Anda di halaman 1dari 16

Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola


ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko
dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat
diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko,
mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko
tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab
fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum.
Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan
menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-
beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh
lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen
risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas
manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat
diklasifikasi menjadi
 Risiko Operasional

 Risiko Hazard
 Risiko Finansial
 Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring
dan evaluasi.
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi
Ada banyak definisi tentang resiko, resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan
keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Manajemen
resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi
pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko
kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung
sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus
pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau
kebakaran, kematian serta tuntutan hokum). (Wikipedia).
Adapun Pengertian manajemen resiko menurut beberapa ahli :
1. Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi,
pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan
penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan
atau kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikansebagai suatu
pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan
kerugian.
3. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi
dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan
menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
4. Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam
usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
 
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah
dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau
mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki
adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil
(Shen, 1997).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko
dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana
untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak
yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi
resiko (Uher,1996).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu
(Soeharto, 1999):
1. Identifikasi resiko
2. Analisa dan evaluasi resiko
3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al.,
1996) Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang
rumit.
– Memudahkan estimasi biaya.
– Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam
cara yang benar.
– Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan
ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
– Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak
informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
– Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
– Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
– Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap
perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak
langsung menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara
lain sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
ANALISIS RISIKO
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas
yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi.
Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai
ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan
timbulnya risiko pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
1.    Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu
pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
2.    Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
3.    Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya
(Siahaan, 2007).
Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor
ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam
risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya,
yaitu lain:
1. Risiko berdasarkan sifat
a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar
dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang
disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan
sebagainya.
b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat
menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan,
pencurian, dan sebagainya.
2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek
yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko
spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.  Misalnya
risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan
kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar
perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan
sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga
mengemukakan beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
1. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah
karena perubahan waktu)
a. Risiko Statis.  Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.  Contoh
risiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil.  Contoh risiko murni statis
: Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak
(secara random).
b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis : urbanisasi,
perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau perubahan peraturan
pemerintah.
2. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif
a. Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu atau
cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
b. Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata – rata) sesuai
pengalaman.
 
Manajemen Risiko
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses
yang dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko
dari berbagai literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor – faktor risiko secara
sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana
dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang
memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa proyek.
Tabel  1. Definisi manajemen risiko
Sumber
Definisi Manajemen Risiko Referensi
Manajemen risiko merupakan pengenalan,
pengukuran, dan perlakuan terhadap kerugian dari Williams dan
kemungkinan kecelakaan yang muncul Heins, 1985 
Manajemen risiko merupakan sebuah proses untuk
mengidentifikasi terjadinya kerugian yang dialami
oleh suatu organisasi dan memilih teknik yang
paling tepat untuk menangani kejadian tersebut Redja, 2008 
Manajemen risiko adalah sebuah proses formal Al Bahar dan
untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon Crandall, 1990 
sebuah risiko secara sistematis, sepanjang jalannya
proyek, untuk mendapatkan tingkatan tertinggi atau
yang bias diterima, dalam hal mengeliminasi risiko
atau kontrol risiko
Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari
manajemen umum yang mencoba untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab Williams,
dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah Smith, Young,
organisasi 1995 
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat
beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan – tahapan dalam
manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel  2. Tahapan manajemen risiko
Sumber
Tahapan Manajemen Risiko Referensi 
a. Identifikasi risikob. Menafsir kerugian yang
dapat terjadi (menentukan probabilitas dan
dampaknya)
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi
pengimplementasiannya Williams dan
  Heins, 1985 
a. Identifikasi misib. Menafsir risiko dan
ketidakpastian
c. Mengontrol risiko
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program Williams, Smith,
  Young, 1995 
a. Identifikasi risikob. Evaluasi risiko
c. Memilih teknik manajemen risiko
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali
Trieschmann,
keputusan yang dibuat Gustavon, Hoyt,
  1995 
a. Menafsir risikob. Menganalisa risiko
(menentukan probabilitas dan konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko
  Kerzner, 1995 
a. Mengidentifikasi kerugianb. Menganalisa Redja, 2008 
kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol
risiko dan membiayai risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program
manajemen risiko
 
a. Mengidentifikasi risikob. Menafsir dan
menganalisa risiko
Loosemore,
c. Mengontrol risiko Raftery, Reilly,
  Higgon, 2006 
a. Identifikasi risikob. Analisa risiko dan proses
evaluasi
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem Al Bahar dan
  Crandall, 1990 
Selanjutnya, dalam penelitian ini akan dipakai tahapan – tahapan manajemen risiko yang
dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dengan sedikit modifikasi, sehingga
menjadi sebagai berikut :
1. Identifikasi dan Analisa Risiko
2. Respon manajemen
3. Administrasi system.
Identifikasi dan Analisa Risiko
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko.
Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap
kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah
proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang
mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi.
Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga
tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi.  Dalam pelaksanaannya,
identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a.    Brainstorming
b.    Questionnaire
c.    Industry benchmarking
d.    Scenario analysis
e.    Risk assessment workshop
f.     Incident investigation
g.    Auditing
h.    Inspection
i.     Checklist
j.     HAZOP (Hazard and Operability Studies)
k.    dan sebagainya
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek,
adalah :
1.    Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.
2.    Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan
peringkat kerugian yang terjadi.
3.    Membuat klasifikasi kerugian.
a. Kerugian atas kekayaan (property).
•    Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan
yang hilang atau rusak.
•    Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan,
dan sebagainya.
b. Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang
lain.
c. Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia
tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya.
Dalam mengidentifikasi risiko, beberapa ahli membaginya menjadi beberapa kategori,
diantaranya :
Tabel 3.  Kategori risiko
Kategori Risiko Sumber Referensi
a. Risiko eksternalb. Risiko internal
c. Risiko teknis
d. Risiko legal
  Kerzner, 1995 
a. Risiko yang berhubungan dengan konstruksib.
Risiko fisik
c. Risiko kontraktual dan legal
d. Risiko pelaksanaan
e. Risiko ekonomi
f. Risiko politik dan umum
  Fisk, 1997 
a. Risiko finansialb. Risiko legal Shen, Wu, Ng,
c. Risiko manajemen 2001 
d. Risiko pasar
e. Risiko politik dan kebijakan
f. Risiko teknis
 
a. Risiko teknologib. Risiko manusia
c. Risiko lingkungan
d. Risiko komersial dan legal
e. Risiko manajemen
f. Risiko ekonomi dan finansial
g. Risiko partner bisnis
Loosemore,
h. Risiko politik Raftery, Reilly,
  Higgon, 2006 
a. Risiko finansial dan ekonomib. Risiko desain
c. Risiko politik dan lingkungan
d. Risiko yang berhubungan dengan konstruksi
e. Risiko fisik
f. Risiko bencana alam Al Bahar dan
  Crandall, 1990 
Respon Manajemen
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan
mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan
kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari
strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan
meningkatkan kontrol terhadap risiko.
Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :
1. Menghindari risiko
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
3. Meretensi risiko
4. Mentransfer risiko
5. Asuransi
1.  Menghindari risiko
Menghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi
yang umum digunakan untuk menangani  risiko. Dengan menghindari risiko, kontraktor
dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat risiko yang
telah ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk
mendapatkan keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi risiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial berkaitan
dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak
melakukan tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor
tersebut menolak untuk melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan dari proyek tersebut juga ikut menghilang.
2.  Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini
secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :
1.   Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
2.   Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi.
Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti – maling pada peralatan di
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang
dilengkapi dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung
tersebut mengalami kebakaran.
3.  Meretensi risiko
Retensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika perusahaan
menghadapi risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh
maupun sebagian, dari dampak finansial suatu risiko yang akan dialami oleh perusahaan.
Dalam mengadopsi strategi retensi risiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang
berbeda.
1.   Retensi risiko yang terencana (planned) adalah  asumsi yang secara sadar dan sengaja
dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi risiko. Dengan strategi
seperti itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan
khusus, dan juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri.
2.   Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak
mengenali atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak sadar
mengasumsi kerugian yang akan muncul.
 
4.  Mentransfer risiko
Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor
menjalani perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor
ataupun supplier material dan peralatan. Transfer risiko bukanlah asuransi. Biasanya,
transfer risiko ini dilakukan melalui syarat atau pasal – pasal dalam kontrak seperti : hold –
harmless aggrement dan klausul jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial
dari transfer risiko ini adalah dampak dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar – benar
terjadi, ditanggung bersama atau ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan
diberikan kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.
 
5.  Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk sebuah
organisasi ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer risiko,
dimana pihak asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya
kerugian. Secara formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2
pihak yang terkait yaitu : pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan
adanya persetujuan tersebut, pihak asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian
yang terjadi (seperti yang tercantum dalam  kontrak) dengan balasan, pengasuransi
(insured) harus membayar sejumlah premi tiap periodenya.
 
Administrasi sistem
Administrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko
harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan,
mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana
penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995), 
ada 5 hal manajerial penting  yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu :
1.   Tantangan untuk menyusun prosedur dan kebijakan manajemen risiko.
2.   Pengkomunikasian risiko, baik secara organisasi maupun personal.
3.   Manajemen kontrak dan kontrak portfolio.
4.   Pengawasan klaim.
5.   Proses mengkaji ulang, memonitor, dan mengevaluasi program manajemen risiko.
 
1.  Kebijakan dan prosedur
Proses manajemen risiko harus dilakukan oleh semua pihak dalam suatu organisasi.
Namun, dengan demikian banyaknya pihak yang terlibat, akan sangat mudah untuk
terjadinya miskomunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan dan prosedur
pelaksanaan proses manajemen risiko yang formal, yang sesuai dengan misi atau tujuan
dari program manajemen risiko dan sejalan dengan misi organisasi tersebut.
Menurut William, Smith, Young (1995), untuk menyusun kebijakan dan prosedur program
manajemen risiko tersbut, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu :
1.   Statement kebijakan manajemen risiko
Perusahaan harus menyusun statement kebijakan manajemen risiko yang berisi tentang
misi dan tujuan dari program manajemen risiko.
2.   Organisasi
Perusahaan sebaiknya menyusun sebuah organisasi atau departemen khusus, yang
menangani masalah manajemen risiko.
3.   Manual (rencana kegiatan)
Perusahaan sedianya menyiapkan rencana kegiatan operasional manajemen risiko, yang
menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan juga kegiatan – kegiatan yang akan
dilakukan untuk program manajemen risiko.
 
 
 
 
2.  Manajemen informasi
Supaya proses manajemen risiko dapat berlajan secara lancar, proses pengkomunikasian
risiko yang terjadi pada suatu proyek, harus dilakukan dengan lancar pula. Karena
pentingnya informasi risiko ini, maka manajemen informasi juga berperan sangat penting
untuk kelangsungan proses manajemen risiko. Manajemen informasi dapat digunakan
sebagai basis dari segala buku text mengenai komunikasi dalam organisasi. Ruang lingkup
manajemen informasi pada program manajemen risiko :
1.   Komunikasi risiko
Proses pengkomunikasian informasi (dalam hal ini, risiko) yang mengalir dari dan menuju
ke manajer risiko.
2.   Sistem informasi manajemen risiko
Penggunaan teknologi masa kini yang dapat membantu jalannya proses manajemen
informasi dalam rangka melakukan manajemen risiko pada suatu proyek.
3.   Proses pelaporan manajemen risiko
Isi dan bentuk formal dari proses pelaporan risiko yang dilakukan oleh pihak – pihak yang
terkait dalam proses manajemen risiko.
4.   Sistem alokasi sumber daya
Mekanisme pembiayaan proses manajemen risiko.
3.  Manajemen kontrak
Dalam pelaksanaannya, manajemen risiko juga membutuhkan system manajemen kontrak,
yaitu suatu proses untuk mengatur semua perkara mengenai kontrak, seperti : penawaran,
asuransi, dan sebagainya. William, Smith, Young (1995), memaparkan bahwa, manajemen
kontrak
harus dapat menguasai atau menangani, setidaknya 4 hal, yaitu :
1.   Mengatur hubungan dan kontrak – kontrak dengan agen asuransi dan broker.
2.   Mempersiapkan dokumen atau kontrak penawaran untuk layanan jasa pihak ketiga.
3.   Mengatur dokumen dan sertifikat asuransi.
4.   Memberikan garansi atau menjamin rencana pembiayaan risiko dengan pihak ke tiga.
 
4.  Pengawasan klaim
Seorang manajer risiko, juga harus dapat berperan dalam manajemen atau pengawasan
klaim. Apabila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada suatu proyek, dan pihak
kontraktor mengajukan klaim pada perusahaan asuransi, manajer risiko mempunyai
tanggungjawab untuk bernegosiasi dengan utusan dari pihak asuransi dan mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan klaim tersebut.
Ada beberapa macam klaim yang harus ditangani oleh manajer risiko, antara lain :
1.   Klaim yang berkaitan dengan properti
Klaim yang terjadi apabila ada suatu kerugian pada suatu proyek dan kontraktor
mengajukan klaim pada pihak asuransi.
2.   Klaim pertanggungjawaban atau klaim dari pihak ketiga
Klaim yang terjadi akibat kecelakaan yang dialami oleh pihak ketiga (misalnya : konsumen
jatuh di tempat parkir yang licin).
3.   Klaim yang berkaitan dengan sumber daya manusia
Klaim yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam sebuah
perusahaan.
5.  Memonitor dan mengkaji ulang program
Untuk mengetahui seberapa berhasil, manajemen risiko yang telah dijalankan, perlu
dilakukan suatu proses untuk memonitor dan mengkaji ulang program manajemen risiko
yang telah dijalankan. Dengan adanya proses pemantauan dan penkajian ulang ini,
kontraktor dapat mengetahui sejauh manaproses manajemen risiko yang telah dijalankan.
Selain itu, dengan proses tersebut, kontraktor dapat melihat kesalahan – keslahan atau
kekurangan – kekurangan yang terjadi selama proses manajemen risiko, sehingga
kontraktor dapat memperbaiki kekurangannya dan tidak melakukan kesalahan untuk yang
kedua kalinya.
Untuk melakukan proses pemantuan kegiatan manajemen risiko, beberapa hal harus
dilakukan :
1.   Pemantauan secara terus – menerus
Pemantauan akan proses manajemen risiko yang dijalankan harus dilakukan secara terus –
menerus, sehingga terdapat kesinambungan antara data – data yang didapatkan.
2.   Audit program
Proses audit program manajemen risiko harus dijalankan untuk memverifikasi sistem
pemantauan dan pelaporan berkala. Audit program dapat digunakan sebagai evaluasi
untuk manajer risiko dan fungsi manajemen risiko, serta menyediakan masukan yang
obyektif untuk pengembangan program.
Risiko Kegiatan Pembangunan Perumahan
Resiko adalah bagian penting dari sebuah pelaksanaan terhadap manajemen resiko karena
resiko adalah obyek yang menjadi akar teori dan permasalahan yang digunakan untuk
mengembangkan teknik-teknik dan analisa dalam menanggulangi resiko itu sendiri.
Persepsi dan definisi terhadap resiko berbeda-beda tergantung dari kepercayaan
seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor pendukung
antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakterisitik
individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar.
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko
dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana
untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, memperkirakan dampak
yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi
resiko.
Rumah sehat sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni, yang dibangun
menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi
standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi local meliputi potensi fisik seperti bahan
bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal,
dan cara hidup dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau
sedang (Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, 2002).
 
 
Pendekatan sistematis mengenai manajemen resiko terdiri dari :
1. Identifikasi Resiko
Langkah yang utama dan paling penting dalam menghadapi resiko adalah dengan
mengidentifikasikannya. Banyak pembuat keputusan meyakini bahwa prinsip yang baik
dalam manajemen resiko berasal dari tahap identifikasi  daripada tahap analisa. Hal ini
dikarenakan identifikasi resiko mencakup perincian pemeriksaan strategi proyek, melalui
resiko potensial mana yang bisa ditemukan dan kemungkinan disusunnya respon.
2. Dampak dan Frekuensi
Untuk mengetahui seberapa besar dampak dan frekuensi dari identifikasi resiko, yang
harus dilakukan adalah dengan pengumpulan data untuk proses manajemen risiko. Data
bisa diperoleh melalui database perusahaan, namun apabila tidak bisa didapat
dari database, bisa juga diambil dari pengalaman masa lalu.
Data yang diambil merupakan sebuah asumsi prosentase atas sebuah resiko yang dapat
terjadi dalam sebuah item pekerjaan yang diangggap beresiko.
Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar dampak yang dapat diakibatkan dan
mengetahui frekuensi terjadinya resiko yang telah teridentifikasi tersebut.
3. Penanganan Resiko
Penanganan resiko adalah elemen terakhir dalam pendekatan manajemen resiko berupa
sebuah atau serangkaian tindakan yang menjadi bagian dari para pembuat keputusan
untuk menangani segala resiko yang ada. Berbagai cara penanganan yang mungkin
dilakukan oleh kontraktor rumah sehat sederhana adalah:

     Asuransi

     Menunda proyek

     Menentukan klausa akan penambahan atau kompensasi di kontrak pembayaran

     Menentukan sistem rekruitmen dan seleksi pekerja

     Membuat jadwal dan biaya dalam plan and control yang jelas dan sesuai

     Memasukkan klausa yang sesuai dalam tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan
keterlambatan untuk rencana kontingensi di dalam kontrak

  Mengadopsi program safety control, manajemen sistem, pengawasan dan


pencegahan yang sesuai

     Memasukkan kondisi di dalam kontrak untuk tingkat polusi, dan sebagainya

     Mengalihkan pekerjaan ke subkontraktor

     Menyediakan/stok kebutuhan material terlebih dahulu dan menyimpannya

     Memperbaiki segala kerusakan atas komplain yang diterima.


Contoh kasus Manajemen Proyek dan Resiko
1. Perusahaan memutuskan untuk tidak menambah utang baru untuk membangun kembali
gedung yang terbakar berserta asetnya, namun menerbitkan saham baru. Penerbitan
saham baru ini tidaklah murah karena perusahaan harus mengeluarkan underwriting fees.
Skenario lain yang mungkin muncul adalah pada saat yang sama, perusahaan sebenarnya
memiliki sebuah proyek investasi yang sangat prospektif dan membutuhkan dana misalnya
2 triliun rupiah, yang kebetulan persis sebesar kerugian akibat kebakaran tersebut.
Seandainya perusahaan tidak memiliki uang di atas jumlah itu, dana sebesar 2 triliun itu
harus digunakan untuk membangun kembali pabrik dan asetnya, akibatnya proyek investasi
baru itu harus didanai dari sumber lain seperti utang baru atau penerbitan saham baru.
2. Di Indonesia belum ada Ahli hukum kontrak bidang konstruksi, dilain pihak pembayaran
Ahli hukum kontrak konstruksi dari luar negeri sangat mahal, sementara yang dilakukan
pemerintah adalah dengan menunjuk Tim Pengganti ahli hukum kontrak konstruksi yang
anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat yang dipandang menguasai hukum kontrak
konstruksi.
Sertifikat tanda mengikuti Diklat Nasional Perikatan Hukum Kontrak & Manajemen Proyek
ini minimal dapat dijadikan salah satu syarat untuk diangkat sebagai anggota Tim
Pengganti Ahli Hukum Konstruksi di Instansinya masing – masing.
3. Manajemen risiko yang efektif juga mengurangi kemungkinan financial distress, yaitu
keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan yang serius untuk memenuhi
kewajibannya, baik bunga maupun pokok pinjaman. Misalkan perusahaan sepatu di atas
tidak melakukan asuransi terhadap potensi kebakaran pabrik, perusahaan harus
membangun kembali pabrik beserta aset di dalamnya dengan dana yang diusahakannya
sendiri. Apabila kas perusahaan ternyata tidak cukup untuk itu, perusahaan terpaksa harus
meminjam dari lembaga keuangan seperti bank. Pinjaman yang bertambah meningkatkan
potensi financial distress perusahaan. Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif dapat
mengurangi kemungkinan ini

Anda mungkin juga menyukai