Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH KETERAMPILAN BERBAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Jenis kegiatan: Tugas Kreatif


No Aspek Keterangan
1 Indikator capaian  Mahasiswa dapat melakukan kegiatan
berbicara secara efektif dengan memperhatikan
faktor kebahasaan
 Mahasiswa melakukan kegiatan berbicara
dengan menguasai faktor nonkebahasaan

2 Kegiatan 1. Mahasiswa dapat memilih topik


pembicaraan dengan tujuan
menginformasikan/ membujuk dalam
konteks formal.
2. Dalam berbicara, mahasiswa dapat
membawa catatan kecil, bukan membaca
naskah.
3. Mahasiswa memperhatikan faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan sebagaimana
pada uraian di lampiran tugas ini.

3 Produk Video berdurasi minimal 5 menit, maksimal 15


menit

4 Waktu Pengumpulan Kamis, 10 Maret 2022 dengan link google drive


yang disetor oleh korti kepada dosen
LAMPIRAN
Berbicara merupakan suatu proses penyampaian pesan/informasi dari seseorang
sebagai pembicara kepada orang lain sebagai lawan bicara melalui media tertentu. Menurut
Haryadi (1997:5) berbicara itu pada hakikatnya adalah proses komunikasi antara seorang
pembicara dengan orang lain sebagai lawan bicara.

Jadi, berdasarkan proses komunikasi, ada dua belah pihak yang terlibat dalam
kegiatan berbicara. Kedua belah pihak (komunikan dan komunikator) yang terlibat dalam
kegiatan berbicara memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis, sematik dan linguistik.
Faktor fisik yakni alat ucap yang memiliki oleh pemakai bahasa dimanfaatkan untuk
menghasilkan bunyi bahasa. Di samping itu, kepala, tangan atau ekspresi wajah pun
dimanfaatkan dalam berbicara, yang dapat membantu lawan bicara untuk memahami isi
pembicaraan. Emosi yang tidak terkendali akan memengaruhi kualitas suara yang dihasilkan
oleh alat ucap, keruntutan pembicaraan, serta ekspresi wajah. Faktor neurologis yakni
jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh
lainnya yang ikut memengaruhi kegiatan berbicara. Faktor semantik yakni yang berkaitan
dengan makna yang terkandung dalam bunyi-bunyi bahasa yang dapat dipahami oleh kedua
belah pihak. Faktor linguistik yakni hal-hal yang menyangkut pelafalan, pilihan kata, bentuk
kata, atau struktur kalimat yang sesuai dengan konteks, lingkungan, serta kaidah yang
berlaku.

Kegiatan berbicara tidak hanya berupa kegiatan menyampaikan pikiran, perasaan,


atau pendapat seseorang kepada orang lain. Berbicara juga merupakan kegiatan yang
diupayakan adanya pemahaman dari kedua belah pihak (pembicara dan lawan bicara)
terhadap bahan pembicaraan. Untuk itu, diperlukan terjadinya pembicaraan yang bermakam
dan efektif. Pembicraan dapat berlangsung secara efektif apalagi pembicara memerhatikan
beberapa faktor sebagai pendukung bembicara. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai
berikut.

a. Faktor Kebahasaan sebagai Pendukung Keefektifan Berbicara


Faktor kebahasaan atau faktor linguistik yang menentukan dan memengaruhi keefektifan
berbicara seseorang meliputi, ketepatan ucapan, penempatan tekanan, pilihan kata, dan
ketepatan sasaran pembicaraan. Factor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Ketepatan Ucapan
Pemakai Bahasa Indonesia memiliki latar belakang penutur Bahasa Indonesia
yang berbeda-beda. Setiap penutur sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya, di
samping lafal perorangan yang bersifat individual. Dapat diakui bahwa pola ucapan
dan artikulasi yang digunakan oleh setiap orang tidak selalu sama. Misalnya,
pengucapan bunyi (e) pada kata beras diucapkan beras atau diucapkan bêras oleh
pemakai bahasa Indonesia di daerah tertentu. Akhiran –an pada kata temba…...an,
kata pemerêntah. Oleh karena itu, muncullah lafal yang bervariasi sesuai dengan
daerah asal pemakai bahasa Indonesia.

Dalam situasi formal, pemakai bahasa dituntut mengucapkan kata/istilah


tertentu sesuai dengan lafal baku. Lafal baku yang dimaksud adalah lafal yang
memenuhi kaidah bahasa Indonesia. Artinya, lafal/istilah tertentu diucapkan sesuai
dengan lambang atau symbol yang digunakan dalam bahasa tulis. Dengan demikian,
ketepatan ucapan mendekati sempurna. Pelafalanya tidak dibuat-buat, sehingga tidak
terdengar aneh atau kaku. Misalnya, kata energi dilafalkan [gi] pada suku akhir
bukan [ji]. Itu berarti bahwa pelafalan tersebut mengikuti kaidah Bahasa Indonesia.

Dalam situasi tidak formal, pemakai bahasa dapat mengucapkan kata/istilah


tertentu tanpa menggunakan lafal baku. Dalam situasi ini, berbagai lafal yang
dipengaruhi oleh lafal daerah masing-masing digunakan dalam berbicara. Meskipun
tanpa menggunakan lafal baku, dapat terjadi komunikasi yang efektif antara
pembicara dan lawan bicara.

2) Penempatan Tekanan
Kesesuaian tekanan pada bagian tertentu merupakan daya tarik tersendiri
dalam berbicara. Bahkan, tekanan merupakan faktor penentu dalam memaknai isi
pembicaraan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan yang sesuai, maka pembicaraan menjadi menarik. Sebaliknya,
jika penyampainnya menonton, dapat dipastikan pembicaraan itu akan menimbulkan
kejemuan dan berakibat pada berkurannya keekfektifan berbicara. Demikian juga
halnya dengan pemberian tekanan pada kata atau suku kata. Tekanan suara biasanya
jatuh pada suku kata terakhir atau suku kedua dari belakang. Misalnya, kata
pemburu, bersama, menatap, permata diberi tekanan pada suku pem-, ber-, me-, per-
tentu terdengar janggal. Kejanggalan yang muncul dapat mengalihkan perhatian
pendengar, sehingga pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya,
keefektifan berbicara akan terganggu.

3) Pilihan Kata
Kata pembicara menggunakan kata-kata tertentu untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Kata-kata yang digunakannya adalah kata-kata yang
dipilih sendiri, yakni kata-kata yang tepat, jelas, dan bervariasi. Tepat yang dimaksud
di sini adalah tepat digunakan karena sesuai dengan masalah yang dibicarakan. Jelas
yang dimaksud adalah mudah dipahami oleh pendengar. Bervariasi, artinya kata-kata
yang digunakan tidak bersifat menoton, tetapi berubah-ubah dalam lingkup makna
yang sama. Pendengar akan lebih tertarik dan paham terhadap masalah yang
dibicarakan apabila kata-kata yang digunakan sudah dikenal memang
membangkitkan rasa ingin tahu orang lain, tetapi dapat menghambat kelancaran
komunikasi. Selain itu, kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang konkret untuk
memudahkan pemahaman.

4) Ketepatan Sasaran Pembicaraan


Ketepatan sasaran pembicaraan menyangkut pemakaian kalimat. Susunan
kalimat sangat besar pengaruhnya terhadap keekfetifan berbicara. Oleh karena itu,
pembicara hendaknya mampu menyusun pembicaraannya dalam kalimat efektif,
yakni kalimat yang mengenai sasaran sehingga dapat mempengaruhi, meninggalkan
kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud
yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran pendengar seperti apa yang
dimaksud oleh pembicara.

b. Faktor Nonkebahasaan Sebagai Pendukung Keekfetifan Berbicara


Keekfetifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan, tetapi juga
ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
aktivitas berbicara. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan sangat
memengaruhi keekfetifan berbicara. Oleh karena itu, dalam pembelajaran berbicara
sebaiknya faktor nonkebahasaan dilatihkan terlebih dahulu.

Faktor nonkebahasaan meliputi: sikap, pandangan pembicara, gerak-gerik dan


mimik, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi, serta penguasaan topik. Faktor-faktor
tersebut diuraikan sebagai berikut.
1) Sikap Pembicara
Sikap pembicara yang dimaksud adalah sikap yang wajar, tenang, dan tidak
kaku pada saat berbicara. Sikap seperti ini sangat memengaruhi kesan yang diterima
oleh pendengarnya. Kesan pertama sangat penting untuk menjamin adanya
kesinambungan perhatian pihak pendengar. Tentu saja sikap ini sangat ditentukan
oleh situasi, tempat, dan pengusaan materi pembicaraan. Sikap gugup pada saat
berbicara tidak akan terjadi bila pembicara betul-betul mengusai materi yang
dibicarakan. Sikap ini perlu dilatih lebih awal karena sikap ini merupakan modal
utama untuk keberhasilan berbicara.

2) Pandangan Pembicara
Pandangan pembicara yang dimaksud adalah arah pandangan mata pembicara
ketika berbicara. Pembicara dapat menghindari arah pandangan yang terus-menerus
ke atas, ke samping, atau merunduk. Pandangan pembicara diarahkan kepada lawan
bicara/pendengar. Yang dimaksud lawan bicara/pendengar adalah teman sekelas
siswa, adik kelas, kakak kelas, atau siapa pun yang mendengarkan pembicaraan.
Dengan kata lain, dalam situasi berbicara tampak terjadi kontak pandang antara
pembicara dan lawan bicara. Apabila pandangan hanya diarahkan kepada satu atau
dua orang saja, pendengar yang lainnya akan merasa tidak diperhatikan. Hal ini akan
berakibat pada berkurangnya perhatian pendengar kepada materi yang disampaikan.

3) Gerak-gerik dan Mimik


Pembicara peerlu memperhatikan gerak-gerik dan mimik yang tepat dan
wajar dalam berbicara. Hal ini dapat menunjang keefektifan berbicara dan
menghidupkan komunikasi, sehingga pembicaraan tidak kaku. Sebaliknya, gerak-
gerik dan mimik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara. Perhatian
pendengar akan beralih kepada hal yang berlebihan, sehingga pesan yang
disampaikan kurang dipahami.

4) Kenyaringan Suara
Kenyaringan suara yang dimaksud adalah kejelasan suara. Tingkat
kenyaringan suara tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan
akustik. Suara dapat didengar secara jelas oleh semua pendengar dan mampu
mengatasi gangguan suara dari luar.

5) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraan. Pembicaraan tidak terputus-putus atau tidak tersendat-
sendat merupakan salah satu ciri pembicaraan berlangsung lancar. Sebaliknya,
pembicara yang terlalu cepat berbicara akan menyulitkan pendengar memahami
pokok pembicaraan.

6) Relevansi
Gagasan demi gagasan yang disampaikan oleh pembicara hendaknya
berhubungan secara logis. Dengan demikian, gagasan yang akan disampaikan dan
proses penyampainnya juga berhubungan secara logis dan sistematis. Hal ini berarti
bahwa hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat yang lainnya harus
menunjukkan adanya kesesuaian dengan pokok pembicara.

7) Penguasaan Topik
Setiap pembicaraan mengandung satu topik. Topik pembicaraan hendaknya
betul-betul dikuasi oleh pembicara. Oleh karena itu, apabila berbicara dalam situasi
formal selalu dituntut persiapan. Pembicara yang menguasai topik dengan baik akan
menumbuhkan keberanian dan kelancaran pembicaraan. Rasa percaya diri juga akan
muncul dalam berbicara apabila pembicara menguasai topik yang dibicarakan.

Anda mungkin juga menyukai