Anda di halaman 1dari 18

CRITICAL BOOK REPORT

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M.Pd

Disusun Oleh :

Sari Maulina Harahap : 8216122010


Kelas : B

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Critical Book Report untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Pengembangan Kurikulum”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan tugas ini dan dapat menjadi acuan dalam
penyusunan tugas-tugas selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan tugas ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud
penulis.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Bibliografi
Judul Buku : Curriculum : Foundations, Principles, and Issues
Penulis : Allan C.Ornstein. Francis P.Hunkins
ISBN : 978 – 1 – 292 – 16207 - 2
Penerbit : Pearson Education
Tahun Terbit : 2017
Urutan Cetakan : Cetakan Tujuh
Bab yang direport : Bab IX
Halaman : 383 Halaman

Curriculum: Foundations, Principles, and


Issues
SEVENTH EDITION

Allan C. Ornstein • Francis I? Hunkins

BAB II
PEMBAHASAN
a. Latar Belakang Masalah
Semua orang setuju bahwa Evaluasi Kurikulum sangat penting untuk
pengembangan , implementasi, dan pemeliharaan kurikulum. Idealnya, evaluasi
menentukan nilai dari beberapa tindakan atau program , sejauh mana hal itu
membantu siswa memenuhi standar, dan kepentingannya. Secara implisit dan
eksplisit, evaluasi mencerminkan penilaiaan nilai tentang kurikulum dan desain
instruksional yang telah dilakukan sebelumnya. Evaluasi mengkritik dokumen,
rencana, dan tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Evaluasi akan
memberitahukan Pendidik tentang kesesuaian proses belajar-mengajar, apakah siswa
sudah mempelajari konten dan keterampilan tertentu sesuai dengan kurikulum .
Saat ini, evaluasi kurikulum lebih menantang daripada di masa lalu. Saat ini,
pendidikan pada umumnya dan sekolah pada khususnya, berada dalam komplek
dinamis dimana perubahan sosial, ekonomi, politik dan teknologi menghasilkan
pandangan yang beragam tentang tujuan sekolah dan kompetensi intelektual dan
keterampilan yang akan melayani siswa dengan baik. Pendapat Peter M. Taubman,
kita hidup dimasa transformasi dimana kurikulum dan pengajaran diminta
pertanggungjawaban Pendidik untuk mencapai standar dan akuntabilitas yang
merupakan istilah dalam politisi dan bisnis tanpa melihat sifat kurikulum dan
pengajaran yang menangani keragaman siswa dan kebutuhan akan kreativitas di
sekolah.
Evaluasi adalah kegiatan yang diperlukan untuk mengakses bagaimana
kurikulum dan pengajaran di mengembangkan untuk pendidikan siswa kami. Barliner
dan Glas menunjukkan penilaian pendidikan tidak bisa disamakan dengan Olimpiade.
Tes Internasional bukanlah acara Olimpiade pendidikan. Pendidikan bukanlah
olahraga; ini bukan menang atau kalah . Kompetisi pendidikan tidak akan
memberikan kita pendidikan yang berkualitas. Kita hanya akan mengetahui “skor”
peserta dalam permainan edukatif dan tidak memiliki pemahaman kualitas dari
berbagai pembelajaran. Evaluasi penting untuk penggunaan kurikulum yang
bermakna secara berkelanjutan. Jika Guru dan masyarakat mendukung kurikulum,
Pendidik harus memahami dan menerapkan proses evaluasi dan pelaporan yang
efektif. Pendidik harus memahami petunjuk tentang evaluasi modern (kini) dan
postmodern (masa depan)
b. Analisis Critikal Book Report
1. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan buku Evaluasi Kurikulum, Penulis bertujuan menjelaskan :
 sifat dan tujuan evaluasi
 pertanyaan evaluasi
 definisi evaluasi
 pengukuran versus evaluasi
 pendekatan untuk mengevaluasi
 model evaluasi
 masalah evaluasi manusia
 tantangan di abad 21
2. Kajian teori Evaluasi Kurikulum
1. Sifat dan Tujuan Evaluasi
Evaluator mengumpulkan dan menafsirkan data untuk menentukan
apakah akan menerima, mengubah, atau menghilangkan aspek kurikulum.
Evaluasi Kurikulum diperlukan pada saat akhir suatu program, tahun ajaran
baru, dan pada berbagai titik selama pengembangan dan pelaksanaan program.
Sepanjang proses Pendidik harus mengevaluasi nilai dan manfaat dari isi dan
pengalaman kurikulum. Evaluasi Kurikulum berfokus pada apakah kurikulum
dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan kurikulum sebelum dan sesudah implementasi.
Tujuan Evaluasi memiliki dua tujuan, yang pertama pandangan Lisa Carter
evaluasi dilakukan agar Pendidik dapat memilih konten kurikuler dan strategi
instruksional sesuai dengan kemampuan, minat dan prestasi siswa. Untuk
mengetahui kemampuan, minat dan prestasi siswa yaitu menggunakan nilai test.
Tujuan Evaluasi yang kedua sesuai dengan pandangan Carter adalah untuk
mengumpulkan informasi atau bukti untuk membuat keputusan pendidikan,
kurikuler, dan instruksional yang meningkatkan pembeljaran siswa dari
kurikulum yang diajarkan

2. Pertanyaan Evaluasi
Talmage mengajukan lima jenis pertanyaan yang digunakan Pendidik
Ketika mengevaluasi kurikulum :
a. Pertanyaan tentang nilai Intrinsik membahas kebaikan dan kesesuaian
kurikulum
b. Pertanyaan tentang nilai instrumental menanyakan untuk apa kurikulum
itu dan siapa audiens yang dituju.
c. Pertanyaan tentang nilai komparatif yaitu ketika membandingkan prestasi
siswa diberbagai negara, dengan kurikulum yang berbada.
d. Pertanyaan tentang nilai idealis membahas cara untuk meningkatkan
kurikulum. Mencari informasi untuk menyempurnakan isi program,
materi,metode sehingga siswa akan mendapatkan manfaat yang optimal.
e. Pertanyaan tentang nilai keputusan , setelah keempat pertanyaan dijawab
maka mengambil keputusan yang berkualitas, apakah akan mempertahankan,
memodifikasi atau membuat program baru.

3. Definisi Evaluasi
Evaluasi adalah proses dimana orang mengumpulkan data dan membuat
keputusan. Abbie Brown dan Timothy Green mendefinisikan evaluasi sebagai
proses menilai berdasarkan data yang dikumpulkan, tingkat keberhasilan
pembelajaran individua atau keefektifan produk. Menurut Norbert Seel dan Sanne
Dijkstra, evaluasi memberikan data yang memungkinkan kita untuk
membandingkan nilai dua atau lebih program. Ini memberikan dasar untuk
memilih program apakah harus dilanjutkan.

4. Pengukuran versus Evaluasi


Fred Kerlinger mendefinisikan pengukuran adalah menetapkan angka untuk objek
atau peristiwa menurut aturan sedangkan evaluasi adalah memberikan nilai dan
makna pada pengukuran. Misalnya, seorang evaluator mungkin memutuskan
bahwa skor 70 persen jawaban benar berarti “lulus” atau “kinerja sukses”.

5. Pendekatan untuk mengevaluasi


 Ilmiah, Pendekatan Modernis untuk Evaluasi
Pendekatan Modernis menggunakan pendekatan behavioristik,
preskriptif,atau berurutan untuk evaluasi .Para modernis ini mendekati
evaluasi yang menspesifikasikan perilaku atau konten tertentu yang
dipelajari sebagai hasil dari kurikulum dan pengajaran. Mereka lebih
memilih tujuan yang dinyatakan dengan jelas dan indicator yang tepat
apakah siswa mereka telah mencapai hasil yang diinginkan program.
Pendekatan Modernis menggunakan tes standar untuk pencapaian tujuan
pembelajaran.
 Humanistik, Pendekatan Postmodernis untuk Evaluasi
Pendidik yang menggunakan pendekatan humanistik melihat apakah situasi yang
telah direncanakan telah mendorong siswa untuk meningkatkan kompetensi diri
mereka. Pendekatan evaluasi postmodernis menghindari menggunakan ukuran
evaluasi yang ilmiah dan tepat setelah mengalami berbagai kurikulum dan strategi
pengajaran. Pendekatan postmodernis menggunakan seni interpretasi ,
komunikasi intersubjektif dan kemampuan menjawab. Evaluasi harus
membangkitkan semangat siswa untuk berpikir.

 Pendekatan Modernis versus Pendekatan PostModernis


Pendidik tidak perlu bingung dalam memilih pendekatan modernis versus
pendekatan postmodernis, sebaiknya lebih memahami budaya evaluasi yang
harus dipelihara. Agar lebih efektif, Pendidik harus menilai efektivitas kurikulum
dan penyampaiannya. Data evaluasi yang dikumpulkan dengan pendekatan
modernis atau postmodernis memberikan pedoman untuk kelanjutan atau
penghentian tindakan mengenai kurikulum. Budaya sekolah harus menciptakan
kreativitas dalam menciptakan kurikulum dan kreativitas dalam mengevaluasi
kurikulum dan strategi pembelajaran yang dianut. Guru harus merangkul model
pengajaran kolaboratif. Mengajar bukanlah serangkaian tiakan tunggal yang
dilakukan dikelas. Disarankan agar sekolah menumbuhkan budaya yang
memungkinkan berbagi data,ide instruksional.
 Pendekatan Utilitarian versus Intuisionis
Evaluasi Utilitarian adalah program dinilai berdasarkan bagaimana program
tersebut memengaruhi populasi siswa secara keseluruhan . Program yang
memungkinkan Sebagian besar siswa mencapai tujuan dinilai layak untuk
dilanjutkan.
Evaluasi Intuisionis adalah mengumpulkan data untuk menilai dampak program
pada individu atau kelompok kecil.
 Pendekatan intrinsik versus Payof
Evaluator instrinsik dalam kerangka Michael Scriven . Evaluator intrinsik
mempelajari rencana kurikulum secara terpisah. Yang perlu diketahui dari
evaluator adalah “seberapa baik kurikulumnya ?”. Mereka beramsumsi bahwa
jika rencana kurikulum memiliki isi yang akurat dan dasar yang kuat untuk
pembelajaran tertentu maka akan secara efektif merangsang pembelajaran siswa.
Semua evaluator harus terlibat dalam evaluasi instrinsik, yaitu mereka harus
menentukan apakah kurikulum memiliki nilai. Evaluator mempertimbangkan
seberapa baik kurikulum mencapai tujuan dan sasarannya kemudian juga
mempertimbangkan apakah tujuan dan sasaran yang telah dicapai
bermanfaat.Setelah dilakukan evaluasi kurikulum maka dilanjutkan dengan
evaluasi hasil (operasional). Evaluasi hasil melihat efek kurikulum terhadap
siswa, guru, orangtua, administrator. Evaluasi instrinsik melihat penilaian
sebelum test dan sesudah test, kelompok eksperiment dan kelompok control pada
satu atau lebih parameter kriteria. Pendukung pendekatan instrinsik menyatakan
bahwa nilai-nilai penting tidak dapat dinilai melalui pendekatan hasil karena
kurangnya instrument test dan prosedur penilaian saat ini. Evaluasi hasil yang
diberikan biasanya hasil penilaian kurikulum jangka pendek. Untuk melihat
relevansi kurikulum lebih baik melihat materi kurikulum secara langsung
daripada nilai ujian siswa
 Evaluasi formatif dan sumatif
Evaluasi Formatif
Untuk mengembangkan dan mengoptimalkan pembelajaran siswa dilakukan
evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama pengajaran
menggunakan kurikulum yang sudah ada dengan fokus pada Guru dan juga siswa.
Evaluasi formatif dilakukan secara berkala untuk menilai efektifitas pendekatan
paedagogis Guru. Evaluasi formatif mengumpulkan dan memanfaatkan data
untuk membuat penyesuaian instruksional yang diperlukan untuk pembelajaran
siswa yang optimal.Brent Duckor menunjukkan bahwa Guru perlu menyadari
bahwa penilaian formatif bukan hanya sekelompok tes buatan Guru, lebih dari
sekedar arsif kegiatan siswa yang dikumpulkan. Evaluasi formatif menunjukkan
serangkaian gerakan Guru dan siswa yang secara berkelanjutan.Langkah-langkah
dalam evaluasi formatif menurut Brent Duckor ; 1. Guru mengajukan pertanyaan
yang akan melibatkan siswa dalam refleksi mendalam; 2. ajukan pertanyaan yang
efektif, menggunakan tingkat taksonomi Bloom; 3. Izinkan siswa untuk
merenungkan pertanyaan untuk menghasilkan respon yang mendalam; 4.
Pertanyaan formatif untuk mendapat respon yang kaya akan pengalaman siswa
dalam proses pembelajaran, menilai apa yang sudah diketahui dan apa yang
belum diketahui; 5. Membagikan pertanyaan diantara semua anggota kelas dan
mencatat semua tanggapan. Jawaban dapat dikategorikan menurut nilainya
digunakan untuk memajukan pemahaman dan kreatifitas siswa.
Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif ditujukan untuk menilai kualitas keseluruhan dari kurikulum
yang digunakan dalam pembelajaran. Menurut Wilhelmina Savenye, data
dikumpulkan untuk memastikan nilai dan efektivitas program baru. Evaluasi
Sumatif memberi tahu para Pendidik bahwa siswa telah memenuhi
standarpendidikan sekolah dan menunjukkan bahwa Guru telah memenuhi
standar minimal akuntabilitas. Brown dan Green mendiskusikan evaluasi sumatif
dalam hal desain instruksional, pendekatan Kirkpatrick dapat diterapkan untuk
evaluasi kurikulum, Kirkpatrik menggambarkan empat tingkat evaluasi sumatif :
Level 1. Reaksi : evaluator mewawancarai siswa atau meminta siswa menanggapi
survei sikap (bukan tes). Survei ini menunjukkan apakah yang diberikan kepada
siswa relevan dengan mereka, memenuhi kebutuhan sosial,emosional,intelektual
siswa ; Level 2. Pembelajaran: evaluator mengumpulkan data
pengetahuan ,keterampilan dan Teknik baru yang merupakan tujuan
pembelajaran. Evaluator menggunakan pretest dan posttest di berbagai titik
kurikulum yang diterapkan; Level 3.Transfer: dengan menggunakan berbagai
jenis test evaluator menetukan apakah siswa menunjukkan bukti dalam kehidupan
sehari-hari dalam menerapkan pengetahuan,keterampilan,sikap baru mereka ;
Level 4. Hasil : Hasil dari kurikulum yang dikembangkan mungkin tidak terlihat
langsung . Beberapa sekolah menilai hasil dari wawancara keluarga siswa, untuk
menunjukkan bagaimana kurikulum baru telah mengubah
pengetahuan,keterampilan dan sikap mereka. Evaluasi terahir ini dilakukan
dengan kelompok terarah.
Jika kita dapat membuat evaluasi tes sumatif yang sempurna dengan reliabilitas
dan validitas, kita hanya dapat mengetahui gambaran yang tidak lengkap tentang
apa yang dipelajari siswa dan yang diajarkan Guru. Evaluasi formatif dan sumatif
harus dilakukan dengan kesadaran plus dan minusnya . Pendidikan bukanlah
rekayasa. Dalam Pendidikan kita tidak tahu kapan seseorang menjadi lengkap.
Manusia tidak pernah mencapai kesempurnaan.

6. Model Evaluasi
a. Model Modernis
 Model Kongruensi-Kontingenasi pasak
Stake menetapkan evaluasi modern menghasilkan tiga kategori baru : 1.
Prasyarat : mencakup kondisi siswa (bakat, skor pencapaian
sebelumnya,psikologis,disiplin,kehadiran) dan Guru ( pengalaman
mengajar, jenis Pendidikan,penilaian perilaku Guru) ; 2. Kurikulum : pada
tahap perencanaan kurikulum, pendidik merenungkan bagaimana
keterlibatan siswa dan guru ketika kurikulum diterapkan dan dievaluasi ;
3. Hasil adalah hasil program yang diperoleh termasuk prestasi siswa,
sikap dan keterampilan motoric. Model evaluasi pasak mencakup desain
pengembangan dan implementasi kurikulum. Meskipun model Stake
sangat berguna , kongruensi yang tepat tidak mungkin karena siswa
menemukan materi yang mempengaruhi pemikiran mereka dan dapat
dicatat sebagai hasil yang dicapai.
 Model Stufflebeam : context,input,process and product (Daniel
Stufflebeam)
Menggambarkan empat jenis evaluasi : 1. Conteks : mendiagnosis segala
kebutuhan yang tidak terpenuhi,memberikan informasi tentang operasi
dan pencapaian total system ; 2. Masukan : memberikan informasi tentang
penggunaan sumber daya. Menyarankan srategi untuk mencapai tujuan
program (lebih sedikit sumber daya, waktu,uang) . Kiat-kiat menilai
Tindakan kurikuler : A. Tentukan nilai,tujuan dan keyakinan yang
mendorong kurikulum ; B. Dapatkan bacaan dari komunitas ; C. Tentukan
sejarah kegiatan kurikuler masa lalu di sekolah ; D. Dapatkan beberapa
indikasi fasilitas fisik yang tersedia dan diperlukan untuk berlakunya
kurikulum. ; E. Menilai tekanan untuk dan melawan tindakan yang
dihasilkan dari dalam dan dari luar komunitas dan bagian sekolah. ; F.
Tentukan hasil kinerja apa yang penting bagi sekolah dan masyarakat. ; H.
Dapat memperbaiki persepsi, harapan dan penilaian Guru dan
administrator, apa yang mereka harapkan dari evaluasi dan bagaimana
mereka menggunakannya ; 3.Evaluasi Proses : membahas keputusan
implementasi yang mengontrol dan mengelola program untuk menetukan
kesesuaian antara kegiatan yang direncanakan dan yang sebenarnya. Ada
tiga strategi: 1. Mendeteksi cacat dalam desain procedural ; 2.
Memberikan informasi untuk keputusan ; 3. Menyesuaikan cacatatan
prosedur saat terjadi : 4. Evaluasi produk: memiliki evaluator yang
mengumpulkan data untuk menetukan apakah produk kurikulum akhir
yang sekarang digunakan mencapai apa yang mereka harapkan.
b.Model Humanistik, Model Postmodernis : model Kritik dan
konosiseisner Elliot Eisner. Evaluasi kritik meliputi : 1. Deskripsi ; 2.
Interpretasi ; 3. Evaluasi ; 4. Tematik. Evaluator : 1. Menulis laporan
yang menggambarkan kurikulum dan lingkungan Pendidikan ; 2.
Menafsirkan temuan mereka untuk audiens; 3. Upaya untuk menetukan
dan mengkomunikasikan nilai Pendidikan program baru; 4. Memastikan
dan melihat kurikulum tema atau tema apa yang muncul
 Model Evaluasi Iluminatif memiliki tiga Langkah : 1. Pengamatan :
Evaluator mendapatkan gambaran umum tentang program. Mereka dapat
mengumpulkan data tentang pengaturan sekolah, gaya belajar dan
mengajar yang terlihat, bahan yang digunakan, dan metode evaluasi yang
digunakan oleh Guru ; 2. Penyelidikan lebih lanjut : menetukan apakah
program berhasil. Mereka mengumpulkan data dengan memerikasa
dokumen sekolah, portofolio pekerjaan siswa dengan mewawancarai atau
memberikan kuesioner kepada staf dan orangtua ; 3. Penjelasan :
Evaluator memberikan data tentang apa yang terjadi pada program dan
mengapa. Penjelasan evaluator disampaikan kepada orang-orang yang
terkena dampak program yang kemudian membuat keputusan. Pendekatan
iluminatif bersifat holistik dan subjektif .
c. Model penelitian tindakan
Penelitian tindakan merupakan pendekatan evaluatif yang memadukan
antara ilmiah, modernis dan humanistik, postmodernis. Hal ini berkaitan
dengan modifikasi terus menerus dari pengalaman pendidikan sehingga
setiap acara pendidikan segar. Evaluasi tindakan-penelitian dibedakan
dengan partisipasi langsung dalam kurikulum. Parker Palmer menyatakan
bahwa satu-satunya cara untuk mengevaluasi pengajaran dan
pembelajaran adalah dengan hadir dalam lingkungan belajar.Guru adalah
pemain kunci dalam evaluasi penelitian tindakan. Mereka mengevaluasi
kurikulum dan pengajaran kurikulum. Mereka bersedia mengambil risiko
dan belajar sebagian dengan coba-coba. Urutan umum dan umpan balik
penelitian Tindakan : langkah pertama dalam penyesuaian ini adalah bagi
guru untuk mengidentifikasi apa yang ingin dia capai dengan aspek
tertentu dari kurikulum atau pedagogi tertentu dan apa yang ingin dicapai
siswa dari keterlibatan mereka dengan kurikulum. Langkah selanjutnya
adalah menentukan bagaimana memonitor kurikulum yang diterapkan.
Langkah ketiga adalah menginterpretasikan data yang dikumpulkan
selama pemantauan. Langkah keempat adalah melanjutkan proses
penelitian tindakan. Langkah ini hanya dapat dicapai oleh guru yang
mengumpulkan data selama pengajaran kurikulum yang sebenarnya. Guru
dapat merekam pengajaran mereka, meminta rekan kerja mengamati
pengajaran mereka, mengambil waktu dari pengajaran mereka untuk
merekam tindakan dan hasil mereka dalam jurnal, mewawancarai siswa
setelah kegiatan pendidikan tertentu, dan tentu saja, mengelola tes .
7. Pengujian : Tes berisiko tinggi High-stake test
Wayne Au menunjukkan bahwa tes berisiko tinggi ketika informasi yang
diberikannya digunakan dalam membuat keputusan penting yang
berdampak pada semua proses pendidikan yang terlibat langsung dalam
mengajar dan mengelola sekolah. Selain itu, data dapat mempengaruhi
seluruh distrik sekolah dan masyarakat itu sendiri. Tes berisiko tinggi
menentukan apakah seorang siswa lulus dari sekolah menengah. n. Tes
standar berisiko tinggi digunakan sebagai instrumen untuk menentukan
seberapa dekat pendidik dan siswa mematuhi standar yang paling sering
ditetapkan dari jauh. Jika siswa dan guru meleset dari nilai mereka,
mereka akan dihukum. Siswa mungkin tidak maju atau mendapatkan
diploma, atau guru mungkin tidak memiliki kontrak yang diperbarui.
Sekolah bahkan bisa diliburkan. Au mencatat bahwa dengan penekanan
pada pengujian berisiko tinggi, ada penyempitan konten kurikulum.
Konten dipilih agar sesuai dengan apa yang ada di tes. Mata pelajaran
esensial hanya yang diuji. Subjek yang dianggap tidak penting kurang
mendapat penekanan atau dihilangkan. Banyak sekolah telah mengurangi
atau menghilangkan mata pelajaran seperti seni dan musik. Beberapa
sekolah bahkan telah menghilangkan jam istirahat —bukan dalam ujian.
Pendidikan jasmani biasanya bukan bagian dari gambaran ujian yang
berisiko tinggi. Au menyarankan bahwa pengujian berisiko tinggi tidak
hanya mengontrol konten, tetapi juga cara pengalaman konten.
 Tes yang direferensikan norma
Tes yang direferensikan norma (NRT) adalah yang paling umum
digunakan. Kinerja seorang siswa pada tes tertentu dibandingkan dengan
siswa lain yang merupakan rekan-rekannya. Item dalam NRT biasanya
membahas area konten yang luas. Para siswa, sebagai sebuah kelompok,
membangun sebuah norma. Siswa dapat dikelompokkan berdasarkan usia,
tingkat kelas, etnis, jenis kelamin, lokasi geografis, atau faktor lain yang
mudah dikategorikan. Untuk membuat perbandingan di antara siswa, tes
ini harus diberikan kepada siswa dengan cara dan format yang sama dan
pada dasarnya pada waktu yang sama. Cara penilaian tes juga harus sama
untuk memberikan data perbandingan yang berarti. Tes pencapaian
standar mungkin merupakan NRT yang paling terkenal. Mereka
memberikan informasi yang berguna dalam memeringkat siswa individu
atau kelompok siswa. Secara khusus, tes ini mengidentifikasi siswa mana
yang berhasil dalam pembelajaran mereka dan siswa mana yang mungkin
memerlukan perbaikan. Apakah siswa yang mengikuti tes ini mengalami
kemajuan pada tingkat yang sebanding dengan rekan-rekan mereka? Jika
kelompok siswa diuji hanya sekali, hasil tes memiliki nilai yang
meragukan untuk mengukur kualitas kurikulum atau pengajaran. Namun,
ketika tes tersebut diberikan setiap tahun pada waktu yang sama, maka
data tes dapat memberikan informasi yang menggambarkan pola yang
mengungkapkan kualitas dan kekurangan kurikulum dan strategi
pembelajaran. Namun, guru harus menyadari bahwa NRT tidak secara
khusus berhubungan dengan kurikulum tertentu, juga tidak secara efektif
mengukur apa yang telah diajarkan. Mereka tidak menunjukkan apa yang
siswa dapat atau tidak bisa lakukan, juga tidak memberikan bukti bahwa
siswa mengetahui atau tidak mengetahui konten tertentu. Selain itu,
banyak pendidik gagal untuk menyadari bahwa tes prestasi standar yang
berbeda tidak dapat dipertukarkan. Ketika pendidik menggunakan tes
tertentu untuk menentukan peringkat siswa mereka sehubungan dengan
siswa lain yang telah mengambil tes prestasi standar yang berbeda,
peringkat tidak dapat diterima dengan keyakinan apapun.
 Tes yang direferensikan kriteria
Alternatif paling umum untuk NRT adalah tes referensi kriteria (CRT).
CRT dirancang untuk menunjukkan bagaimana seorang siswa melakukan
keterampilan atau tugas, atau memahami konsep, sehubungan dengan
kriteria atau standar tetap. Kinerja keterampilan atau tugas diukur
terhadap apa yang didefinisikan sebagai kecakapan atau standar
pencapaian. Kedalaman pemahaman suatu konsep atau isi tertentu diukur
dengan standar isi. Saat ini, banyak dari standar ini dibuat oleh kelompok
di luar distrik sekolah (lembaga pendidikan negara bagian atau legislatif
negara bagian). Seringkali, standar dipecah menjadi tujuan tertentu, sering
dinyatakan dalam istilah perilaku. Misalnya, CRT mungkin memerlukan
pelajar untuk mengidentifikasi garis bujur dan garis lintang pada peta atau
untuk mengalikan angka dua digit. Deskripsi pembelajaran yang
digambarkan dengan baik adalah fitur utama dari tes semacam itu.
Kekhususan ini memungkinkan pendidik untuk menentukan secara tepat
apa yang siswa ketahui atau tidak ketahui—atau dapat atau tidak dapat
dilakukan—dalam kaitannya dengan kurikulum tertentu. Skor pada setiap
item menarik evaluator. Guru ingin siswa menguasai konten,
keterampilan, atau sikap yang dibahas dalam setiap item. Guru dan siswa
akan bertekun sampai siswa mendapatkan butir soal yang benar. CRT
menunjukkan perubahan dalam pembelajaran dari waktu ke waktu
(sebaliknya, NRT mengukur pembelajaran pada waktu tertentu).
Penilaian Alternatif : sampel:eksperimen siswa, debat, portofolio, produk
siswa. Penilaian evaluasi berdasarkan pengamatan dan penilaian subjektif,
namun profesional. Fokus pada masing-masing siswa mengingat
pembelajaran mereka. Evaluator mampu membuat cerita evaluasi
mengenai individu atau kelompok. Evaluasi yang cenderung idiosinkratik
. Melengkapi data dengan cara yang memungkinkan tindakan kurikuler
Memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam penilaian mereka .
Penilaian alternatif harus menjadi kegiatan yang berkelanjutan yang tidak
terpisahkan dengan penetapan kurikulum, bukan kegiatan yang dilakukan
hanya pada waktu-waktu tertentu dalam setahun untuk memperoleh
informasi tentang kemajuan siswa. Guru dan siswa harus terus
mempertanyakan seberapa baik hal-hal yang diajarkan dan dipelajari.
Jejak kertas harus menjelaskan kualitas pembelajaran siswa.
8. Masalah Evaluasi Manusia
Evaluasi harus mendorong, bukan mengintimidasi, siswa. Ini harus
menumbuhkan kerja sama dan rasa kebersamaan di antara siswa daripada
perasaan tegang atau persaingan yang agresif. Guru harus menyajikan tes
sebagai pengalaman belajar, bukan sebagai sarana penghargaan dan
hukuman. Banyak evaluasi, terutama tes standar, menghasilkan ketakutan
di antara siswa dan guru. Deborah Landry menyelidiki perilaku 1.058
siswa K-5 selama tes membaca standar dengan meminta guru untuk
melaporkan pengamatan mereka terhadap siswa tersebut. Landry
melakukan survei online terhadap 63 guru dan mewawancarai empat
orang lainnya. Guru melaporkan bahwa tes standar menghasilkan
kecemasan pada siswa, yang biasanya menghela nafas, mengerang, dan
bahkan menangis. Guru melaporkan bahwa 49 persen siswa gelisah
selama pengujian; 33 persen khawatir tentang betapa sulitnya ujian itu;
dan 21 persen mengatakan mereka gugup. Landry menyimpulkan bahwa
perilaku siswa menunjukkan perasaan tidak berdaya, takut, ditinggalkan,
dan keraguan diri yang kuat.184 Studi lain dari pengujian standar telah
menghasilkan hasil yang serupa.
 Tantangan diabad 21
Pada abad ke-21, kita perlu mengevaluasi apa yang kita fokuskan dalam
program pendidikan kita dan tentu saja dibentuk oleh tes yang kita buat.
Sains,teknologi,Teknik dan matematika (STEM) merupakan evaluasi
tantangan abad – 21. Ada kebutuhan diabad ini untuk memperluas apa dan
bagaimana kita mengevaluasi siswa kita, diri kita sendiri. Semua
pembelajaran tidak terjadi di sekolah ; bagaimana terlibat dalam evaluasi
diri diperlukan Ketika brfungsi dalam masyarakat. Pertanyaan yang paling
mendasar dalam evaluasi bukanlah apa yang anda ketahui ? atau apa yang
bisa kamu lakukan ? melainkan ,siapa kamu ? Apa yang bisa anda
sumbangkan untuk komunitas dunia.
KESIMPULAN

1. Evaluasi membahas nilai dan efektivitas hal-hal dan kegiatan kurikuler. Ini berpusat pada
tindakan guru dan siswa dalam arena pendidikan, terutama di kelas. Saat ini, ada banyak
perdebatan mengenai evaluasi, terutama dengan tuntutan bahwa kita harus menilai secara
lebih efektif tindakan guru dan pembelajaran siswa. Ada seruan yang jelas bagi guru untuk
lebih efektif dalam pendekatan pedagogis mereka dan bagi siswa untuk mencapai lebih
banyak dan untuk mencapai standar yang lebih tinggi agar dapat bersaing di komunitas
dunia. Panggilan ini ada di bawah bendera kembarstandardanakuntabilitas.
2. Banyak pembicaraan tentang evaluasi dan, khususnya, pengujian mengungkapkan
"kesepakatan" oleh banyak orang bahwa pendidikan adalah "bisnis di dalam pasar" dan
bahwa efektivitasnya harus dinilai dengan metrik yang sama dengan yang kita gunakan
untuk menilai pekerja dan bisnis. Produktivitas, mencapai tujuan bisnis, memenuhi kuota,
dan memenuhi ekspektasi pasar adalah semua cara untuk menentukan apakah bisnis
memenuhi apa yang telah ditetapkan untuk dilakukan. Sekolah juga harus melakukan hal
yang sama. Argumen ini pada dasarnya mencerminkan pendekatan ilmiah dan modernis
untuk evaluasi.
3. Namun, para pendidik terutama di kubu evaluasi postmodernis humanistik bahwa sekolah
tidak membuat mobil, memproses hipotek, menanam jagung, atau memproduksi televisi
atau elektronik lainnya. Anda dapat menghitung mobil yang diproduksi dalam periode
waktu tertentu dan menilai efisiensinya dari produksi. Tidak demikian, banyak pendidik
berpendapat, dengan belajar siswa. Tentu saja, Anda dapat membandingkan nilai ujian,
dan ini tampaknya menjadi metrik utama untuk menentukan efektivitas guru dan jumlah
pembelajaran siswa.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Untuk anak-anak dengan penyandang disabilitas, ICT bisa sangat bermanfaat, jika
didasarkan pada kebutuhan mereka sendiri dan potensi penggunaannya sebagai tautan
mengintegrasikan di sekolah. Jika bersekolah untuk semua orang adalah sebuah
kenyataan, dukungan harus diberikan kepada semua murid yang membutuhkannya
dan teknologi baru akan membuka pintu bagi banyak anak. TIK benar benar memberi
anak-anak penyandang disabilitas kesempatan yang sama di sekolah.
Pada buku pembanding yang dijelaskan adalah :
 Hambatan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus
 Karakteristik anak berkebutuhan khusus
 Media Pembelajaran Pendidikan Inklusif dan Alat Latihan anak berkebutuhan
khusus.
 Alat bantu ajar akademik anak berkebutuhan khusus

Anda mungkin juga menyukai