Anda di halaman 1dari 29

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES

SAINS MELALUI PRAKTIKUM PEMBUATAN SABUN


PADA MATERI ASAM BASA DI MAN 3 PIDIE JAYA

Proposal Skripsi

Diajukan Oleh:

LISNA
NIM. 160208085
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Prodi Pendidikan Kimia

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2020 M/1442 H

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..


BAB I : PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….. 3
D. Manfaat Penelitian………………………………………………… 2
E. Definisi Operasional………………………………………………. 5

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ………………………………………….. 2


A. Pembuatan Sabun………………………………………………….. 7
1. Pengertian Sabun………………………………………………. 10
2. Komponen Pembentuk Sabun…………………………………. 11
B. Literasi Sains………………………………………………………. 12
1. Aspek Penting Literasi Sains………………………………….. 11
2. Pentingnya Literasi Sains……………………………………… 11
C. Materi Asam Basa…………………………………………………. 11
1. Teori Asam Basa Arrhenius…………………………………… 11
2. Teori Asam Basa Bronsterd Lowry…………………………… 88
3. Teori Asam Basa Lewis……………………………………….. 11
4. Derajat Keasaman (pH)………………………………………... 11

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN…………………………….. 32


A. Rancangan Penelitian……………………………………………… 33
B. Subjek Penelitian………………………………………………….. 22
C. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………….. 22
1. Lembar Validasi………………………………………………. 22
2. Soal Tes……………………………………………………….. 33
3. Lembar Angket………………………………………………... 44
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………………… 11
1. Validasi………………………………………………………… 11
2. Tes………………………………………………………………11
3. Angket…………………………………………………………. 33
E. Teknik Analisis Data………………………………………………. 22
1. Analisis Lembar Validasi……………………………………… 11
2. Analisis Soal Tes………………………………………………. 66
3. Analisis Lembar Angket……………………………………….. 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 4

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses dalam mempengaruhi siswa agar dapat

menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya berfungsi secara

akurat dalam masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar

sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana mestinya.1 Sasaran utama

pendidikan adalah memandirikan atau memberdayakan guru dan siswa

semaksimal mungkin untuk mengembangkan kompetensi siswa tersebut sesuai

dengan kondisi lingkungannya.

Ilmu kimia dapat dipandang sebagai proses dan produk. Oleh karena itu,

pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep.

Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-

fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi

keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan

untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan.2

Pendidikan sains merupakan aspek pendidikan yang koheren dengan

perkembangan zaman dan bertanggung jawab atas pencapaian literasi sains

sehingga pendidikan sains perlu ditingkatkan. Pembelajaran kimia merupakan

salah satu bagian dari pembelajaran sains, sehingga pembelajaran kimia juga

1
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2001) h. 79.
2
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 177.

1
2

bertanggung jawab terhadap pencapaian literasi kimia peserta didik.3

Keterampilan literasi sains termasuk dalam keterampilan untuk hidup karena

peserta didik mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi situasi

nyata. Literasi sains kimia merupakan kemampuan peserta didik untuk

menjelaskan suatu fenomena yang terjadi dengan menggunakan ilmu kimia dan

mampu menggunakan ilmu kimia tersebut untuk memecahkan permasalahan

dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan

guru kimia di MAN 3 Pidie Jaya pada tanggal 15 Juli 2020, diperoleh informasi

bahwa dalam belajar kimia peserta didik masih kurang aktif terutama pada materi

yang membutuhkan pemahaman konsep dan daya ingat yang kuat seperti pada

materi asam basa. Diketahui data hasil ulangan harian peserta didik tahun 2020

menyatakan bahwa nilai rata-rata ulangan harian asam basa dengan KKM 70

dinyatakan lebih dari 40% belum mencapai nilai KKM yang telah ditentukan di

sekolah tersebut. Diketahui, banyak peserta didik yang mengalami kesulitan

dalam memahami konsep asam basa, salah satunya dalam perhitungan penentuan

pH larutan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik yang cukup

rendah. Sehingga setiap kali diadakan ulangan, sebagian besar peserta didik

melakukan remedial. Selain itu terdapat anggapan sulit dari peserta didik terhadap

pelajaran kimia itu sendiri, rumus-rumus yang terlalu banyak menjadikan peserta

didik kurang tepat mengaplikasikannya dalam soal. Peserta didik juga tidak

pernah dilibatkan secara aktif untuk berinteraksi langsung dengan objek konkrit

3
Toharuddin, dkk. Membangun Literasi Sains Peserta Didik, (Bandung: Humaniora,
2011) h. 8.
3

seperti dalam kegiatan praktikum, sehingga literasi sains siswa kurang dalam

memahami materi yang diajarkan.

Pengukuran literasi sains termasuk literasi kimia yang dilakukan untuk

mengetahui pemahaman ilmu kimia peserta didik dalam menjelaskan fenomena

alam maupun fenomena hasil perbuatan manusia dan keterampilan peserta didik

dalam mengaplikasikan pemahaman ilmu kimia untuk pengambilan keputusan

serta pemecahan masalah.4

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kiki Setiyandari menunjukkan

bahwa kemampuan literasi kimia peserta didik SMA Negeri 1 Pakem dalam

menjelaskan fenomena alam maupun fenomena hasil perbuatan manusia dengan

menggunakan ilmu kimia pada materi larutan yang meliputi larutan elektrolit dan

nonelektrolit, larutan asam basa, serta larutan penyangga masuk dalam kategori

baik dengan persentase sebesar 60,59%. Kemampuan literasi kimia peserta didik

dalam menjelaskan fenomena alam maupun fenomena hasil perbuatan manusia

memiliki kategori baik, artinya peserta didik telah mencapai literasi kimia dan

dapat menggunakan ilmu kimia yang dipahaminya, terutama pada materi larutan

untuk menjelaskan suatu fenomena yang terjadi.5

Literasi sains ini dapat diterapkan dalam pembelajaran ilmu kimia salah

satunya pada materi asam basa khususnya pada pembuatan sabun sebagai literasi

sains kimia nantinya. Dimana peserta didik dapat menjelaskan fenomena dari

4
Bahrul Hayat. dkk, Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), h. 50-51.

5
Mariam Novianti, “Literasi Kimia Peserta Didik SMA Negeri 1 Pakem pada Materi
Pokok Larutan”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, 2016. h. 69.
4

proses pembuatan sabun tersebut dengan menggunakan ilmu kimia untuk

memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diketahui di atas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pembuatan Sabun sebagai

Literasi Sains pada Materi Asam Basa di MAN 3 Pidie Jaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan yaitu, Bagaimanakah ketercapaian pembuatan

sabun sebagai literasi sains pada materi Asam Basa di MAN 3 Pidie Jaya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

ketercapaian pembuatan sabun sebagai literasi sains pada materi Asam Basa di

MAN 3 Pidie Jaya.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dan kegunaan penulisan ini adalah:

1. Bagi peneliti, dapat mengetahui literasi sains peserta didik dalam

menjelaskan fenomena alam serta perubahan yang dilakukan terhadap

alam melalui aktivitas manusia dan mengaplikasikan pemahaman ilmu

kimia untuk pengambilan keputusan serta pemecahan masalah dalam

pembuatan sabun di MAN 3 Pidie Jaya tahun ajaran 2019/2020.


5

2. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan

literasi sains peserta didik jika literasi sains peserta didik masih rendah.

3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan

penelitian lanjutan atau melakukan penelitian serupa pada pokok bahasan

lain.

E. Definisi Operasional

Adapun untuk menghindari kesalahan dalam penulisan ini, maka penulis

ingin menjelaskan beberapa istilah penting sebagai berikut:

1. Sabun

Menurut Qisti menyatakan bahwa, Sabun adalah bahan yang

digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama

yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium.

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium

atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.

Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap),

sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft

soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses

netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk

sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh

gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan


6

alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas

dengan alkali.6

2. Literasi Sains

Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan

sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan

bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan

dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas

manusia.7

3. Asam Basa

Asam dan basa merupakan dua senyawa kimia yang sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, zat-zat yang mengandung asam

berasa asam, misalnya asam sitrat pada jeruk, asam cuka pada cuka makan,

serta asam benzoat yang digunakan sebagai pengawet makanan. Basa

merupakan senyawa yang mempunyai sifat licin, rasa pahit dan jenis basa

tertentu bersifat caustic atau membakar, misalnya natrium hidroksida atau

soda api.8

6
Aulia Bismar Paduana, “Pembuatan Sabun Cair Menggunakan Alkali dari Kulit Coklat
dengan Minyak Kelapa”, Skripsi. Sumatera Utara: Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
2017, h. 4.

7
Yuyu Yuliati. “Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA”, Jurnal Cakrawala Pendas,
Vol. 3, No. 2, 2017, h. 23.

8
Unggul sudarmo, Kimia Untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2013) , h. 180.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembuatan Sabun

1. Pengertian Sabun

Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa

natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang umumnya ditambahkan

zat pewangi dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak

membahayakan kesehatan. Sabun mandi terdiri dari berbagai bentuk seperti

padat (batang), cair dan gel. Sabun mempunyai kemampuan berbusa dengan

baik di dalam air yang mengandung garam (air sadah). 9

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.

Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara minyak/lemak atau gliserida

dengan alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun), sedangkan proses

netralisasi terjadi karena minyak atau lemak masing-masing diubah menjadi

asam lemak melalui proses spliting/hidrolisis dan menghasilkan asam lemak

yang dapat bereaksi dengan soda kaustik (NaOH) menghasilkan sabun dan air.

Minyak ataupun lemak yang digunakan hanya berbeda dalam segi bentuk

saja, minyak secara umum berbentuk cair, sedangkan lemak berbentuk padat.

Basa yang sering digunakan pada proses pembuatan sabun padat ialah natrium

hidtroksida, jika pada sabun cair adalah kalium hidroksida.10


9
Irma Diah Ayu Usmania, “Pembuatan Sabun Transparan dari Minyak Kepala Murni
(Virgin Coconut Oil)”, Skripsi Online, 2012, h.3.

10
Ramaza Rizka, “Formulasi sabun padat Kaolin Penyuci Najis Mughallazah dengan
Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat”, Skripsi Online, 2017, h.13.

7
8

2. Komponen Pembentuk Sabun

Dua komponen utama pembentuk sabun yaitu asam lemak dan alkali.

Pemilihan jenis asam lemak dapat mempengaruhi karakteristik sabun yang

dihasilkan. Setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada

sabun yang dihasilkan. Asam lemak merupakan komponen utama penyususn

lemak dan minyak, sehingga pemilihan jenis minyak yang digunakan untuk

pembuatan sabun sangat berperan penting. 11


Pengaruh jenis asam lemak

terhadap sabun dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Jenis Asam Lemak terhadap Sifat sabun yang dihasilkan.
Asam Lemak Sifat yang ditimbulkan pada sabun

Asam Laurat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa


lembut
Asam Miristat Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa
lembut
Asam Palmitat Mengeraskan, Menstabilkan busa
Asam Stereat Mengeraskan, Menstabilkan busa, Melembabkan
Asam Oleat Melembabkan
Asam Linoleat Melembabkan

Penggunaan asam lemak dalam pembuatan sabun tidak boleh melebihi

batas. Standar mutu pembuatan sabun padat menurut SNI dapat dilihat pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2. Standar Mutu Sabun Mandi Padat


No Uraian Standar SNI

1 Kadar air (%) Maks 15


2 Jumlah Asam Lemak (%) >70
3 Alkali bebas (Dihitung sebagai NaOH %) Maks.0.1

11
Asri Widya Sani, “ Pembuatan Sabun Padat Transparan Menggunakan Minyak Kelapa
Sawit (Palm Oil) dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis)”, Jurnal
Teknik Pertanian, 2016, Vol.5, No.3, h.126
9

Selain asam lemak, senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam

alkali seperti kalium dan natrium. Alkali yang umumnya digunakan adalah

NaOH dan KOH. NaOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun padat

karena sifatnya yang tidak mudah larut dalam air. Penggunaan senyawa NaOH

harus disesuaikan dengan standarnya karena apabila terlalu pekat dapat

menyebabkan iritasi pada kulit. Apabila terlalu encer, maka sabun yang

dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi, asam lemak pada sabun

akan mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran saat digunakan. 12 Adapun

jumlah NaOH yang pernah digunakan antara lain:

a. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 45% dalam pembuatan sabun

menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu

b. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan sabun

menggunakan madu

c. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan sabun

transparan

d. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 31% dalam pembuatan sabun

menggunakan VCO.

e. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 50% dalam pembuatan sabun

padat dari minyak goreng bekas.

f. Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan sabun

padat dari lemak abdomen sapi.

12
Ramaza Rizka, “Formulasi sabun padat Kaolin Penyuci Najis Mughallazah dengan
Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat”, Skripsi Online, 2017, h.18.
10

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air

tersusun atas dua molekul Hidrogen dan satu molekul oksigen. Air bersifat tida

berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Dalam proses

pembuatan sabun, air yang bagus untuk digunakan adalah aquadest. Air dan PAM

kurang baik karena mengandung banyak mineral.

Zat aditif yang umumnya ditambahkan dalam proses pembuatan sabun

adalah parfum, pewarna dan garam (NaCl). Parfum merupakan bahan yang

ditambahkan dalam suatu produk unuk menutupi bau yang tidak enak serta

memberikan sensasi harum yang menyegarkan. Parfum yang ditambahkan

umumnya sebesar 0,05% sampai 2%. Pewarna ditambahkan agar sabun menjadi

lebih menarik. NaCl ditambahkan untuk memisahkan produk sabun dengan

gliserin.

B. Literasi Sains

Literasi sains didefinisikan sebagai pengetahuan ilmiah seseorang yang

digunakan untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,

menjelaskan fenomena ilmiah, menarik kesimpulan berdasarkan bukti, memahami

tentang ciri-ciri sains sebagai bentuk pengetahuan manusia, kesadaran tentang

hakikat sains dan teknologi serta ketersediaan isu-isu sains dan ide-ide sains.

Literasi sains diharapkan dapat dimiliki oleh setiap siswa, sehingga siswa

dapat memprediksi dan mengaplikasikan konsep sains dalam kehidupan sehari-

harinya.
11

1. Aspek Penting Literasi Sains

a) Aspek Konteks

Aspek ini menekankan pada siswa untuk mengenali situasi dalam

kehidupan yang melibatkan pengetahuan sains, teknologi dan lainnya.

Hal ini bertujuan agar siswa dapat memahami bahwa ilmu pengetahuan

memiliki peranan tertentu bagi manusia dalam meningkatkan kualitas

hidup dan sebagainya.

b) Aspek Pengetahuan

Aspek pengetahuan menekankan pada pemahaman siswa terkait

fakta-fakta, konsep dan teori yang membentuk dasar pengetahuan ilmiah.

aspek pengetahuan meliputi aspek konten, procedural dan epistemik.

pengetahuan konten merupakan relevansi ilmu pengetahuan dengan

kehidupan sehari-hari. pengetahuan procedural adalah pengetahuan

bagaimana ide-ide tersebut dihasilkan. Pengetahuan tersebut diperlukan

untuk melakukan penyelidikan ilmiah yang menghasilkan suatu bukti

ilmiah. pengetahuan epistemik merupakan pemahaman terkait alasan

yang mendasar tentang procedur yang digunakan.

c) Aspek Kompetensi

Beberapa hal yang ditekankan pada aspek kompetensi atau proses

dalam literasi sains adalah sebagai berikut:


12

1) Menjelaskan fenomena ilmiah

Siswa mampu menjelaskan fenomena ilmiah dengan menerapkan

pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi, dan menjelaskan aplikasi

pengetahuan sains yang dimiliki siswa.

2) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah

Siswa mampu mengevaluasi berbagai metode yang digunakan

ilmuan untuk memastikan data yang relevan dan objektif. Siswa mampu

merancang penyelidikan ilmiah serta mengusulkan solusi terhadap

penyelidikan ilmiah yang telah dirancang.

3) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Siswa dapat menafsirkan data ilmiah berdasarkan data-data

yang diperoleh. Siswa mampu memberikan kesimpulan yang tepat

menunjukkan kemampuan untuk mengubah data dari satu representasi ke

representasi lainnya.13

4) Aspek sikap

Aspek sikap menekankan pada minat siswa terhadap

pembelajaran sains. sikap sains ditandai dengan ketertarikan dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi, menilai pendekatan ilmiah yang dianggap

sebagai inti untuk mewujudkan literasi sains siswa.

2. Pentingnya Literasi Sains

Literasi sains siswa harus dikembangkan sejak dini, penerapan literasi

sains dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh

13
Subur Agung Nugroho, “Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP Bertema
Interaksi di Kabupaten Purbalingga”, Skripsi, 2017, h.15
13

karena itu, diperlukan pembelajaran yang mampu menunjang literasi sains

siswa. Dalam mengembangkan potensi literasi sains siswa, guru harus

membantu siswa dalam mengembangkan beberapa hal sebagai berikut:

a) Pengetahuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan

b) Kosa kata lisan dan tertulis yang diperlukan untuk memahami dan

berkomunikasi terkait ilmu pengetahuan

c) Hubungan antara sains, teknologi dan masyarakat.

Pembelajaran sains dapat dicapai dengan menghubungkan konsep

yang dipelajari siswa dengan aplikasi konsep tersebut dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini disebabkan capaian literasi sains yakni ketika siswa

mampu memahami materi yang dipelajari dengan implementasinya dalam

kehidupan sehar-hari.

Pembelajaran yang baik, yang dapat menunjang kemampuan literasi sains

yaitu pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa. Pembelajaran sains

tidak hanya terkait pemahaman siswa tentang konsep atau materi sains, melainkan

siswa harus mampu berpikir, bekerja, mengomunikasikan hasil dalam bentuk

aspek penting untuk menunjang kecakapan hidup. Pemberian pengalaman

langsung dan kesempatan melakukan percobaan dapat membantu siswa menjadi

lebih terampil dan aktif dalam kegiatan pembelajaran.


14

C. Materi Asam Basa

1. Teori Asam Basa Arrhenius

Asam adalah zat yang menghasilkan ion H+ di dalam air, basa adalah zat

yang menghasilkan ion OH- di dalam air. Sifat asam dan basa di dalam larutan

sebagai berikut:

a) Asam memiliki rasa masam

b) Menyebabkan perubahan warna pada zat pewarna tumbuhan, misalnya

mengubah warna lakmus biru menjadi merah.

c) Bereaksi dengan logam menghasilkan gas Hidrogen.

d) Bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat seperti Na2CO3 menghasilkan

gas karbon dioksida.

e) Dapat menghantarkan listrik

Sedangkan larutan basa memiliki sifat sebagai berikut:

a) Pahit

b) Terasa licin

c) Menyebabkan perubahan warna pada zat pewarna tumbuhan, misalnya

mengubah warna lakmus merah menjadi biru.

d) Dapat menghantarkan listrik.

Contoh senyawa asam dan basa

HCl H+ + Cl-

NaOH Na+ + OH-

2. Teori Asam Basa Bronsted Lowry


15

Asam adalah spesi (ion atau molekul) yang berperan sebagai proton

donor (pemberi proton atau H+) kepada suatu spesi yang lain. Basa adalah spesi

(molekul atau ion) yang bertindak sebagai proton akseptor (penerima proton

atau H+). Contohnya :

H2O (l) + H2O (l) H3O+ (aq) + OH- (aq)

Asam basa asam basa

3. Teori Asam- Basa Lewis

Konsep asam-basa menurut bronsted-lowry mempunyai keterbatasan ,

terutama didalam menjelaskan reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa tanpa

proton (H+), misalnya reaksi antara NH3 dan BF3 dan beberapa reaksi lainnya

yang melibatkan senyawa kompleks.

Pada tahun 1932, ahli kimia G.N. Lewis menunjukkan konsep baru

mengenai asam dan basa sehingga dikenal dengan asam lewis dan basa lewis.

Asam lewis adalah suatu senyawa yang mampu menerima pasangan elektron

dari senyawa lainnya atau akseptor pasangan elektron. Sedangkan basa lewis

adalah senyawa yang dapat memberikan pasangan elektron kepada senyawa

lain atau donor pasangan elektron. Konsep ini lebih memperluas konsep asam-

basa yang telah dikembangkan oleh Bronsted-Lowry.

Contoh :

H+ + NH3 NH4+ BF3 + NH3 NH3BF3

Asam basa asam basa

H+ merupakan asam lewis karena mampu menerima pasangan elektron,

sedangkan NH3 merupakan basa lewis. Pada reaksi antara BF 3 dengan NH3,
16

yang merupakan asam lewis adalah BF3 karena mampu menerima sepasang

elektron, sedangkan NH3 merupakan basa lewis.

Konsep asam-basa yang dikembangkan oleh lewis didasarkan pada

ikatan kovalen koordinasi. Atom atau spesi yang memberikan pasangan

elektron didalam membentuk ikatan kovalen koordinasi akan bertindak sebagai

basa, sedangkan atom atau molekul yang menerima pasangan elektron disebut

sebagai asam.

4. Derajat Keasaman (pH)

Konsentrasi ion Hidronium [H+] dalam suatu larutan encer relatif kecil

tetapi sangat menentukan sifat-sifat larutan, terutama larutan air. Sorensen

mengusulkan konsep pH agar memudahkan pengukuran dan perhitungan

perubahan konsentrasu ion H+ dalam suatu larutan. Adapun rumusnya sebagai

berikut:

pH = -log [H+]

Poh = -log [OH-]

Kw = [H+][OH-]
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah metode penelitian dan

pengembangan (Research and Development). Metode penelitian ini dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang menghasilkan produk baru dan

selanjutnya diuji keefektifan dari suatu produk yang dihasilkan. 14 Hal tersebut

menunjukkan bahwa penelitian ini dapat menghasilkan suatu produk yang baik,

serta dilakukan uji coba terhadap produk tersebut.

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan (Research and Development)

terdiri dari 10 tahapan. Tahapan yang digunakan oleh peneliti hanya sampai tahap

ke delapan. Hal ini dikarenakan untuk mengurangi biaya dan waktu penelitian.

Berikut tahapan yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

Potensi dan Pengumpulan Data Desain Produk


Masalah

Uji Coba Produk Revisi Desain Validasi Desain

Revisi Produk Produk Media

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)

14
Emzir, Metodolgi penelitian pendidikan kualitatif dan kuantitatif, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011),h.3

17
18

Adapun penjelasan dari langkah-langkah pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Potensi dan Masalah

Penelitian yang dilakukan berawal dari suatu potensi dan masalah

yang akan diselesaikan. Potensi dan masalah pada penelitian ini adalah

potensi literasi sains siswa yang tidak berkembang dikarenakan kurangnya

penggunaan media yang membantu meningkatkan pemahaman siswa terkait

materi asam dan basa. Media yang dikembangkan diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Berdasarkan wawancara

dengan guru kimia di MAN 3 Pidie Jaya, diketahui peserta didik kurang

berperan aktif dalam kegiatan praktikum sehingga kemampuan literasi

sainsnya kurang. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan suatu

produk berupa pembuatan sabun sebagai literasi sains siswa pada materi asam

basa.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas dari

produk yang dihasilkan sehingga layak untuk dikembangkan sebagai media

yang dapat meningkatkan literasi sains pada mata pelajaran kimia.

2. Pengumpulan Data

Tahapan kedua yaitu pengumpulan data, pengumpulan data dilakukan

dengan cara mengumpulkan informasi tentang permasalahan yang terdapat di

MAN 3 Pidie Jaya. Berdasarkan wawancara dengan guru kimia, diketahui

bahwa pada materi asam basa sebanyak 40% siswa masih memperoleh nilai

dibawah nilai KKM yang telah ditentukan. Oleh karena itu, siswa perlu
19

memiliki literasi sains yang baik agar dapat menunjang nilai pada materi

asam dan basa. Pembuatan sabun diharapkan dapat meningkatkan literasi

sains siswa pada materi tersebut.

3. Desain produk

Tahapan ketiga yaitu desain produk. Produk yang didesain oleh

peneliti adalah sabun. Pembuatan sabun mengikuti serangkaian prosedure

kerja yang telah ditentukan. Sabun yang diproduksi menggunakan bahan yang

mudah dicari dan aman digunakan. Produk sabun ini, diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan literasi sains siswa.

4. Validasi desain

Validasi desain adalah suatu kegiatan untuk menilai produk yang

dihasilkan oleh peneliti. Validasi dilakukan oleh beberapa ahli yang

disesuaikan dengan produk yang dikembangkan, sehingga peneliti

mengetahui kelebihan dan kekurangan produk.

5. Perbaikan Desain

Perbaikan desain dilakukan berdasarkan hasil validasi yang dilakukan

oleh validator. Perbaikan desain dilakukan agar produk yang dihasilkan layak

untuk diuji cobakan.

6. Uji coba produk

Uji coba produk dilakukan setelah tahap revisi atau perbaikan yang

dilakukan oleh peneliti. Langkah ini dilakukan peneliti dengan uji coba

kelompok produk sabun kepada 15 orang peserta didik. Setelah dilakukan uji

coba kelompok, peneliti memberikan sedikit tes kepada siswa untuk melihat
20

apakah produk tersebut dapat menambah literasi sains peserta didik. Langkah

selanjutnya peneliti melihat respon guru dan peserta didik melalui angket

terhadap produk yang dikembangkan.

B. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling.

Purposive sampling adalah salah satu tehnik pengambilan sampel berdasarkan

pada pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan peneliti. Subjek pada

penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IPA di MAN 3 Pidie Jaya sebanyak 15

orang peserta didik.

C. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang diperlukan oleh peneliti. Instrumen pengumpulan data

bersifat valid dan reliable. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar Validasi

Lembar Validasi merupakan sejumlah pernyataan yang tujukan pada

ahli untuk menilai produk yang dihasilkan. Pada lembar validasi terdapat

koreksi, saran dan kritik terhadap produk yang dikembangkan oleh peneliti.

2. Soal Tes

Lembar soal yang berisi beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh

peserta didik. Tujuan dari pembuatan soal tes untuk mengukur kemampuan

literasi sains siswa setelah melakukan uji coba terhadap produk yang
21

dikembangkan. Soal tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal yang

berkaitan dengan literasi sains peserta didik tentang sabun dan materi asam

basa.

3. Lembar Angket

Lembar angket adalah lembar yang berisi pernyataan untuk melihat

respon peserta terhadap produk sabun yang dihasilkan. Jenis angket pada

penelitian ini adalah angket tertutup menggunakan skala likert sebanyak 10

pernyataan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data adalah aplikasi atau penerapan intrumen dalam

rangka perolehan data penelitian.15 Adapun teknik pengumpulan data pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Validasi

Validasi pada penelitian ini dilakukan oleh tim ahli sebanyak 2 orang

ahli dan 1 guru mata pelajaran kimia. Validasi bertujuan untuk melihat

kekurangan dan kelebihan produk. Validasi juga bertujuan untuk melihat

apakah produk yang kembangkan layak untuk diuji cobakan di MAN 3 Pidie

Jaya. Adapun teknik validasi yaitu peneliti menjumpai validator dengan

membawakan produk sabun dan lembar validasi. Setelah memperoleh hasil

validasi dari validator. Peneliti melakukan revisi terhadap produk sabun

berdasarkan saran dan arahan validator.

15
Masnur Muslich dan Maryaeni, Bagaimana menulis skripsi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), h.41
22

2. Tes

Tes bertujuan untuk melihat apakah produk yang dihasilkan

berpengaruh terhadap literasi sains peserta didik. Teknik tes yaitu dengan

memberikan peserta didik 10 soal yang berkaitan dengan sabun dan materi

asam basa. Penilaian dilakukan dengan berpedoman pada rubrik penilaian

soal tes.

3. Angket

Angket diberikan kepada siswa setelah melakukan uji coba produk

sabun. Angket bertujuan untuk melihat respon peserta didik. Apakah mereka

tertarik dengan produk yang dihasilkan atau tidak. Teknik pengumpulan data

angket dengan memberikan lembar angket kepada siswa, lalu meminta siswa

untuk mengisi lembar angket tersebut.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan setelah data diperoleh. Data dianalisis dengan

menghitung persentase yang diperoleh. Data yang dianalisis pada penelitian ini

adalah hasil validasi, hasil tes peserta didik dan respon peserta didik terhadap

sabun melalui angket.

1. Analisis Lembar Validasi

Lembar validasi dianalisis menggunakan skala penilaian untuk

melihat kelayakan produk. Adapun skala penilaian pada tabel 3.1 adalah

sebagai berikut:
23

Tabel 3.1. Skala Penilaian


Skor Kategori
5 Sangat Layak
4 Layak
3 Kurang Layak
2 Tidak Layak
1 Sangat Tidak Layak
(Sumber: Arikunto,2004).16

Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung persentase yaitu

sebagai berikut:

f
P= × 100 %
N

Keterangan:

P : Angka Persentase

f : Skor Jawaban Validator

N : Jumlah total Skor Ideal.17

Adapun rumus untuk menghitung skor ideal adalah sebagai berikut:

Skor ideal=banyak uraianbutir × banyak skalalikert

Untuk mengetahui kelayakan produk yang dihasilkan, peneliti melakukan

analisis persentase menggunakan skala persentase penilaian sebagai berikut:

Tabel 3.2. Skala Persentase Penilaian


Persentase Kategori
81-100% Sangat Layak
61- 80% Layak
41- 60% Kurang Layak
21- 40% Tidak Layak
< 21% Sangat Tidak Layak
(Sumber: Anas Sudjono, 2012)

2. Analisis Soal Tes

16
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan,
(Jakarta: PT Bumi Aksara,2004),h.18.
17
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada,2012), h.43.
24

Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Untuk

mengetahui kemampuan literasi sains peserta didik dengan cara menganalisis

jawaban soal yang telah diberikan. Jawaban benar akan mendapatkan skor 1,

jika jawaban salah atau tidak menjawab akan mendapatkan skor 0. Untuk

menghitung nilai kemampuan literasi sains dan masing-masing sampel

dilakukan sebagai berikut:

R
Skor akhir= × 100
N

S Skor akhir kemampuan literasi sains


R Skor Jawaban yang benar
N Jumlah skor maksimum dari Tes

3. Analisis Lembar Angket

Analisis lembar angket sama dengan analisis lembar validasi.

Persentase dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

f
P= × 100 %
N

Keterangan:

P : Angka Persentase

f : Skor Jawaban Validator

N : Jumlah total Skor Ideal.18

Adapun kriteria persentase respon siswa adalah sebagai berikut:


18
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada,2012), h.43.
25

Tabel 3.3. Skala kriteria persentase respon peserta didik.


Persentase Kategori
81-100% Sangat Layak
61- 80% Layak
41- 60% Kurang Layak
21- 40% Tidak Layak
< 21% Sangat Tidak Layak
(Sumber: Anas Sudjono, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. (2004). Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Emzir. (2011). Metodolgi penelitian pendidikan kualitatif dan kuantitatif. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hayat, Bahrul, dkk. (2010). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara.

Muslich, Masnur dan Maryaeni. (2010). Bagaimana menulis skripsi. Jakarta:


Bumi Aksara.

Novianti, Mariam. (2016). “Literasi Kimia Peserta Didik SMA Negeri 1 Pakem
pada Materi Pokok Larutan”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, h. 69.

Nugroho, Subur Agung. (2017). “Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP
Bertema Interaksi di Kabupaten Purbalingga”. Skripsi. h.15

Paduana, Aulia Bismar. (2017). “Pembuatan Sabun Cair Menggunakan Alkali dari
Kulit Coklat dengan Minyak Kelapa”, Skripsi. Sumatera Utara:
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. h. 4.

Rizka, Ramaza. (2017). “Formulasi sabun padat Kaolin Penyuci Najis


Mughallazah dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam
Stearat”. Skripsi Online. h.13.

Sani, Asri Widya. (2016). “ Pembuatan Sabun Padat Transparan Menggunakan


Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) dengan Penambahan Bahan Aktif
Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis)”. Jurnal Teknik Pertanian. 5(3):
126.

Sudarmo, Unggul. Kimia Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Sudjono, Anas. (2012). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafindo


Persada.

Toharuddin, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung:


Humaniora.

26
27

Usmania, Irma Diah Ayu. (2012). “Pembuatan Sabun Transparan dari Minyak
Kepala Murni (Virgin Coconut Oil)”, Skripsi Online. h.3.

Yuliati, Yuyu. (2017). “Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA”. Jurnal


Cakrawala Pendas. 3(2): 23.

Anda mungkin juga menyukai