Anda di halaman 1dari 31

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336847495

"Komunikasi Kesehatan di Indonesia

Book · September 2015

CITATIONS READS

0 5,041

1 author:

Sulaeman Sulaeman
Institut Agama Islam Negeri Ambon
32 PUBLICATIONS   46 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

STUDI PROFESIONALISME MELALUI PENGALAMAN KOMUNIKASI JURNALIS PEREMPUAN DI MEDIA MASSA KOTA AMBON View project

The Capacity to Think Critical Students to the Matter Environmental Management with the Approach Skill the Process of Science Junior High School (SMPN) 14 Ambon
View project

All content following this page was uploaded by Sulaeman Sulaeman on 28 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

PROSIDING
SIMPOSIUM NASIONAL KOMUNIKASI KESEHATAN 2015
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jatinangor, 16 September 2015 - ISBN 978-602-70603-4-0

“Komunikasi Kesehatan di Indonesia:


Prospek, Tantangan, dan Hambatan”

Copyright © LP3 Fikom Unpad, 2015


Hak Cipta dilindungi undang-undang

Reviewer
Dr. Eni Maryani, M.Si
Dr. Herlina Agustin, M.T.
Dr. Hanny Hafiar, M.Si
Dr. Suwandi Sumartias, M.Si
Dr. Antar Venus, M.A.Comm
Dr. Pawit M.Yusuf., M.Si

Editor dan Tata letak


Ira Mirawati, M.Si
Efi Fadilah, M.Pd
Maimon Herawati, M.Litt
Andriyanto, M.I.Kom

Desain Sampul
Syauqi Lukman

Diterbitkan oleh
LP3 Fikom Unpad, Gedung 1 Lt. 1, Jalan Raya Sumedang-Bandung Km. 21, Kampus Fikom,
Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 45363. Telepon (022) 7796954. Faks (022) 7794122.
Laman web: http://www.fikom.unpad.ac.id | e-mail: lp3.fikomunpad@yahoo.com

ISBN: 978-602-70603-4-0
Dicetak oleh Percetakan & Penerbitan LP3 Fikom Unpad
Isi di luar tanggung jawab percetakan

1
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Komunikasi kesehatan mengalami perkembangan yang signifikan sebagai sebuah


kajian keilmuan. Hal ini tidak terlepas dari besarnya perhatian, baik dunia akademis
bidang komunikasi dan bidang kesehatan dengan para praktisi kesehatan yang
menyadari akan besarnya peran komunikasi kesehatan dalam meningkatkan kesehatan manusia.
Bidang komunikasi kesehatan merupakan salah satu kajian yang kompleks, memiliki area riset dan
praktik yang signifikan dalam masyarakat kontemporer. Bahkan riset komunikasi kesehatan bersifat
multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Risetnya dapat dilakukan berdasarkan paradigma
objektif, konstruktif atau kritis.

Keberadaan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat seperti internet
berimplikasi pada hadirnya layanan e-health, sehingga masyarakat di berbagai belahan dunia dapat
berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan melalui berbagai macam sumber informasi. Melalui
e-health setiap orang yang memiliki akses internet baik di kantor, rumah, atau mobile menjadi
sedemikian mudah mengakses informasi kesehatan. Diperlukan kecerdasan untuk memanfaatkannya,
sehingga setiap orang perlu mengasah kemampuannya untuk lebih melek media dan melek informasi.

Hal lain yang berkaitan dengan komunikasi kesehatan adalah mengenai isu-isu atau wacana di
seputarnya, misalnya bagaimana masalah kesehatan berkaitan dengan kebijakan pemerintah,
membangkitkan kesadaran masyarakat, cara hidup dan cara berpikir masyarakat kalangan tertentu
mengenai kesehatan. Pendeknya, ini berkaitan erat dengan aspek sosio kultural masyarakat, bahkan
politik di suatu negara. Tidak kalah menarik mengupas aspek etika, hukum dan budaya dalam
komunikasi kesehatan:bagaimana pasien, dokter, perawat memiliki pengalaman yang beragam dalam
komunikasi kesehatan.

Atas fenomena sebagaimana tersebut di atas menjadi sangat signifikan bila kami
menyelenggarakan Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan dengan mengambil tema
“Komunikasi Kesehatan di Indonesia : Prospek, Tantangan dan Hambatan”,dengan subtema
yang ditawarkan :

1. Teknologi, Media dan e-health


2. Faktor Sosio Kultural dan Komunikasi Kesehatan
3. Isu Hukum dan Etika dalam Komunikasi Kesehatan
4. Komunikasi Kesehatan dalam Konteks Interpersonal
5. Gaya Hidup dan Komunikasi Kesehatan
6. Komunikasi Krisis dalam Bidang Kesehatan
7. Kebijakan Pemerintah mengenai Kesehatan Masyarakat
8. Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif (Antar) Budaya
9. Isu Metodologis dalam Komunikasi Kesehatan
10. Teori-Teori Mutakhir Tentang Komunikasi Kesehatan

Berdasarkan data sesuai dengan jadwal deadline, peserta yang telah mengirimkan makalahnya
berjumlah 97 orang yang terdiri dari 42 Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta dan satu Lembaga
Swadaya Masyarakat. Mereka mewakili dua puluh kota Besar di Indonesia.

Semoga kegiatan Simposium Komunikasi Kesehatan ini bermanfaat dan menjawab


permasalahan serta tantangan bidang kesehatan di Indonesia.

2
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Prof. Dr. dr.Nila F.Moeloek, Sp.M (K) yang telah menjadi keynote speaker.
Terima kasih pula kami ucapkan kepada para pembicara pada sesi Pleno, yakni :

1. Prof. Dr.med. Tri Hanggono Achmad, dr. (Rektor Universitas Padjadjaran)


2. Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D.(Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD)
3. dr. Alma Luciyati, M.Kes., M.Si., MH.Kes.(Kepala Dinas Kesehatan Prov. Jawa Barat)
4. dr. Ahyani Raksanagara.(Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung)

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya
Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan dan mohon maaf atas segala kekurangan.

Wassalam.

Jatinangor, 16 September 2015

Ketua Pelaksana,

Siti Karlinah

3
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

SAMBUTAN

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi


Universitas Padjadjaran

Komunikasi menjadi faktor penting dalam setiap sendi kehidupan, termasuk bagi karier
professional medis dan kesuksesan layanan dalam dunia kesehatan. Para profesional medis,
seperti dokter, perawat, bidan, apoteker, dll. membutuhkan komunikasi untuk mendukung
kesuksesan kerja mereka.
Berhasil atau gagalnya karier seseorang salah satunya dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berkomunikasi. Selama ini, komunikasi sering dianggap remeh, karena kita merasa
sudah melakukannya sejak lahir. Padahal jika dipelajari dengan serius, komunikasi akan
mampu menjadi kunci sukses seseorang. Kesuksesan kebijakan kesehatan dari pemerintah
bagi masyarakat juga sangat bergantung kepada komunikasi, seperti kebijakan BPJS yang
belakangan ini menuai kontroversi.
Dalam komunikasi terapeutik, cara dokter melayani pasien di meja saja mampu
membuat 55 % pasien stres. Dalam penelitian jika dokter tidak menggunakan meja saat
menerima pasien, tingkat stres tinggal 10%, maka konsep egaliter menjadi penting
dipraktikkan dalam dunia medis tanah air, mengingat saat ini profesional medis cenderung
menjaga jarak dengan pasien, mulai dari cara berpakaian, cara berbicara, hingga bagaimana
cara memperlakukan pasien.
Dokter harus lebih egaliter, menerapkan model bersama yang mengasumsikan pasien
sebagai mitra berdasarkan empati. Sebagai profesional medis, misalnya, jika bahasa
Sundanya, ia bisa menggunakan bahasa sundasaat berkomunikasi dengan pasien.
Dalam keseharian sering ditemui budaya paternalistik, yaitu ketika dokter mendominasi
dan memotong pembicaraan dengan pasien. Padahal dokter harusnya membuat pasien
nyaman untuk bisa "curhat" tentang penyakitnya. Penelitian menunjukkan bahwa
kesembuhan pasien tidak hanya dipengaruhi oleh faktor medis ilmiah (biomedis), tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor social budaya lainnya, bahkan juga doa. Maka factor-faktor social
budaya yang dianut pasien ini perlu dipertimbangkan oleh para professional medis dan oleh
pemerintah yang akan mensosialisasikan kebijakan kesehatan. Hubungan antara doa dan

4
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

kesehatan juga ternyata penting. Hal ini bahkan sering diseminarkan di universitas-
universitas kelas dunia di berbagai negara.
Khusus di Indonesia, kita perlu prihatin bahwa dunia kesehatan di Indonesia masih
sering menghadapi permasalahan komunikasi yang membuat proses medis tidak efektif.
Kasus terbaru soal kisruh BPJS Kesehatan, juga disebabkan adanya masalah komunikasi
yang terjadi antara penyelenggara BPJS Kesehatan dengan pihak rumah sakit, klinik, dokter,
perawat, serta masyarakat indonesia secara umum. Jika masalah komunikasi ini dapat
diselesaikan, layanan BPJS Kesehatan akan jauh lebih baik dibandingkan saat ini.
Saya berharap, lewat Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan yang
diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-55 Fikom Unpad ini, Komunikasi Kesehatan
dapat diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia, secara umum di fakultas atau
program studi ilmu komunikasi, dan secara khusus untuk fakultas-fakultas Kedokteran.
Lewat Simposium ini pula saya berharap kita dapat bekerjasama untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat, lewat berbagai penelitian, seminar, dan lokakarya lokakarya, baik
secara kuratif dan terlebih lagi secara preventif.
Semoga layanan kesehatan akan semakin baik atas campur tangan ilmu komunikasi di
dalamnya.

Jatinangor, 16 September 2015


Dekan Fikom Unpad,

Prof. Deddy Mulyana., M.A., Ph.D.

5
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
SAMBUTAN DEKAN FIKOM UNPAD 4
DAFTAR ISI 6

I. ISU METODOLOGIS DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN

The Role of Integrated Model of Behavior Prediction (IMBP) Theory to Design Healtly 15
Behavior Messages In School-Based Nutrition Education Intervention
Ratri Ciptaningtyas

Kesehatan dalam Perspektif Antropologi, Sosiologi, dan Komunikasi 30


Atwar Bajari, Sri Susilawati

Aksesibilitas Informasi Kesehatan Keluarga Bagi wanita di Desa Ancol Mekar Kecamatan 40
Arjasari Kabupaten Bandung
Elnovani Lusiana, Rully Khairul

Edukasi Komunikasi Terapeutik dalam Program Family Phychoeducation Theory 46


Frieza Patriani, Purwanti Hadisiwi, Hanny Haviar

Kajian Metodologi Etnografi Komunikasi Dalam Pengembangan Komunikasi Terapeutik 65


Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Iwan Koswara

Model Komunikasi Terapeutik Sebagai Pelayanan Prima di Puskesmas Depok 1 Sleman 80


Yogyakarta
Ida Wiendijarti, Edwi Arief, Isbandi

Pemetaan Perilaku Pencarian Informasi Perempuan Terdiagnosis Kanker Payudara di 90


Prov. Jawa Barat
Siti Karlinah, Purwanti Hadisiwi, Slamet Mulyana, Meria Octavianti

II. FAKTOR SOSIO KULTURAL DAN KOMUNIKASI KESEHATAN

Mengungkap Pengalaman Keluarga Miskin Pedesaan di Jawa Barat dalam Menggunakan 109
Informasi dan Sumber-Sumber Informasi Kesehatan
Pawit M. Yusuf, Neneng Komariah, Rohanda, Priyo Subekti

Pemanfaatan Taman Bacaan Taman Bacaan Masyarakat Al Hidayah Desa Citimun 129
Kecamatan Cimalaka Sumedang dalam Menumbuhkan Minat Baca masyarakat tentang
Kesehatan
Sukaesih, Agung Budiono

Peranan Tokoh Adat dalam Menyampaikan Pesan Tentang Bahaya Air raksa Pada 143
Pengolahan Emas (Gulundung) di Kasepuhan Cisungsang
Yoki Yusanto

6
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Peranan Kyai dalam Komunikasi Kesehatan Islami di Pesantren 154


Uud Wahyudin

Kampung Manusia Kepiting 130


Sulaeman

Pola Pencairan Informasi Kesehatan Reproduksi oleh Perempuan Pedesaan di Jawa Barat 177
Susanne Dida, Trie Damayanti

Komunikasi Kesehatan Implementasi Kebijakan Program Gerakan 1000 Hari Pertama 186
Kehidupan di Kab. Flores Timur
Tine Silvana, Nindi Aristi, Efi Rostiantika, Rohanda

Promosi Squalene dan Ancaman Kelestarian Hiu 199


Herlina Agustin

Pola Komunikasi Kesehatan Warga Kampung Aceh 207


Merry Fridha Tri Palupi

Memahami Makna Simbolisasi Kultural dan Sosial Perilaku Merokok 220


Yun Fitrahyati, Fitri, Sinta

Pengembangan Media Kesehatan dan Persepsi Masyarakat Pedesaan Jawa Timur 237
Tatag Handaka, Dessy T, Hetty

Peta Pencarian Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Kota Bandung Berdasarkan Jenis 251
Kelamin, Latar Belakang Pendidikan, Status Sosial dan Ekonomi
Nuning Kurniasih, Neneng Komariah

III. KOMUNIKASI KESEHATAN DALAM KONTEKS INTERPERSONAL

Kebahagiaan Karyawan Purnabakti Perspektif Komunikasi Kesehatan dalam Konteks 269


Interpersonal
Maylanni Christin

Studi Kasus Tentang Komunikasi Kesehatan Pada Hubungan Interpersonal Therapist dan 287
Pasien di Pusat Pengobatan Alternatif ATFG Arcamanik Bandung
Lucy Pujasari Supratman

Pendekatan Human Relations dalam Relasi Dokter Keluarga dan Pasien 293
Marfuah Sri S, Humaera Tyas

Pendekatan Komunikasi Antarpribadi dalam Menghadapi Penderita Schizoprenia 308


Nur Idaman, Erna Mariana

Persepsi Pasien terhadap Komunikasi Person Centered Approach 323


Imam Nuraryo

Komunikasi Antarpribadi Penyandang Epilepsi dengan Masyarakat Sekitar Konsep Diri 339
Penyandang Epilepsi
Dasrun Hidayat, Sri Dewi

7
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Persepsi Masyarakat Terhadap Bidan dan Dukun Bayi Terlatih dalam memberikan 352
Pertolongan Persalinan di Kab. Indramayu
Priyo Subekti, Yanti Setianti

Ketika Bidan Menjelma Menjadi Dokter : Kajian Struktur Diri Pasien Bidan Desa dengan 364
Pendekatan Sosio Kultur
Dasrun Hidayat

Komunikasi Terapeutik Dalam Pengobatan Akupunktur di Klinik Paksi DPD Jawa Barat 383
Henny Sri Mulyani

Komunikasi Terapeutik Orangtua dengan Anak Fobia Spesipik di Bandung 394


Jenny Ratna Suminar, Rachamaniar

Pengalaman Komunikasi Terapeutik Petugas Rehabilitasi Medik Pada Pasien Stroke di 408
Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang
Retna Mahriani

Pola Komunikasi Antarpersona Antara Terapis dengan Anak Penderita Autis dalam 424
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan Sekitar
Meilani Dhamayanti

Studi Fenomenologi Komunikasi Interpersonal Guru dan Anak Autis Tipe Nonverbal di 435
Sekolah Lensa
Dinda Rakhma Fitriani

IV. GAYA HIDUP DAN KOMUNIKASI KESEHATAN

Gaya Hidup Masyarakat Sumenep Madura Melalui Media Pasir Dalam Kajian Komunikasi 453
Kesehatan
Teguh Rachmad, Surochim

Menguji Keampuhan Komunikasi Dalam Mengatasi Teror HIV/AIDS di Masyarakat High 469
Metropolis Lifestyle
Agus Naryoso

Pemaknaan Diri dan Keluarga Bagi Ibu Rumah Tangga Pengidap HIV/AIDS di Kabupaten 486
Cianjur
Syubanuddin Murom

Memahami Speech Codes Komunitas dan Komunikasi Interpersonal PSK yang Sudah 500
Mengadopsi Perilaku Pemakaian Kondom
Hapsari Dwiningtyas

Konstruksi Makna Komunitas Gay Sumedang 513


Evie Adriane

Pengetahuan, Pemahaman, dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pencegahan HIV-AIDS 535
Sri Widowati

8
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Gaya Hidup dan Dampak Psikologis Komunikasi Kesehatan Psikologis Pelaku Seks 546
Komersial Mahasiswi di Kota Padang
Elva Ronaning

Konsep Perencanaan Program Komunikasi Model “P” Proses dalam Gerakan Konsumsi 559
Jajanan Pangan Sehat di Sekolah
Wenny Widowati, Hadi Suprapto Arifin

Food Combining Sebagai Pasien Efektif dalam Menghasilkan Perilaku Hidup Sehat 575
Nofha Rina

V. KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI KESEHATAN MASYARAKAT

Dilematis Kebijakan Pelarangan Prostitusi di Kab.Jember sebagai Potensi Peningkatan 589


Dakocan dan Persebaran HIV-AIDS di Kab.Jember Prov.Jawa Timur
Murry Ririanty, Iken Navikadini, Thohirun

Kebijakan Promosi Kesehatan Puskesmas dengan Tempat Perawatan (DTP) di Tarogong 599
Kab. Garut
Andri Yanto, Saleha Rodiah, Efi Rostiantika

Komunikasi Kesehatan pada Program Revitalisasi Posyandu di Jawa Barat 617


Funny Mustikasari

Model Pengembangan Komunikasi Kesehatan pada Rumah Tangga Sangat Miskin di 634
Kabupaten Sumedang
Asep Suryana

VI. KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERSPEKTIF (ANTAR)BUDAYA

Perspektif Antar Budaya dalam Komunikasi Terapeutik 650


Lisa Adhrianti

Fenomena Pengobatan Minyak Bintang Efek Minimnya Kepercayaan Pasien terhadap 658
Pengobatan Biomedis
Wahyu Gani

Bentuk Komunikasi Interpersonal Peramu kepada Pengguna Jamu sebagai Upaya 669
Menjaga Tradisi dan Pesan Kesehatan pada Masyarakat Kota Bangkalan Madura
Ekna Satriyati

Viralitas Pengobatan Alternatif 684


Devi Rachmawati

Pelet Kandung sebagai Ritual Menjaga Kesehatan Ibu Hamil Masyarakat Madura 696
Syamsul Arifin

Komunikasi Terapeutik dalam Terapi Pengobatan Ayurveda di Ubud Bali 705


I Dewa Ayu Hendrawathy

9
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Komunikasi Terapeutik melalui Musik Campusari pada Pengobatan Alternatif Eyang 722
Agung Ciputat
Rahmi Setiawati, Nia Kurniati Syam

VII. TEKNOLOGI, MEDIA DAN E-HEALTH

Karya Seni sebagai Media Komunikasi bagi Penyandang Autisme 741


Prihandari, Satvikadewi

Strategi Pemberdayaan SDM Televisi Lokal sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Program 754
Siaran Televisi Lokal di Jawa Barat
Feliza Zubair, Evi Novianti, Trie Damayanti

Fast Food Punishment or reward (Fenomena Gaya Hidup dan Peran Komunikasi 768
Kesehatan Orang Tua di Makasar)
Citra Rosalyn Anwar

Komodifikasi Program Kesehatan Di Televisi Indonesia 788


Rahmat Edi Irawan

Dimensi Etis Iklan Layanan Masyarakat Antirokok Versi Perokok Pasif 799
Nia Ashton Destrity

Wacana Media Massa tentang Penyakit -penyakit yang Membahayakan Kehidupan 813
Warga
Triyono Lukmantoro

Revitalisasi Jurnalis dalam Era TIK Bidang Kesehatan 829


Pandan Yudhapramesti

Intensitas Penggunaan Smartphone sebagai Gaya Hidup terhadap Kesehatan 843


Sri Budi Lestari

Penyebaran Informasi Kesehatan dan Penggunaan Media Digital di Kalangan Remaja 859
Eni Maryani

VIII. KOMUNIKASI KESEHATAN DAN MEDIA SOSIAL

Grup Facebook sebagai Platform Berbagi Informasi Kesehatan Studi pada Grup 867
GESAMUN (Gerakan Sadar Imunisasi)
Fariza Yuniar

Informasi Kesehatan dalam Media Sosial 882


Aceng Abdullah

Jejaring Komunikasi Pengguna Akun Media Sosial Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia 891
Nunik Maharani Hartoyo

10
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Media Online Komunikasi Kesehatan Upaya Penguatan Perilaku Preventif Seksual Remaja 908
Melalui Media Internet di Indonesia
Agoeng Nugroho

Pemanfaatan Jejaring Media Komunikasi dan Informasi dalam Upaya Peningkatan 916
Kesehatan Ibu Hamil dan Anak di Jawa Barat
Suwandi Sumartias, Evie Adriane, Aat Nugraha

Propaganda Kesehatan Lewat Sosial Media 929


Indiwan Seto, Yoyoh Hereyah

Twitter sebagai Media Promosi Kesehatan yang Efektif 936


Yani Triwijayanti, Aiz Bachtiar

IX. KOMUNIKASI PETUGAS MEDIS, PASIEN DAN KELUARGA

Relasi Dokter Anak dengan Pasien 950


Gracia Rahmi Adiarsi, Citra Mega Sari

Komunikasi Orang Tua terhadap Anak Penyandang Disleksia 960


Leili Kurnia Gustini

Perilaku Komunikasi Survivor Kanker dalam Mempertahankan Usia Harapan Hidup 974
Amalia Djuwita

Fenomenologi Perawat Pasien Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Mental Psikotik atau 986
Eks Psikotik Terlantar di Panti Bina Laras Harapan Sentosa 2 Cipayung Jakarta Timur
dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Wiratri Anindhita

Kenyamanan Pasien Melalui Layanan Kesehatan Poli Santun Lansia Puskesmas Puter 1003
Bandung
Kartika Singarimbun

Kompetensi Budaya Bidang Komunikasi Kesehatan sebagai Preferensi untuk Membangun 1013
Keharmonisan Interaksi antara Penyedia Layanan Kesehatan dan Pasien
Bertha Sri Eko, Nasrullah, E. Nugrahaeni P.

Komunikasi antara Dokter dan Pasien 1028


Uthe Nugroho, Edwin Rizal

Komunikasi Non Verbal Dokter pada Pasien Anak-Anak di Poliklinik Anak Rumah Sakit 1041
Adam Malik Medan
Nadra Ideyani

X. KOMUNIKASI KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA

Komunikasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Pasca Reformasi 1052


Wawan Setiawan

11
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Strategi Komunikasi Pemasaran Sosial Metode Vasektomi/Mop dalam Upaya 1068


Peningkatan Akseptor KB Pria Lestari
Basuki, Panji Dwi Ashrianto

Kegiatan Diseminasi Informasi tentang Penanggulangan Angka Kematian Ibu terhadap 1082
Persepsi Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan di Desa Kali Cacing Sidomukti Salatiga
Ninis Agustini Damayani, Agus Rusmana, Ute Lies Siti Khadijah

XI. TEORI-TEORI MUTAKHIR TENTANG KOMUNIKASI KESEHATAN

Model Komunikasi Efektif untuk Peningkatan Kesadaran Ibu Rumah Tangga Muda dalam 1100
Mengkonsumsi Makanan Pokok Sehat Non Beras
Widya Pujarama, Nilam Wardasari, Nia Ashton D

Dialektika Komunikasi Keluarga dengan Penyandang Gangguan Jiwa 1117


Purwanti Hadisiwi

Telaah Teori dan Paradigma Penelitian dalam Kajian Komunikasi Kesehatan 1128
Nuriah Asri Sjafirah

Biblioterapi untuk Remaja di Rumah Belajar Ulul Azmi Cimahi - Jawa Barat 1139
Saleha Rodiah

Evaluasi Model Komunikasi Kesehatan Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten 1154
Lebak Provinsi Banten
Ilham Gemiharto

12
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

BAGIAN II

FAKTOR SOSIO KULTURAL DAN KOMUNIKASI KESEHATAN

107
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
KAMPUNG MANUSIA KEPITING
(Pengalaman Komunikasi Manusia Jemari Kepiting di Ulutaue
Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan)

Sulaeman40, Ronald Alfredo41

ABSTRAK
Manusia jemari kepiting merupakan penjulukan “oligodaktili” memiliki kelainan bentuk
organ fisik pada jemari tangan dan atau jemari kaki sejak lahir. Penelitian ini berkaitan
dengan bagaimana manusia jemari kepiting di Kampung Ulutaue Desa Mario Kecamatan
Mare Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan, mengkonstruksi makna kelainan dialami
dan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang normal di lingkungan sekitarnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi fenomenologi yang
melibatkan limabelas informan, meliputi sepuluh laki-laki dan lima perempuan manusia
jemari kepiting yang dipilih secara purposif berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis bentuk
organ fisik, status rumah tangga, dan pekerjaan. Limabelas informan, peneliti menggali
pengalaman diri manusia jemari kepiting, mengkonstruksi makna kelainan dialami dan
bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang normal di lingkungan sekitarnya berdasarkan
perspektif konstruksi sosial dan interaksi simbolik. Penggalian pengalaman subyek penelitian
dilakukan dengan menggunakan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan
pengamatan partisipatif dengan data penunjang penelitian diperoleh dari pihak-pihak yang
relevan untuk memperoleh data di lapangan.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti mengenai komunikasi mereka
dengan orang lain, peneliti telah mengembangkan tipologi konstruksi makna berhubungan
dengan pengalaman komunikasi. Manusia jemari kepiting sebagai subjek dan dianggap
memiliki kelainan fisik berbeda dengan orang lain, kutukan sebagai penyebab kelainan fisik,
dan kelainan fisik sebagai anugerah dari Allah SWT. Subjek mendapatkan diskriminasi dari
lingkungan keluarga maupun orang lain. Orang normal memperlakukan mereka dengan
menciptakan kesulitan dalam beraktivitas untuk bertahan hidup, kebebasan, dan marginalisasi
dalam lingkungannya dari penderitaan dialami.
Kata Kunci: Manusia jemari kepiting, pengalaman komunikasi, konstruksi sosial, perspektif
interaksi simbolik.

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang terletak di bagian Indonesia Timur dengan
populasi lebih dari sepuluh juta orang memiliki keberagaman masalah kesehatan. Tenaga
kesehatan dan rumah sakit dengan keterbatasannya, dan pemerintah setempat masih kurang
memberikan perhatian yang cukup kepada orang-orang membutuhkan perawatan medis,
seperti penyandang cacat. Sebagian besar masyarakat sendiri yang mencari cara-cara alternatif
kesehatan di luar pengobatan biomedis. Kecenderungannya orang menggunakan pendekatan

40
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon,
eman_man09@yahoo.com.
41
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pattimura Ambon, ronald150877@gmail.com

161
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
naturalistik untuk penyembuhan penyakit mereka, seperti mengkonsumsi obat herbal,
mendapatkan pijatan. Lainnya mengunjungi dukun untuk pengobatan dengan harapan bahwa
mereka bisa menjadi lebih baik.
Kurangnya fasilitas dan dukungan diberikan kepada orang-orang yang mengalami
kecacatan, seperti kesesuaian transportasi publik, tangga khusus, lift khusus, toilet khusus,
dan fasilitas tempat olahraga yang sesuai. Untuk yang mengalami penderitaan kelainan fisik
sedikit sekali memperoleh perhatian, termasuk penderita kusta dan jemari kepiting. Mereka
memperoleh diskriminasi dan tidak hanya dari lembaga-lembaga pemerintah, misalnya
mereka tidak memperoleh akses pendidikan untuk bersekolah dan bekerja, namun
diperlakukan kurang baik dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Mereka dianggap
abnormal, di mana orang lain tidak merasa enak atau tidak mampu berinteraksi dengannya.
Lingkungan di sekitar telah memberikan stigma kepadanya, bahwa mereka dipandang tidak
mampu dalam segala hal. Stigma ini merupakan konstruksi sosial, berhubungan dengan peran
sosial dan kondisi sosial masyarakat yang memandang manusia jemari kepiting sebagai
komunitas sosial memprihatikan yang perlu dikasihani.
Pemerintah Indonesia, baik pusat dan daerah serta instansi pemerintah terkait sesuai
dengan kewenangannya telah melakukan upaya untuk membantu manusia jemari kepiting,
namun belum maksimal. Beberapa komunitas mereka kadang-kadang telah di bantu,
sementara lainnya diabaikan. Kategori ini adalah “orang-orang oligodaktili”42 yang tinggal di
Ulutaue pada saat penelitian dilakukan. Kampung ini dikaitkan dengan kampung yang dihuni
oleh orang-orang “lobster claws,”43 meskipun banyak orang normal yang tinggal di kampung
tersebut. Televisi telah mengkonstruksi bahwa Kampung Ulutaue sebagai “kampung manusia

42
Turnpenny et al., (1998) Oligodaktili “tanda atau gejala dari sindrom, termasuk “poland sindrom dengan jenis
“dysmelia” (kurangnya anggota badan). P. D. Turnpenny, J C Dean, P Duffty, J A Reid, and P Carter, "Weyers'
ulnar ray/ oligodactyly syndrome and the association of midline malformations with ulnar ray defects." J Med
Genet. 1992 September; 29 (9): 659–662. Found at NIH website. Accessed last on February 17, 2010.
[02/22/2012]. Poland sindrom merupakan kelainan cacat fisik sejak lahir, di tandai dengan jemari tangan tidak
normal yang lebih banyak dialami pada laki-laki daripada perempuan yang disebabkan oleh gen. Jones (1957)
menjelaskan bahwa oligodaktili dalam ilmu medis disebabkan oleh faktor genetika atau familial etiologi.
Meredith Vaughn Jones, (Nov 1957). "Oligodactyly". Journal of Bone and Joint Surgery B (39). [02/20/2012].
Oligodaktili kebalikan dari “polidaktili” berarti jemari tangan atau kaki yang lebih dari normal. Biasanya
polidaktili memiliki kelainan fisik pada jari lebih sehingga seseorang memiliki tambahan jari pada satu atau
kedua tangan dan atau kakinya, penambahan biasanya di dekat jari kelingking atau ibu jari.

43
3Oligodaktili memiliki turunan “etrodaktili” diistilahkan dengan “Lobster-Claw Syndrome” (tidak adanya satu
dari jemari tangan dan kaki). Moerman, P., and Fryns, 1998. Ectodermal dysplasia, Rapp-Hodgkin type in a
mother and severe ectrodactyly-ectodermal dysplasia-clefting syndrome (EEC) in her child. American Journal of
Medical Genetics., h. 479-481.

162
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
kepiting,”44 menyebabkan beberapa penduduk kampung melakukan perlawanan, termasuk
beberapa manusia jemari kepiting. Para penduduk menyadari bahwa televisi mengkonstruksi
kampung semata-mata berorientasi pada keuntungan tanpa melihat fisik, psikologi, dan
kondisi ekonomi manusia jemari kepiting.
Kelainan fisik dialami sebagai simbol yang menjadi identitas diri manusia jemari
kepiting yang diberikan oleh orang normal di lingkungan sekitarnya dalam kehidupan sehari-
hari yang kecenderungannya melihat kondisi kelainan fisik dialami dengan julukan “jemari
bertangkai, manusia jari kepiting, dan atau keluarga bertangan kepiting” yang menular,
makanan menjijikkan yang dapat melemahkan diri mereka.

b. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perspektif interpretif atau fenomenologis, manusia jemari kepiting
memiliki pengalaman dialami yang diasumsikan sebagai realitas subjektif, tidak hanya pada
pengalaman tubuh dan atau fisik. Dalam konteks ini, pengalaman kelainan fisik dapat
dihubungkan dengan pribadi individu, kepercayaan dan nilai-nilai sosial-budaya. Hal ini
menarik untuk diteliti untuk mengetahui bagaimana subjek penelitian adalah manusia jemari
kepiting di Ulutaue Desa Mario Kecamatan Mare Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan
mengkonstruksi dirinya dan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang-orang di
lingkungannya terkait dengan kelainan fisik dialami. Realitas sosial dialami manusia jemari
kepiting menjadi layak diteliti, sebab kontribusi dari penelitian ini, dapat digunakan untuk
menerapkan aspek-aspek komunikasi kesehatan yang dapat menunjang pemberdayaan dan
meminimalisasi stigma sebagai tindakan diskriminasi dan penjulukan terhadap mereka.
Penelitian ini juga diperlukan untuk memberikan kontribusi bagi manusia jemari kepiting,
sehingga pemerintah melakukan pemeriksaan medis dan dukungan sosial.

c. Hasil Penelitian Terdahulu


Banyak penelitian menggunakan perspektif objektif (biomedis) untuk meneliti
kesehatan (komunikasi kesehatan dan komunikasi terapeutik) didasari oleh asumsi bahwa ada
keteraturan dalam realitas sosial dan perilaku manusia berhubungan dengan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi hubungan sebab-akibat dan atau korelasi antara
variabel, seperti penelitian menggunakan hipotesis. Dianalisis menggunakan data statistik
untuk melihat apakah hipotesis diajukan dapat diterima dan atau tidak. Metode penelitian ini

44
Etrodaktili digambarkan sebagai “claw like” (seperti cakar) memiliki kelainan cacat fisik pada jari dan kaki.
Ibid.

163
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
ternyata memberikan pengetahuan yang terbatas, kurang humanistik dan tidak akurat. Hasil
penelitian tersebut, misalnya Gibson dan Zhong (2005:621-634), Lee (2008:450-464),
Primack et al. (2009:541-555), dan Brown and De Matviuk (2010:726-749). Di Indonesia,
jenis penelitian ini meliputi hasil penelitian dari Iba (2005) meneliti “Hubungan antara
komunikasi dari paramedis dengan sikap pasien rawat inap mengenai layanan perawatan
medis di rumah sakit umum daerah provinsi Sulawesi Tenggara,” Dida (2011) meneliti
“Pengaruh optimalisasi komunikasi kesehatan pada pusat pelayanan kesehatan dasar terhadap
peningkatan derajat kesehatan anak usia dini di Jawa Barat,” dan Agustini (2012) meneliti
“Pengaruh komunikasi pemasaran jasa terhadap pencitraan pasien mengenai rumah sakit
bersalin Emma Poeradiredja di Bandung.”

Telah banyak penelitian mengenai kesehatan berdasarkan teori konstruksi sosial


(dikaitkan dengan teori fenomenologis dan interaksi simbolik), seperti hasil penelitian dari
Davis (1972), Musgrove (1977, Bab 5 dan 6), Vittoria (1999:361-384), Nguyen (2006:147-
160), Kovarsky et.al (2007:53-66), Hinojosa et.al (2008:205-224), dan Binder et.al
(2012:1171-1186). Hasil penelitian di Indonesia mengenai komunikasi kesehatan berdasarkan
teori konstruksi sosial meliputi Teja (2006) meneliti konstruksi sosial pasien kusta di Rumah
Sakit Sinatala di Tangerang; Kadri (2007) meneliti konstruksi sosial kebutaan di Rumah Sakit
Wyata Guna Bandung; Hadisiwi (2011) meneliti konstruksi makna filariasis dalam
komunikasi risiko di Kabupaten Bandung; dan Hafiar (2012) meneliti pengalaman
komunikasi atlet penyandang cacat di Bandung.

d. Perspektif Teoretis
Penelitian kuantitatif-statistik berbeda dengan penelitian bersifat “kualitatif.”45 Untuk
mengeksplorasi individu dengan interpretasi manusia jemari kepiting dan pengalaman sosial
mereka dengan orang-orang di lingkungannya, peneliti menggunakan perspektif
“interpretatif"46 dan atau lebih khusus, perspektif konstruksi sosial dan interaksi simbolik,
keduanya harus dianggap sebagai pelengkap satu sama lainnya. Kedua perspektif teori ini

45
Qualitative research is “an inquiry process of understanding based and distint methodological traditions
of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes
words, reports detaield views of informants, and conducts the study in a natural setting.” John W Creswell. 1998.
Qualitative Inquiry and Research Design:Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks: CA. Sage
Publication Inc., h. 15.
46
Menurut Taylor, peneliti interpretif berusaha melakukan pembacaan atau interpretasi tertentu terhadap makna
tindakan sosial, dan bahwa yang mereka anggap layak untuk diinterpretasi jelas menjadi interpretasi tersendiri.
Untuk membentuk atau memproduksi makna, mau tidak mau peneliti harus terlibat dalam serangkaian
pembacaan atau interpretasi kata. Norman K Denzin and Yvonna S. Lincoln. 2005. Handbook of Qualitative
Research. London: Sage Publications., h.150-151.

164
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
menjelaskan bahwa individu menentukan tujuan mereka sendiri dalam hidupnya. Mereka
aktif, kreatif dan inovatif dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Tindakan
individu yang dihasilkan dari pemahaman mereka mengenai situasi internal, bukan sebagai
akibat dari faktor eksternal. Konteks ini, realitas dianggap sebagai intersubjektif, berbagi, dan
bernegosiasi. Cukup dengan berkomunikasi dan aktor menyesuaikan tindakan mereka sendiri
untuk penyesuaian diri dengan tindakan orang lain.
Penggunaan perspektif Berger and Luckmann’s (1966), konstruksi realitas sosial
merupakan interaksi simbolik antara kesadaran sendiri seseorang individu dan kesadaran
individu lainnya dalam kebersamaan hidup. Penggunaan teori interaksi simbolik, tindakan
individu didasarkan pada pemahaman mereka mengenai orang, objek, dan atau lingkungan
mereka yang dihadapi, dan mereka dapat mengubah tindakannya berdasarkan interpretasi
mereka atas orang lain (Blumer, 1969). Asumsi teori ini, bagaimana manusia jemari kepiting
mengeksplorasi diri mereka memiliki kelainan fisik, dan bagaimana mereka berkomunikasi
dengan orang lain di sekitar lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari.

e. Perspektif Konseptual
Aspek perspektif interpretatif, individu sebagai manusia jemari kepiting dapat
memberikan makna tertentu mengenai kelainan fisik dialami dan mereka berkomunikasi
dengan orang lain. Perspektif interpretatif dianggap sesuai dan lebih holistik untuk meneliti
keunikan pengalaman individu. Dengan kata lain, tidak dilihat dari aspek kelainan fisik
dialami, namum pengalaman mereka memiliki kelainan fisik secara subjektif. Ini merupakan
pemahaman mereka, bukan penyakit, seperti yang dipahami secara objektif yang
menggunakan pengukuran ilmiah dan atau medis.
Manusia jemari kepiting diasumsikan oleh dokter dan perawat kesehatan semata-mata
sebagai penyakit, yaitu realitas objektif (gejala fisik dan atau organik) yang dapat diagnosis
dan diperiksa di klinik dan atau laboratorium. Peneliti berpendapat bahwa tujuan penelitian ini
adalah manusia jemari kepiting dianggap sebagai kelainan, bukan sebagai penyakit. Marks
et.al (2000:6) menjelaskan bahwa “kesehatan dan penyakit menarik untuk dilakukaan
penelitian.” Kleinman et al. (1978) mendefinisikan bahwa penyakit sebagai “kerusakan
organik dan proses patologis ditandai dengan gejala yang biasanya dapat diamati dan dinilai
secara kuantitatif,” sakit adalah “pengalaman penyakit atau sakit pasien” (dalam Scharf and
Vanderford, 2003:9-34). Seperti juga dikemukakan oleh Eisenberg bahwa … pasien
menderita penyakit; dokter mendiagnosa dan mengobati penyakit,… Penyakit merupakan
perubahan pengalaman di negara-negara dan fungsi sosial; penyakit yang memiliki kelainan
pada struktur dan fungsi organ tubuh serta sistem”(dalam Hardey, 1998:29).

165
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
METODE PENELITIAN
Dalam tradisi penelitian terdapat dua paradigma, yakni paradigma kuantitatif dan
kualitatif, seperti dinyatakan Creswell (1998:3). Dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan paradigma kualitatif. Paradigma kualitatif dipandang lebih relevan dan cocok
karena bertujuan menggali dan memahami subjek penelitian mengkonstruksi dirinya dan
bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungannya terkait dengan
kelainan fisik dialami. Adapun metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan fenomenologis dengan analisis data interpretatif subjektif (Creswell,
1998:10).
Informan dalam penelitian ini adalah manusia jemari kepiting, melibatkan lima belas
informan yang meliputi sepuluh laki-laki dan lima perempuan manusia jemari kepiting. Usia
mereka berkisar sepuluh hingga tujuhpuluh tiga tahun pada saat peneliti melakukan
penelitian. Sepuluh subjek belum menikah, lainnya sudah menikah. Empat belas subjek
memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta, terutama pemulung laut (udang kecil, tiram kecil, dan
kerang) dan satu subyek menganggur. Sebagian besar subyek tidak pernah sekolah, mereka
tidak mampu berhitung, membaca dan menulis. Subyek sebagian besar memiliki tiga jemari
tangan dan atau kaki. Selebihnya memiliki dua dan atau empat jemari tangan dan kaki. Jemari
tangan dan kaki mereka sangat berbeda dengan jemari tangan dan kaki orang normal.
Untuk memperoleh data penelitian, peneliti telah melakukan wawancara mendalam.
Awalnya wawancara tidak mudah dilakukan, mereka menganggap peneliti sebagai jurnalis
yang akan memperoleh keuntungan dari mereka mengenai pengalaman hidupnya kepada
pembaca. Ketika mereka bersedia diwawancarai, awalnya mereka tampak gelisah. Peneliti
mampu mengumpulkan data dari subjek dengan cara, seperti peneliti menunjukkan kesabaran
dan empati terhadap mereka. Hasil wawacara dimudahkan dengan peneliti menggunakan
bahasa lokal mereka, akhirnya wawancara dilakukan dengan lancar dan intim. Wawancara
berlangsung di rumah, pantai, sekolah, pasar dan di pesisir pantai.
Peneliti melakukan pengamatan di saat melakukan wawancara dan subjek melakukan
aktivitas. Peneliti mengamati rumah mereka, tindakan verbal dan nonverbal, tempat di mana
bekerja, termasuk pasar di mana mereka menjual hasil tangkapannya, lokasi mereka bermain
dan atau menghibur diri mereka sendiri. Penelitian ini dilakukan selama sepuluh bulan dari
tanggal 02 Mei 2012 hingga 01 Februari 2013.
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Konsep Kondisi Kelainan Fisik
Para manusia jemari kepiting dalam penelitian ini, ada tiga temuan lapangan mengenai
kondisi kelainan fisik dialami, meliputi bentuk organ fisik berbeda dengan orang lain, kutukan

166
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
sebagai penyebab kelainan fisik, dan kelainan fisik sebagai anugerah Allah SWT. Perbedaan
persepsi mereka tidak boleh dianggap sebagai ekslusif. Sebaliknya mereka hanya memiliki
sikap yang berbeda.
a. Organ Fisik Berbeda
Pandangan mereka mengenai kelainan fisik dialami telah ada sejak usia dini dan
mengklaim dirinya berbeda dengan organ fisik orang normal. Beberapa subjek mengatakan
organ fisik mereka berbeda dengan organ fisik orang normal lainnya. Pemahaman tersebut
diperoleh dari orang tua, misalnya membeli sandal tertentu (terompa) untuk menutupi
kelainan jemari kaki. Subjek merasa beruntung, masih memiliki kelainan jemari tangan
dan kaki sejak lahir, merasakan dirinya tidak bisa berubah untuk selamanya. Mereka sadar
bahwa kondisi fisiknya membuat orang normal merasa kasihan, takut, menjijikkan bagi
orang melihatnya, dan menghindari pertemuan dengan mereka.
Sebagian besar subjek memiliki pengalaman perasaan negatif di masa lalu, meskipun
perasaan negatif tersebut telah dimaknai dalam beberapa hal, seperti pesimis, putus asa,
tertutup, dan malas bekerja. Mereka menyalahkan dirinya sendiri, tidak memiliki harapan
hidup. Menyadari seperti nasib kurang baik, malu di depan orang normal, terutama lawan
jenis. Perasaan malu mendorong mereka selalu berjalan dengan langkah cepat ketika
berada di luar rumah dan atau di jalan raya serta tidak menghiraukan orang-orang yang ada
di lingkungan sekitarnya.
Subyek mengetahui bahwa orang normal tidak akan mendekati mereka, apalagi
berinteraksi dan berkomunukasi mereka dengan akrab. Di luar imajinasi mereka, orang
normal akan menikahinya dan beberapa keahlian khusus, misalnya sebagai dukun. Dalam
jalinan hubungan dengan lawan jenis, akhirnya mereka merasa kecewa ketika pasangannya
menolak hubungan jalinan, meninggalkannya begitu saja, tanpa ada alasan yang jelas.
Kegagalan jalinan hubungan lawan jenis dialami oleh Abditiro dan Renita. Abditiro
menceritakan bahwa “dirinya sebagai orang yang tidak berguna, tidak bisa
membahagiakan perempuan, karena kondisi memiliki tiga jemari tangan dan kaki.” Subjek
lain dialami oleh Cahaya “telah ditinggalkan oleh suaminya selama sepuluh tahun tanpa
alasan yang jelas.
Saya merasa rendah diri, suami meninggalkan keluarganya, pergi tanpa alasan. Saya
telah ditinggalkan oleh suami sejak anak kedua dilahirkan. Sebagai seorang istri,
saya memiliki tanggungjawab yang berat. Anak saya juga memiliki kondisi yang
sama dengan memiliki kelainan fisik pada jemari dan tangan. (Cahaya)
b. Kutukan Sebagai Penyebab Kelainan Fisik
Beberapa manusia jemari kepiting diwawancarai menyatakan bahwa kelainan fisik ini
disebabkan oleh kutukan dari Allah SWT. Kelainan fisik dialami merupakan perbuatan dan

167
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
atau dosa dilakukan oleh keluarga mereka, orang tua, kakek-nenek, atau bahkan nenek
moyangnya. Manusia jemari kepiting juga menganggap bahwa kelainan fisik ini disebabkan
oleh sikap negatif dari nenek moyang mereka yang menganggap dirinya memiliki derajat
lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain di lingkungan sekitarnya, seperti suka
merendahkan, penghinaan, kesombongan, dan mengejek orang lain.
Persepsi subjek mengenai kelainan fisik dialami seperti dengan persepsi penderita kusta
di Tangerang, dikemukakan oleh Teja (2006). Teja mendeskripsikan bahwa faktor penyebab
kusta yang dirasakan oleh subjek adalah kutukan dari Allah SWT, meskipun mereka tidak
menghubungkan dengan kesalahan-perbuatan orang tua atau nenek moyangnya.
c. Kelainan Fisik Sebagai Anugerah
Sebagian besar manusia jemari kepiting mengakui bahwa di masa lalu mereka putus asa
dan depresi yang berkeinginan bunuh diri. Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa dari
mereka dengan tulus menerima kondisi fisiknya. Mereka berusaha untuk bersabar, kuat,
teguh, pekerja keras, dan optimis menjalani kehidupannya. Mereka cenderung menerima
dirinya dan bukan sebagai hambatan menjalani kehidupan sehari-hari, sebagai potensi untuk
mengembangkan hubungannya dengan orang lain. Mereka menyakini bahwa kelainan fisik
pada jemari tangan dan kaki serta ketidakmampuan ekonomi merupakan anugerah sebagai
karunia dari Allah SWT. Mereka mengatakan bahwa penderitaan dialami membawa berkah
terselubung, meliputi:
1. Pasangan Hidup Normal. Memiliki pasangan hidup dengan fisik normal dan memiliki
kelanggengan rumah tangga.

2. Kekebalan Fisik. Mereka jarang menderita penyakit lain, kecuali jemari tangan dan
kaki, seperti dikemukakan oleh Ambo Asse, bahwa ketika masih kecil pernah terjatuh
dari pohon yang tinggi, namun baik-baik saja. Mereka juga menyatakan bahwa alat-
alat tajam tidak bisa menyakitinya atau mempang pada anggota tubuh.

3. Memiliki kemampuan untuk bekerja sebagai paraji, yaitu dukun, seperti dialami oleh
Ambo Asse, Renita, dan Kaharuddin. Mewarisi keahlian untuk menyembuhkan orang
lain. Memiliki kekuatan gaib untuk memberikan bantuan terhadap lingkungan,
misalnya memimpin ritual “mappare lise tasi” di pesisir laut Kampung Ulutaue.

4. Kekuatan Fisik. Subjek memiliki fisik melebihi orang normal. Mereka terus-menerus
bekerja; mereka tidak pernah tampak lelah dalam bekerja.

5. Kemampuan membaca pikiran orang lain. Subjek mengetahui apa yang akan terjadi
dan dilakukan orang lain. Kemampuan ini diperoleh melalui komunikasi mimpi.

168
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Pemaparan subjek, dijelaskan bahwa pengalaman kelainan fisik dialami telah


dikontruksi sebagai realitas. Menurut Schutz (1972:74) menegaskan “The significance of
temporality in the social construction of reality: individuals give meaning to an event only
after it has occurred; the meaning of anevent is primarily retrospective.” Berdasarkan
perspektif ini, pengalaman masa lalu manusia jemari kepiting dapat dijelaskan:

Kelainan fisik ini adalah karunia dari Allah SWT. Saya menerimanya dengan pasrah.
Saya syukuri masih diberikan umur panjang, bisa hidup sampai sekarang. Saya
memiliki beberapa anak, cucu dan cicit. Mereka sering datang ke rumah untuk
menyenangkan dan menghibur saya. (Ambo Asse)
Saya dinikahi suami waktu itu umuran sembilan belas tahun dengan suami tampan,
bujang lagi, dan normal fisiknya, kok bisa saya dapat suami seperti itu. Semuanya
jodoh sebagai orang memiliki kelainan fisik (Matahari)

Subjek merasakan bahwa meskipun memiliki kelainan fisik, mereka tetap memiliki
status terhormat di mata orang lain, setidaknya orang lain di lingkungan sekitarnya
membutuhkan bantuan dukun untuk pengobatan. Penelitian ini menemukan bahwa manusia
jemari kepiting memiliki kemampuan pengobatan nonmedis kepada orang sakit yang tidak
hanya terkenal di kampung mereka sendiri, namun juga di kampung-kampung lain. Mereka
dianggap oleh beberapa penduduk kampung memiliki kemampuan yang dapat dipercaya
daripada pelayanan medis. Menurut subjek, orang lain memandang mereka memiliki keahlian
karena kelainan fisik dialami pada jemari tangan dan kaki.
Pengalaman Komunikasi dengan Orang Normal
Pengalaman komunikasi individu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari memiliki
pemaknaan berbeda-beda dan penting bagi individu. Aktivitasnya dimaknai oleh sekelompok
orang yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang sulit, seperti dalam kehidupan manusia
jemari kepiting di Ulutaue sebagaimana temuan lapangan mengenai pengalaman mereka
berkomunikasi dengan orang normal di lingkungan sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari,
meliputi pelecehan verbal dan nonverbal, perlakuan dan diskriminasi orang lain. Orang
normal memperlakukan mereka dengan menciptakan kesulitan dalam beraktivitas untuk
bertahan hidup, kebebasan, dan marginalisasi dalam lingkungannya dari penderitaan dialami.
a. Pelecehan Verbal dan Nonverbal
Manusia jemari kepiting seringkali mengalami ketersinggungan dari perlakuan orang-
orang normal yang mereka temui, tidak hanya oleh orang asing namun juga dari kenalan,
teman, tetangga, dan bahkan kerabat serta anggota keluargannya.

169
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
Beberapa orang yang datang berkunjung ke kampung untuk melihat manusia jemari
kepiting, hanya memberi komentar negatif namun tidak dengan maksud untuk menghina
mereka dan lainnya menghina dengan sengaja. Mereka dijuluki sebagai “manusia memiliki
jemari tangan dan kaki bertangkai, manusia menakutkan, dan atau sebagai orang
menjijikkan.” Kesemuanya sebagai penghinaan secara verbal yang membuat manusia jemari
kepiting merasa tidak nyaman.
Selain dari penghinaan secara verbal, manusia jemari kepiting menerima perlakuan
dijauhi, diejek, ditertawakan oleh orang-orang normal. Hasil pengamatan juga ditemukan
bahwa orang lain seringkali menutup mulut dengan tangannya, ketika melihat manusia jemari
kepiting dengan penampilan yang kotor dan kumal sebagai atribut dirinya memiliki kelainan
fisik pada jemari tangan dan kaki, orang lain menjauhinya agar tidak mencium bau tangan dan
kaki yang tidak normal dan mereka mungkin berpikir bahwa kelainan fisik dialami mereka
sebagai penyakit menular.
Waktu itu sore hari saya naik motor bersama dengan istri, di saat saya melalui
tetangga sedang duduk kumpul dipinggir jalan, terus tertawa terbahak-bahak
memandang saya, lalu berteriak “aju mappakka.” Namun istri memegang dada saya
untuk lebih menerima kenyataan kondisi seperti penghinaan (Kaharuddin).

Penghinaan verbal dan nonverbal juga dialami oleh Subaco, Rahmat, Ulhadi, dan
Nurhalijah. Pengalaman dialami Subaco dan Rahmat ketika mau membeli pakaian di kios
penjual pakaian, seorang ibu rumah tangga menutup mulutnya dengan tangannya. Kemudian
Subaco dan Rahmat pergi meninggalkan kios penjual pakaian tanpa membeli pakaian.
Peristiwa komunikasi lain, ketika Ulhadi dan Nurhalijah memasuki toko, beberapa
pengunjung toko menutup mulut dengan tangannya. Pemilik toko menjauhi dan berkata “ada
bau apa ini? Ada sampah di dalam toko.”
b. Perlakuan dan Diskriminasi Orang Lain
Orang-orang menanggapi pesan kita yang sebagian besar tergantung pada bagaimana
dan seperti apa kita, dan mereka berpersepsi seperti apa mengenai diri mereka sendiri, atas
dasar dari persepsi diri mereka terhadap pandangan orang lain atas mereka. Nama,
penampilan, postur tubuh, semuanya sebagai pengukuran dalam komunikasi. Subjek sebagai
individu memiliki kelainan fisik pada jemari tangan dan kaki terlihat dengan jelas. Kondisi
kelainan fisik seperti ini akan dibandingkan dengan bentuk dan fungsi organ tubuh orang
normal, subjek merasakan stigma dan rendah diri. Konsep diri pada “the looking-glass self”
merupakan cara pandang sebagaimana dikemukakan Cooley (1983:184) “… that people's
self-concept is significantly determined by what they think others think of them, thus
emphasizing the significance of subjectively interpreted others' responses as a primary source

170
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
of data about the self.” Dengan kata lain, apa yang menginternalisasi sebagai sumber dari
pesan yang menerima dari orang lain. A self-idea of this sort seems to have three principal
elements: the imagination of our appearance to the other person; the imagination of his
judgement of that appearance; and some sort of self-feeling, such as pride or mortification
(Cooley, 1983:184).
Cooley berpendapat bahwa perasaan diri bersifat sosial, karena maknanya diciptakan
melalui bahasa dan budaya bersama yang berasal dari interpretasi subjektif individu atas
penilaian orang-orang lain yang mereka anggap penting dan punya relasi dekat dengan
mereka mengenai sikap dan tindakan individu tersebut yang dalam konteks penelitian ini,
subjek memiliki kelainan fisik pada jemari tangan dan kaki.
Dalam interaksi sosial manusia jemari kepiting dengan orang lain, mereka dianggap
sebagai orang lain yang telah berkomunikasi yang dapat melemahkan semangat untuk
bertahan hidup. Subyek dianggap sebagai “pengemis, karena memiliki kelainan fisik pada
jemari tangan dan kaki dengan penampilan kotor dan kumal. Berikut ini ada beberapa
perlakuan penerimaan subjek dari orang lain:
1. Beberapa individu, bahkan orang tua, saudara kandung, mertua, kakek-nenek, dan
kerabat lainnya, menolak atau tidak menerima kondisi subjek, seolah-olah subjek
dirinya tidak ada. Orang-orang di sekitarnya kurang intensitas komunikasi dengan
penyandang oligodaktili. Ketika mereka berkomunikasi dengan orang lain, seringkali
mengalami diskriminasi. Konsekuensinya subjek melakukan penghindaran diri dari
interaksi dan komunikasi dengan orang lain.

2. Pihak lain, terutama pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membantu untuk
berdaya dan kasihan pada mereka dianggap sebagai beban bagi orang lain. Subjek
tidak memiliki kepercayaan dengan janji-janji diberikan oleh pihak berwenang bahwa
beberapa bantuan pemberdayaan akan diberikan namun tidak pernah terealisasi.
3. Jurnalis televisi melakukan peliputan berita lapangan dengan subjek, bukan untuk
memahami mereka, namun dijadikan sebagai objek atau komoditas untuk diberitakan-
disiarkan kepada pemirsa televisi. Media televisi mengkonstruksi mereka sebagai
“manusia jari kepiting Kampung Ulutaue Desa Mario” ditayangkan dalam program
investigasi selebriti (Trans TV, 25 Juni 2012), siaran media ini memicu diri informan
menjadi emosional dan penghindaran diri melakukan tindakan komunikasi dengan
lingkungannya. Mereka kadangkala menolak untuk dikunjungi oleh sekelompok orang
yang ingin memberi simpatik dan atau bantuan, seperti Renita menolak dirinya
dikunjungi oleh sekelompok pelajar SMA dari Kota Watampone.

171
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad

Salah satu persepsi mengenai orang lain seringkali dilakukan dengan cara komunikasi
tertentu dengan mereka, baik sengaja maupun tidak sengaja. Manusia jemari kepiting
dianggap sebagai individu yang aneh, orang normal sering mendeskriminasikan mereka.
Diskriminasi tersebut tidak hanya berasal dari luar, namun juga dari keluarga dekat mereka,
kerabat, tetangga, dan teman-teman.
Ayah meminta saya untuk tinggal di rumah, namun seluruh keluarga lainnya di ajak
untuk pergi ke pasar. (Nurhalijah)
Sewaktu saya menunggu mobil di Bone untuk pulang ke kampung, ada mobil
angkutan umum jurusan Mare singgah di depan saya. Terus sopir bilang “mobil tidak
mau ke Mare,” dan penumpang mobil juga berteriak jangan di suruh naik. Keadaan
seperti ini melecehkan keadaan saya, seharusnya mereka merasa kasihan melihat
saya ini. (Abditiro)
Ketika saya melihat teman-teman berenang di laut, saya mendekati mereka untuk
mandi di laut. Namun teman-teman saya tidak ingin berenang dengan saya. Mereka
pindah sehingga saya berenang sendirian. (Antokaseng)

Kebanyakan orang yang ditemui memandang manusia jemari kepiting sebagai orang
aneh seolah-olah mereka tidak berguna. Dengan kata lain, dianggap memiliki perlakuan
menyimpang. Seringkali orang normal menatap dengan memalingkan wajah, dan pergi tanpa
ada alasan apapun. Manusia jemari kepiting merasa perlakuan diterima, seperti di pasar di
mana bisa menghasilkan uang. Orang normal menolak untuk membeli jualan yang di jual oleh
mereka. Melayani beberapa pembeli, subyek menghasilkan sedikit uang.
Banyak orang di kampung dianggap memahami mereka sebagai orang-orang yang
selalu membutuhkan yang harus difasilitasi oleh orang lain, ini tidak selalu terjadi. Fokus dari
masalah ini adalah penjulukan yang diberikan oleh anggota keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan wartawan bahwa manusia jemari kepiting adalah “orang tidak berguna, menjijikkan,
beban sosial, manusia jari kepiting, dan atau keluarga bertangan kepiting” memiliki penyakit
menular, makanan menjijikkan yang dapat melemahkan diri mereka sebagai manusia jemari
kepiting atau dalam arti yang lebih ilmiah “self-fulfilling prophecy,” a prediction that
becomes a reality because, whether we realize it or not we believe and say that it will become
a reality” (Verderber, 1996:37). Menggunakan perspektif Lemert ini, “teori penjulukan lebih
ekstrim sebagai proses menyimpan akan memunculkan inelectable; individu menyimpang dan
menjadi seperti organisme kosong yang berhasil di beri julukan oleh orang lain” (Musgrove,
1977:23). Manusia jemari kepiting menjadi rendah dan tidak berdaya karena mereka telah
diharapkan seperti itu oleh orang lain.

172
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
KESIMPULAN
Manusia jemari kepiting sebagai subjek penelitian telah mengkonstruksi makna
kelainan fisik dialami dengan pandangan berbeda. Beberapa temuan menjelaskan bahwa
bentuk organ fisik mereka berbeda dengan organ fisik orang lain, kutukan sebagai penyebab
kelainan fisik, dan kelainan fisik sebagai anugerah dari Alllah SWT. Sebagian dari subjek
masih menyesali nasibnya pada saat peneliti melakukan penelitian, dan lainnya memaknai
sebagai karunia dibalik kelainan fisik dialami.
Subyek penelitian diperlakukan dengan cara berbeda dari interaksi dan komunikasi
dengan orang lain di lingkungan sekitarnya, meskipun sebagian besar dari mereka
menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu penghindaran diri dari orang lain untuk
melakukan interaksi dan komunikasi. Penelitian ini menemukan pesan-pesan negatif yang
cenderung diterima dan diinternalisasikan secara langsung anggota keluarga dan bukan
anggota keluarga yang telah melemahkan semangat mereka untuk bertahan hidup.
Penggunaan teori konstruksi sosial dan interaksi simbolik telah bermanfaat dalam
mengeksplorasi pengalaman para manusia jemari kepiting. Khususnya pemaknaan kelainan
fisik dialami dibentuk dari perlakuan diterima dari orang lain, meskipun memaknai kelainan
fisik dengan konsep diri lebih kreatif, terutama mereka menganggap kelainan fisik dialami
sebagai anugerah Allah SWT.
Penelitian ini telah membahas beberapa aspek pengalaman hidup manusia jemari
kepiting. Banyak aspek lain yang masih perlu dilakukan penelitian, salah satunya adalah
bagaimana manusia jemari kepiting menetralisir dirinya atas stigma yang mereka terima dari
orang lain, terutama orang asing. Telah ditemukan, misalnya mereka memakai sandal tertentu
untuk menyembunyikan kelainan fisik pada jemari kaki. Jadi dengan menggunakan perspektif
dramaturgi, kita dapat mengeksplorasi pengelolaan kesan secara verbal dan nonverbal yang
telah digunakan manusia jemari kepiting untuk menyesuaikan panggung depan mereka dan
untuk meminimalisasi perasaan malu, rendah diri atau untuk menumbuhkan citra yang lebih
baik di depan orang lain. Tentu saja topik ini berada di luar diskusi kita saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Prima M. 2012. Pengaruh Komunikasi Pemasaran Jasa Terhadap Pencitraan Pasien
Mengenai Rumah Sakit Bersalin Emma Poeradiredja: Survei Eksplanatori mengenai Pengaruh
Komunikasi Pemasaran Jasa terhadap Pencitraan Pasien Mengenai Rumah Sakit Bersalin
Emma Poeradiredja Melalui Risiko, Kualitas Jasa, dan Posisi Jasa yang Diterima Pasien
Periode Juni-September 2011 di Kota Bandung. Disertasi, Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Berger, Peter L. and Thomas Luckmann. 1966. The Social Construction of Reality. Englewood Cliffs,
N.J. Prentice-Hall.

173
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
Binder, Pauline, Yan Borne, Sara Johnsdotter, and Brigitta Esse’n. 2012. Shared Language Is
Essential: Communication in a Multiethnic Obstetric Care Setting. Journal of Health
Communication 17., 1171-1186.
Blumer, Herbert. 1969. Symbolic Interactionism: Perspective and Method. Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice-Hall.
Brown, William J. and Marcela AC De Matviuk. 2010. Sports Celebrities and Public Health: Diego
Maradona‟s Influence on Drug Use Prevention. Journal of Health Communication 16., 726-
749.
Cooley, Charles H. 1983. Human Nature and the Social Order. New Brunswick: Transaction Books.
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design:Choosing Among Five Traditions.
Thousand Oaks: CA. Sage Publication Inc.
Davis, Fred. 1972. Illness, Interaction, and the Self. Belmont: Wadsworth.
Dida, Susanne. 2011. Pengaruh Optimalisasi Komunikasi Kesehatan pada Pusat Pelayanan
Kesehatan Dasar terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan Anak Usia Dini. Disertasi,
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Gibson, DeWan and Mei Zhong. 2005. Intercultural Communication Competence in the Healthcare
Context. International Journal of Intercultural Relations 29., 621-634
Hadisiwi, Purwanti. 2011. Konstruksi Makna Penyandang Filariasis: Studi Fenomenologi tentang
Konstruksi Makna Penyandang Filariasis dalam Komunikasi Risiko Kesehatan di Kabupaten
Bandung. Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Hafiar, Hanny. 2012. Cacat dan Prestasi Melalui Pengalaman Komunikasi Atlet Penyandang Cacat:
Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Kecacatan dan Status sebagai Atlet
Berprestasi Melalui Pengalaman Komunikasi Atlet Penyandang Cacat Berprestasi di Bandung.
Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Hardey, Michael. 1998. The Social Context of Health. Buckingham: Open University Press.
Hinojosa, Ramon, Craig Boylstein, Maude Rittman, Melanie Sberna Hinojosa, and Christopher A.
Faircloth. 2008. Constructions of Continuity after Stroke.” Symbolic Interaction. 31 (2)., 205-
224.
Iba, La. 2005. Hubungan antara Komunikasi dari Paramedis dengan Sikap Pasien Rawat Inap
Mengenai Layanan Perawatan: Studi pada Layanan Perawatan Medis Rumah Sakit Umum
Daerah Propinsi (RSUP) Sulawesi Tenggara. Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Jones, Meredith Vaughn, (Nov 1957). Oligodactyly". Journal of Bone and Joint Surgery B (39).
[02/20/2012].
Kadri. 2007. Transformasi Identitas dan Konstruksi Komunikasi Tunanetra: Studi Fenomenologi pada
Tunanetra Penghuni Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Bandung Mengenai Kebutaan di
Usia Dewasa. Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Kovarsky, Dana, Allan Shaw, and Maureen Adingono-Smith. 2007. The construction of Identity
during Group Therapy among Adults with Traumatic Brain Injury. Communication & Medicine
4(1)., 53-66.
Lee, Chul-Joo. 2008. Does the Internet Displace Health Professionals? Journal of Health
Communication 13., 450-464.
Marks, David F., Michael Murray, Brian Evans, and Carla Willig. 2000. Health Psychology: Theory,
Research and Practice. London: Sage.
Moerman, P., and Fryns, 1998. Ectodermal dysplasia, Rapp-Hodgkin type in a mother and severe
ectrodactyly-ectodermal dysplasia-clefting syndrome (EEC) in her child. American Journal of
Medical Genetics., 479-481.
Musgrove, Frank. 1977. Margins of the Minds. London: Methuen.
Nguyen, Hanh Thi. 2006. Constructing „Expertness: A Novice Pharmacist‟s Development of
Interactional Competence in Patient Consultations.” Communication & Medicine 3(2)., 147-
160.aical
Primack, Brian A., Jaime Sidani, May V. Carroll, and Michael J. Fine. 2009. Associations Between
Smoking and Media Literacy in College Students.” Journal of Health Communication 14., 541-
555.
Scharf, Barbara F. and Marsha L. Vanderford. 2003. Illness Narratives and Social Construction of
Health. In Teresa L. Thompson, Alicia M. Dorsey, Katherine I. Miller, and Roxanne Parrott,
eds. Handbook of Health Communication. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates., 9-34.

174
Prosiding Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan 2015
Fikom Unpad
Schutz, Alfred. 1972. The Phenomenology of the Social World. London: Heinemann Educational
Book.
Teja, Mohammad. 2006. Stigma dan Komunikasi: Kehidupan Masyarakat Sembuh Kusta (Studi Kasus
di Komplek Rumah Sakit Kusta Sinatala, Tangerang, Banten). Disertasi, Pascasarjana
Universitas Padjadjaran.
Turnpenny., P. D., J C Dean, P Duffty, J A Reid, and P Carter, "Weyers' ulnar ray/ oligodactyly
syndrome and the association of midline malformations with ulnar ray defects." J Med Genet.
1992 September; 29 (9): 659–662. Found at NIH website. Accessed last on February 17, 2010.
[02/22/2012].
Verderber, Rudolph F. 1996. Communicate. Eighth Edition. Belmont: Wadsworth.
Vittoria, Anne K. 1999. Our Own Little Language: Naming and the Social Construction of
Alzheimer‟s Disease. Symbolic Interaction 22 (4)., 361-384.

BIOGRAFI
Dr. H. Sulaeman, Drs., M.Si. Kini tenaga pengajar di Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
IAIN Ambon dan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen
Indonesia Maluku. Pria kelahiran 16 Maret 1967 Kota Watampone
Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Menyelesaikan pendidikan
Sarjana dari Fakultas Hukum (1991), Program Pascasarjana Ilmu
Komunikasi Pembangunan Universitas Hasanuddin Makassar (2001),
dan Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung
(2014). Selain sebagai pengajar juga aktif pada Social Change
Communication Forum, sebuah kelompok diskusi untuk peminat
masalah sosial dan komunikasi pembangunan, Ketua Care Taker Ikatan
Sarjana Komunikasi Indonesia-Maluku Periode 2015-2019, Koordinator
Survey Kualitas Program Televisi Provinsi Maluku, dan Koordinator Tim Seleksi Komisi Informasi
Publik Provinsi Maluku Periode 2015-2019. Sejak tahun 2002 hingga kini aktif mengikuti kegiatan
kompetensi penelitian, pengabdian masyarakat, dan narasumber secara nasional, seperti di LIPI dan
Kementeriaan Agama RI, dan konferensi hasil penelitian nasional-internasional, seperti Dakwah
Annual Conferensi, Konpetitif Research Nasional DIKTIS di bidang Dakwah Islam dan Komunikasi
Tahun 2015, Konferensi “CULTHIST” 14 Cultural History and Anthropology, Istambul-Turkey,
Dakam, 2014 serta konferensi Beennial World Communication Assosiation di Lisbon-Portugal 2015,
Narasumber Focus Group Discussion Model Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi di
Kalangan Masyarakat Petani dan Nelayan Tahun 2015; dan Focus Group Discussion Mendorong
Keterbukaan Informasi di Provinsi Maluku Tahun 2015.

175
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai