuridis (subyek hak) belum pasti, penolakan PT berdasarkan putusan PN, kesalahan data fisik/yuridis
dalam rangka pendaftaran tanah
 Pengurusan hak : penetapan lokasi dalam pengadaan tanah yang tidak partisipatif, SK pemberian
hak/ijin lokasi yang merugikan hak orang lain, penetapan tanah terlantar

4. Dampak negatif sengketa/konflik pertanahan :


a. Ekonomis : pengeluaran biaya besar, kehilangan masa produktif, kehilangan tenaga dan pikiran kerja
produktif
b. Sospol : hilangnya hubungan sosial masyarakat, hilangnya kepercayaan publik kepada pemerintah,
ancaman terhadap keutuhan bangsa
c. Ekologi : tanah berada dalam status quo dengan konsekuensi terjadi penelantaran tanah dan penuruan
kualitas LH

5. Pola Penanganan/Penyelesaian Konflik Pertanahan (Permen ATR/BPN 11/2016)


- Kewenangan Kementerian ATR/BPN
a. Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan, dan/atau perhitungan luas
b. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan HAT bekas milik adat
c. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah
d. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
e. Tumpang tindih hak/sertifikat HAT yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan;
f. Kesalahan prosedur dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah;
g. Kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti;
h. Kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;
i. Kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
j. Penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
k. Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan
- Penanganan/penyelesaian konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan pengadilan.
- Penanganan/penyelesaian konflik bukan merupakan kewenangan kementerian ATR/BPN dan menjadi
kewenangan instansi lain (selain Pengadilan) dilakukan dengan cara mediasi

6. Pencegahan Sengketa/Konflik Pertanahan oleh KATR/BPN


- Mengusulkan RUU tentang Pertanahan dalam prioritas Prolegnas Prioritas DPR RI;
- Melaksanakan reforma agrarian;
- Melaksanakan pengendalian pemberian HAT skala besar (HGU dan HGB)
- Memberlakukan kebijakan One Map Policy
- Membangun basis data sengketa dan konflik pertanahan
- Meningkatkan kualitas pencatatan/administrasi pertanahan dan kualitas SDM pertanahan
- Penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi peraturan pertanahan
- Pembinaan, peningkatan partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat
- Sinkronisasi peraturan pertanahan (dari 632 peraturan, sebanyak 208 telah dicabut karena tumpang tindih)

7. Peran PPAT dalam mencegah timbulnya sengketa:


- PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai HAT atau HM atas Sarusun (Ps. 1 angka 1 PP 24/2016)
- Tugas Pokok PPAT : melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai
bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai HAT atau HM atas Sarusun yang akan
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan
hukum itu (Ps. 2 ayat (1) PP 37/1998)
- PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Ps. 5 ayat (1) PP 37/1998)
- PPAT berperan dengan melaksanakan tugas pokok dan fungsi PPAT dengan baik dan benar sesuai yang
diamanatkan dalam PPU
- PPAT dilaran :
a. Melakukan pembuatan akta sebagai pemufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa/konflik
pertanahan
b. Memberikan keterangan tidak benar/palsu di dalam akta yang mengakibatkan sengketa/konflik
pertanahan
c. Membuat akta yang tidak menghadirkan para pihak/atau salah satu pihak atau kuasanya yang
berwenang sesuai dengan PPU
d. Membuat akta dengan menggunakan kuasa menjual, kecuali dilengkapi dengan perjanjian perikatan
jual beli
e. Membuat akta yang objeknya diketahui masih dalam sengketa/perkara di pengadilan sehingga
mengakibatkan penghadap yang bersangkutan tidak berhak melakukan perbuatan hukum
f. Membuat akta dalam masa dikenakan sanksi pemberhentian sementara / dalam keadaan cuti
- Kewajiban PPAT:
a. Akta wajib ditandatangani oleh pasangan penjual (suami/istri) jika sudah menikah / seluruh ahli waris
tanpa kecuali jika boedel waris
b. Sebelum akta dibuat wajib dilakukan pengukuran terlebih dahulu untuk objek yang belum bersertifikat
/ objek yang akan dipisahkan
c. Melakukan pengecekan sertifikat dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama dengan pembuatan
akta;
d. Mempelajari aturan perundang-undangan agar tidak salah dalam melakukan tindakan
- Tindak Pidana PPAT :
a. Sangkaan penempatan keterangan palsu dalam akta otentik (Ps. 263, 264, 266, dan 55 KUHP)
 Membantu melengkapi/menyempurnakan/menambahkan catatan pada alas HAT atau berkas
permohonan
 Tidak melakukan tahapan pekerjaan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan
b. Sangkaan TP menghilangkan aset pemerintah (Ps. 2 & 3 UU Tipikor jo. Ps. 55 KUHP)
 Kompromi dengan data yang berbeda
 Tuduhan memberikan suap/gratifikasi dalam pelaksanaan tugas
c. Sangkaan penggelapan barang milik orang lain (Ps. 372 dan 55 KUHP)
 Membuat akta jual beli yang tidak dilakukan oleh penjual yang berhak sehingga menyebabkan
hilangnya tanah ybs
 Tidak melakukan tahapan pekerjaan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan
d. Sangkaan TP pemerasan/pungli (Ps. 368 KUHP)
 Menarik tarif melebihi ketentuan
HUKUM AGRARIA

 Hukum Agraria sebelum UUPA : Agrarische Wet 1870, Hukum Adat (Ciptaan Pemerintah Hindia Belanda),
Hukum Adat (Ciptaan Swapraja)
 Agrarische Wet 1870 : diberlakukan pada 1870 oleh Engelbertus de Waal (Menteri Jajahan)
 HAT menurut BW :
 Domeinverklaring : semua tanah yang bebas sama sekali daripada hak seseorang dianggap menjadi
vrij landsdamein (tanah dimiliki dan dikuasai negara)
 Onvrij landsdomein : tanah negara yang di atasnya ada hak sesuai dengan ketentuan BW maupun
hukum adat setempat
 Hak yang didaftarkan menurut Overschrijvings-ordonnantie :
1) Hak Eigendom : hak untuk menggunakan suatu benda dengan bebas sepenuhnya (Ps 674 ayat (1)
KUHPdt)  tidak boleh bertentangan dengan UU dan mengganggu hak orang lain  demi
kepentingan umum memungkinkan untuk dicabut  revindikasi (hak menuntut di pengadilan dari
campur pihak ketiga)
2) Hak Erfpacht : hak untuk menarik penghasil seluas-luasnya untuk waktu lama dari sebidang tanah
milik orang lain dengan kewajiban membayar uang atau penghasilan tiap tahun yang dinamakan
“pacht” (Ps 720 KUHPdt)  dapat diserahlepaskan dan dapat dibebani hipotek, dapat melakukan
perjanjian yang menyimpang dari ketentuan BW
3) Hak Opstal : hak untuk mempunyai bangunan, pekerjaan, atau tanaman di atas sebidang tanah lain
(Ps 711 KUHPdt)  punya jangka waktu, dapat diserahlepaskan, tidak diberikan untuk
perusahaan pertanian
4) Hak Gebruik dan Vruchtgebruik : hak kebendaan atas benda orang lain bagi seseorang untuk
mengambil benda sendiri dan memakai apabila ada hasilnya dan diatur melalui perjanjian atau
sesuai Ps 821 KUHPdt  dikonversi menjadi Hak Pakai
 Hak yang tidak didaftarkan menurut Overschrijvings-ordonnantie :
1) Hak Agrarisch Eigendom : hak eigendom yang diberikan kepada masyarakat asli Indonesia oleh
pemerintah Hindia Belanda disertai syarat pembatasan
2) Hak Gogolan, Pekulen atau Sanggan, Hak Concessie dan Sewa, Grant Controleur, Bruikleen,
Ganggam Bauntuik, Anggaduh, Bengkok, Lungguh, Pituwas
 UU 5/1960 : Agraria meliputi bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.  Ps. 1 ayat (4) UUPA = bumi mencakup permukaan, tubuh, dan di bawah bumi serta yang di
bawah air

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT BESERTA ISI


 UU 5/1960 (UUPA)
 Lahir pada 24 September 1960 oleh Soekarno, UUPA dikeluarkan untuk mengganti produk hukum
kolonial (monopoli) tentang tanah  perubahan fundamental
 Perkembangan Hk. Agraria:
 Pluralistik : bersumber pada hk. adat (komunalistik religious - bersama dan ketuhanan) + hk. perdata barat
(individualistik liberal) + bekas daerah swapraja (Feudal / Agrarische Wet 1870)
 Dualisme : KUHPdt untuk pribumi = nonpribumi
 UUPA : unifikasi hukum tanah se-Indonesia namun tetap menghormati dan mengakui hak adat atas tanah
 UU 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air
 UU 26/2007 tentang Penataan Ruang
 Pola ruang : distribusi peruntukan ruang dalam satu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan fungsi budidaya  Peta Pola Ruang (zona-zona peruntukan)  Peta Rencana Umum Tata
Ruang
 Struktur ruang : susunan pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional  peta struktur digambarkan dalam bentuk rencana prasarana seperti jaringan jalan dan jalan
kereta api, pelabuhan, bandara, terminal, pusat pertumbuhan.

Asas penyelenggaraan penataan ruang (Ps 2) : keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, keberlanjutan,
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan
umum, kepastian hukum dan keadilan, akuntabilitas

Tujuan : terwujudnya keharmonisan lingkungan alam dan buatan, keterpaduan dalam penggunaan SDA dan SDB
dengan memperhatikan SDM, perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang. Proses terdiri atas : pengaturan - pelaksanaan – pembinaan – pengawasan.
LANDREFORM

 Pengertian (dalam arti luas) meliputi Agrarian Reform


- Pembaharuan hk. agrarian
- Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi colonial atas tanah
- Mengakhiri penghisapan feudal secara berangsur-angsur
- Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan
penguasaan tanah  dalam arti sempit
- Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta
penggunaannya secara terencana sesuai daya dukung dan kemampuannya
 Pengertian (dalam arti sempit)
- Pembatasan luas maks penguasaan tanah
- Larangan pemilikan tanah secara absentee
- Redistribusi tanah
- Pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan
- Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil
- Penetapan luas min. pemilikan tanah pertanian
 Penetapan luas maks pemilikan dan penguasaan tanah pertanian
- Dasar : keluarga (suami, istri, anak-anak yang belum kawin dan menjadi tanggungannya dan jumlahnya 7
orang
- Seorang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga, bersama-sama hanya diperbolehkan
menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri / kepunyaan orang lain / milik sendiri bersama
kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi maksimum dalam daftar dibawah
- Bagi keluarga yang jumlahnya lebih dari 7 orang, maka luas maks untuk setiap anggota keluarga
selebihnya dari 7 ditambah 10%, paling banyak 50%. Jumlah tanah pertanian yang dikuasai seluruh
anggota keluarga tidak boleh > 20 ha
- Apabila menguasai sawah dan tanah kering, maka untuk menghitung luas maksimum tsb luas sawah
dijumlahkan dengan luas tanah kering, dengan menilai :
a) Tanah kering = sawah + 30% untuk daerah tidak padat
b) Tanah kering = sawah + 20% untuk daerah padat

Penduduk/km2 Golongan daerah Sawah (ha) Tanah kering (ha)


s/d 50 Tidak padat 15 20
51 s/d 250 Kurang padat 10 12
251 s/d 400 Cukup padat 7,5 9
401 ke atas Sangat padat 5 6

 Larangan pemilikan tanah secara absentee


- Dilarang pemilikan tanah pertanian oleh orang diluar kecamatan tempat tinggalnya, kecuali pemilik yang
bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan letak tanah, asal jaraknya masih
memungkinkan untuk mengerjakan tanah secara efisien
- Tujuan : agar hasil yang diperoleh dari pengusahaan tanah sebagian besar dapat dinikmati oleh masyarakat
desa tempat letak tanah
 Redistribusi tanah
- PP 224/1961, tanah yang akan dibagikan (obyek):
a) Tanah kelebihan dari batas maks
b) Tanah yang diambil pemerintah karena pemiliknya bertempat tinggal diluar daerah
c) Tanah swapraja dan bekas swapraja yang beralih ke negara
d) Tanah lain yang dikuasai negara
- Subyek yang akan mendapat tanah dengan status HM mengikuti urutan prioritas sbb:
a) Penggarap yang mengerjakan tanah ybs
b) Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah ybs
c) Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah ybs
d) Penggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah ybs
e) Penggarap yang mengerjakan tanah HM
 Pengembalian dan Penebusan tanah pertanian yang digadaikan:
- Hak gadai yang sudah berlaku 7 tahun/lebih wajib mengembalikan tanahnya kepada pemiliknya tanpa
menuntut uang tebusan
- Terhadap hak gadai yang belum berlangsung 7 tahun, pemilik tanah dapat meminta kembali setiap waktu
tanahnya setelah selesai dipanen dengan membayar uang tebusan yang dihitung menurut rumus: (7 + ½) –
waktu berlangsungnya gada X uang gadai : 7
 Perjanjian bagi hasil (UU 2/1960)
- Penggarap : orang tani yang tanah garapannya (dengan PBH) tidak lebih dari 3 ha, kecuali dengan izin
menteri dan badan hukum dengan izin menteri
- Bentuk : dibuat secara tertulis dihadapan kepala desa dan disaksikan oleh 2 orang (pemilik dan
penggarap), disahkan oleh camat
- Jangka waktu :
a) sawah minimal 3 tahun dan tanah kering minimal 5 tahun
b) tidak terputus oleh pemindahan HM
c) jika penggarap meninggal PBH diteruskan ahli warisnya
d) pemutusan PBH sebelum JW berakhir apabila:
 persetujuan 2 belah pihak dan dilaporkan ke kepala desa
 izin kepala desa atas tuntutan pemilik apabila penggarap tidak melaksanakan perjanjian
e) pembagian hasil tanah ditetapkan bupati dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah,
kepadatan penduduk, zakat, faktor ekonomi, dan adat
f) larangan pemberian uang/barang kepada pemilik (sromo)
g) PBB dibayar pemilik
h) Setelah berakhirnya PBH, penggarap mengembalikan tanah kepada pemilik dalam keadaan baik
 Luas minimum pemilikan tanah pertanian : petani sekeluarga minimal 2 ha, larangan memecah tanah pertanian
menjadi kurang 2 ha
 Landasan Idiil : Sila 5 Pancasila, Landasan Konstitusional : Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
 PPU :
 UU 1/1958 : Penghapusan Tanah Partikelir
 UU 2/1960 : Perjanjian Bagi Hasil
 UU 5/1960 : UUPA (Ps. 7, 10, 17)
 UU 56/Prp/1960 : Penetapan Luas Tanah Pertanian
 PP 224/1961 : Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi jo. PP 41/1964
 Tap MPR IX/2001 : Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan SDA
 PP 11/2010 : Penertiban dan Pendayaguaan Tanah Terlantar
 Pasal UUPA tentang Obyektif Landreform :
 Ps. 6 = semua HAT mempunyai fungsi sosial
 Ps. 7 = untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan
 Ps. 10 (1) = setiap orang dan BH yang mempunyai sesuatu HAT pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan sendiri / mengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.
 Ps. 11 =
(1) hubungan hukum antar orang (termasuk BH) dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta wewenang
yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam Ps. 2
ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan pekerjaan orang lain yang melampaui batas
(2) Perbedaan dalam keadaan masy dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap
kepentingan golongan ekonomi lemah
 Ps. 12 (1) = segala usaha bersama lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional dalam bentuk koperasi / bentuk gotong royong lainnya
 Ps. 13 =
(1) Pemerintah berusaha agar usaha dalam lapangan agrarian diatur sedemikian rupa, sehingga
meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Ps. 2 (3) serta menjamin
bagi setiap WNI, derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agrarian dari organisasi dan perseorangan
yang bersifat monopoli swasta
 Ps. 17 =
(1) Diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tsb oleh satu
keluarga / BH
(2) Penetapan batas maksimum dilakukan dengan peraturan perundangan, di dalam waktu yang singkat
(3) Tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum diambil oleh pemerintah dengan ganti
kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan dalam PP
(4) Tercapainya batas minimum yang ditetapkan dengan PPU dilaksanakan secara berangsur-angsur
 Perpu 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
 Ceiling tanah pertanian yang dapat dimiliki orang, baik sendiri / bersama dengan orang lain
 Penghapusan gadai tanah pertanian
 Penetapan batas minimum tanah pertanian sebesar 2 ha yang dicapai secara berangsur-angsur
 PP 224/1961
 Tanah yang terkena landreform yaitu tanah surplus (kelebihan maksimum), tanah absentee, tanah swapraja
dan ex-swapraja, tanah ex-partikelir, dan tanah yang dikuasai oleh negara
 Pemberian ganti rugi kepada bekas pemilik tanah
 Pembagian tanah dan syarat-syaratnya, seperti prioritas orang yang akan mendapat redistribusi tanah
 Larangan tanah absentee
 Land consolidation, dimana tanah disatukan untuk menghemat tenaga, modal, ongkos produksi, dll
 Koperasi pertanian
VISI
Terwujudnya Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Terpercaya dan Berstandar Dunia dalam
Melayani Masyarakat untuk Mendukung Tercapainya: “Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”

MISI
1. Menyelenggarakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Produktif, Berkelanjutan dan
Berkeadilan;
2. Menyelenggarakan Pelayanan Pertanahan dan Penataan Ruang yang Berstandar Dunia.

MOTTO
Melayani, Profesional, Terpercaya

PERPRES 47/2020 : KEMENTERIAN ATR


 (Ps.2 ) Menteri dibantu Wakil Menteri
 (Ps. 4) Tugas : menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang
 (Ps. 5) Fungsi :
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, survei dan pemetaan pertanahan
dan ruang, penetapan hak dan pendaftaran tanah, penataan agraria, pengadaan tanah dan pengembangan
pertanahan, pengendalian dan penertiban tanah dan ruang, serta penanganan sengketa dan konflik
pertanahan;
b. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian ATR/BPN;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab KATR/BPN;
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian ATR/BPN;
e. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan KATR/BPN di daerah;
f. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian ATR/BPN.
 (Ps. 6) Struktur Organisasi
a. Sekretariat Jenderal (Ps. 7 – 9)
b. Direktorat Jenderal Tata Ruang (Ditjen I) (Ps. 9 – 12)
c. Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang ((Ditjen II) (Ps. 13 – 15)
d. Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah ((Ditjen III) (Ps. 16 – 18)
e. Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Ditjen IV) (Ps. 19 – 21)
f. Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Ditjen V) (Ps. 22 – 24)
g. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang ((Ditjen VI) (Ps. 25 – 27)
h. Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ((Ditjen VII) (Ps. 28 – 30)
i. Inspektorat Jenderal (Itjen) (Ps. 30 – 33)
j. Staf Ahli (Ps. 34 – 35)
 Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat; (Ps. 34 – 35)
 Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi;
 Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah;
 Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan;
 Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi;
k. Pusat
 Pengembangan Sumber Daya Manusia, yang selanjutnya disebut PPSDM;
 Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan;
 Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang
selanjutnya disebut Pusdatin.
 (Ps. 39) Jafung : sesuai kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan PPU.
 (Ps. 42) Menteri menyampaikan laporan ke Presiden mengenai hasil pelaksanaan secara berkala / sewaktu-
waktu sesuai kebutuhan

PERPRES 48/2020 : BPN


 (Ps. 1) BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden, BPN dipimpin oleh Kepala.
 (Ps. 2) Tugas :melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan PPU.
 (Ps. 3) Fungsi :
a. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei dan pemetaan pertanahan;
c. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak dan pendaftaran tanah;
d. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang redistribusi tanah, pemberdayaan tanah masyarakat,
penatagunaan tanah, penataan tanah sesuai rencana tata ruang, dan penataan WP, PPK, perbatasan dan
wilayah tertentu;
e. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah dan pengembangan pertanahan;
f. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penertiban penguasaan dan pemilikan
tanah, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang;
g. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penanganan dan pencegahan sengketa dan konflik serta
penanganan perkara pertanahan;
h. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
i. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi di lingkungan BPN;
j. pelaksanaan pengelolaan data dan informasi pertanahan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
k. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan
l. pelaksanaan pengembangan SDM di bidang pertanahan.
 (Ps. 7) Unsur pendukung BPN = Kementerian ATR
 (Ps. 8) Kanwil BPN di provinsi dan Kantah di Kabupaten/Kota
 (Ps. 9) Jafung : sesuai kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan PPU.
PENGUASAAN TANAH PULAU-PULAU KECIL, WILAYAH PESISIR, REKLAMASI, DAN TANAH
TIMBUL

 UU 27/2007 jo UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir & PPK : memberikan jaminan kepastian
hukum dalam pengelolaan
 Wilayah pesisir : daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi perubahan di darat dan
laut  kea rah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari
garis pantai untuk provinsi
 Pulau kecil : luas lebih kecil / sama dengan 2.000 km 2 beserta kesatuan ekosistemnya
 Pengelolaan : perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian interaksi manusia dalam pemanfaatan
SDA pesisir dan PPK serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masy dan keutuhan NKRI (Ps. 5 UU 27/2007)
 Pemanfaatan : Perairan pesisir, PPK dan perairan sekitar, Konservasi, Rehabilitasi, Reklamasi
 Mekanisme : wajib memiliki izin lokasi sebagai dasar pemberian izin pengelolaan  izin lokasi diberikan
berdasarkan Rencana Zonazsi WP dan PPK (wajib mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan PPK,
masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai kapal asing
 Kedudukan MHA dalam pemanfaatan : jika WP dan PPK dikuasai MHA maka pemanfaatannya menjadi
kewenangan MHA  pembatasan (Ps 21 (2) UU 1/2014) : pemanfaatan dilakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan nasional dan sesuai dengan ketentuan PPU
 Permen ATR/BPN 17/2016 tentang Penataan Pertanahan di WP & PPK : status tanah di WP & PPK adalah
tanah negara
 Pantai : diberikan kepada bangunan untuk pertanahan dan keamanan, pelabuhan/dermaga, tower penjaga
keselamatan pengunjung pantai, tempat tinggal MHA / anggota masy yang secara turun temurun sudah
bertempat tinggal di situ, pembangkit listrik
 Perairan pesisir : bangunan yang harus ada di wilayah perairan pesisir (program strategis nasional,
kepentingan umum, permukiman di atas air bagi MHA, pariwisata)
 WP : dilakukan sesuai PPU, mendapat rekomendasi, memenuhi ketentuan perizinan (dikecualikan untuk
MHA yang telah tinggal lama disitu)
 PPK : paling banyak 70% dari luas pulau / sesuai arahan RTRW dan rencana zonasi PPK, sisa paling
sedikit 30% dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kawasan lindung, area publik, atau kepentingan
masyarakat, harus mengalokasikan 30% luas pulau untuk kawasan lindung, (apabila diperlukan)
pemerintah dapat menguasai PPK secara utuh, tidak boleh menutup akses publik
 Tanah Reklamasi
 Diatur dalam Ps. 34 UU 27/2007  Perpres 122/2012 : Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam
rangka meningkatkan manfaat SD lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurungan, pengeringan lahan / drainasi  Permen ATR/BPN 17/2016
 Dapat diberikan HAT
 Tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut
 Meliputi pesisir laut buatan, tepian sungai buatan, tepian danau buatan, pulau buatan
 Perencanaan : dibuat oleh pihak yang akan melaksanakan reklamasi, penentuan lokasi Rencana Induk
Studi Kelayakan Rencana Detail
 Perizinan : pihak yang akan melakukan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan 
diajukan ke Menteri (kawasan strategis nasional, lintas provinsi, pelabuhan perikanan yang dikelola
pemerintah), Gubernur, Walikota/Bupati (wilayah sesuai kewenangan, pelabuhan perikanan yang dikelola
Pemda)
 Pelaksanaan : pengurugan, pengeringan lahan drainase
 Tanah timbul (Permen ATR/BPN 17/2016) : tanah yang dikuasai langsung negara, meliputi tanah timbul pada
pesisir laut, tepian sungai, tepian danau, dan pulau  luasan paling luas 100 m2 merupakan milik pemilik
tanah yang berbatasan langsung dengan tanah timbul tsb
 Garis Pangkal (Baseline)  UNCLOS 1982
 Normal : cara penarikan garis mengikuti kontur pantai dengan kondisi wajar
 Straight : digunakan negara yang kontur pantainya berbentuk “zig-zag” (banyak teluk / tanjung) / terdapat
banyak pulau di sepanjang pantai
 Archipelagic : digunakan negara yang memenuh kriteria negara kepulauan (Indonesia, Filipina, dll)
 Masalah yang kerap terjadi di pulau-pulau kecil:
a. Pertanahan dan keamanan negara, khususnya di pulau kecil dan terluar (PPKT)
b. Penjualan tanah / pulau kecil kepada WNA, misal : Pulau Maratua di Kab. Berau
c. Penguasaan pulau kecil secara privat oleh WNA dan WNI, seperti pulau Nikoi di T.Pinang, Pulau Bawah
di Anambas, P.Manis di Batam
d. Penggunaan nominee (perjanjian pinjam nama) dalam penguasaan tanah dan proses investasi, seperti di
Pulau Maratua, Kab. Berau, Pulau Bidadari, dan Labuan Baju
e. Isu okupansi / klaim kepemilikan pulau oleh WN lain, seperti di Pulau Manis Batam
f. Kerusakan lingkungan dan pencemaran pulau-pulau kecil, seperti Pulau Bangka di Minahasa Utara dan
pulau kecil di Bangka Belitung
g. Penutupan akses masyarakat dan nelayan lokal oleh investor di pulau kecil, seperti Gili Gede Lombok
Barat, Pulau Nikoi di Tanjung Pinang, dan Wakatobi
h. Konflik pemanfaatan tanah dan alih fungsi hutan di antara investor dan masyarakat, seperti di Pulau
Romang Maluku Barat Daya, Pulau Pari Kep. Seribu, dan Pulau Jemaja di Anambas
i. Aktivitas illegal di pulau kecil seperti penyelundupan orang dan barang, perbudakan, illegal fishing, illegal
logging, narkoba, seperti di Benjina Kep. Aru dan Pulau Bawah di Anambas
j. Pelanggaran peraturan pertanahan, pemberian HAT (SHM) secara perorangan yang mencapai 20 ha/orang
dalam satu hamparan, seperti di Pulau Maratua Berau
k. Pemanfaatan pulau kecil belum memberikan PNBP secara optimal bagi negara
Problematika Mengenai Tanah Eks Swapraja (Tanah Negara) di Indonesia

 Swapraja ; wilayah yang memiliki hak pemerintahan sendiri (zaman Belanda = zelfbestuur)
 (Boedi Harsono) Swapraja = wilayah pemerintahan yang merupakan nagian dari daerah Hindia Belanda yang
kepala wilayahnya (Sultan, Sunan, Raja, atau nama adat lain), berdasarkan perjanjian dengan pemerintah HB
menyelenggarakan pemerintahan sendiri (Indische Staatsregeling 1855 Ps.21) di wilayah yang bersangkutan,
masing-masing berdasarkan perjanjian tersebut serta adat-istiadat daerah masing-masing yang beraneka ragam.
 UUPA
 Diktum IV (A) : Hak dan wewenang atas bumi dan air dari Swapraja / bekas Swapraja (kerajaan) yang
masih ada pada waktu mulai berlakunya UU ini hapus dan beralih ke negara = Tanah Negara
 Diktum IV (B) : Hal-hal terkait dengan ketentuan dalam huruf A diatur lebih lanjut dengan PP
 PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian
 Ps. 4 : tanah swapraja dan bekas swapraja yang beralih ke negara, diberi peruntukan, sebagian untuk
pemerintah, sebagian untuk mereka yang langsung dirugikan karena dihapuskannya HAT tsb dan sebagian
untuk dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan
 Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria
 Ps. 7 ayat (1) huruf k : objek redistribusi tanah yaitu tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah
swapraja/bekas swapraja yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan PPU sebagai objek redistribusi
tanah
 Konflik horizontal yang melibatkan masyarakat yang telah menempati tanah dan bangunan eks kerajaan
dengan pihak eks kerajaan yang berakhir sengketa Pengadilan. Warga menserifikatkan tanah eks swapraja
tanpa pelepasan hak dari pihak eks kerajaan, begitu pula pemerintah setempat
 Pemaknaan atas tanah eks kerajaan yang berbeda antara pemda dan pihak eks kerajaan
 Beberapa eks kerajaan (swapraja) : Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran Surakarta, Kerajaan Sumenep
Jatim, Kerajaan Denpasar dan Buleleng Singaraja Bali, Kasultanan Kotawaringin Kalteng
 Tanah eks-swapraja : Publik, Perdata, Cagar Budaya (UU 11/2010)

Sistem Penguasaan Konsepsi HAT Tertinggi Alat Bukti Peraturan


Swapraja Feodal Pada Raja Ada Sebagian tertulis
Adat Komunal – Religius Tanah Ulayat Tidak ada Umumnya tidak tertulis
Barat Individual – Liberalistik Hak Milik Ada Tertulis

Swapraja bukan masyarakat adat, tanag swapraja bukan tanah ulayat (adat)  swapraja dalam UUPA dihapus
untuk menghapus hak yang bersifat feudal dan tidak sesuai dengan UUPA sebagai hukum tanah nasional

Istilah swapraja : Ps. 18 UUD 1945, Ps. 132 UUDS 1950, UU 22/1948 (Daerah Istimewa)

Hak tanah bekas hak Swapraja :

 Hanggaduh : memakai tanah kepunyaan raja


 Grant : HAT atas pemberian raja kepada bangsa asing
1) Grant Sultan  hak untuk mengusahakan tanah yang diberikan oleh sultan kepada para kaula
swapraja, didaftar di kantor pejabat pamong praja
2) Grant Controleur  hak yang diberikan oleh sultan kepada para buka kaula swapraja  pendaftaran
dilakukan di kantor Controleur  diubah menjadi hak postal dan hak erfpacht
3) Grant Deli Maatschappy  hak yang diberikan sultan  wewenang memberikan bagian-bagian tanah
grant kepada pihak ketiga/lain

Hak konsensi untuk Perusahaan Kebun Besar : hak untuk mengusahakan tanah swapraja yang diberikan oleh
kepala swapraja yang bentuknya sebagai yang ditetapkan dalam misal : Byblad 3381, 4350, 4770, 5707. Hak
konsensi ini tidak dapat dihipotekkan

Hak sewa untuk Perusahaan Kebun Besar : hak sewa atas tanah negara, termasuk tanah bekas swapraja untuk
dipergunakan perkebunan yang luasnya 25 Ha / lebih sesuatu dengan batas yang ditentukan dalam pasal 28 (2)
UUPA.
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)

 Pengertian : kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama
lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya.
 Membangun data bidang tanah baru dan sekaligus menjaga kualitas data bidang tanah yang ada agar seluruh
bidang tanah terdaftar lengkap dan akurat
 Tahap :
 Pendaftaran Tanah Kabupaten/Kota Lengkap (PTKL) : berbasis Desa/Kelurahan Lengkap yang jumlah
bidang tanah terdaftarnya diatas 80% dan bidang tanah belum terdaftarnya tersebar secara sporadic (diatur
lebih lanjut dalam Bab 15)
 Pendaftaran Tanah Lintas Sektor : meliputi sertifikasi Nelayan Tangkap, Budidaya, UMK dan Petani
Sawit Mandiri yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama antar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa
Sawit dan Kementerian ATR/BPN, yang obyeknya berada di dalam penetapan lokasi PTSL
Desa/Kelurahan dilaksanakan melalui mekanisme PTSL. Apabila obyeknya berada di luar penetapan
lokasi PTSL maka diselesaikan dengan PBT Mandiri dan SHAT mandiri. Untuk pelaksanaan Pendaftaran
Tanah Lintas Sektor mengacu pada Juknis Pendaftaran Tanah Lintas Sektor yang berlaku
 Ruang lingkup:
 Kegiatan PTSL;
 Tindak lanjut hasil PTSL;
 Peningkatan kualitas data bidang tanah terdaftar;
 Desa/Kelurahan Lengkap dan Kota/Kabupaten Lengkap;
 Aplikasi Survey Tanahku; dan
 Output, Eviden dan Anggaran.
 Perencanaan : Kepala Kantor Pertanahan melakukan (1) Identifikasi Data Pertanahan, Penyelesaian K4 Studio
dan Reposisi, (2) Penyusunan roadmap dan Penentuan strategi PTSL.
 Penetapan Lokasi : (1) Prioritas Penetapan Lokasi berdasarkan Kondisi Data Pertanahan, (2) Prosedur
Penetapan Lokasi

PENDAFTARAN TANAH
 Dasar Hukum :
- Ps. 19 UUPA
- PP 24/1997
- Perka BPN 3/1997
- PP 46/2002
 Pengertian : rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan sarusun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang tanah yang sudah ada hakanya dan HM atas sarusun serta hak tertentu yang
membebaninya
 Asas (Ps. 2 PP 24/1997)
- Sederhana : ketentuan dan prosedur mudah dipahami
- Aman : diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasil menjamin kepastian hukum
- Terjangkau : oleh pihak yang memerlukan
- Mutakhir : kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan
data
- Terbuka : masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat
 Obyek (Ps. 9 PP 24/2997)
- Bidang tanah : HM, HGU, HGB, HP
- Tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, tanah milik atas sarusun, hak tanggungan, tanah negara (dilakukan
dengan cara membukukan dalam daftar tanah)
 Tujuan (UUPA jo. PP 24/2997)
- Memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak
- Menyediakan informasi kepada pihak berkepentingan agar mudah memperoleh data yang diperlukan
dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan sarusun terdaftar
- Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
 Tujuan secara teoritis : Recht Kadaster, Fiskal Kadaster, Land Information System/Multi Purpose Cadaster
(kepastian hukum, pajak, harga tanah, potensi tanah)
 Sistem pendaftaran tanah : publikasi positif dan publikasi negatif
 Obyek daftar : registration of titles (buku tanah/hak) dan registration of deeds (perbuatan hukum/akta)
 UUPA jo. PP 24/2997 menganut : sistem pendaftaran hak yang terlihat dari adanya buku tanah dan sertifikat
sebagai bukti hak yang kuat, sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif
- (Ps. 32) sertipikat sbg surat tanda bukti hak yang berlaku sbg alat pembuktian yang kuat mengenai data
fisik dan yuridis didalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tsb sesuai dengan data yang ada dalam surat
ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan
- Pihak lain yang merasa mempunyai HAT itu tidak dapat lagi menuntur pelaksanaan hak tsb apabila dalam
5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang
sertifikat dan Kepala Kantah yang bersangkutan / tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai
penguasaan tanah / penerbitan sertifikat tsb
 Pelaksanaan
- Pendaftaran pertama kali
a) Pengumpulan dan pengolahan data fisik
b) Pembuktian hak dan pembukuan
c) Penerbitan sertifikat
d) Penyajian data fisik dan yuridis
e) Penyimpanan daftar umum dan dokumen
- Pemeliharan pendaftaran
a) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya
 Pendaftaran tanah pertama kali
- Sistematik
a) Dilakukan serentak yang meliputi semua objek pendaftaran yang belum didaftar dalam wilayah /
bagian wilayah desa
b) Prakarsa pemerintah dengan penetapan menteri
- Sporadik
a) Dilakukan untuk satu/beberapa objek pendaftaran dalam satu wilayah / bagian wilayah secara
individual / massal
b) Atas permintaan yang berkepentingan
PPAT

 PPAT = Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta pemindahan HAT dan akta
pembebanan HAT dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut PPU yang
berlaku (Pasal 1 angka (4) UU 4/1996)
 Tugas : Melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang kemudian akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum (PP 37/1998)
 Fungsi (Penjelasan UU 4/1996 dan PP 37/1998)
- Membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta ppat.
- Meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) dari pemindahan hak atas tanah sebelum membuat akta.
 PP 24/2016
- PPAT berwenang buat Akta Otentik perbuatan hukum tertentu
- Akta PPAT adalah sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
 Jenis :
- PPAT Sementara : Pejabat pemerintah (Camat) yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta-akta di daerah yang belum cukup terdapat
PPAT
- PPAT Khusus : Kepala Kantor Pertanahan yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan
tugas PPAT dengan membuat akta ppat tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program-
program pelayanan masyarakat atau tugas pemerintah tertentu
Pembahasan Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI
1. Semboyan Kementerian ATR/BPN : Bhumibhakti Adhiguna = tanah didayagunakan untuk memberi manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
2. Sejak 27 Juli 2016 Kementerian ATR/BPN dipimpin oleh Sofyan Djalil.
3. Kementerian ATR/BPN dibentuk pertama kali pada 12 Agustus 1955
4. Sebelum menjadi sebuah Kementerian, urusan agraria diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri.
5. Dasar hukum dibentuknya Kementerian ATR/BPN adalah PP Nomor 17 Tahun 2015.
6. Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu, rancangan
UUPA disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
7. Dengan berlakunya UUPA yang menjadi produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat, maka
undang-undang sebelumnya yang dibuat oleh Belanda dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. UU yang dicabut
tersebut adalah Agrarische Wet. Agrarische Wet (S. 1870-55) adalah sebuah undang-undang yang dibuat di
Belanda yang kemudian diberlakukan di Indonesia sebagai ayat-ayat tambahan dari Pasal 62 Regerings
Reglement Hindia Belanda tahun 1854.
8. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, Kementerian Negara Agraria
dibubarkan melalui Kepres Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Kepres Nomor 26 Tahun 1988. Kepala
BPN dirangkap oleh Mendagri RI. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil
Kepala BPN.
9. Kedudukan BPN diperkuat pada masa Presiden SBY dengan menerbitkan PP 10/2006 tentang BPN dan
menempatkan BPN di bawah dan bertanggungjawab ke Presiden
10. Sumber-sumber hukum Agraria yang tidak tertulis terdiri dari:
 Hukum adat yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPA, yaitu yang: tidak bertentangan dengan
kepentingan Nasional dan Negara; berdasarkan atas persatuan bangsa; berdasarkan atas sosialisme
Indonesia; berdasarkan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA dan peraturan perundangan
lainnya; mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama
 Hukum kebiasaan yang timbul sesudah berlakunya UUPA, yaitu yurispundensi dan praktik administrasi.
11. Dalam sejarah penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria, pernah dibentuk Panitia Agraria Yogya yang
diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo. Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948
tanggal 21 Mei 1948 berkedudukan di Yogyakarta.
12. Di dalam usulannya, Panitia Agraria Yogya mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar
Hukum Agraria yang baru, yaitu sebagai berikut.
a. Meniadakan asa Domein dan Pengakuan hak ulayat
b. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat, yaitu hak milik yang
dapat dibebani hak tanggungan
c. Mengadakan penyelidikan lebih dahulu di negara-negara tetangga sebelum menentukan apakah orang-
orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah
d. Mengadakan penetapan luas minimum tanah agar petani kecil dapat hidup layak dan untuk Jawa diusulkan
2 hektar
e. Mengadakan penetapan luas maksimum pemilik tanah dengan tidak memandang macam tanahnya dan
untuk Jawa diusulkan 10 hektar, fedangkan di luar Jawa masih diperlukan penyelidikan lebih lanjut
f. Menganjurkan penerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan Panitia Agraria Yogya
g. Mengadakan pendaftaran tanah hak milik dan tanah-tanah menumpang yang penting
13. Tujuan diundangkannya UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria Nasional dimuat dalam Penjelasan UUPA
sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar-dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional yang akan menjadi alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya
14. Tahapan-Tahapan dalam Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalaht:
a. Panitia Agraria Yogya
b. Panitia Agraria Jakarta
c. Panitia Soewahjo
d. Rancangan Soenarjo
e. Rancangan Sadjarwo

Anda mungkin juga menyukai