Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“anak yang mengalami hambatan pengloihatan atau tunanetra”


Dosen pengampu : Sandi maspika, M.Psi

Disusun oleh :
Chici febri Yolanda fitri (60118036)
Astuti rahayu ningsih (601180026)

PRODI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantar manusia dari alam
kegelapan ke alam terang benderang. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
yang penulis bahas adalah “anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra”
Kami menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu
kepada para pembaca, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca,mahasiswa dan
masyarakat umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Jambi, Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah
seseorang yang tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi
penglihatannya, padahal pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak yang hanya
mampu melihat dengan keterbatasan (low vision) juga disebut tunanetra, Seperti yang
didefinisikan oleh Somantri (1996:54)anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan
penglihatan, baik sebagian atau menyeluruh yang menyebabkan proses penerimaan informasi
kurang optimal.

Gangguan penglihatan atau kebutaan karena kerusakan/kelainan pada mata seseorang,


menyebabkan kemampuan indera penglihatan seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik
atau bahkan tidak dapat berfungsi sama sekali. Penyebab kerusakan/kelainan itu bisa terjadi
saat di dalam kandungan dan bisa juga terjadi setelah lahir. Karena tunanetra memiliki
keterbatasan dalam hal penglihatan, maka dalam proses pembelajarannya lebih menekankan
pada alat indera yang lain yaitu indera perabaan dan pendengaran.

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:Dikatakan tunanetra bila
ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas/normal dapat dibaca pada jarak 21
meter yang diukur dengan tessnellen card.Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra
dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0).
2. Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membacaheadline pada suarat
kabar.

Indra penglihatan memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan informasi
dan pengalaman, seseorang yang mengalami gangguan penglihatan baik sebagian ataupun
menyeluruh sama-sama mengalami hambatan dan keterbatasan dalam pengalaman,
kemampuan bergerak dalam lingkungan serta interaksi dalam lingkungan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan tunanetra?
2. Bagaimana klasifikasi anak tunanetra?
3. Bagaimana karakteristik anak tunanetra?
4. Faktor penyebab terjadi ketunanetraan?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Tunanetra
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat awam khususnya sering menganggap
bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan masyarakat tersebut
didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa setiap tunanetra tidak dapat
melihat sama sekali.
Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki.
Netra berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata,
sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari
pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya
penglihatan. Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum
tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau mata rusak
tetapi masih dapat melihat, atau juga berpenglihatan sebelah. Sedangkan pengertian
tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat dan menurut
literatur berbahasa Inggris yaitu visually handicapped atau visually impaired. Banyak orang
yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang seseorang
berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman
definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan. Menurut beberapa ahli,
pengertian tunanetra adalah.
1. Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera
penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu
disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang
mengolah stimulus visual .
2. Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah orang yang kedua
penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan setelah dikoreksi mengalami
kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam menerima
informasi dari lingkungannya.
3. Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat mata yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.
4. Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni mendifinisikan Orang tunanetra adalah mereka
yang tidak memiliki sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa
penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan
biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan
kacamata (kurang awas). Yang dimaksud dengan 12 point adalah ukuran huruf standar
pada komputer di mana pada bidang selebar satu inch memuat 12 buah huruf . Akan
tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf dengan ukuran 18 point, misalnya pada
bidang selebar 1 inch memuat 18 huruf.

2. Klasifikasi Anak Tunanetra


Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi
penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. Secara pedagogis
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan
tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan
penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan.
Klasifikasi dimaksud adalah :
a. Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability). Dimana pada taraf ini
mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas
dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b. Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini, mereka
memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan
menggunakan alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan
banyak dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
c. Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability). Pada taraf
ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat
melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk
itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan
mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.
2. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan
Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan
pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
f. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
3. Berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata
Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan
yang terjadi pada mata, yaitu kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan
pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina.
Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-
kelainan itu, antara lain :
a. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi
dengan lensa negatif.
b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan
retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa
positif.
c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena
ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga
bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina.
Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan
kacamata koreksi dengan lensa silindris

3. Karakteristik Anak Tunanetra


Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah :
1. Segi Fisik
Secara fisik anak-anak tunanetra, nampak sekali adanya kelainan pada organ
penglihatan/mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada
umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan
umpan balik dari stimuli visual
2. Segi Motori
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung
terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual
menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Sehingga tidak
seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman
dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan
mobilitas.
3. Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau
menyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh
pada perilakunya. Anak tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga
menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat berupa
sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala
dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra
kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai
akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam
lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku
tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan
mempergunakan strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian atau alternatif
pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4. Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak
normal pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan
keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi
yang demikian maka tunanetra mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk
membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Mereka mungkin
mempergunakan huruf braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan
asesmen dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan kemampuan
membaca dan menulisnya seperti teman-teman lainnya yang dapat melihat.
5. Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan
dan menirukan, maka anak tunananetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan
perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh
terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam
bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah,
penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah,
mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan,
menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi. Penglihatan
memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi
tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan
tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga
berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih
terlihat memiliki sikap:
a. Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya
dalam berorientasi terhadap lingkungannya
b. Mudah tersinggung, akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau
mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah
tersinggung.
c. Ketergantungan pada orang lain, anak-anak tunanetra umumnya memilki sikap
ketergantungan yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak tunanetra berkenaan
dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.

4. Faktor Penyebab Terjadinya Ketunanetraan.


Dalam hal faktor penyebab, sebagian besar orang awam percaya bahwa
ketunanetraan disebabkan oleh hukuman atas dosa-dosa orang tuanya, namun kalangan
yang lebih profesional memandang bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor keturunan
atau terjadinya infeksi beberapa penyakit tertentu.
Pada umumnya orang berpenglihatan normal juga berpendapat bahwa kelompok
penyandang tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas, seperti halnya kelompok
orang negro dengan kulit putih. Pada kalangan penyandang tunanetra yang baru ditemukan,
mereka cenderung menunjukkan perilakuperilaku yang tidak sesuai atau selaras dalam
menghadapi berbagai situasi dan seringkali menunjukkan reaksi-reaksi yang tidak masuk
akal. Mereka yang memiliki penglihatan tak sempurna cenderung patuh atau tunduk dalam
hubungan intrapersonal dengan orang berpenglihatan normal.
Namun demikian dalam pandangan orang berpenglihatan normal, orang tunanetra
juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan terhadap suara,
perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang
tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama. Penyandang tunanetra seringkali dipandang
sebagai individu yang memiliki ciri khas, diantaranya secara fisik penyandang tunanetra
dapat dicirikan dengan tongkat, dog guide (anjing penuntun), menggunakan kacamata
gelap, dan ekspresi wajah tertentu yang datar.
Secara sosiologis penyandang tunanetra juga sering dicirikan dengan mengikuti
sekolah-sekolah khusus, jarang bekerja di lingkungan industri, dan secara ekonomis
memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Sedangkan secara psikologis mereka sering
dicirikan dengan pemilikan indera yang superior terutama dalam hal perabaan,
pendengaran, dan daya ingatannya. Secara umum orang berpenglihatan normal juga
berpendapat bahwa penyandang tunanetra memiliki masalahmasalah pribadi dan sosial
yang lebih besar dibandingkan dengan orang berpenglihatan normal. Faktor yang
menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain (DITPLB, 2006) :
1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkanoleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada
retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanyasukar melihat
di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja
penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan
dapat disebabkan oleh :
1. Gangguan waktu ibu hamil
2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama
pertumbuhan janin dalam kandungan.
3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air,
dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf
pusat pada janin yang sedang berkembang.
4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat
terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata
itu sendiri.
5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga
hilangnya fungsi penglihatan.
2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau
setelah bayi lahir antara lain :
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan alat-alat
atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe
menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan
berakibat hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,
sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena
diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluhdarah dan dapat dipengaruhi
oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah
dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih
memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat
secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya
terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal.
Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi
oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dariinkubator
terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh
darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan
mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan
tunanetra total.
BAB III
PENUTUP

Simpulan
1. Berdasarkan pembahasan materi diatas, dapat kami ambil, secara etimologis,
kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki;  netra berarti mata atau
penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga
mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari
pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya
penglihatan.
2. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut
a. Pedagogis, kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), ketidakmampuan
melihat taraf berat (severe visual disability), ketidakmampuan melihat taraf sangat
berat (profound visual disability).
b. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan.
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja.
4. Tunanetra pada usia dewasa.
5. Tunanetra dalam usia lanjut.
6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan).
c. Berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata myopia. hyperopia.
astigmatisme.
3. Karakeristik berupa segi fisik, motorik, prilaku, akademik, pribadi dan social
4. Faktor penyebab terjadinya ketunanetraan yaitu pre-natal dan post-natal
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. (2013). Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI PRESS.

Mestika, Puti Addina. Sarana Bantu Atletik Lari Tunanetra dengan Sistem Kerja Line Follower.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Rudiyati, Sari. (2009). Latihan Kepekaan Dria Non-Visual Bagi Anak Tunanetra Buta. Yogyakarta:
FIP UNY.

Salsabila, Anisa. (2013). Teknik Bimbingan Belajar bagi Siswa Tunanetra di Sekolah Inklusi
Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo Depok Sleman D.I Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Islam Sunan Kalijaga.

Somantri, Sutjihati. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.

Wardani, dkk. (2011). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuk

Anda mungkin juga menyukai