Anda di halaman 1dari 9

Makalah

KEBERADAAN LEASING PADA MASA PANDEMI COVID-19 DALAM


MEMENUHI KEBUTUHAN MASYARAKAT INDONESIA

Diajukan Guna Memenuhi UAS Mata Kuliah

Hukum Dagang Kelas A

Disusun oleh :

ADAM SURYA SAPUTRA

(200710101158)

Dosen Pengampu :

IKARINI DANI WIDIYANTI, S.H., M.H.


EMI ZULAIKA, S.H., M.H.

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 17 Desember 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................................5

2.1 Upaya Pemerintah dalam Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Dalam Pandemi COVID -
19 melalui Keberadaan Leasing.............................................................................................5

2.2 Pengaruh Pandemi COVID-19 Terhadap Kontrak Leasing.............................................6

BAB III : PENUTUP................................................................................................................8

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................8

3.2 Saran.................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjanjian/kontrak merupakan hubungan hukum yang sering dilakukan masyarakat di
Indonesia. Adanya pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia melalui Keppres No.12 tahun
2020 menetapkan Virus Corona (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional. Penyebaran
COVID-19 yang terjadi saat ini menyebabkan pertumbuhan perekonomian nasional
mengalami penurunan yang selanjutnya bisa berakibat masyarakat tidak dapat memenuhi
prestasi dalam perjanjian atau tidak dapat melaksanakan perjanjian leasing. Oleh sebab itu,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang berwenang mengatur kegiatan jasa
keuangan. Salah satunya leasing menetapkan Peraturan OJK Nomor 14/POJK.05/2020
tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank untuk mengoptimalisasikan kegiatan usaha leasing
melalui restrukturisasi pembiayaan.
Berdasarkan kenyataannya, Pemerintah telah memberikan keringanan atau
kelonggaran kredit bagi masyarakat di masa pandemi. Kelonggaran kredit tersebut diberikan
karena Pemerintah banyak menerima keluhan-keluhan dari masyarakat, khususnya
masyarakat golongan menengah kebawah yang berusaha di bidang transportasi. Seperti, ojek,
taxi, maupun transportasi online. Kelonggran kredit yang dilakukan oleh Pemerintah ini
merupkan salah satu bentuk upaya Pemerintah dalam mencegah dan mengendalikan covid-
19. Pelonggaran kredit yang diberikan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang berprofesi
sebagai pengemudi ojek online dan transportasi konvensional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
pandemi COVID -19 melalui keberadaan leasing?
2. .Bagaimanakah pengaruh pandemi COVID-19 terhadap kontrak Leasing?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Upaya Pemerintah dalam Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Dalam Pandemi


COVID -19 melalui Keberadaan Leasing
Menghadapi pandemi virus corona atau COVID-19 yang kini juga berimbas pada
perekonomian masyarakat terutama bagi tukang ojek, sopir taksi, dan pelaku pelaku usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM) yang memiliki kewajiban membayar cicilan kepada
Bank. Padahal dalam hukum perjanjian antara debitur dengan Bank telah melahirkan
hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang
telah diberikan oleh pihak Bank, dengan berdasarkan syarat, ketentuan, dan jangka waktu
pembayaran yang telah disepakati oleh para pihak. Untuk mendapatkan kepastian bahwa
debitor melunasi pinjaman maka terdapat perjanjian kebendaan ataupun perjanjian jaminan
perorangan (Pasal 1154 KUH Perdata mengatur mengeni gadai, Pasal 1178 ayat (1) KUH
Perdata mengatur mengenai Hipotik , Pasal 12 UU No. 4 tahun 1996 mengatur mengenai
Tanggungan, Pasal 33 UU No. 42 tahun 1999 mengatur mengeni Fidusia).1
Presiden Joko Widodo mempunyai inisiatif untuk memberikan kelonggaran kepada
masyarakat yang berkerja non formal berupa pembayaran kredit selama 1 tahun dan
penurunan bunga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran dan relaksasi
kredit bagi pelaku usaha yang mempunyai nilai kredit di bawah Rp 10 miliar. Dalam pasal 2
ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020
Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Coronavirus Di Sease 2019 ini, menyebutkan bahwa bank dapat menerapkan
peraturan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi debitur yang terkena dampak penyebaran
(COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah. Dari kata dapat dalam
pasal 2 ayat (1) ini mengandung penafsiran bahwa pasal ini bukan mewajibkan, melainkan
memberikan pilihan dapat atau tidak dapat memberikan kelonggaran kepada debitur sesuai
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Buku Kedua KUH Perdata mengenai ketentuan jaminan khusus ditentukan besar
pinjaman yang nanti diberikan dan agar bunga kembali maka terdapat jaminan benda milik

1
Dhevi Nayasari Sastradinata, “Bambang Eko Muljono, Analisis Hukum Relaksasi Kreadit Saat Pandemi Corona
Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020”, Jurnal
Sains Sosio Humaniora, Vol. 4, No. 2, Desember 2020, hal. 616-617.

5
peminjam yang dpat di taksir nilainya dapat di jadikan sebagai jaminan hal ini dapat
dilakukan sesuai dengan kesepakatan perjanjian pinjam meminjam dan dapat di dukung
dengan perjanjiaan khusus untuk dokumen pendukung. Apabila debitor tak mampu
membayar , maka benda tersebut dapat di jual untuk dibayarkan kepada yang meminjamkan
sebagai gantinya.2
Hubungan hukum antara perusahaan pembiayaan (kreditur) sebagai pemberi pinjaman
modal kepada konsumen (penerima pinjaman modal usaha atau disebut debitur) terjadi
karena adanya kesepakatan diantara para pihak, melalui perjanjian/kontrak baku, yang dibuat
oleh kreditur (perusahaan pembiayaan pemberi bantuan modal) dan dengan persetujuan atau
kesepakatan dari pihak konsumen atau debitur (penerima pinjaman bantuan barang modal
usaha). Perjanjian adalah kesepakatan atau persetujuan para pihak (kreditur dan debitur) yang
berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak (prestasi) terhadap apa yang menjadi
obyek perjanjian. Tujuan diadakan perjanjian yaitu hasil akhir yang diperoleh pihak-pihak
berupa pemanfaatan, penikmataan dan pemilikan benda atau hak kebendaan sebagai
pemenuhan kebutuhan pihak-pihak.3

2.2 Pengaruh Pandemi COVID-19 Terhadap Kontrak Leasing


Penyebaran Coronavirus Disease 2019 ke Indonesia memengaruhi berbagai sektor
terutama perekonomian Indonesia, oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2020, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No. 14/POJK.05/2020 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 48/POJK.03/2020.
Peraturan tersebut memberikan keringanan bagi debitur yang mengalami kredit macet, salah
satunya dalam hal kontrak leasing. Dalam pelaksanaan kontrak tidak selalu terlaksana
maksud dan tujuannya, salah satunya dikarenakan adanya keadaan memaksa. Keadaan
memaksa diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPer.
Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah perbuatan yang mana satu
orang/lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang/lebih. Dari peristiwa ini timbulah
akibat hukum antara dua orang/lebih yang disebut perikatan yang didalamnya terdapat hak
dan kewajiban masing-masing pihak Perjanjian harus secara syah, yaitu telah memunuhi
syarat syahnya perjanjian sebagaimana dalam pasal 1320 KUH Perdata antara lain,

2
Riky Rustam, “Hukum Jaminan”, Yogyakarta, UII Press, 2017, hal. 17.
3
Ahmad Yusuf Sutardjo, “Akibat Hukum Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen”, Privat
Law, Vol. 6, No. 1, 2018, hal. 97.

6
kesepakatan dalam perjanjian dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak/freedom of
contract (Pasal 1338 KUH Perdata), para pihak bebas membuat isi dari kontrak sesuai dengan
kepentingan yang dikehendaki para pihak. Kebebasan dalam menentukan isi perjanjian
tersebut menurut Pasal 1337 KUH Perdata dibatasi dengan ketentuan, “harus memiliki sebab
yang halal” yaitu tidak bertentangan dengan UndangUndang, ketertiban umum dan
kesusilaan. Bebas dalam member kesepakatan berarti tidak ada paksaan, penipuan, kekhilafan
maupun penyalahgunaan keadaan.4
Wanprestasi atau disebut cidera janji yaitu suatu situasi yang terjadi karena salah satu
pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan berlangsung
sedemikian (non performance) rupa sehingga pihak lainnya dirugikan secara tidak adil karena
tidak dapat menikmati haknya berdarkan kontrak yang telah disepakati bersama.5
Hubungan antara debitur dengan pihak kreditur pada umumnya kontraknya sudah
dibuat secara standar oleh kreditur, sedangkan debitur tinggal menandatanganinya. Akibatnya
seseorang menjadi terpaksa melakukan perjanjian, misalnya karena dalam keadaan butuh
sekali akan barang modal sehingga menandatangani perjanjian dengan bunga tinggi, atau jika
suatu perjanjian yang sudah dibuatkan konsepnya dan tinggal ditandatangani saja. Konsumen
sendiri tidak mengerti isinya secara jelas, namun tetap disetujui karena yang dihadapi adalah
lawan perikatannya yang memiliki posisi lebih tinggi, misalnya pengusaha besar, pejabat
tinggi, dan sebagainya.6

4
Dr. Aminah, SH, Msi, “Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian”, Diponegoro Private Law
Review, Vol. 7, No. 1, Februari 2020, hal. 651-652.
5
Budiono Kusumohamidjoyo, “Panduan untuk merancang kontrak”, Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 70.
6
Agus Satory, “Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Bisnis Sektor Jasa Keuangan:
Penerapan dan Implementasinya di Indonesia”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2015, hal. 276.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengaturan terkait keringanan kredit dalam Peraturan OJK tercantum dalam huruf e
angka 2 yang pada pokoknya terdiri dari suku penurunan bunga, jangka menentukan bahwa
perpanjangan waktu, tunggakan pengurangan pokok, tunggakan pengurangan bunga, fasilitas
penambahan kredit/konversi kredit dan pembiayaan menjadi pembiayaan sementara modal
penyertaan”. Peraturan ini telah sesuai dengan pidato Presiden. Keppres No. 12 Tahun 2020,
dapat memenuhi unsur adanya suatu kejadian tak disengaja yang diatur dalam Pasal 1245
KUHPerdata. Dengan demikian debitur yang mengalami gagal bayar karena adanya kondisi
yang disebabkan karena Covid-19, bukan kategori wanprestasi. Adanya perjanjian
baku/kontrak baku, memiliki keterbatasan, terutama bagi debitur yang merupakan pihak yang
membutuhkan, yang dalam prakteknya perjanjian dibuat oleh kreditur dan debitur ‘hanya’
menyetujuinya.

3.2 Saran
Dalam hal ini pemerintah harus memberikan kepastian hukum sebagai upaya
perlindungan hukum dan penegakan hukum. Pemerintah diharapkan dengan tegas
memberikan kepastian kepada pihak Bank kebijakan tersebut wajib dilaksanakan, dan
memberikan persyaratan yang jelas, terperinci dan mempermudah persyaratan kepada debitur
jika memang membutuhkan kelonggaran pembayaran cicilan kredit. Agar tidak hanya bank
tertentu saja yang dapat menyelenggarakan relaksasi kredit tersebut namun seluruh bank.
Peristiwa pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
pihak khususnya perjanjian baku yang dibuat oleh kreditur (perusahaan pembiayaan dengan
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan) semestinya mampu menjangkau segala kemungkinan
yang akan terjadi di masa depan. Perjanjian baku harus berdasarkan itikad baik dan kepatutan
dengan mempertimbangkan keseimbangan kepentingan dan keadilan, sehingga perlu
mengantisipasi dengan memasukkan klausul yang berkeadilan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Riky Rustam, “Hukum Jaminan”, Yogyakarta, UII Press, 2017


Ahmad Yusuf Sutardjo, “Akibat Hukum Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Pembiayaan
Konsumen”, Privat Law, Vol. 6, No. 1, 2018
Dr. Aminah, SH, Msi, “Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian”,
Diponegoro Private Law Review, Vol. 7, No. 1, Februari 2020
Budiono Kusumohamidjoyo, “Panduan untuk merancang kontrak”, Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001
Agus Satory, “Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Bisnis Sektor
Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia”, Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2015
Dhevi Nayasari Sastradinata, “Bambang Eko Muljono, Analisis Hukum Relaksasi Kreadit
Saat Pandemi Corona Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020”, Jurnal Sains Sosio Humaniora, Vol. 4,
No. 2, Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai