Anda di halaman 1dari 3

CIRI-CIRI WALI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA.

Bismillahi walhamdulillah wash sholatu was salamu ‘ala rosulillah,

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Swt, belakangan ini fenomena wali mulai menjamur di
tengah-tengah kita. Secara etimologi wali adalah lawan dari aduwwu (musuh) dan muwâlah lawan
dari muhâdah (permusuhan). Dengan demikian wali-wali Allah Swt adalah orang yang mendekat dan
menolong agama Allah Swt, atau orang yang didekati atau orang yang ditolong oleh Allah Swt.

Hampir di setiap kota-kota bahkan pelosok-pelosok negeri kita ini memiliki walinya masing-masing.
Hal ini bisa terjadi karena pemahaman sebagian masyarakat bahwa wali Allah Swt itu adalah orang-
orang yang memiliki kekhususan-kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang biasa pada umumnya.
Hal tersebut berupa hal-hal yang ajaib atau aneh bagi akal sehat, yang sering disebut oleh
masyarakat sebagai karomah para wali. Sehingga apabila ada seseorang yang memiliki ilmu syar’i
begitu luasnya disertai dengan pengamalan-pengamalan yang begitu khusyuknya, namun apabila
tidak memilki suatu kekhususan ini, maka orang ini masih tidak bisa dipandang sebagai wali Allah
Swt. Sebaliknya, meski seseorang itu tidak memiliki ilmu syar’i sama sekali, bahkan kerap kali
melanggar perintah Allah Swt dan meninggalkan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim,
akan tetapi dia mampu menunjukkan sesuatu yang ajaib di luar nalar akal sehat manusia, maka
orang tersebut bisa dianggap sebagai wali Allah Swt.

Hal ini bisa terjadi karena sejak kecil kaum muslimin di negeri yang kita cintai ini sudah diberi
pengajaran yang keliru tentang wali-wali Allah Swt. Terlebih hal ini ditunjang oleh sarana-sarana
elektronik semisal telivisi yang mempertontonkan kesaktian wali-wali yang bisa terbang, bisa
berjalan di atas air, dan bisa melakukan hal-hal ajaib lainnya. Maka tontonan semacam ini menjadi
mindset yang tertanam di setiap pola fikir kaum muslimin hingga dia dewasa bahkan sampai usia
senja.
Pemahaman sebagian masyarakat yang seperti demikian sungguh sangat berbahaya bagi aqidah
kaum muslimin. Karena tak sedikit kaum muslimin yang takjub dengan hal tersebut dan berusaha
untuk mempelajari ilmu kewalian itu. Dikatakan berbahaya bagi aqidah kaum muslimin adalah
karena kebanyakan orang-orang yang mengaku sebagai wali ini ternyata mereka bersekutu dengan
jin saat melakukan aksi ajaibnya tersebut. Sehingga kaum muslimin yang telah terlanjur takjub
dengan keajaiban-keajaiban tersebut sudah tidak lagi mempertimbangkan aspek-aspek kesyirikan
yang dapat membatalkan keislamannya tatkala mempelajari ilmu tersebut. Yakni bersekutu dengan
jin dalam memohon pertolongan, bantuan, dan lain-lain yang seharusnya hal tersebut hanyalah
dihadapkan kepada Allah Swt semata. Padahal hakikatnya karomah para wali Allah Swt itu tidaklah
dapat dipelajari. Sebagaimana kata seorang alim yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa
“karomah wali adalah sebuah pemberian dari Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang shalih
tanpa ia bersusah payah darinya. Berbeda dengan seorang yang menggunakan ilmu hasil dari
persekutuannya dengan syaitan, maka ia akan bersusah payah untuk melakukannya”.

Adapun ciri-ciri wali Allah yang benar telah Allah Swt kabarkan sendiri dalam kitab-Nya yang mulia,
yakni al-Qur’an petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, juga telah disabdakan oleh Rasulullah `
yang mulia dalam sunnah-sunnahnya yang agung. Sehingga sudah selayaknya dan semestinya kaum
muslimin mencoba untuk mempelajari ciri-ciri wali Allah Swt dari 2 sumber petunjuk yang
meluruskan ini.

Untuk menjadi wali Allah Swt, seseorang itu haruslah mencintai dan dicintai oleh Allah Swt. Lalu
bagaimana cara seseorang itu bisa mendapatkan kecintaan Allah Swt? Di dalam al-Qur’an Allah Swt
berfirman yang artinya, “katakanlah (hai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku
(Muhammad), niscaya Allah akan mencintaimu…” (Q.S. Ali Imran [3]: 31).

Ayat ini menerangkan bahwasannya syarat pertama seorang itu untuk bisa menjadi walinya Allah
Swt adalah ia mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ` selama hidupnya dengan istiqomah. Karena
dengan mengikuti jalan hidup Rasulullah lah cinta Allah Swt dapat ia miliki. Sehingga menjadi
mustahil seseorang yang meninggalkan syariat nabi Muhammad Saw dapat memiliki karomah wali
Allah Swt. Adapun ciri berikutnya terdapat dalam surat al-Mâidah yang artinya, “Hai orang-orang
yang beriman, barangsiapa dari kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah, yang
bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras kepada orang-orng kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi
maha mengetahui”. (Q.S. al-Mâidah [5]: 54).

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa orang-orang yang dicintai Allah itu adalah orang-orang
yang bersikap lemah lembut sesama kaum mukminin, dan bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, bukan sebaliknya, justru dekat dan loyal dengan orang-orang kafir dan keras lagi kasar kepada
sesama muslim. Seorang yang bisa mendapat kecintaan Allah juga berjihad di jalan Allah Swt. Bukan
seperti pandangan sebagian masyarakat kita yang menganggap jika seseorang itu masih jihad maka
dia gugur dikategorikan sebagai wali Allah Swt. Pemahaman ini sungguh jauh dari kebenaran, karena
Nabi Muhammad ` dan para sahabat-sahabatnya yang mulia tidak pernah meninggalkan jihad tatkala
telah terpenuhi panggilan jihad tersebut, justru pada masa Nabi `,, barangsiapa yang meninggalkan
jihad tanpa udzur syar’i, maka dia dikatakan munafik.

Dari ayat tersebut juga dapat diketahui bahwa wali-wali Allah Swt itu adalah orang-orang yang tidak
takut dengan celaan orang-orang yang pencela. Selama dia berada dalam syariat Islam yang mulia
ini, maka tiada ketakutan dan kesedihan di dalam hatinya.

Kemudian wali-wali Allah itu juga memiliki ciri berikut, yakni disebutkan dalam Qur’an yang mulia
yang artinya, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada ketakutan dan tiada pula dia bersedih
(hati). (Yaitu) orang-prang yang beriman dan selalu bertaqwa keapada Allah”. (Q.S. Yunus [10]: 62-
63). Dari ayat di atas, maka dapat kita pahami bahwa ciri dari wali Allah Swt itu adalah dia tidaklah
takut dengan sesuatu yang akan menimpanya dan dia tidaklah bersedih dengan apa-apa yang telah
menimpa dirinya, dan dia adalah orang-orang yang selalu menjaga ketaqwaannya dan keimanannya
kepada Allah Swt.

Dari ayat-ayat yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya, maka dapat kita jumpai dengan terang
bahwasanya wali-wali Allah itu adalah orang-orang yang ittiba (mengikuti) Sunnah Rasulullah `,
lemah lembut kepada sesama mukmin, namun tegas lagi keras terhadap orang-orang kafir, berjihad
di jalan Allah Swt, tidak takut terhadap celaan si pencela, tidak ada rasa takut dan sedih dalam
hatinya terhadap segala ketetapan Allah Swt, dan yang selalu menjaga keimanan serta
ketaqwaannya kepada Allah Swt.

Wahai kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah Swt, bagaimana mungkin seseorang yang mengaku
wali itu bisa meninggalkan shalat, sedangkan Nabi ` dan para sahabat tidak meninggalkannya meski
tengah dalam keadaan perang terluka dan berdarah-darah. Bagaimana mungkin seorang wali itu
tega meninggalkan syariat Nabi Muhammad `, sedangkan Rasulullah ` selalu memegang syariat Allah 
ini sampai akhir hayatnya, bahkan beliau sampai menangis khawatir kalau umat ini sudah tidak lagi
memperdulikan hukum-hukum Allah  yang tertuang dalam al-Qur’an yang mulia dan sunnah-
sunnahnya yang shahih.

Dengan demikian para wali-wali Allah itu tidaklah melepaskan diri dari syariat Nabi Muhammad `.
Bahkan wali-wali Allah Swt itu adalah orang-orang bertaqwa yang sangat memegang teguh syariat
Allah dan Rasul-Nya. Sehingga barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah  namun tidaklah
memiliki sifat-sifat tersebut, maka dia adalah seorang pendusta. 

Anda mungkin juga menyukai