Anda di halaman 1dari 5

PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN HARUS ORANG INDONESIA ASLI

PRO
 UUD NRI 1945 termasuk salah satu konstitusi progresif di dunia. Di dalamnya terdapat
semangat anti-kolonialisme dan pro-kesejahteraan sosial. Pasca reformasi, seiring dengan
menguatnya angin liberalisme, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen. Banyak yang
berubah: UUD 1945 tidak asli lagi. Satu hal yang patut dicatat dari amandemen tersebut
terjadi bukan proses melengkapi UUD 1945 itu agar senafas dengan kemajuan jaman, tetapi
justru upaya mengotak-atik isinya dan membuang segala fondasinya yang berbau anti-
kolonialisme dan pro kesejahteraan rakyat.
 Wacana mengembalikan syarat Presiden orang Indonesia asli dalam amandemen (perubahan)
kelima UUD Tahun 1945 dengan alasan ketegasan sikap dan semangat nasionalisme adalah
salah satu rekomendasi Musyawarah Kerja Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tahun 2016
yang dibacakan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.1 Wacana ini kemudian bergulir ditengah-
tengah publik. Apalagi kemudian, Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani menambahkan “orang
Indonesia asli” yang dimaksud PPP adalah perorangan, warga negara Indonesia yang berasal-
usul dari suku atau ras yang berasal atau asli dari wilayah Indonesia. Dengan demikian,
warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki darah atau keturunan asing dianggap
tidak dapat menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden.
 Jimly Asshiddiqie (Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, hlm.78) menyatakan
ketentuan mengenai satu pasanganini menunjukkan bahwa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden adalah satu kesatuan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Keduanya adalalah
dwi-tunggal atau kesatuan lembaga kepresidenan.
 Suasana kebatinan, semangat nasionalisme dan jiwa patriotik, mempengaruhi cara berpikir
founding fathers. Pernyataan singkat dan tegas Pasal 6 (1) UUD 45 : “Presiden ialah orang
Indonesia asli” adalah contoh semangat nasionalisme. Pasal ini berhubungan dengan Pasal 26
(1) : “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
 Secara filosofis bahwasanya negara ini menghendaki dan mewajibkan ada pemimpin yang
berkebangsaan indonesia asli, sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat (1) UUD NRI 1945
sebelum amandemen. Mengapa demikian pasal tersebut ada dan secara amandemen ke
amandemen selalu kokoh meski hanya kata-katanya yang diubah?. Ini merupakan cara
bagaimana lembaga bersangkutan mencoba memurnikan nilai-nilai konstitusi tersebut.
Namun dalam pasal 26 ayat 1 UUD 1945, dinilai bertabrakan dengan pasal 6 ayat (1) tersebut
pasalnya dalam pasal 26 tersebut tertuang beberapa warga negara asing yang tinggal di
Indonesia dapat menjadi warga negara indonesia. Jika diterapkan sekarang ini, mengingat
perkembangan masuknya pihak asing ke indonesia, berpotensi untuk mencari kepentingan
baik secara politik, ekonomi, dll yang kemungkinan berpotensi atas kepentingan yang telah
dicantumkan mencalonkan dengan iming-iming mempunyai rasa nasionalisme terhadap
bangsa indonesia. Cukup diketahui bahwasanya pepatah mengatakan pemimpin ialah lahir
dari bangsa sendiri.
 Dengan demikian, sangatlah jelas, para pendiri republik berkehendak negeri ini dipimpin
Presiden orang Indonesia asli bukan orang bangsa lain walau mereka sudah warga negara
Indonesia. Nilai dan prinsip inilah yang harus dipegang teguh generasi penerus.
 Ada yang lebih penting, mendasar dan sangat menyedihkan, pasal tersebut telah kehilangan
rohnya. Roh orang Indonesia asli atau pribumi, yakni tercabutnya hak istimewa pribumi
selaku pejuang, pendiri, pemilik dan penguasa republik.
 Membicarakan pribumi, hendaknya tidak dimaknai sabagai sikap diskriminatif dan intoleran.
Keberadaan pribumi di dunia itu ada, bukan maya. Mereka memiliki hak asasi dan hak
istimewa yang harus diperhatikan dan dihormati oleh negara. PBB pun memperhatikan
masalah pribumi. Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi, telah dikutip
Majelis Umum PBB dalam Resolusi PBB 61/295.
 Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago
menilai ada beberapa hal yang menjadi argumen perlunya pengembalian frasa orang
Indonesia asli itu layak dipertimbangkan yaitu sebagai salah satu cara menjaga
keindonesiaan. Pangi melanjutkan, para founding fathers sebenarnya sudah memiliki  visi
yang jelas saat merumuskan UUD 1945. Namun sayangnya para penerus bangsa dan para
pemangku kepentingan justru tidak meneruskan visi yang menekankan pada perlindungan
terhadap kepentingan negara tersebut.
 Berdasarkan penjelasan atas UU No 12 Tahun 2006, pembentuk undang-undang memberikan
limitasi terhadap konsep mengenai warga Negara Indonesia asli itu sendiri. Penjelasan Pasal
2 menjelaskan bahwa warga Negara Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi
warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain atas kehendaknya sendiri. Jadi jelaslah bahwa, legal concept mengenai konsep orang
Indonesia asli menurut ketentuan UU No 12 Tahun 2006 lebih kepada pengertian secara
yuridis daripada antropologis. Mengingat, orang Indonesia asli hanya disyaratkan melalui
dua unsur mengenai pengertian orang Indonesia asli. Yakni, lahir dan tidak menerima
kewarganegaraan lain di Indonesia.
 Agus Ngadino dalam Koran FH Unsri tentang Orang Bangsa Indonesia Asli menyebutkan
bahwa UU No.12/2006 telah memberikan pengertian yuridis yang kompleks dan mewakili
segenap masyarakat Indonesia karena konsep orang Indonesia asli hanyalah
berdasarkan natural born citizenship. Sedangkan George Jelineck, dalam Abu Daud Busroh
(Ilmu Negara) melalui amanat pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa untuk membebaskan dari penjajahan yang dapat meruntuhkan
komunitas politis yang dinamakan Negara. Negara adalah perwujudan konkrit atas sebuah
perjalanan panjang kelompok komunal yang telah lama mendiami suatu wilayah.
 Praktik ketatanegaraan Indonesia selama 72 tahun setelah merdeka, menunjukkan Presiden
Indonesia adalah orang Indonesia asli dalam artian bumiputera. Sebut saja Soekarno,
Soeharto, Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko
Widodo, termasuk juga para Wakil Presiden yaitu Mohammad Hatta, Sultan
Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, Tri Sutrisno, BJ
Habibi, Megawati, Hamzah Haz, Jusuf Kalla dan Budiono. Dengan demikian dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia, dapat dikatakan warga negara “keturunan” belum pernah menjabat
sebagai Presiden maupun Wakil Presiden. Praktik tersebut adalah sebuah konvensi alias
kebiasaan ketatanegaraan.

KONTRA
 Berdasarkan pembahasan terkait kewarganegaraan, maka ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan “Presiden ialah orang Indonesia asli” sebenarnya dari perspektif
politis hanya diperuntukkan selama masa transisi kemerdekaan. Ketentuan tersebut juga
dimaksudkan agar tidak terbuka kesempatan bagi orang Belanda ataupun Jepang untuk
menjadi presiden Indonesia. Rasionalitas dan suasana kebatinan ini saling berkelindan
manakala analisis perbandingan konstitusi dilakukan antara UUD 1945 dengan Konstitusi
RIS 1949 dan UUD Sementara 1950.
 Dari segi filosofis, sesuai dengan tujuan negara sebagaimana yang termaktub dalam
pembukaan UUD NRI 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh dan
tumpah darah Indonesia. Sila ke-5, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
bahwa setiap peraturan hukum, baik undang-undang maupun segala jenis putusan
mencerminkan semangat keadilan. Keadilan yang dimaksudkan adalah semangat keadilan
sosial bukan keadilan yang berpusat pada semangat individu. Keadilan tersebut haruslah
dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, bukan oleh segelintir golongan
tertentu.
 Dalam pasal 27 ayat 1 UUD NRI 1945 disebutkan: Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pada Era Reformasi. Pertimbangannya, kata
“asli” dinilai mengandung makna diskriminatif yang tidak sejalan dengan asas persamaan
kedudukan warga negara dalam pemerintahan yang dijamin dalam Pasal 27 UUD 1945.
 Bagir Manan (Hukum Kewarganegaraan Indonesia, hlm. 16) mengatakan perbedaan
penggolongan penduduk khususnya bagi orang Indonesia asli, tidak hanya menyangkut
perbedaan hukum sebagaimana telah disebut, melainkan juga perbedaan perlakuan dalam
hampir semua aspek kehidupan. Karena itu, menurut Bagir Manan hal tersebut merupakan
“diskriminasi konstitusional yang bersifat negatif” yakni bentuk diskriminasi yang
merugikan yang tidak didasarkan pada alasan-alasan yang reasonable.
 Menurut Pan Mohamad Faiz secara politis, ketentuan “orang Indonesia Asli” tersebut tidak
lain diperuntukkan selama masa transisi kemerdekaan saja
 Saat berlaku UUD RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Dalam Pasal 69 ayat (3) Konstitusi
RIS 1949 dan Pasal 45 ayat (5) UUDS 1950 hanya terdapat dua persyaratan untuk menjadi
calon presiden, yaitu usia minimum 30 tahun dan tidak boleh orang yang sedang dicabut
haknya untuk dipilih. Dengan kata lain, “orang Indonesia asli” tidak lagi dijadikan prasyarat
bagi calon presiden. Hal tersebut menunjukkan, para pendiri bangsa saat itu sudah tidak
mempermasalahkan lagi soal orang Indonesia asli tidaknya.
 Frasa orang Indonesia asli nyatanya telah dihapuskan dalam perbendaharaan Indonesia. Hal
ini karena adanya persyaratan tersebut menimbulkan kebingungan mengenai kejelasan
makna yang hakiki tentang bagaimanakah kriteria resmi dari orang Indonesia asli itu. Jika
kita mau menengok lagi ada banyak makna dari orang Indonesia asli itu sendiri. Apakah
orang-orang yang telah dilahirkan di Indonesia sebelum kemerdekaan atau golongan
Bumiputra sesuai penggolongan orang Eropa, Timur Asing, dan Bumiputra. Ketika pasal
tersebut diturunkan untuk membuat Undang-Undang nantinya akan terjadi multitafsir yang
menghasilkan kebingungan atau ambiguitas, padahal dalam teori hokum menegaskan
larangan dalam satu pasal terdiri lebih dari satu norma. Selain itu, adanya usulan untuk
menghidupkan kembali frasa Indonesia asli hanya akan memancing perdebatan panjang yang
kontraproduktif dan diskriminatif. Karena warga Negara Indonesia sejatinya terdiri dari
berbagai macam latar belakang suku dan keturunan yang merupakan keniscayaan dalam
Indonesia. Maka penghilangan kata 'asli' itu sebenarnya penghormatan atas kebhinnekaan
Indonesia yang kesekian.
 Berdasarkan buku Naskah Komprehensif Perubahan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Buku IV tentang Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I,
dapat diketahui perdebatan mengenai syarat Presiden ialah orang Indonesia asli cukup
memperoleh pembahasan yang mendalam, sehingga pembahasan yang dimulai pada tahun
1999 baru tercapai kesepakatannya pada tahun 2001. Ketika itu seluruh fraksi bersepakat
untuk menghilangkan kata “asli” karena dinilai mengandung makna diskriminatif yang tidak
sejalan lagi dengan asas persamaan kedudukan warga negara dalam pemerintahan yang
dijamin dalam Pasal 27 UUD 1945.
 Adapun ketentuan yang disepakati dalam Pasal 6 Ayat (1) berupa “Calon Presiden dan calon
Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri...”. Ketentuan ini dikenal
sebagai status kewarganegaraan dengan sebutan natural born citizen, bukan naturalisasi atau
pewarganegaraan.
 Natural Born Citizen Menurut Bagir Manan, sudah menjadi dalil umum dimanapun dan
kapanpun bahwa jabatan penting seperti Presiden hanya boleh diisi oleh warga negara dari
negara yang bersangkutan dan dihadapkan dengan larangan bagi orang asing (bukan warga
negara).

Anda mungkin juga menyukai