BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa
setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan, ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggrakan satu system Pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang.
Tujuan negara Indonesia yang termaksud dalam Pembukaan UUD 1945, adalah untuk mencerdaskan
kehidupan rakyat. Sebagai upaya untuk mewujudkan cita negara, maka berdasarkan UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sisidiknas, bahwa visi terwujudnya system Pendidikan sebgai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.
Pengembangan kurikulum menurut pasal 35 UU No. 20 Tahun 2003, perlu dilakukan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan nasional.
Kurikulum Pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
mengacu pada standar nasional Pendidikan untuk setiap program studi.
Pancasila sebagai landasan ideologi negara, tercermin dalam nilai-nilai filosofis yang dibangun atas
dasar kesepakatan nilai-nilai luhur yang dituangkan dalam Dasar Negara Indonesia.
Hal tersebut dapat dilihat dari pidato pendiri negara dalam siding Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai,
sebagai berikut:
1. Prof. Mr. Moh. Yamin, yang berpidatonya pada tanggal 29 mei 1945
2. Pidato Prof. Soepomo, pada tanggal 31 mei 1945
3. Pidato Bung Karno, pada tanggal 1 Juni 1945
Pidato para pendiri negara menunjukan bahwa adanya gagagsan besar untuk mempersiapkan
Indonesia merdeka melalui rumusan-rumusan Dasar Negara Indonesia merdeka yang disebut oleh
Bung Karno sebagai “Philosofische grondslag”
Sejak kelahirannya hingga sekarang Pancasila mengalami perkembangan, baik dalam rumusannya
maupun dalam makna yang dikandungnya. Berdasarkan tinjauan sejarah paling tidak, ada enam
rumusan yang mempunyai makna yang berbeda. Keenam rumusan Pancasila itu adalah:
1. Pancasila yang diucapkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dimuka siding BPUPKI
2. Pancasila yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 anggota Badan Penyelidikan
“soeatu perdandjian moral yang sangat loehoer”. Kemudian Pancasila dalam rumusan kedua
ini disetujui oleh Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul dari B.P.U.P.K. dalam rapatnya tanggal 10
Juli 1945
3. Pancasila yang atas usul Panitia Hukum Dasar dari B.P.U.P.K. ditentukan oleh badan tersebut
dalam rapatnya tanggal 14 Juli 1945 dengan menerima rumusan Pancasila seperti pada
Piagam Jakarta. Untuk melaksanakan tugasnya BPUPK menyelenggarakan du kali masa
siding. Sidang pertama 29 Mei s/d 1 Juni 1945. Sidang kedua berlangsung dari tanggal 10 s/d
17 Juli 1945
4. Pancasila yang ditentukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila yang dimaksud ialah seperti yang terdapat di dalam
Pembukaan
5. UUD 1945
6. Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Mukamidah K. RIS-1945
7. Pancasila sebagaimana tercantum dalam Mukamidah UUDS 1950
Penyusun BPUPKI dan PPKI sebagai upaya untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia dan
merumuskan dasar negara Indonesia yang diwakili oleh seluruh wilayah nusantara sebagai
representatif terhadap kepentingan Indonesia secara keseluruhan untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia. Pancasial memiliki keduduikan tertinggi sebagai sumber dari segala sumber hukum,
kemudian diwujudkan dalam setiap peraturan perundang-undangan sesuai dengan hirarkihis yang
disebutkan dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan Perundang-Undangan. Revitalisasi
terhadap Pancasila sendiri memberikan makna bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara.
BAB II
Istilah warga negara dan kewarganegaraan didefinisikan secara berbeda, seperti dalam rumusan
pasal 1 poin 1 dan 2 UU No. 12 tahun 2006, bahwa Warga Negara adalah warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, menurut John J Cogan & Ray
Derricoot dalam Citizenship Education For 21 st Century; Setting the Contex (1998), memberikan
definisi kedua hal tersebut secara berkesinambungan. Sejalan dengan perkembangan tentang
kewarganegaraan, maka berkembang teori tentang kewarganegaraan, yaitu:
Ketiga teori tersebut menggambarkan kedudukan dan status seseorang yang menjadi warga negara,
sehingga dia terikat oleh hak dan kewajiban sebagai kedudukan dan statusnya sebaagai warga
negara. Menurut Cogan dan Derricott, mengidentifikasi perlunya warga negara memiliki 8
karakteristik yang dipandang sebagai cerminan warga negaara ideal abad-21
Pengaturan yang secara khsus tentang Kewarganegaraan dan status warga negara di Indonesia
diatur dalam UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Adapun asas-asas yang dianut dalam
Undang-undang ini sebagai berikut:
Undang-undang ini padsa dasarnya tidak mengenal kewarnegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Beberapa asas khusus juga menjadi dasae penyusunan Undang-undang
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia:
Permohonan pewarganegaran diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa
Indonesia diatas kertas bermetarai cukup kepada Presiden melaui Menteri. Warga negara asing yang
kawin secara sah dengan Warga negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara dihadapan Pejabat. Seseorang
yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Dapat memperoleh Kembali
kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sesuai dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal
18 dan Pasal 22 UU No. 12 Tahun 2006.
BAB III
Keberadaan negara sebagai entitas besar, maka ada beberapa sarjana luar yang memberikan
definisi terhadap negara, antara lain:
1. Logemenn
2. R.M. Mac. Iver
3. Bellefroid
4. Woodroon
5. Hasan Zaini
Pemikiran tentang negara hukum telah mucul jauh sebelum terjadinya Revolusi 1688 di Inggris ,
tetapi baru muncul Kembali Abad XVII dan mulai popular pada Abad XIX. Secara umum, negara
hukum dalam perkembangannya ada dua tipe negara hukum, yaitu negara hukum dalam arti
rechsstaat (Eropa Kontinental) dan rule of law (Anglo Saxon). Adapun ciri-ciri rechtsstaat, antara lain:
1. Adanya Undang-undang Dasar tau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tantang
hubungan antara penguasa dan rakyat
2. Adanya pembagian kekuasaan negara
3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyar
Sedangkan menurut A.V. Dicey, mengetengahkan tiga arti dari rule of law sebagai berikut:
1. Supermasi absolut atau predominasi dari regular las untuk menentang pengaruh
dari arbitrary power dan meniniadakan kesewenangan-wenangan, prerogative,
discretionary authority yang luas dipemerintahan
2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan
kepada ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada diatas hukum;
tidak ada peradilan administrasi negara
3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi
bukanlah sumber, tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang
dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan
Istilah negara hukum di Indonesia pertama kali menggunakan istilah dengan Rechstaats, yang
terdapat dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen. Negara hukum hanya ada dalam
batang tubuh pasa 1 ayat 3 UUD NRI 1945, yang dinyatakan bahwa Indonesia berdasarkan
hukum. Selain itu, sebagai sebgai negara hukum, maka dapat dilihat dari hirarki peraturan
perundang-undangan, yaitu Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentikan
Peraturan Perundang-undangan. Doktrin tentang hak asasi manusia sekarang ini sudah diterima
secara universal sebgai a moral, political, and legal framework an as a guideline dalam
pembangunan dunia yang lebih damai dan bebas dari ketaakutan dan penindasan sera
perlakuan tidak adil. Amanat Pancasila untuk hak asasi manusia pada setiap warga negara
Indonesia kemudian secara khusus dituangkan kedalam UUD 1945 pasal 28 dan 28A sampai 28 J.
Dalam ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, ada beberapa bagianyang
disebut sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, antara
lain:
BAB IV
PEMERINTAHAN INDONESIA
Pemerintahan merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan negara. Dalam pemerintahan
sendiri tentu tidak terlepas dari penggerak pemerintahan itu sendiri untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya menjalankan fungsi
eksekutif saja, melainkan dapat juga menjalankan fungsi legislative dan yudikatif.
Berdasarkan teori areal division of power, dikenal dengan adanya sistem atau model pemerintahan
daerah yang menghendaki adanya otonomi dalam penyelenggarannya. Sistem ini membagi
kekuasaan negara secara vertical antara “Pemerintah Pusat” di satu pihak, dan “Pemerintah Daerah”
di pihak lain.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, amka pemerintahan daerah berdasarkan
ketentuann dari Undang-Undang Pemerintahan daerah harus berdasarkan kepada tiga prinsip
otonomi daerah, antara lain:
1. Prinsip desentralisasi
2. Prinsip Dekonsentrasi
3. Prinsip tugas pembantuan
Ketiga prinsip tersebut menjadi landasan dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia.
Pemerintah daerah di Indonesia didasarkan kepada amanat Pasal 18 ayat (1 dan 2) UUD NRI 1945:
“Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah Provinsi dibagi
atas daerah-daerah Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, Kota mempunyai
Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undang-Undang”
“Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah daerah, maka disusun berdasarkan UU No. 23 Tahun
2014, yang salah satunya memuat tentang urusan pemerintahan yang dibagi. Adapun Urusan
Pemerintahan terdiri:
BAB V
Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara bahwa Pertahanan
negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap banggsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Komponen cadangan dalam pertahan negara diperlukan sebagai pendukung dari utama, dimana
komponen cadangan terdiri atas:
Warga negara
Sumber daya alam
Sumber daya buatan
Serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melaui
mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama
Warga negara
Sumber daya alam, sumberdaya buatan
Serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat
meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan
Pendidikan kewarganegaraan
Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib
Pengabdian sebagai prajurit tentara nasional Indonesia secara sukarela atau secara
wajib
Pengabdian sesuai dengan profesi
Bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam
menjamin kelangsungan hiduo bangsa dan negara
Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat pertahan Nega Kesatuan Republik Indonesia,
dimana Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan
bertugas melaksakana kebijakan pertahanan negara untuk :
Pengelolaan sistem npertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara ditunjukan
untuk melindungi kepentingan nasional dan mendukung kebijakan nasional dibidang pertahanan.
Presiden berwenag dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahan negara. Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui oengerahan, amka Presiden menghentikan pengerahan operasi
militer.
1. Menelaah, menilai, dan Menyusun kebijakan terpadu pertahanan negara agar departemen
pemerintah, Lembaga pemerintah nondepartemen, dan masyarakat beserta Tenta Nasional
Indonesia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mendukung
penyelenggaraan negara
2. Menelaah, menilai, dan Menyusun kenijakan terpadu pengerahan komponen pertahanan
negara dalam rangka mobilisasi dan demobilisasi
3. Menelaah dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan
BAB VI
WAWASAN NUSANTARA
Istilah wawasan nusantara merupakan dua kata yang terdiri dari wawasan dan nusantara.
Wawasan berasal dari kata “waswas” yang berarti pandangan, tinjauan,, atau penglihatan
indrawi. Akar kata ini mebentuk kata “mawas” yang berarti memandang, meninjau atau melihat.
Sedangakan cara “wawasan” berarti cara pandang, cara tinjau, atau cara melihat. Sedangkan
istilah Nusantara berasal dari kata “nusa” yang berartyi pulau, dan “antara” yang berate diapit
diantara dua hal.
Istilah Nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-
pulau Indonesia yang terletak antara benua Asia dan benua Australia.
Wilayah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menganut sistem:
1. Pengaturan suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
3. Desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan kecil yang bersifat
otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam rangka mengsejahterakan maksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan kewilayahan secara nasional, antara lain
pengaturan mengenai:
1. Perairan
2. Daratan/Tanah
3. Udara
4. Ruang
5. Sumber kekayaan alam dan lingkungannya
Konfrensi Hukum Laut 1982 juga mengakui hak-hak Indonesia atas Kawasan dan kekayaan alam
diluar nusantara Indonesia, seperti:
1. Hak untuk mendirikan Zona Tambahan selebar 12 mil lagi di luar laut wilayah Nusantara
Indonesia
2. Hak asasi ZEE selebar 200 mil dari garis-garis pangkal yang mengelilingi seluruh Nusantara
Indonesia
3. Hak atas kontinen sampai keseluruh lanjutan wilayah darat nusantara Indonesia kedasar
lautan
4. Hak untuk beradaptasi dan ikut memanfaatkan kekayaan-kekayaan alam laut bebas di luar
ZEE
5. Hak untuk ikut mengarur dan memnafaatkan dasar laut internasional diluar dasar kontinen
Pembangunan Maritim tidak bisa dilakukan secara serba instan. Untuk mengoptimalkan
pembangunan maritim ditingkat local, nasional, dan global, dan khususnya dalam mencapai Poros
Maritim Dunia dibutuhkan arah, orientasi, strategi dan antisipasi pembangunan yang efektif.
Segenap daya upaya keunggulan sumber daya, posisi strategis, dan geopolitik perlu diarahkan untuk
menjawab tantangan global dan mencapai keunggulan Indonesia dengan poros, sebagai berikut:
Berlam menjaga serta melaksanakan hubungan bertetdasarkan Pasal 9 UU No. 43 Tahun 2008
Tentang Batas Wilayah, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur
pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Negara dan Kawasan perbatasan, seperti dalam rangka
memantapkanb kedudukan negara Republik Indonesia sebagi Negara Nusantara dan memperhatikan
kebijaksanaan Pemerintah Republik Indonesia khususnya dalam bertetangga baik, maka pemerintah
Republik Indonesia dan Malaysia pada tanggal 27 Juli 1976 telah menandatangi Memorandum
Pengertian Bersama tentang Negara Nusantara.
2. Mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional
4. Melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan sertab unsur geografis
lainnya
5. Memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut territorial dan
perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
6. Memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut territorial dan
perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
8. Menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk
pertahanan dan keamanan
9. Membuat dan memperbarui petaa Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 tahun sekali
10. Menjaga keutuhan, kedaulatan, dan kemanan wilayah Negara serta Kawasan Perbatasan
Sebagai penguatan wilayah perbatasan. Maka Pemerintah Provinsi berkewajiban menetapkan biaya
pembangunan Kawasan Perbatasan. Selain kewenangan Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan perbatasan, Pemerintah
Kabupaten/Kota berwenang: