Jadi, berdasarkan proses komunikasi, ada dua belah pihak yang terlibat dalam
kegiatan berbicara. Kedua belah pihak (komunikan dan komunikator) yang terlibat dalam
kegiatan berbicara memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis, sematik dan linguistik.
Faktor fisik yakni alat ucap yang memiliki oleh pemakai bahasa dimanfaatkan untuk
menghasilkan bunyi bahasa. Di samping itu, kepala, tangan atau ekspresi wajah pun
dimanfaatkan dalam berbicara, yang dapat membantu lawan bicara untuk memahami isi
pembicaraan. Emosi yang tidak terkendali akan memengaruhi kualitas suara yang dihasilkan
oleh alat ucap, keruntutan pembicaraan, serta ekspresi wajah. Faktor neurologis yakni
jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh
lainnya yang ikut memengaruhi kegiatan berbicara. Faktor semantik yakni yang berkaitan
dengan makna yang terkandung dalam bunyi-bunyi bahasa yang dapat dipahami oleh kedua
belah pihak. Faktor linguistik yakni hal-hal yang menyangkut pelafalan, pilihan kata, bentuk
kata, atau struktur kalimat yang sesuai dengan konteks, lingkungan, serta kaidah yang
berlaku.
2) Penempatan Tekanan
Kesesuaian tekanan pada bagian tertentu merupakan daya tarik tersendiri
dalam berbicara. Bahkan, tekanan merupakan faktor penentu dalam memaknai isi
pembicaraan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan yang sesuai, maka pembicaraan menjadi menarik. Sebaliknya,
jika penyampainnya menonton, dapat dipastikan pembicaraan itu akan menimbulkan
kejemuan dan berakibat pada berkurannya keekfektifan berbicara. Demikian juga
halnya dengan pemberian tekanan pada kata atau suku kata. Tekanan suara biasanya
jatuh pada suku kata terakhir atau suku kedua dari belakang. Misalnya, kata
pemburu, bersama, menatap, permata diberi tekanan pada suku pem-, ber-, me-, per-
tentu terdengar janggal. Kejanggalan yang muncul dapat mengalihkan perhatian
pendengar, sehingga pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya,
keefektifan berbicara akan terganggu.
3) Pilihan Kata
Kata pembicara menggunakan kata-kata tertentu untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Kata-kata yang digunakannya adalah kata-kata yang
dipilih sendiri, yakni kata-kata yang tepat, jelas, dan bervariasi. Tepat yang dimaksud
di sini adalah tepat digunakan karena sesuai dengan masalah yang dibicarakan. Jelas
yang dimaksud adalah mudah dipahami oleh pendengar. Bervariasi, artinya kata-kata
yang digunakan tidak bersifat menoton, tetapi berubah-ubah dalam lingkup makna
yang sama. Pendengar akan lebih tertarik dan paham terhadap masalah yang
dibicarakan apabila kata-kata yang digunakan sudah dikenal memang
membangkitkan rasa ingin tahu orang lain, tetapi dapat menghambat kelancaran
komunikasi. Selain itu, kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang konkret untuk
memudahkan pemahaman.
2) Pandangan Pembicara
Pandangan pembicara yang dimaksud adalah arah pandangan mata pembicara
ketika berbicara. Pembicara dapat menghindari arah pandangan yang terus-menerus
ke atas, ke samping, atau merunduk. Pandangan pembicara diarahkan kepada lawan
bicara/pendengar. Yang dimaksud lawan bicara/pendengar adalah teman sekelas
siswa, adik kelas, kakak kelas, atau siapa pun yang mendengarkan pembicaraan.
Dengan kata lain, dalam situasi berbicara tampak terjadi kontak pandang antara
pembicara dan lawan bicara. Apabila pandangan hanya diarahkan kepada satu atau
dua orang saja, pendengar yang lainnya akan merasa tidak diperhatikan. Hal ini akan
berakibat pada berkurangnya perhatian pendengar kepada materi yang disampaikan.
4) Kenyaringan Suara
Kenyaringan suara yang dimaksud adalah kejelasan suara. Tingkat
kenyaringan suara tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan
akustik. Suara dapat didengar secara jelas oleh semua pendengar dan mampu
mengatasi gangguan suara dari luar.
5) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraan. Pembicaraan tidak terputus-putus atau tidak tersendat-
sendat merupakan salah satu ciri pembicaraan berlangsung lancar. Sebaliknya,
pembicara yang terlalu cepat berbicara akan menyulitkan pendengar memahami
pokok pembicaraan.
6) Relevansi
Gagasan demi gagasan yang disampaikan oleh pembicara hendaknya
berhubungan secara logis. Dengan demikian, gagasan yang akan disampaikan dan
proses penyampainnya juga berhubungan secara logis dan sistematis. Hal ini berarti
bahwa hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat yang lainnya harus
menunjukkan adanya kesesuaian dengan pokok pembicara.
7) Penguasaan Topik
Setiap pembicaraan mengandung satu topik. Topik pembicaraan hendaknya
betul-betul dikuasi oleh pembicara. Oleh karena itu, apabila berbicara dalam situasi
formal selalu dituntut persiapan. Pembicara yang menguasai topik dengan baik akan
menumbuhkan keberanian dan kelancaran pembicaraan. Rasa percaya diri juga akan
muncul dalam berbicara apabila pembicara menguasai topik yang dibicarakan.