Anda di halaman 1dari 10

PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA LANSIA

KELOMPOK 9

DWINA KINANTI 1802031026


ERNI KRISTIANI ZENDRATO 1802031027
NOVTIURLINA GULO 1802031037

DOSEN PENGAMPU
TUTY HERTATI PURBA, SKM, M.Kes

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
2021
PEMBAHASAN
Proses menua pada manusia artinya suatu kejadian yang berarti seseorang
sudah melalui 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan juga tua. Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis (Mubarok, Nurul & Bambang, 2010).
Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa proses penuaan akan menyebabkan perubahan
anatomi, fisiologis, dan biokimia ditubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi serta
kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Perubahan fungsi fisiologis tubuh lansia terjadi secara alami seiring dengan
pertambahan umur. Beberapa perubahan fungsi fisiologis yang terjadi setelah usia
lanjut adalah turunnnya kemampuan sistem saraf yang terlihat pada indra penglihatan,
pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Selain itu, beberapa sistem organ seperti
sistem otak dan saraf, kardiovaskular, dan paru-paru memegang peranan penting
dalam proses menua (Worthington Roberts dan Williams, 2000).
A. Penurunan Fungsi Panca Indra
1. Penglihatan
Adanya perubahan fisiologis pada lensa mata lansia, maka penyakit mata
yang umum terjadi ada lansia diantaranya adalah:
a) Katarak
Timbulnya sclerosis pada sfingter pupil, hilangnya respons terhadap sinar,
berubahnya bentuk kornea menjadi lebih berbentuk sferia (bola), serta lensa
yang lebih suram (keruh) pada lansia dapat menyebabkan katarak. Pada katarak
terjadi perubahan biokimia seperti peningkatan jumlah protein tak larut dan ion
kalium dalam lena serta berkurangnya glutation dan vitamin C. katarak pada
lansia yang sehat sebaiknya dioperasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
resiko terjadinya glaucoma apabila katarak tersebut menjadi matang.
b) Glaucoma
Pada glaucoma terjadi peningkatan tekanan intraocular, penyempitan
lapang pandang yang disebabkan oleh kerusakan saraf optik yang terjadi karena
peningkatan tekanan intraocular dan atrofi pupil saraf.
c) Age-related macular degeneration
Teori yang berkembang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan
oleh kerusakan pada epitel pigmen retina akibat paparan sinar matahari yang
sangat kuat atau dapat juga disebabkan oleh defisiensi vitamin, antioksidan, dan
mineral dalam diet.
d) Degenerasi retina
Pada lansia terjadi dua macama degenerasi retina, yaitu:
A. Degenerasi retina senilis
Terjadi karena hilangnya sel reseptor dalam sel saraf yang
menyebabkan penurunan sensivitas ruang pandang, penurunan sensivitas
kontras warna, dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
B. Degenerasi retina perifer
Pada lansia terjadinya deposit lipid dikornea mata, hilangnya
elastisitas mata, dan sclerosis nucleus lensa mata dapat menyebabkan
perubahan fungsional pada mata. Akibatnya terjadi kekeurahan kornea,
penurunan sudut filtrasi, peningkatan tekanan intraocular, dan terjadi
pengeringan pada bola mata sehingga mata menjadi lebih sering
mengeluarkan kotoran mata dan terasa ada yang mengganjal pada mata akibat
adanya penyempitan saluran pembuangan air mata. Keadaan patologis dari
kondisi ini dapat menyebabkan katarak, dan glukoma.
B. Perubahan fisiologis lain
2. Pendengaran
Dilihat dari segi fisiologisnya, sebanyak 65-70% golongan lansia
menunjukkan adanya penurunan fungsi pendengaran (tuli) secara fungsional setelah
memasuki usia 80 tahun dan hal ini juga ditemukan pada 5% dari populasi lansia
diatas 65 tahun. Menurunnya pendengaran pada lansia terjadi karena degenerasi
primer di organ kortil berupa hilangnya sel epitel saraf yang dimulai pada usia
pertengahan. Beberapa gangguan pendengaran yang umum terjadi pada lansia
adalah:
A. Tipe konduktif yaitu adanya gangguan mekanik pada telinga akibat adanya
kerusakan kanalis audiotorius, membran timpani, maupun tulang pendengaran.
Gangguan tipe ini bisa disebabkan oleh adanya serumen. Pendengaran dapat
membaik dengan membersihkan lubang telinga dari serumen tersebut.
B. Tipe sensori-neuralis yaitu gangguan pada telinga yang disebabkan karena
kerusakan neuron akibat bising, prebiaskuisis, obat autotoksik, hereditas, reaksi
pascaradang, dan komplikasi akibat aterosklerosis. Adapun yang termasuk
dalam tipe ini adalah titinus dan vertigo.
C. Persepsi pendengaran yang abnormal. Tingkat suara yang pada orang normal
terdengar biasa dapat menjadi sangat mengganggu pada lansia yang menderita
prebiaskusis.
D. Gangguan terhadap lokalisasi suara, yaitu gangguan pada lansia untuk
mendeteksi arah datangnya suara, terutama jika berada dalam lingkungan yang
bising.
3. Peraba (kulit)
a. Perubahan fisiologis kulit pada lansia
Pada kulit, selain terjadi perubahan fisiologis yang meliputi kulit menipis,
kering, fragil, dan berubah warna, juga terjadi perubahan morfologik yang
meliputi hyperkeratosis epidermal, degenerasi kolagen, dan serat elastic, sclerosis
arteriol dan penurunan lemak subkutan.
Terjadinya penurunan elastisitas kulit dan timbulnya bercak Campbell de
M organ pada lansia merupakan salah satu tanda penuaan yang dapat diamati
dengan mudah. Terjadinya pula penurunan bantalan karena penurunan lemak
subkutan yang menyebabkan decubitus serta hipotermia.
b. Gambaran morfologik kulit pada lansia
1) Kulit kering. Kekeringan pada kulit dikaitan dengan menurunnya produksi
hormon androgen dan fungsi sebasea, serta kurangnya jumlah dan fungsi
kelenjar keringat maupun kadar air dalam epidermis. Selain itu, kulit lansia
yang kering juga bisa disebabkan karena terlalu lama terpapar sinar matahari.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik. Hal tersebut dikarenakan adanya
perubahan proses kreatinisasi serta kelainan ukuran dan bentuk sel epidermis.
3) Kulit kendur. Penurunan jumlah serat elastin yang menjadi menebal sehingga
jaringan kolagen menjadi lebih kendur. Selain itu, pada lansia tulang dan otot
telah menjadi atrofi dan jaringan lemak subkutan menurun sehingga lapisan
kulit menjadi lebih tipis yang menyebabkan terbentuk kerutan-kerutan dan
garis-garis kulit.
4) Gangguan pigmental kulit, perubahan pada distribusi pigmen melanin dan
proliferasi serta fungsi melanin dan proliferasi serta fungsi melanosit yang
menurun menyebabkan penumpukan melanin yang tidak teratur didalam sel
basal epidermis.
4. Sistem perncernaan
bertambahnya umur pada lansia dqapat menurunkan sekresi asam dan enzim
yang dibutuhkan bagi proses pencernaan. selain itu juga terjadi penurunan
permeabilitas dinding usus sehingga proses pencernaan dan absorbs makanan tidak
obtimal. Beberapa perubahan fungsi pencernaan seperti perubahan morfologis
dapat berakibat terhadap perubahan fungsional serta perubahan patologik, di
antaranya kesulitan mengunyah dan/ menelan, gangguan nafsu makan dan berbagai
penyakit yang lain.
1. Rongga mulut
Pada lansia, mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena
proses degenerasi.Gizi merupakan unsur penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan. hal ini dapat menggangu proses makan dan mengunyah baik pada
lansia yang tidak menggunakan gigi palsu maupun lansia dengan gigi palsu
yang merasa tidak nyaman dalam penggunaannya.
2. Faring dan esophagus
sebagian besar lansia akan menggalami kelemahan otot polos yang mengakibatkan
terganggunya proses menelan. Lemahnya otot esophagus ini dapat
menyebabkan terjadinya hiatal hernia, yaitu penurunan sensitifitas reseptor
esophagus terhadap makanan yang berakibat pada penurunan fungsi peristaltic
esophagus dalam ;proses menelan makanan kelambung sehingga terjadi
perlambatan proses penggosongan esophagus.
3. Lambung
Terjadinya atrofi mukosa lambung seiring bertambahanya umur akan
mengakibatkan gangguan pencernaan. atrofi sel kelenjar, sel parietal, dan sel
chief akan menyebabkan berkurangnya sekresi asam lambung, pepsin, dan
factor intrinsic. Penutrunan ukuran lambung pada lansia dapat mengakibatkan
penurunan daya tambpung lambaung.
4. Usus halus
Bertambahnya usia pada langsia dapat mengakibatkan terjadinya atrofi pada
mukosa halus sehingga dapat menurunkan luas permukaan dan menurunkan
jumlah vili-vili usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya malabsorbsi zat-zat
gizi.selain itu, lansia juga cenderung mengalami penurunan sekresi enzim yang
diproduksi dipankreas dan empedu yang mengakibatkan msaldigesti,
malabsorbsidan terganggunya metabolisme zat- zat gizi. Apabila hal ini terjadi
secara kronis, maka akan menimbulkan masalah gizi seperti kekurangan/
defesiensi asam folat, vitamin B12, zat besi, kalsium, dan vitramin D.
5. Pankreas
Terjadi penurunan produksi enzim amilase, tripsin, dan lipase, yang
menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi. selain itu, sering ditemukan kejadian
pankrearitis yang dihubungkan dengan bati empedu pada lanjut usia.
6. Hati
Peningkatan usia dapat menyebabkan terjadinya atrofi sel – sel hati dan
mengakibatkan terjadinya perubahan- perubahan histologi maupun anatomi
pada hati ( perubahan bentuk jaringan menjadi jaringan fibrosa) yang berefek
terhadap perubahan fungsi hati, terutama dalam metabolisme zat gizi dan obat-
obatan.
7. Usus besar dan rectum
Pada lansia sering ditemukan adanya penurunan kekuatan otot polos pada
dinding kolom yang digantikan dengan jaringan ikat. hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya diverticulosis dan kontstipasi. Absorpsi lanjut
usia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti baik/ tidaknya fungsi organ
pencernaan, kondisi mukosa intestinal, ada / tidaknya zat inbihitor maupun zat
yang membantu proses absorbsi zat gizi. Ganggu penyerapan zat gizi pada
lansia banyak terjadi karena adanya gangguan pada fungsi perncernaan seperti
kegagalan fungsi pancreas, tingginya angka pertumbuhan bakteri, konsumsi
obat serta adanya penyakit kronis yang dapat menganggu pencernaan.
5. Sistem pernapasan
Adapun perubahan system pernapasan pada lansia yaitu:
1. Infeksibilitas dan penurunan kekuatan otot pernapasan yang mengakibatkan
berkurangnya volume udara inspirasi sehingga menyebabkan napas cepat dan
pendek.
2. Menurunkan fungsi silia yang mengakibatkan melemahnya reflex batuk
sehingga meningkatkan resiko secret.
3. Menurunnya aktivitas mengembang dan mengempis paru menyebakan
turunnya jumlah udara yang masuk kedalam paru (jumlah udara yang masuk
pada pernapasan yang tenang adalah ± 500 mL).
4. Penurunan jumlah dan pelebaran ukuran alveoli (luas permukaan normal 50
mL) mengakibatkan terganggunya fungsi difusi.
5. Perubahan tekanan arteri menjadi 75 mmHg mengakibatkan terganggunya
proses oksigenasi dari hemoglobin sehingga oksigen tidak dapat disirkulasikan
secara optimal.
6. Tidak ada pergantian karbondioksida pada arteri yang mengakibatkan
turunnya komposisi oksigen dalam arteri.
7. Penurunan refles batuk yang menyebabkan berkurangnya pengeluaran secret
dan korpus alium dari saluran napas sehingga dapat berpotensi menimbulkan
obstruksi.

6. Sistem saraf
Pada lansia, umumnya terjadi penurunan berat otak sebanyak 10-20% dan
mulai terjadi pada usia 30-70 tahun. selain itu adanya penebalan meningen juga
ditemukan pada otak lansia. Terjadinya degenerasi pigmen substansi nigra,
kekusutan neurofibriler dan juga pembentukan badan - badan hinaro pada lansia
dapat meningkatkan resiko sindrom parkinsom dan demensia tipe Alzeimer.
Resiko demensia vascular pada lansia juga meningkat akibat terjadinya perubahan
intima pada pembuluh dara yang disebabkan oleh aterosklerosis serta tunika media
yang merupakan salah satu efek samping yang muncul akibat proses menua.
Perubahan intima dalam pembuluh darah tersebut juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya stroke dan serangan iskemia sesaat.
7. Sistem Muskuloskeletal
Pada lansia umumnya terjadi penurunan kelenturan, kekuatan otot dan daya
tahan system musculoskeletal. Hal ini diperberat dengan adanya penyakit-penyakit
musculoskeletal seperti osteoarthritis, reumatik, dll. Beberapa contoh penyakit
pada tulang adalah:
1. Osteporosis, merupakan kondisi berkurangnya masa tulang sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya fraktur walaupun hanya trauma minimal.
2. Osteomalasia, merupakan penyakit tulang metabolic yang ditandai dengan
adanya penurunan kalsifikasi matriks tulang normal.
3. Penyakit paget tulang, ditandai oleh kombinasi terjadinya peningkatan
reabsorbsi maupun deposisi tulang.
Faktor yang mempengaruhi penurunan selera makan lansia
Pada lansia akan terjadi penurunan selera makan. Penurunan selera makan
pada lansia disebabkan oleh factor – factor sebagai berikut :
1. Gigi tidak lengkap/ gigi tanggal
2. Penurunan kemampuan indra peraba dan penciuman
3. Penurunan sekresi enzim - enzim pencernaan
4. Berkurangnya sekresi saliva
5. Penurunan motilitas usus
Adanya penurunan selera makan pada lansia, akan berefek pula pada masukan
atau intake zat gizi. Biasanya akan terjadi penurunan asupan zat gizi. Beberapa
perubahan fisiologi yang berkaitan dengan gizi serta pengaruhnya pada lansia
menurut Krause & Kathleen (1984) adalah:
1. Penurunan fungsi indra penciuman dan perasa yang membuat lansia kurang
bisa meninkmati makanan sehingga sering menyebabkan penuruna asupan
pada lansia. Selain itu, hal ini juga menyebabkan meningkatnya jumlah bumbu
yang digunakan seperti kecap dan garam yang memilii efek negatif bagi
kesehatan lansia.
2. Banyak terjadi perubahan fisiologi pada gaster/ lambung seperti atrofi
gastritis. Dari penelitian Rasinski et al. (1986) dilaporkan bahwa sebanyak
24% lansia bostom mengalami atrofi gastritis, dimana prevalensi lansia
dengan atrofi gastritis ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia yaitu
32% pada usia 70-79 tahun, dan 40% pada usia > 80 tahun.
3. Penurunan sekresi saliva yang menyebabkan gangguan mengunyah dan
menelan dan berakibat pula dalam mempercepat proses kerusakan pada gigi
(Webb&Coperman1996).
4. Gigi tidak lengkap. Sebagian besar lansia akan mengalami gigi tanggal yang
dapat menurunkan kemampuan konsumsi makanan terutama makanan dengan
tekstur keras.
5. Penurunan produksi HCL dilambung yang dapat menggangu proses
penyerapan vitamin B12 dan kalsium serta menggangu ultilisasi protein.
Kekurangan HCL juga dapat berakibat pada peningkatan resiko osteoporosis
dan anemia sehingga penggunaan oksigen tidak terjadi dengan normal.
6. Penurunan produksi pepsin dan enzim proteolitik yang dapat menggangu
proses pencernaan protein.
7. Penurunan produksi garam empedu yang dapat menggangu proses penyerapan
lemak dan vitamin A, D,E,K.
8. Terjadinya penurunan motilitas usus dapat memperpanjang waktu singgah
( transit time ) makanan dalam saluran cerna. hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya konstipasi.

DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, W. I., Nurul, C., & Bambang, A. S. 2010. Ilmu Keperawatan Komunitas:
Konsep dan aplikasi. Vol. 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Departemen Kesehatan RI. 2013. Kenali 10 gejala umum demensia alzheimer dari
sekarang. Diperoleh tanggal 27 September 2021
Worthington-Roberts BS, Williams SR, editors. 2000. Nutrition throughout the life
cyle. Boston: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai