Anda di halaman 1dari 3

 Ciri Khas Filsafat

Tidak empiris satu hal yang menjadi ciri khas filsafat, yakni bahwa problematika yang
direfleksikannya tidak dapat dijawab oleh sains ataupun logika common sense (logika pikiran
pada umumnya). Hal ini bukan berarti filsafat tidak membutuhkan sains dengan analisis datanya
yang kompleks dan kurang lebih akurat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, fakta-fakta
ilmiah memainkan peranan penting di dalam refleksi filsafat. Ilmu pengetahuan selalu berkaitan
dengan penelitian empiris yang kemudian menghasilkan fakta-fakta ilmiah. Akan tetapi, apakah
yang dimaksud dengan penelitian empiris?

Penelitian empiris adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah
yang langsung berkaitan dengan pengalaman. Pengalaman ini bisa didapatkan dari pengamatan
langsung dengan menggunakan panca indera, atau juga bisa didapatkan dari eksperimen di dalam
laboratorium. Untuk menunjuk sesuatu yang empiris, yang perlu dilakukan adalah mengamati
langsung apa yang terjadi di dalam realitas. Misalnya, untuk mengetahui jumlah penduduk
Jakarta Timur, kita tinggal menghitung jumlah penduduk yang: di Jakarta Timur mel ai sensus
penduduk.

Popper, seorang filsuf sains di abad ke-20, pernah menyatakan bahwa suatu klaim empiris tidak
hanya harus dapat dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan, tetapi juga harus dapat
difalsifikasi, yakni mempunyai kemungkinan untuk salah. Akan tetapi, falsifikasi ini hanya dapat
berlaku untuk teori di dalam sains, yakni teori ilmiah, dan tidak berlaku untuk teori di dalam
filsafat. Jawaban atas apakah yang menjadi tujuan hidup manusia atau bagaimana kita bisa
mengetahui kenyataan tersebut tidak pernah bisa difalsifikasi karena itu bukanlah teori ilmiah,
melainkan suatu refleksi filosofis.

Seringkali orang tidak bisa membedakan sains di satu sisi dan filsafat di sisi lain secara tepat.
Banyak orang beranggapan bahwa sains berurusan dengan hal-hal yang bisa diamati. Sementara
itu, filsafat berurusan dengan hal-hal yang tidak dapat diamati. Anggapan ini salah. Selain itu,
ilmuwan justru mengajukan suatu teori tentang hal- hal yang tidak bisa diamati, seperti tentang
gravitasi, arus listrik, untuk menjelaskan fenomena natural tertentu. Para filsuf juga seringkali
menolak hal-hal yang tidak bisa diamati, seperti tentang Tuhan atau- pun tentang hakikat
manusia. Dengan demikian, faktor teramati atau tidaknya sesuatu tidak ada hubungannya dengan
perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat mau menafsirkan secara jenih apa yang
terjadi di depan mata kita, dan bukan mengira-ngira apa ada dibalik kenyataan yang kasat mata
tersebut. yang

Walaupun tidak sepenuhnya bersandar pada data-data dan fakta- fakta ilmiah, filsafat tetap
memerlukan data dan fakta tersebut. Menurut Woodhouse, fakta empiris tidak memainkan
peranan yang final di dalam filsafat. Artinya, fakta empiris tersebut tetap mempunyai peran besar
di dalam filsafat. Peran tersebut tergantung pada problem filosofis yang tengah direfleksikan.

Di dalam sejarah filsafat, banyak filsuf, mulai dari Aristoteles, Bertrand Russell, yang cukup
banyak mengacu pada fakta-fakta empiris. Aristoteles bahkan membuat sebuah klasifikasi
tentang berbagai mahluk hidup yang ada di alam. Kesimpulannya, jelas, walaupun tidak
menentukan secara final refleksi filsafat, data dan fakta empiris tetap diperlukan sebagai amunisi
untuk merumuskan suatu refleksi filsafat yang memadai.

 Filsafat Berdasarkan Watak dan Fungsinya

Setelah kita mendengar berbagai definisi filsafat, ada baiknya untuk selanjutnya kita mendengar
tulisan Titus Smith dan Nolan dalam Persoalan-Persoalan Filsafat yang mengklasifikasikannya
berdasarkan watak dan fungsinya.

1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis.
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah suatu usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5. Filsafat adalah sekumpulan problem yang langsung, yang mendapatkan perhatian dari
manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
 Identitas Filsafat dan Non Filsafat

Setelah filsafat terpetakan dan kita paham betul dengan melihat watak dan fungsinya, maka
pertanyaan yang tidak kalah penting adalah: apakah setiap persoalan identik dengan filsafat.
Atau lebih fokus lagi, adakah yang membedakan persoalan filsafat dengan persoalan non filsafat.
Jawabannya, tentu saja ada. Minimal ada enam identitas pokok yang membedakan antara
persoalan filsafat dan non filsafat seperti dicatat Ali Mudhofir, yakni
1. Berfilsafat sangat umum. Artinya persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-
objek khusus. Dengan kata lain, sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan dengan ide-
ide besar. "Berapa uang yang berputar selama satu tahun?" Ini spesifik, akan tetapi filsafat
mengajukan tanya, "Apa keadilan itu?"
2. Tidak menyangkut fakta. Persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif berbeda dengan
pengetahuan ilmiah yang banyak diacukan kepada fakta empirik. Misalnya, seorang
ilmuwan berbicara tentang sebab- sebab hujan, namun ia tidak mencari jawaban atas
pertanyaan maksud di balik hujan. Yang terakhir adalah pertanyaan filsafat.
3. Bersangkutan dengan nilai-nilai (suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal), baik nilai
moral, estetis, agama, atau sosial.
4. Bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis pertanyaan terhadap konsep-
konsep dan arti-arti yang biasanya diterima begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan
terlebih dahulu secara kritis.
5. Bersifat sinoptik. Persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan.
6. Bersifat implikatif. Kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, maka dari jawaban
tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang
dikemukakan mengandung akibat- akibat lebih jauh yang menyangkut kepentingan-
kepentingan manusia.

Daftar Pustaka

Salahudin Asep. 2020. Filsafat Ilmu: Menelusuri Jejak Integrasi Filsafat, Sains, dan Sufisme.
Depok : PT RajaGrafindo Persada.

Wattimena A.A Reza. 2008. Filsafat & Sains(Sebuah Pengantar). Jakarta : Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai