Anda di halaman 1dari 68

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

L (49 TAHUN) DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEURO (STROKE NON HEMORAGIC)
DI RUANG CENGKIR 1 RSUD INDRAMAYU
KABUPATEN INDRAMAYU

Oleh :

1. ACHMAD SUCIPTO
2. AGNES SARI PERMANA
3. DEDEH ROSITA
4. EKA RIZKY SETIAWAN
5. ELSA AINUN INNAYAH
6. ELVERDA KIRANA NADIA

YAYASAN INDRA HUSADA INDRAMAYU


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM PROFESI NERS
2021
K

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan dan

petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Pada Tn.T 46 Tahun Dengan Gangguan Sistem Neuro (Stroke

Non Hemoragic) di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kabupaten

Indramayu.

i
Penulis menyadari tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan penyediaan

fasilitas dari berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis lakukan dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa

hormat dan terima kasih yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan

Tugas ini kepada :

1. Drs. H. Turmin, B.Sc., Selaku Ketua Pengurus Yayasan Indra Husada

Indramayu, yang telah menjadi inspirator bagi penulis untuk terus semangat

menjalani kuliah ini.

2. Muhammad Saefulloh, S.Kep.,Ners., M.Kep., Selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu, yang telah memberikan motivasi

kepada kami.

3. Wiwin Nur Aeni, S.Kep., Ners., M.Kep., Selaku Ketua Program Studi

Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu dan selaku

pembimbing akademik, yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan

ilmunya guna memberikan pengarahan, bimbingan, ilmu pengetahuan, nasehat

serta masukan yang bermanfaat selama penyusunan tugas ini yang telah

memberikan kesempatan dalam berbagai kemudahan, sehingga penulis dapat

menyusun karya tulis ini.

4. Perawat di ruang cengkir 1 yang selalu memberi saran positif dan

semangat untuk karya tulis ilmiah

5. Untuk ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kabupaten Indramayu yang

telah memberikan izin untuk melaksanakan tindakan asuhan keperawatan dan

ii
selalu membantu apa yang penulis butuhkan dalam proses pengerjaan tugas

dengan stase keperawatan medical bedah.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya

atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis. Serta semoga tugas ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Indramayu, November 2021

PENULIS,

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ v
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2

iii
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
D. Ruang Lingkup ................................................................................ 3
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
A. Konsep Penyakit ........................................................................... 6
B. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................... 32
BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................ 38
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 55
A. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 55
B. Analisis Pengkajian.......................................................................... 55
C. Analisis Diagnosa Keperawatan (Nursing Diagnose Analyse)........ 56
D. Analisis Tindakan Keperawatan...................................................... 58
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 59
A. Kesimpulan .................................................................................... 59
B. Saran ............................................................................................. 59

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Anatomi dan Fisiologi ................................................................ 6
Gambar 2. Pathway ...................................................................................... 25
Gambar 3. Genogram ................................................................................... 40

iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Saraf otak .................................................................................. 11
Tabel 2. Organ Tubuh dan system .......................................................... 15
Tabel 3. Perbedaan Stroke non hemoragic dan stroke hemoragic .......... 19
Tabel 4. Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan ....................................... 19
Tabel 5. Faktor Resiko Stroke ................................................................. 20
Tabel 6. Definisi Neurologi Stroke ......................................................... 20

v
vi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeh.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih


bahasaTim Penerbit PSIK UNPAD.Jakarta: EGC.

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosa & Tata Laksana


Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Misbach,J. 2008. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid,A.; dan


Soertidewi,L.; (Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Hal 1-9.Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua
puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. p. 141-142.

Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit


Nuha Medika.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia
hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization (WHO), kematian
akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat diseluruh dunia.
Peningkatan terbesar akan terjadi dinegara –negara berkembang dan negara
miskin. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa
kematian per tahun atau naik 14 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih
dari dua per tiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit
degeneratif (Buletin Kesehatan, 2011). Beberapa penyakit degeneratif yang
banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes,
stroke dan kanker. Penyakit degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui
tidak hanya oleh orang yang berusia lanjut namun juga di kalangan umur muda
(Indrawati, 2009).
Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak baik
stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Di Indonesia sendiri, stroke
menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker.
Dari data nasional yang didapat, angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit
stroke sebesar 15,4%. Dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Kementerian Kesehatan Indonesia diketahui bahwa prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan ang terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,7% (Depkes, 2013).
Faktor resiko terjadinya stroke tidak hanya selalu pada pola makan saja. Ada
berbagai macam faktor pencetus munculnya penyakit stroke seperti stress baik itu
stress psikologi maupun stress pekerjaan dimana stress meningkatkan resiko
terjadinya stroke 10% kali.
RSUD Indramayu merupakan salah satu rumah sakit rujukan terbesar di
Kabupaten Indramayu. Data pasien stroke dari januari sampai desember 2014
sebanyak 658. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui rata-rata pasien stroke

1
2

yang dirawat di RSUD Indramayu perbulannya adalah sebanyak 54 pasien


perbulannya.
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah sebagai
Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education yang
berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat dapat menekankan
pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya promotif dan
preventif.Maka dari itu, peranan perawat dalam penanggulangan Dengue
haemorhagic fever yaitu perawat apat memberikan pendidikan kesehatan pada
klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit,
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan stroke non hemoragic.
Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan
pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan
kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).
Melihat ringkasan kasus di atas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir 1 RSUD
Indramayu.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan masalah “Bagaimanakah
pelaksanaan Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang
Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu?”.
a. Bagaimana asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di
Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu yang meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi ?
b. Bagaimana pendokumentasian Asuhan keperawatan Tn.L dengan
stroke non hemoragik di Ruang di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab.
Indramayu?
3

c. Bagaimana faktor pendukung dan faktor penghambat dalam


pelaksanaan Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang
Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu?

C. TUJUAN PENULISAN
1. TUJUAN UMUM
Mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan
Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab.
Indramayu.
2. TUJUAN KHUSUS
Penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam:
a. Melaksanakan asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik
di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu dengan menerapkan
proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
b. Melaksanakan proses pendokumentasian asuhan keperawatan Tn.L
dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab.
Indramayu.
c. Menemukan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pelaksanaan asuhan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu.

D. RUANG LINGKUP
1. Lingkup Mata Ajar
Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu ini merupakan bagian dari stase keperawatan
medikal bedah profesi ners.
2. Lingkup Waktu
Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu ini dilaksanakan selama 3 hari.
4

3. Lingkup Kasus
Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu. Pada tugas ini menggunakan atau
menerapkan proses keperawatan yang meliputi pengakjian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. digambarkan tentang
penyakit tidak menular yaitu penyakit stroke non hemorogic.
4. Lingkup Tempat
Asuhan keperawatan Tn.L dengan stroke non hemoragik di Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu ini dilaksanakan di Ruang Cengkir 1 RSUD
Indramayu Kab. Indramayu.

E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu penulis maupun penulis
lainnya untuk mengembangkan pengetahuan ,wawasannya dan menambah
pengalaman nyata dalam asuhan keperawatan pada pasien yang menderita stroke
non hemoragik.
2. Bagi Ruangan
Hasil penulisan diharapkan dapat bermanfaat bagi Ruang di Ruang Cengkir
1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu. dan menjadi masukan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yaitu program kesehatan yang ada
khususnya tentang untukstroke non hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan karya tulis ilmiah diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan referensi dan bacaan sehingga dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan, khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien Tn.L dengan
stroke non hemoragik di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu Kab. Indramayu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit
neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf
pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di
tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik
merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.(Arif Muttaqin, 2008).
2. Anatomi
A. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1 Anatomi otak

6
7

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011)

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011 )


Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs). Otak
menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian
oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya. Secara anatomis
sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf
cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron- neuron yang menerima pesan-pesan
neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf pusat, dan atau menerima
pesan-pesan neural motorik ( eferen) dari system saraf pusat. Saraf spinal
menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal dinamakan saraf campuran
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa
baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak
disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut
aferen membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf parasimpatis adalah
menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, dan meningkatkan
pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.
1. Fisiologis
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak
terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
8

a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus,


serta hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, dan serebellum.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya
(lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan oksipitalis)
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media laterali
memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis
juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis. Adapun bagian-bagian
otak meluputi :
a. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua permukaan ini
dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat
putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
1) Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkussentralis.
2) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang
oleh korakooksipitalis.
3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobusoksipitalis.
4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.
Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak
gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian
9

menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah
benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area.
Secara umum korteks dibagi menjadi empat bagian:
1) Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri
yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang bersangkutan. Korteks sensori
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan
yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain.
Bagian anterior lobus temporalis mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan
disebutpsikokortek.
3) Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur bagian
tubuhkontralateral.
4) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dan kepribadian.
10

b. Batang otak
Batang otak terdiri :
1) Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang
terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang
terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut
menghadap kesamping. Fungsinya dari diensephalon yaitu:
a) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.
b) Respirator, membantu prosespernafasan.
c) Mengontrol kegiatan refleks.
d) Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari mesensefalon
terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas disebut korpus
kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus
inferior. Serat nervus toklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis
tengah ke sisi lain. Fungsinya:
1. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata. II.
Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
2) Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak
tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang mengatur
gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya adalah:
a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.
b) Pusat saraf nervustrigeminus.
3) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas
medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah bagian
ventral medulla oblongata. Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan
sel dari berbagai saraftak yang penting. Selain itu medulla mengandung “pusat-
pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
11

Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini dalam batang otak dapat
membawa akibat yang sangat serius
.c. Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas
medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus
serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebellum
tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebellum ini
mengandung zat kelabu. Korteks serebellum dibentuk oleh substansia grisia,
terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye dan lapisan granular
dalam.Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati
serebellum.
d. Saraf otak
Tabel 1. Saraf otak
Urutan
Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk dan fungsi
saraf
Nervus Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
I
olfaktorius
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
Nervus Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat
III okulomotoris kelopak
mata
Nervus Motorik Mata, memutar mata dan penggerak bola mata
IV
troklearis
V Nervus Motorik dan Kulit kepala dan kelopak mata atas
trigeminus sensorik Rahang atas, palatum dan hidung
N. Oftalmikus Motorik dan Rahang bawah dan lidah
N. Maksilaris sensorik
N. Sensorik
Mandibularis
12

Motorik dan
sensorik
Nervus Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VI
abdusen
Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah, menggerakkan lidah dan
VII Sensorik selaput
lendir rongga mulut
Nervus Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
VIII
auditorius
Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan citarasa
IX
motorik
Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-paru dan esophagus
X
motorik
Nervus Motorik Leher, otot leher
XI
asesorius
Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
XII
hipoglosus

e. Saraf otonom
1) Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis
terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen
lumbalis 1-3 terdapat nucleus vegetative yang berisi kumpulan – kumpulan sel
saraf simpatis. Sel saraf simpatis ini mempunyai serabut – serabut preganglion
yang keluar dari kornu anterior bersama- sama dengan radiks anterior dan
nucleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervertebralis, serabut – serabut
preganglion ini segera memusnahkan diri dari nucleus spinalis dan masuk ke
trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk sinap terhadap sel
– sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus. Tetapi ada pula serabut –
serabut preganglion setelah berada di dalam trunkus simpatikus terus keluar
13

lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps menuju ganglion – ganglion /


pleksus simpatikus.
b) Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah kiri dan
kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di
sepanjang vertebra. Barisan ganglion – ganglion saraf simpatikus ini disebut
trunkus simpatikus. Ganglion– ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara
ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan
oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglion – ganglion itu. Hali ini
menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima serabut – serabut saraf
yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4 bagian
yaitu :
I. Trunkus simpatikus servikalis.Terdiri dari 3 pasang ganglion.

Dari ganglion – ganglion ini keluar cabang – cabang saraf simpatis yang

menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar arteri karotis membentuk pleksus.

Dari pleksus ini keluar cabang – cabang yang menuju ke atas cabang lain

mempersarafi pembuluh darah serta organ – organ yang terletak di kepala.

Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot – otot dilatators, pupil

mata, dan sebagainya.

II. Trunkus simpatikus torakalis.Terdiri dari 10-11 ganglion, dari

ganglion ini keluar cabang – cabang simpatis seperti cabang yang mensarafi

organ – organ di dalam toraks ( mis, orta, paru – paru, bronkus,

esophagus, dsb ) dan cabang – cabang yang menembus diafragma dan

masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi

organ – organ di dalamnya.


14

III. Trunkus simpatikus lumbalis.Bercabang – cabang menuju ke dalam

abdomen, juga ikut membentuk pleksus solare yang bercabang – cabang ke

dalam pelvis untuk turut membentuk pleksus pelvini.

IV. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis


untuk membentuk pleksus pelvini.
c) Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen,
pelvis, toraks, serta di dekat organ – organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis
(otonom).
Umumnya terdapat pleksus – pleksus yang dibentuk oleh saraf
simpatis/ganglion yaitu pleksus/ganglion simpatikus. Ganglion lainnya (simpatis)
berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar, ini bersama serabutnya
membentuk pleksus – pleksus simpatis :
1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan
cabangnya ke daerah tersebut dan paru – paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan
mempersarafi organ – organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sacrum dan
mencapai organ – organ pelvis
15

Tabel 2 Organ tubuh dan system pengendalian ganda

Organ Rangsangan Rangsangan


simpatis parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat
Arteri koronari Pembuluh Dilatasi Konstriksi
darah perifer Tekanan Vasokonstriksi Vasodilatasi
darah Naik Turun
Bronkus Kelenjar Dilatasi Konstriksi
ludah Kelenjar Sekresi berkurang Sekresi bertambah
lakrimalis Pupil mata Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Sistem pencernaan Dilatasi Konstriksi
makanan (SPM) Peristaltik berkurang Peristaltik bertambah
Kelenjar – kelenjar SPM
Kelenjar keringat Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Ekskresi bertambah Ekskresi berkurang

Fungsi serabut saraf simpatis


1. Mensarafi otot jantung
2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
6. Mempertahankan tonus semua otot sadar. f. Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan
keluar dari otak menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut –
serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang gerakan – gerakan saraf
ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah

sacral. Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan
16

bersama saraf – saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon

rectum dan kandung kemih.

Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih

mengalami gangguan. System pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis).

Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis

atau parasimpatis. Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu :

menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ

dirangsang oleh sekelompok urat saraf (masing – masing bekerja berlawanan).

Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap

dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator

dari saraf simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan

memiliki urat saraf ekselevator dan inhibitor yang mempercepaT dan

memperlambat peristaltic berturut – turut.Fungsi serabut parasimpatis :

1) Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,

submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.

2) Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung,


berpusat di nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus
fasialis.
3) Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus VII
4) Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di
dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5) Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang
berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
17

6) Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan


alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
7) Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di
kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan
rectum tegang miksi dan defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini
dapat dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini
berasal dari korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus
piramidalis.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima, yaitu :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
18

2) Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak
yang paling lazim terjadi :
a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b) Aneurisma fusiformis
dari atherosklerosis.
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a) Hipertensi yang parah.
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
19

a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. b)


Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara
lain :
1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
9. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen,

delirium, suppor, koma)

Tabel 3. Perbedaan Stroke Non Haemoragic dan Stroke Hemoragik

Gejala Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik


Saat kejadian Mendadak, saat istirahat Mendadak, sedang aktifitas
Nyeri kepala Ringan, sangat ringan Hebat
Kejang Tidak ada Ada
Muntah Tidak ada Ada
Adanya tanda peringatan Ada Tidak ada
Sakit kepala Tergantung luas daerah Mulai dari pingsan – koma
yang terkena
Reflek patologis Tidak ada Ada
Pembengkakan otak Tidak ada Ada

Tabel 4. Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan


Stroke Hemisfer Kanan Stroke Hemisfer Kiri
Paralisis pada tubuh kanan Paralisis pada sisi kiri tubuh
Defek lapang pandang kanan Defek lapang pandang kiri
Afasia (ekspresif, reseptif, atau global) Deficit persepsi-khusus
Perubahan kemampuan intelektual Peningkatan distraktibilitas
Perilaku lambat dan kewaspadaan Perilaku impuls dan penilaian buruk,
kurang kesadaran terhadap defisit
20

a) Faktor Risiko Stroke


Tabel 5. Ada beberapa faktor resiko dari stroke, antara lain:
Potensial Tidak bisa
Bisa dikendalikan bisa dikendalikan Dikendalikan
Hipertensi Diabetes Umur
Penyakit jantung: Endokarditis, Militus Jenis kelamin
Fibrilasi atrium, Stenosis mitralis, Hiperhomosiste Herediter
Infark jantung, Merokok inemia Ras dan etnis
Konsumsi alkohol Hipertrofi Geografi
Stress ventrikel kiri
Anemia sel sabit
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stenosis karotis asimtomatik
Kontrasepsi oral (khususnya dengan
disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi),
Kolesterol tinggi,
Penyalahgunaan obat (kokain)

Tabel 6. Defisit Neurologic Stroke: Manifestasi dan Implikasi Keperawatan


Defisit Implikasi Keperawatan atau Penerapan
Neurologik Manifestasi Penyuluhan
Defisit Lapang Penglihatan Pasien
Homonimus Tidak menyadari Tempatkan objek dalam lapang
hemianopsia orang atau objek penglihatan
(kehilangan di tempat pasien yang
setengah kehilangan utuh
lapang penglihatan Dekati pasien dari sisi lapang pandang yang
penglihatan) Mengabaikan utuh
salah satu sisi Instruksikan atau ingatkan pasien untuk
tubuh memalingkan kepala ke arah kehilangan lapang
Kesulitan menilai pandang
jarak Dorong penggunaan kaca mata bila tersedia.
Kehilangan Kesulitan Ketika mengajarkan
Tempatkan objek dalampasien, lakukan dalam
pusat lapang
penglihatan melihat penglihatan
perifer pada malam pasien.
hari Dorong penggunaan tongkat atau objek lain
Tidak menyadari untuk mengidentifikasi objek di perifer lapang
objek atau batas pandang. Hindari berkendara pada malam hari
Diplopia objek
Penglihatan ganda atau aktivitas
Jelaskan beresiko
pada dalam
pasien kegelapan.
lokasi objek ketika
menempatkannya dekat pasien.
Secara konsisten tempatkan barang
perawatan pasien di lokasi yang sama.
21

Defisit Motorik
Hemiparesis Kelemahan wajah, Tempatkan objek dalam jangkauan pasien pada
lengan, dan sisi yang tidak sakit
kaki pada sisi yang Instruksikan pasien untuk latihan
sama dan meningkatkan kekuatan pada sisi yang tidak
(karena lesi pada sakit.
hemisfer yang
Hemiplegia belawanan).
Paralisis wajah, Dorong pasien untuk memberikan latihan
lengan dan kaki rentang
pada sisi yang sama gerak pada sisi yang
(karena lesi pada sakit.
hemisfer yang Berikan mobilisasi sesuai kebutuhan pada sisi
berlawanan). yang sakit.
Pertahankan kesejajaran tubuh dalam
posisi
fungsional.
Ataksia Berjalan tidak Latih
Dukung tungkai yangfasetidak
pasien selama ambulasisakit
awal. untuk
mantap, tegak Berikan alat penyokong untuk ambulasi
Tidak mampu (mis. walker, kruk, tongkat).
menyatukan Instruksikan pasien untuk tidak berjalan
kaki, tanpa bantuan atau alat penyokong.
perlu dasar berdiri
Disartria yang luas.
Kesulitan dalam Memberikan pasien metode alternatif untuk
membentuk kata berkomunikasi
Memberi pasien cukup waktu untuk
berespons
untuk komunikasi
verbal.
Dukung pasien dan keluarga untuk
Disfagia Kesulitan menelan menghilangkan frustasi yang b.d. kesulitan
Uji refleks faring pasien sebelum memberikan
makanan dan cairan.
Bantu pasien saat
makan.
Tempatkan makanan pada sisi mulut yang
tidak sakit.
Defisit Sensori Berikan waktu yang cukup untuk makan.
Parestesia Kebas dan Instruksikan pasien untuk menghindari
(terjadi pada kesemutan pada penggunaan bagian tubuh ini sebagai
sisi berlawan bagian tubuh tungkai domain
dari lesi) Kesulitan dalam Berikan rentang gerak pada area yang sakit
proporsional dan berikan alat korektif yang diperlukan.
Tempatkan barang perawatan pasien ke arah
sisi yang tidak sakit.
22

Defisit Verbal
Afasia Tidak Dorong pasien untuk mengulang bunyi alfabet.
ekspresif mampu
membentuk kata
yang dapat
dipahami;
mungkin
mampu bicara
Afasia dalam
Tidak respons kata
mampu Bicara perlahan dan jelas untuk membantu pasien
reseptif memahami membentuk bunyi.
kata yang
dibicarakan:
mampu bicara tetapi
Afasia global tidak masuk akal.baik
Kombinasi Bicara perlahan dan dalam kalimat sederhana;
afasia reseptif dan gunakan sikap tubuh atau gambaran bila mampu.
ekspresif
Defisit Kehilangan Reorientasikan pasien pada waktu, tempat, dan
kognitif memori jangka situasi dengan sering.
pendek dan Gunakan petunjuk verbal dan auditorius
panjang untuk mengorientasikan pasien.
Penurunan Berikan objek keluarga (foto keluarga,
lapang perhatian foto
Kerusakan favorit)
kemampuan Gunakan bahasa tidak rumit dengan pasien.
untuk Cocokan tugas visual dengan petunjuk
berkonsentrasi verbal:
Perubahan memegang sakit gigi, mensimulasikan sakit
penilaian gigi
dengan mengatakan “Saya ingin menyikat
gigi
Defisit Kehilangan Dukung pasien selama kejadian tidak terkontrol
Emosional kontrol diri Diskusikan dengan pasien dan keluarga
bahwa
Labilitas emosional Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
Depresi Menarik diri Rasa takut, bermusuhan, dan marah Perasaan isolasi kejadian tersebut
karena proses penyakit. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
kelompok Berikan stimulasi untuk pasien Kontrol situasi penimbul stress bila mungkin.
Berikan lingkungan yang aman Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan dan
frustasi yang berkaitan dengan proses penyakit.
5. Patofisiologi
Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah
ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
23

otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami
pelambatan atau terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering

menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;

karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan

intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk

serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan

perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.


24

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak

di nukleus kaudatus, talamus, dan pons .

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:

Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk

waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia

serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti

jantung.
25

6. Pathway
Gambar 2. Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
26

7. Klasifikasi
Menurut Corwin (2009), klasifikasi stroke adalah:
1. Stroke non hemoragik
a. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak
perlahan karna proses arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi serebral.
b. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak
akibat abnormalitas patologik pada jantung. Embolus biasanya menyumbat arteri
cerebral tengah atau cabang- cabangnya,yang merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke Haemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
8. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat
terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya: a. Bekuan darah (Trombosis)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul,
pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka
akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi. c. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa
batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di
paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumoni. d. Atrofi dan kekakuan sendi
(Kontraktur) Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi. e. Depresi
dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan
reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.
27

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan
jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam
H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks,
darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis
gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan
edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap
pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
a. Stroke Iskemik
o
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30 ,

kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2

jam, mobilisasi dimulai bertahap bila hemodnamik sudah stabil.

Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit

sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu dilakukan

intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,

kemudian dicari penyeba harus dikoreksibnya jika kandung keih

penuh dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).


28

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid

1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan

mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberin nutrisi per

oral hanya jika fungsi menelannya baik, jika didapatkan gangguan

menelan aau kesadarana menurun dianjurkan melalui selang

nasogastrik. Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai

batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip

intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar

gula darah > 60 mg% atau > 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus

dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi

dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak

perlu segera diturunkan kecuali bila tekanan sistolik >220 mmHg,

diastol > 120 mmHg. Mean arterial Blood Pressure (MAP) > 130

mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),

atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif

serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%

dan obat yang direkomendasikan : natrium nitroprusid, penyekat

reseptor alfa- beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika

terjadi Hipotensi yaitu tekanan sistol < 90 mmHg diastol < 70

mmHg diberi Nacl 0,9 % 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml

selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat

diatasi. Jika belum terkoreksi yaitu tekanan darah sistol masih


29

< 90 mmHg dapat diberikan dopamin 2-20ug/kg/menit sampai tekanan darah


sistolik > 110 mmHg. Jika kejang diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan
selama 3 menit, maksimal 100 mg perhari dilanjutkan pemberian antikonvulsan
per oral (fenitoin karbamaxepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan anikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan
ntrakranial meningkat, diberi manitol bolus intavena 0,25 sampai 1g/kgBB
per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk dilanjutkan 0,25g/kg BB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (< 320 mmol) sebagai alternatif dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCL 3%) atau furosemid.
Terapi Khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan atau yang dianjurkan dengan trombolitik rtPA
(recombinant tissue Plasminogen Actiatoe). Dapat juga diberikan agen
neuroproteksi yait sitikolin atau piracetam (jika didapatkan afasia).
b. Stroke Non Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai
tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.
Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam
10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1.25 mg/6 jam; kaptopril 3 x
6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
0
kepala dinaikkan 30 , posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa
proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.
30

Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat


vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
3
berdiameter >3 cm , hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).
3. Stadium Sub akut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke
di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut : Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
penatalaksanaan komplikasi, restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),
yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, prevensi
sekunder, edukasi keluarga dan Discharge Planning.
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
 Gula darah sewaktu
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
 Waktu protrombin
31

 APTT
 Kadar fibrinogen
 D-dimer
 INR
 Viskositas plasma
2. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan
paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis.
3. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
4. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
5. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
6. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
32

7. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
8. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
33

d. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
34

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering


didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
35

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya


inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda- tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
36

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
37

pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke


bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tulis persepsi.
8) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
I. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot Didapatkan meningkat.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Nama Kelompok : Kelompok 2


Tempat Praktek : Cengkir 1
Tanggal Pengkajian : 3 November 2021

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Umur : 46 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Paoman
Tanggal Masuk : 2 November 2021
Tanggal Pengkajian : 3 November 2021
No. Rm : 085083
Diagnosa Medis : Stoke Non-Hemoragic
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 45 Tahun
Hubungan : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Paoman
2. Riwayat Kesehatan Sekarang

38
39

a. Keluhan Utama
Hemiparase sinistra
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kerumah sakit pada tanggal 02 November 2021 dengan
keluhan tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakan, keluhan sudah dirasakan sejak 1
minggu yang lalu, keluhan disertai nyeri pada perut, mual dan muntah sebanyak
2x dan bicara tidak jelas. Pasien juga mengatakan sulit untuk menelan, kalau
makan atau minum sering tersedak. Sebelum dibawa ke RSUD Indramayu pasien
sempat dibawa ke tenaga kesehatan terdekat namun tidak kunjung sembuh, lalu
pasien langsung dibawa ke RSUD Indramayu oleh leuarga beserta istrinya,
keadaan fisik lemah, gerakan terbatas, kekuatan otot menurun, Saat dilakukan
pemeriksaan tingkat kesadaran GCS 15 : compos mentis ( E4 M6 V5) . Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital didapat TD: 240/150 mmHg Nadi: 95x/menit suhu:
37,00 Frekuensi nafas ; 22x/menit.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Keluarga pasien mengatakan1 tahun yang lalu pasien menderita penyakit
darah tinggi atau hipertensi, pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan
maupun obat-obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit turunan seperti DM, jantung,
Ginjal, namun mempunyai riwayat hipertensi dari orang tuanya.

Genogram :
Keluarga pasien mengatakan mempunyai anak 3, wanita 2 dan laki-laki 1.
Anak pertama wanita sudah menikah dan mempunyai anak 1, sedangkan anak
kedua laki-laki dan anak ketiga perempuan belum menikah. Pasien tinggal
bersama anak kedua dan ketiga.
40

Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Pasien

: Hubungan keluarga

Diagnosa medis dan terapi


Diagnosa medis: Stroke Non-hemoragic
Terapi:
1) Infus NaCl 20 tpm 
2) Pasang NGT
3) Citicoline 2x500 mg
4) Omeprazole 1x40 gr
5) Piracetam 3x1 gr
6) Amlodipine 1x10 gr
7) Captropil 3x25 gr
41

3. Pola kebutuhan dasar


a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pasien mengatakan apabila mengalami keluhan atau sakit berobat ke
Puskesmas terdekat
b. Pola nutrisi-metabolik
Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, 1 porsi habis, makanan yang
biasa dikonsumsi dimasakan dengan cara direbus, tidak ada keluhan Saat sakit :
pasien makan sebanyak 3x1 hari dengan mengkonsumsi 200 ml susu
c. Pola eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : bab 1x sehari, kadang 2 hari baru bab, bab lunak, warna
kuning kecoklatan,tidak ada keluhan
Saat sakit : sudah bab 1x sehari, bab lunak, warna kuning kecoklatan, tidak
ada keluhan
2) BAK
Sebelum sakit : >5x sehari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan
Saat sakit : terpasang kateter urin, warna kuning keruh, tidak ada keluhan
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum 

Mandi 

Toileting 

Berpindah 

Berpakaian 
42

Keterangan 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit : pasien jarang berolah raga, keseharian pasien adalah
bekerja.
Saat sakit : tidak melakukan apapun hanya tirah baring
e. Pola kognitif dan persepsi
Orientasi baik, bicara tidak jelas, bicara menggunakan bahasa Indonesia,
kemampuan bicara kurang baik, komponen interaksi sesuai, respon pasien
terhadap penyakit yang menerima, pengetahuan pasien tentang penyakit mengerti.
f. Pola persepsi-konsep diri
tidak terkaji
g. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit : pasien jarang tidur siang, pasien tidur 7-8 jam pada malam
hari, kualitas nyenyak, tidak ada keluhan
Saat sakit : pasien tidur 6-7 jam dan jarang tidur siang.
h. Pola peran-hubungan Hubungan
Keluarga pasien mengatakan pasien dengan tetangga di rumah baik, dengan
anak-anaknya baik, pasien menjalankan perannya sebagai kepala rumah tangga.
i. Pola seksual-reproduksi
Tidak dikaji
j. Pola toleransi stres-koping
keluarga pasien mengatakan ketika ada masalah selalu dibicarakan secara
baik-baik dan diselesaikan secara baik-baik, sehingga masalah itu dapat
terpecahkan dan diselesaikan.
k. Pola nilai-kepercayaan
Pasien beragama Islam, menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya,
dan selalu berdoa untuk meminta kesembuhan

II. PENGKAJIAN FISIK


Keadaan umum : Lemah
43

Tingkat kesadaran : Compos mentis


GCS : 15 (E4 M6 V5)
Tanda-tanda vital :
 Frekuensi nadi : 95x/ menit
 Suhu : 36,00
 Tekanan darah : 240/150 mmHg
 Frekuensi nafas : 22x/menit
a. Kepala dan leher Kepala
rambut hitam, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, tidak ada nyeri tekan
pada kepala, mata simetris, telinga simetris, bibir simetris, kering, warna
kecoklatan. Leher: tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak ada pergeseran
trakea, tidak ada nyeri tekan
b. Dada Paru-paru
perkembangan paru kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, kulit berwarna
sawo matang, tidak ada krepitasi pada dada kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan,
suara perkusi sonor, suara alkulturasi vesikuler. Jantung: tidak ada pembengkakan,
terdengar suara lup-dup, spo2 : 99%
c. Payudara dan ketiak
Kedua payudara simetris, tidak ada benjolan, tidak boleh, tidak ada nyeri
tekan, pada ketiak tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
d. Abdomen
Perut simetris, tidak ada pembesaran, tidak terdapat luka operasi, bising usus
10x/menit
e. Genitalia
Terpasang kateter urin
f. Integumen
tidak terdapat luka operasi, kulit teraba hangat, CRT < 3 detik, tidak ada
edema, turgor kulit elastis.
g. Ekstremitas
Atas : terpasang infus NaCl 20 tpm ada tangan kanan, kekuatan otot tangan
kanan dan kiri 5/0, jari-jari utuh, tidak ada fraktur.
44

Bawah : kekuatan otot kaki kanan dan kiri 5/0 , jari-jari utuh, tidak ada
faktur
h. eurologis Status mental dan emosi : pasien sabar dan menerima
penyakitnya Pengkajian saraf kranial : -
Pemeriksaan refleks : -
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 02 November 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
1. Laboraturium
 Leukosit 12.000 6.400-11.300/ul Meningkat

 Eritrosit 3.0 4.4-5.9 10^6ul Menurun

 Hemoglobin 8.7 13.2-17.3 g/dl Menurun


26.8 40-52 % Menurun
 Hematokrit
181.000 150.000-400.000 ul Normal
 Trombosit
88 80-100 fl Normal
 MCV
28.7 28-33 pg Normal
 MCH
32.5 33-36 g/dl Normal
 MCHC
12.8 11.5-14.1 % Normal
 RDW-CV
84 74-180 mg/dl Normal
 GDS 16.2 13-43 mg/dl Normal
 Ureum 13.22 0.8-1.3 mg/dl Tinggi
 Kreatinin 19 <38 u/l Normal
 SGOT 13 <40 u/l Normal
 SGPT

2. Pemeriksaan radiologi
Kesimpulan hasil rontgen:
- Perdarahan intracerebri (volume kurang lebih 4,4 ml) di nucleus
lentiformis sinistra sampai substansia alba ventikuler lateralis sinistra dan di pons
sinistra (volume 0,5 ml) disertai edema perifokal.
45

- Infark lama di cornu anterior substansia alba periventikuler lateralis


sinistra.
- Multiple infark kecil di nucleus lentiformis bilateral, thalamus bilateral
dan substansia alba periventikuler lateralis bilateral.
- Atrofi cerebri senilis
IV. PROGRAM PENGOBATAN
- Infus NaCl 20 Tpm
- Citicoline 2x500 g
- Omeprazole 1x40 mg
- Piracetam 3x1 gr
- Amlodipin 1x10 gr
- Captropil 3x25 gr

V. ANALISA DATA
Nama klien : Tn. L Tanggal Masuk : 2 November
2021
Ruangan : Cengkir 1 Tanggal Pengkajian : 3 November 2021
Data Senjang (DS dan Etiologi/penyebab Masalah
DO) Keperawatan
DS: Hipertensi, DM, gaya hidup Gangguan Mobilitas
keluarga pasien yang tidak baik, obesitas dan Fisik
mengatakan kaki dan kolesterol yang meningkat. (D.0054)
tangan kiri tidak bisa
digerakan, keluhan Penimbunan lemak yang
sudah dirasakan ± 1 meningkat dalam darah
minggu yang lalu.
DO:
Lemak yang sudah nekrotik
 Kekuatan otot dan berdegenerasi
menurun
 rentang gerak
Pembulu darah menjadi kaku
46

(ROM) menurun
Pembulu darah menjadi
 gerakan fisik pecah
terbatas
 pasien tampak Kompresi jaringan otak
lemah
 TTV:
Peningkatan TIK
TD 240/150 mmHg
N 95x/mnt
RR 21x/mnt Arteri vertebria basilasris
Suhu 36.00
SpO2 99%
Disfungsi N. XI (Assesoris)

Kelemahan anggota gerak

Gangguan Mobilitas Fisik


DS: Gangguan Menelan
Pasien mengatakan sulit Hipertensi, DM, gaya hidup (D.0063)
menelan, kalau makan yang tidak baik, obesitas dan
dan minum sering kolesterol yang meningkat
tersedak, keluhan
dirasakan ± 1 minggu. Terbentuknya trombus dan
DO: emboli

- Batuk sebelum
Penyumbatan pembulu darah
menelan
ke otak
- Pasien terpasang
NGT Suplai oksigen ke otak
- Hasil TTV: menurun
TD 240/150 mmHg
N 95x/mnt Hipoksia
47

RR 21x/mnt
Stroke Non hemoragic
Suhu 36.00
SpO2 99%
Iskemik pada arteri serebral
medial

Gangguan gustatory area

Disfagia

Gangguan Menelan

DS: Resiko Perfusi


- Hipertensi, DM, gaya hidup Serebral Tidak
DO: yang tidak baik, obesitas dan Efektif
- Kesadaran compos kolesterol yang meningkat (D.0017)
mentis dengan GCS
15 Terbentuknya trombus dan
- Hemiparase emboli

ekstremitas kanan
Penyumbatan pembulu darah
atas bawah
ke otak
- HB : 8.7 g/dl
- Hasil CT-SCAN : Suplai oksigen ke otak
perdarahan menurun
intracerebri
(Volume ± 4.4 ml) Iskemik jaringan otak
di nucleus
lentiformis sinistra
Syok hemoragic
sampai akba
ventrikular lateralis
sisnistra dan di pons Resiko perfusi serebral
sinistra ( vol ± 0,5 tidak efektif

ml) disertao edema


48

perifokal

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN MENURUT PRIORITAS


1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot d.d
Hemipatase Sinistra.
2. Gangguan Menelan b.d Gangguan Saraf Kranialis d.d Sulit Menelan
3. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Embolisme

VII. PERENCANAAN KEPERAWATAN


Nama klien : Tn. L Tanggal Masuk : 2 November
2021
Ruangan : Cengkir 1 Tanggal Pengkajian : 3 November 2021
Diagnosa Tujuan Rencana Rasional
keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
mobilitas fisik tindakan keperawatan toleransi fiisk mengetahui
selama 3x24 jam melakukan kelemahan
DS: diharapkan masalah pergerakan fisik pada
keluarga teratasi dengan 2. Libatkan pasien
pasien kriteria hasil keluarga untuk 2. Agar
mengatakan kriteria ir er membantu keluarga
kaki dan Pergerakan 1 5 dalam dapat
tangan kiri ekstremitas meningkatkan membantu
tidak bisa Rentang 1 5 pergerakan saat dirumah
digerakan, gerak 3. Ajarkan 3. Agar tidak
keluhan sudah Gerakan 1 5 mobilisasi terjadi
dirasakan ± 1 gerbatas sederhana yang kekakuatan
minggu yang Kelemahan 1 5 harus
49

lalu. fisik dilakukan pada otot


DO: 4. Ajarkan ROM
 Kekuatan pasif dan aktif
otot
menurun
 rentang
gerak
(ROM)
menurun
 gerakan
fisik
terbatas
 pasien
tampak
lemah
 TTV:
TD
240/150
mmHg
N 95x/mnt
RR
21x/mnt
Suhu
36.00

SpO2 99%
Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk
menelan tindakan keperawatan kemampuan mengetahui
selama 3x24 jam menelan gangguan
DS: diharapkan masalah 2. Atur posisi menelan pada
Pasien teratasi dengan yang nyaman pasien
50

mengatakan kriteria hasil untuk 2. Agar pasien


sulit menelan, kriteria ir er makan/minum nyaman saat
kalau makan Reflek 1 5 3. Sediakan makan
dan minum menelan sedotan untuk 3. Agar tidak
sering Kemampua 1 5 minum, sesuai tersedak saat
tersedak, n kebutuhan minum
keluhan mengunyah 4. Kolaborasi 4. Untuk
dirasakan ± 1 Usaha 1 5 pemberian obat mengurangi
minggu. menelan (analgesik, nyeri dan
DO: antiemetik) mencegahmu
- Batuk sesuai indikasi al muntah
sebelum
menelan
- Pasien
terpasang
NGT
- Hasil
TTV:
TD
240/150
mmHg
N 95x/mnt
RR
21x/mnt
Suhu
36.00

SpO2 99%
Resiko perfusi Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
serebral tidak tindakan keperawatan penyebab mengetahui
efektif selama 3x24 jam peningkatan penyebab
51

diharapkan masalah TIK keluhan


DS: teratasi dengan 2. Monitor pasien
- kriteria hasil peningkatan 2. Untuk
DO: kriteria ir er TD mengetahui
- Kesadaran Gelisah 2 5 3. Dokumentasika tekanan darah
compos Tekanan 2 5 n hasil pasien
mentis darah pemantauan 3. Untuk
dengan sistolik 4. Jelaskan tujuan perencanaan
GCS 15 Refleks 2 5 dan prosedur selanjutnya
- Hemiparas saraf pemantauan 4. Agar pasien
e 5. Pemberian mengethui
ekstremita citikolin 5. Untuk
s kanan 6. Pemberian mencegah
atas bawah oksigen kerusakan
- HB : 8.7 otak
g/dl 6. Untuk
Hasil CT- perfusi, untuk
SCAN : memenuhi
perdarahan oksigen pada
intracerebri otak
(Volume ± 4.4
ml) di nucleus
lentiformis
sinistra sampai
akba
ventrikular
lateralis
sisnistra dan di
pons sinistra
( vol ± 0,5 ml)
disertao edema
52

perifokal

VIII. CATATAN KEPERAWATAN (IMPLEMENTASI)


Nama klien : Tn. L Tanggal Masuk : 2 November
2021
Ruangan : Cengkir 1 Tanggal Pengkajian : 3 November 2021
Diagnosa Waktu Tindakan TTD
keperawatan
I 3/10/2021 1. Mengidentifikasi Kelompok 2
Gangguan 13:00 WIB toleransi fisik
mobilitas fisik melakukan
pergerakan
R: pasien tidak bisa
menggerakan kaki dan
tangan kiri
2. Melibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
R: keluarga membantu
pasien menggerakan
ekstremitas
3. Mengajarkan
mobilisasi sederhana
yang harus
dilakukan
R: pasien miring kanan
miring kiri
2 3/10/2021 1. Memonitor Kelompok 2
kemampuan
53

Gangguan menelan
menelan R: pasien mengeluh
kesulitan menelan
2. Mengatur posisi
yang nyaman untuk
makan/minum
R: mengatur posisi semi
fowler
3. Menyediakan
sedotan untuk
minum, sesuai
kebutuhan
R: agar tidak tersedak
4. Mengkolaborasi
pemberian obat
(analgesik,
antiemetik)
R: agar tidak nyeri dan
mual
3 3/10/2021 1. Mengidentifikasi Kelompok 2
Resiko perfusi penyebab
serebral tidak peningkatan TIK
efektif R: -
2. Memonitor
peningkatan TD
R: 240/150 mmHg
3. Memonitor
penurunan tingkat
kesadaran
R: compos mentis
4. Mendokumentasikan
54

hasil pemantauan
R: untuk perencanaan
selanjutnya
5. Menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
R: keluarga mengetahui
tujuan tindakan pasien.

IX. CATATAN PERKEMBANGAN


Nama klien : Tn. L Dx medis: Stroke Non-Hemoragik
Ruangan : Cengkir 1
Tanggal No diagnosa SOAPIER TTD
4/10/2021 1 S: keluarga pasien
mengatakan
pasien tidak bisa
menggerakan
ekstremitas atas
dan bawah
O: rentang gerak
menurun, gerakan
terbatas, fisik
lemah
A: masalah belum
teratasi
P :lanjutkan
intervensi
I: libatkan
keluarga untuk
melakukan
pergerakan
E: -
R: -
2 S: keluarga pasien
mengatakan
kesulitan menelan
55

O: Batuk sebelum
menelan
Pasien terpasang
NGT
A: masalah belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
I:
E: -
R: -
3 S:
O: kesadaran
composmentis
A: masalah belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
I: monitor
peningkatan TD
E:-
R:-
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. L


dengan diagnosa Stroke Non-Hemoragic di Ruang Cengkir 1 RSUD Indramayu,
maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan teori dan juga akan
membahas kesulitan yang ditemukan dalam memberikan asuhan terhadap Tn. L,
dalam penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan yang
meliputi pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai
berikut:
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman
atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada
resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan
merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu klien mencapai kesehatan yang optimal (SDKI, 2016).

B. Analisis Pengkajian (Assessment Analyse)


Stroke non hemoragik meupakan suatu gangguan peredaran darah otak
tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau
keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan
kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi
menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
Hasil pengkajian pada Tn. L Diperoleh data pasien berusia 46 tahun bekerja
sebagai wiraswasta, beragama islam. Pada tanggal 03 November 2021 dilakukan
pengkajian pasien keadaan fisik lemah, gerakan terbatas, kekuatan otot menurun,
Saat dilakukan pemeriksaan tingkat kesadaran GCS 15 : compos mentis ( E4 M6
V5) . Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapat TD: 240/150 mmHg Nadi:
95x/menit suhu: 37,00ºC Frekuensi nafas: 22x/menit.

56
57

C. Analisis Diagnosa Keperawaran (Nursing Diagnose Analyse)


Diagnosis keperawatan merupakan bagian yang mendasar dalam
menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien
mencapai kesehatan yang maksimal. Mengingat pentingnya diagnosis
keperawatan, sehingga dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang
bisa digunakan atau diterapkan secara nasional dengan mengacu pada
standar diagnosis yang telah ditetapkan sebelumya dan sudah diakui secara
international (PPNI, 2017)
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan hasil pengkajian
adalah Gangguan mobilitas fisik, Gangguan menelan, dan Resiko perfusi
serebral tidak efektif.
1. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d
kekuatan otot menurun, rentang gerak menurn (ROM), gerakan fisik
terbatas, pasien tampak lemah dengan TTV TD: 240/150 mmHg, N: 95
x/menit, S: 36,00ºC, SpO2: 99%
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI PPNI, 2016).
Adapun batasan karakteristik diagnosa gangguan mobilitas fisik tanda
mayor objektif adalah kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun dan tanda minor objektif adalah sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah. Sedangkan batasan
karakteristik diagnosa gangguan mobilitas fisik tanda mayor subjektif
adalah mengeluh sulit menggerakan ekstemitas, dan tanda minor subjektif
adalah nyeri saat bergerak, enggan melalukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak (SDKI PPNI, 2016).
Penulis menegakan diagnosa gangguan mobilitas fisik karena pada
saat pengkajian penulis mendapatkan hasil pasien tampak lemah, kekuatan
otot menurun tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa digerakkan, rentang gerak
menurn (ROM), gerakan fisik terbatas dengan TTV TD: 240/150 mmHg,
N: 95 x/menit, S: 36,00ºC, SpO2: 99%.
58

2. Gangguan menelan b.d. Gangguan saraf kranialis d.d. batuk


sebelum menelan, pasien terpasang NGT, Hasil TTV TD: 240/150 mmHg, N:
95x/menit, RR: 21x/menit, S: 36ºC, SpO2: 99%.
Gangguan menelan adalah fungsi menelan abnormal akibat deficit
struktur atau fungsi oral, faring atau esophagus (SDKI PPNI, 2016).
Adapun batasan karakteristik diagnosa gangguan menelan tanda mayor
subjektif dan objektif adalah mengeluh sulit menelan, batuk sebelum
menelan, batuk setelah makan atau minum, tersedak, makanan tertinggal di
rongga mulut. Sedangkan tanda minor objektif adalah bolus masuk terlalu
cepat, refluks nasal, tidak mampu membersihkan rongga mulut, makanan
jatuh dari mulut, makanan terdorong keluar dari mulut, sulit mengunyah,
muntah sebelum menelan (SDKI PPNI, 2016).
Penulis menegakan diagnosa gangguan menelan karena pada saat
pengkajian penulis mendapatkan hasil pasien mengatakan sulit menelan
kalau makan dan minum sering tersedak, keluhan dirasakan ± 1 minggu,
dengan data objektif batuk sebelum menelan, pasien terpasang NGT, Hasil
TTV TD: 240/150 mmHg, N: 95x/menit, RR: 21x/menit, S: 36ºC, SpO 2:
99%.
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d. embolisme d.d. kesadaran
compos mentis dengan GCS 15, hemiparase ekstremitas kanan atas bawah,
HB 8,7 g/dl, hasil CT-SCAN perdarahan intracerebri (volume ± 4.4 ml) di
nucleus lentiformis sinistra sampai akba ventricular lateralis sinistra dan di
pons sinistra (vol ± 0,5 ml) disertai edema perifokal
Resiko perfusi serebral tidak efektif adalah beresiko mengalami
penurunan sirkulasi darah ke otak (SDKI PPNI, 2016). Adapun batasan
karakteristik diagnosa resiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor
risiki adalah dilatasi kardiomiopati, koagulasi intravaskuler diseminata,
embolisme, cedera kepala, hipertensi (SDKI PPNI, 2016).
Penulis menegakan diagnosa resiko perfusi serebral tidak efektif
karena pada saat pengkajian penulis mendapatkan hasil kesadaran compos
mentis dengan GCS 15, hemiparase ekstremitas kanan atas bawah, HB 8,7
59

g/dl, hasil CT-SCAN perdarahan intracerebri (volume ± 4.4 ml) di nucleus


lentiformis sinistra sampai akba ventricular lateralis sinistra dan di pons
sinistra (vol ± 0,5 ml) disertai edema perifokal, dengan tanda tanda vital
Hasil TTV TD: 240/150 mmHg, N: 95x/menit, RR: 21x/menit, S: 36ºC,
SpO2: 99%.
D. Analisis Tindakan Keperawatan
Kondisi pada diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik Intervensi Keperawatan
direncanakan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam, gangguan mobilitas fisik dengan kriteria hasil yaitu pergerakan ekstremitas,
rentang gerak (ROM), gerakan terbatas, dan kelemahan fisik. Tindakan
keperawatan yang direncanakan adalah dukungan mobilisasi dengan tindakan
sebagai berikut, observasi : identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
Mandiri : libatkan keluarga untuk membantu dalam meningkatkan pergerakan.
Edukasi : ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan, ajarkan ROM aktif
dan pasif.
Kondisi pada diagnosa Gangguan Menelan Intervensi Keperawatan
direncanakan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam, gangguan menelan kembali efektif dengan kriteria hasil yaitu reflek menelan,
kemampuan mengunyah, usaha menelan. Tindakan keperawatan yang
direncanakan adalah dukungan perawatan diri : makan/minum dengan tindakan
sebagai berikut Observasi : monitor kemampuan menelan. Mandiri : atur posisi
yang nyaman untuk makan/minum, sediakan sedotan untuk minum, sesuai
kebutuhan. Kolaborasi : kolaborasi pemberian obat sesuai kebutuhan pasien,
sesuai indikasi.
Kondisi pada diagnosa Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Intervensi
Keperawatan direncanakan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, resiko perfusi serebral tidak efektif dapat teratasi dengan
kriteria hasil, gelisah, tekanan darah sistolik, refleks syaraf. Tindakan keperawatan
yang direncanakan adalah manajemen peningkatan tekanan intrakranial dengan
tindakan sebagai berikut, Observasi : identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis:
lesi, gangguan metabolism, edema serebral), monitor peningkatan tekanan darah.
60

Mandiri : dokumentasikan hasil pemantauan, jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan. Kolaborasi : pemberian citicolin, pemberian oksigen.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di
tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik
merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Perawat dapat memberikan health education bagi keluarga mengenai stroke,
pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan pasien pasca stroke di rumah. Perawat
juga diharapkan dapat membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan
motivasi pasien untuk sembuh.
2. Bagi keluarga pasien pasca stroke
Keluarga perlu meningkatkan motivasi bagi pasien pasca stroke untuk lebih
mandiri dengan pengawasan dan tidak memberikan efek negatif ketergantungan
dalam melakukan perawatan diri.
3. Bagi Masyarakat pada Peguyuban
Masyarakat pada peguyuban dapat meningkatkan rasa kepedulian dengan
memberikan dukungan, berdiskusi dan tanya jawab dengan pasien pasca stroke

61

Anda mungkin juga menyukai