Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pemberdayaan
Masyarakat

Dosen Pengampu :
Kurniawan Muhammad Nur, S.H, S.Sos, M.Sos

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Kelas / Semester : C / 6

1. Egi muharomah 1941030116


2. Hafiz naufal rusman 1941030195
3. Riska sasfia 1941030181
4. Yulianti 1941030168

Program Studi Manajemen Dakwah

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 1443 H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatnya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Mudah-mudahan makalah ini yang telah berhasil kami susun bisa dengan
mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf
bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa
kami juga berharap adanya masukan serta kritikan demi terciptanya makalah yang
lebih baik lagi.

Bandar Lampung, 05 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendekatan Subjectivis Dan Objectivis Dalam Komunikasi...................................3
B. Peran Fungsi Dan Signifikasi Komunikasi Organisasi Islam (Berdasarkan Al-
Qur’an Dan Hadits)..................................................................................................6
C. Mazhab Ilmu Komunikasi.......................................................................................8
D. Pondasi Untuk Membangun Komunikasi................................................................14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................15
B. Saran........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika mendengar kata “Organisasi” apa yang anda pikirkan? Dan jika kata
organisasi dilekatkan dengan komunikasi, apa yang terlintas di pikiran anda?
Apakah anda berpikir tentang sekretariat (kantor), manusia yang menjadi anggota
ataukah yang berada pada tataran konseptual yakni seperangkat aturan yang
mengikat para anggota pada satu tujuan bersama. Ada begitu banyak dimensi
yang dapat menjelaskan tentang organisasi dalam perspektif komunikasi.
Organisasi dapat dipandang secara tradisional/klasik/mekanistis (organisasi
dianggap seperti mesin). Bisa juga dengan pendekatan human relations, human
resources¸ sistem, ataukah budaya yang dilembagakan.
Berbagai perspektif coba dikembangkan oleh ahli komunikasi organisasi untuk
menemukan pemahaman yang tepat mengenai organisasi itu. Secara umum
organisasi dapat dipahami dari dua sisi/perspektif yaitu objektivis dan subjektivis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen pemberdayaan masyarakat ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Bagaimana manajemen pemberdayaan masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Pemberdayaan Masyarakat


Kotze (dalam Hikmat, 2004:6) menyatakan bahwa masyarakat miskin memiliki
kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan
yang ada. Kendatipun bantuan luar kadang-kadang digunakan, tetapi tidak begitu
saja dapat dipastikan sehingga masyarakat bergantung pada dukungan dari luar.
Pendekatan pemberdayaan ini dianggap tidak berhasil karena tidak ada
masyarakat yang dapat hidup dan berkembang bila terisolasi dari kelompok
masyarakat lainnya. Pengisolasian ini menimbulkan sikap pasif, bahkan keadaan
menjadi semakin miskin.
Selanjutnya Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi
yang serba terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.
Suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat
pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta
kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan.
Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang ada,
baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonformal yang pada akhirnya
menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal.
Kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan
menambahkan faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara
konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau
masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari
kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang
seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok
masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga
mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi.
Pada umumnya kemiskinan diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang
individu untuk memenuhi standart minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup
secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan material. Definisi
kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu pada
awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya berdasarkan pada tingkat
pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan dibidang kesehatan,
pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan
sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan, pendidikan,
penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan juga dapat didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standart
tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya
membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok
lain. Sedang kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka
hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu- atau mereka berada di
bawah garis kemiskinan internasional.
. Konsep Kemiskinan Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah
konsep kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan
standar kelayakan hidup seseorang atau kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk
pada perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat
dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut
ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis
kemiskinan) dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada
kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan
relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk.
Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut atau mutlak berkaitan dengan standar
hidup minimum suatu masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk garis
kemiskinan (poverty line) yang sifatnya tetap tanpa dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi suatu masyarakat. Garis Kemiskinan (poverty line) adalah kemampuan
seseorang atau keluarga memenuhi kebutuhan hidup standar pada suatu waktu
dan lokasi tertentu untuk melangsungkan hidupnya. Pembentukan garis
kemiskinan tergantung pada defenisi mengenai standar hidup minimum. Sehingga
kemiskinan abosolut ini bisa diartikan dari melihat seberapa jauh perbedaan
antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan
pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin.
Dapat disimpulkan secara umum bahwa kemiskinan absolut adalah kondisi
kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan suatu keluarga
dalam membiayai kebutuhan yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai
dengan taraf hidup kemanusiaan yang paling rendah. Oleh karena itu, penelitian
ini selanjutnya mengacu kepada defenisi kemiskinan tersebut.
Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan
relatif tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada
dilapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat
digolongkan sebagai penduduk miskin. Dalam kategori seperti ini, dapat saja
mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak
dasarnya, namun tingkat keterpenuhannya berada dilapisan terbawah.
Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah
ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis
kekuasaan sosial meliputi:
1. Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
2. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
3. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
4. Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama.
5. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan


Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk kedalam kategori miskin.
Namun, menurut World Bank setidaknya ada tiga faktor utama penyebab
kemiskinan, yaitu:
1. Rendahnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti:
makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
2. Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan didepan institusi
negara dan masyarakat.
3. Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan
menanggulanginya.
Bank Dunia (World Bank) memiliki indikator-indikator kemiskinan yang
terdiri dari:
1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas
2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan
3. Pembangunan yang bias di kota
4. Perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat
5. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi
6. Rendahnya produktivitas
7. Budaya hidup yang jelek
8. Tata pemerintahan yang buruk
9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
Sementara itu terdapat juga banyak faktor yang mempengaruhi secara langsung
maupun tidak langsung tingkat kemiskinan, mulai dari produktivitas tenaga kerja,
tingkat upah netto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pajak
dan subsidi, investasi, alokasi serta sumber daya alam, ketersediaan fasilitas
umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air
bersih dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis
pendidikan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja,
budaya atau tradisi, politik, bencana alam dan peperangan. Sebagian besar dari
faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Tambunan, 2001).
Sedangkan menurut Jhinghan (2000) terdapat tiga ciri utama pada negara
berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat dari terjadinya
kemiskinan. Ciri pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai
sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki
ketrampilan atau keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk
sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja
produktif. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Ciri ketiga
adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan
metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman. Hal ini terjadi karena
penduduk tidak memiliki pilihan lain.
Kepemilikan tanah rata-rata per petani cukup sempit dan sebagai akibatnya
mereka terpaksa hidup pada tingkat yang hanya cukup untuk sekedar hidup.
Kartasasmita (1996) juga menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan dimana
akibat dari berbagai faktor yang terdiri dari: pertama, rendahnya tingkat
pendidikan menyebabkan pengembangan diri yang terbatas. Kedua, rendahnya
tingkat kesehatan dimana tingkat kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan
daya tahan fisik, daya pikir serta prakarsa menjadi rendah pula. Dengan demikian
produktivitas yang dihasilkan menjadi berkurang, baik dalam jumlah maupun
kualitasnya.
Akibat dari hal ini adalah bargaining position mereka dalam hampir seluruh
kegiatan ekonomi menjadi lemah. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Selama
lapangan pekerjaan atau kegiatan usaha masih ada, harapan untuk memutuskan
lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan. Keempat, kondisi keterisolasian.
Dalam kondisi terpencil atau terisolasi penduduk akan kurang mampu
menjalankan roda perekonomiannya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sesungguhnya komunikasi merupakan bentuk dari kehidupan manusia. Dalam
proses komunikasi hendaklah kita memperhatikan etika-etika dengan baik
agar komunikasi tersebut bisa berjalan dengan lancar dan efektif. Dengan
harapan apa yang disampaikan mudah diterima dan mendapat respon yang
baik pula. Etika-etika tersebut antara lain: dengan perkataan yang benar,
mulia, lemah lembut, ringan dan mudah dimengerti.
Komunikasi organisasi menurut R.Wayne Pace dan Don F. Faules dapat dikaji
dari dua perspektif utama yakni perspektif objektivis dan perspektif
subjektivis. Perspektif objektivis melihat organisasi sebagai suatu struktur
yang lebih ditekankan nilai manusia sebagai mesin. Sedangkan pada
perspektif subjektivis, organisasi dimaknai sebagai proses dan manusia lebih
dihargai dengan pendekatan human relation.
Teori komunikasi organisasi bergerak dalam empat perspektif utama yakni
klasik yang melihat organisasi sebagai wadah orang berkumpul dalam ikatan
aturan yang ketat. Modern, Organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang
terdiri dari setidak-tidaknya 2 orang atau lebih dengan kesalingtergantungan,
input, proses dan output. Interpretasi simbolik, organisasi memproduksi
situasi, lingkunga, budaya, realitas sosial atas interaksi dalam organisasi.
Postmodernisme, mencoba mengkritisi perspektif modernisme yang
menempatkan organisasi dalam bentuk sistem yang rasional empiris menuju
hubungan relasional antara berbagai unsur dalam organisasi.
Alur informasi dalam organisasi pada umumnya terdiri dari komunikasi ke
bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi lintas saluran
dan saluran informal, antarpribadi atau pun selentingan.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang
terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi,
dan lainnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak
pembaca sebagai pengetahuan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik
di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Roy Hendra, FE UI, 2010. Determinan kemiskinan. Universitas Indonesia


Hikmat, Harry, (2004). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Humaniora
Bandung.
-------------------------------, (1997). Kemiskinan : Teori, Fakta dan kebijakan, impac
Edisi

Anda mungkin juga menyukai