Anda di halaman 1dari 12

Tradisi Tabut pada Bulan

Muharram di Bengkulu

Reka Andika (2030901138)


Fakultas Psikologi Univeritas Raden Fatah

Pendahuluan
Tradisi tabut/tabot di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan
“religius-magis” karena riwayat sejarahnya yang begitu panjang dan unik, yaitu merupakan
suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam
kalender Islam. Menurut Zacky (2003:40) nama tabut sendiri berasal dari bahasa Arab yang
secara harfiah berarti “kotak” atau “peti” yang berfungsi untuk mengenang pimpinan
Syi’ah bersama pengikutnya dalam mengumpulkan potongan tubuh Husain untuk dibawa
dan dimakamkan menuju Padang Karbala, Baghdad Irak. Husein adalah anak dari Siti
Fatimah Az-Zahroh Bin Muhammad yang gugur dalam medan perperangan pada tahun 680
sebelum masehi atau pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah. Husain meninggal karena
pertempuran yang tidak seimbang melawan kaum Kawarij yang diperintahkan oleh Yazid
Bin Mu’aviyyah Khalifah Bani Umayah di bawah pimpinan panglima Ubaidillah Bin Ziyad.1
Tradisi tabut dipercaya sebagai ritual sakral yang wajib dilaksanakan, karena
dianggap sebagai media untuk mengungkapkan rasa cinta mereka kepada ahlul-bait
(Keluarga Rassulullah) yang bernama Husein anak dari Siti Fatimah Az-Zahroh Bin
Muhammad yang wafat dalam perperangan. Masyarakat Bengkulu meyakini, bahwa
apabila tabut ini dilaksanakan tentu mereka yang melakukannya akan mendapat berkah
dari Allah S.W.T, karena secara tidak langsung melalui tabut masyarakat Bengkulu dapat
ikut mendoakan keselamatan dan kesejahteraan ahlul-bait (Keluarga Rassulullah),
sebaliknya jika ritual ini tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan murka dari Allah
S.W.T, sebab masyarakat telah melupakan perjuangan cucu Nabi Muhammad S.A.W
bernama Husain yang gugur dalam perperangan demi memperjuangkan agama Islam.2
Berkaitan dengan hal tersebut, Van Ball (1997:12) mengatakan, bahwa peranan
upacara (baik ritual maupun seremonial) adalah untuk mengingatkan manusia berkenaan
dengan eksistensi dan hubungan dengan lingkungan mereka. Dengan adanya upacara-
upacara tersebut, suatu warga masyarakat bukan hanya selalu diingatkan, tetapi juga

1
Tradisi tabut/tabot merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1
sampai dengan 10 Muharam kalender Islam.
2
Tradisi tabut dipercaya sebagai ritual sakral yang wajib dilaksanakan, karena dianggap
sebagai media untuk mengungkapkan rasa cinta mereka kepada ahlul-bait (Keluarga
Rassulullah) yang bernama Husein anak dari Siti Fatimah Az-Zahroh Bin Muhammad yang
wafat dalam perperangan.
dibiasakan untuk menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak yang berada pada
tingkat pemikiran untuk berbagai kegiatan sosial yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sama halnya dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Giddens (2010:48-50) di
mana tradisi merupakan adat atau kebiasaan (custom or habit), yang merupakan penanda
identitas, baik secara pribadi maupun kolektif masyarakat pendukungnya. Identitas adalah
penciptaan konstansi dalam perjalanan waktu, yang menghubungkan masa lalu dengan
masa depan masyarakat pewarisnya dengan realitas identitas sosial yang lebih luas, dalam
hal ini disebut dengan perhatian psikologis. Demikian pula dalam tradisi tabut, juga
berkaitan dengan penghormatan masyarakat Bengkulu terhadap kematian Husain, cucu
Nabi Muhammad S.A.W dalam upaya permohonan keselamatan dan kesejahteraan yang
tidak lepas dari mitos bagi pendukung kebudayaan untuk menjaga dan mempertahankan
keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Bengkulu.
Tradisi tabut sendiri, memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat
Bengkulu yang tidak hanya sebagai bentuk ritual keagamaan saja, melainkan juga sebagai
bentuk tradisi yang mampu memunculkan identitas dan jati diri masyarakat Bengkulu. Saat
ini ritual tabut telah mengalami proses transformasi dalam menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman akibat persinggungan sebuah tradisi yang mampu menciptakan
sebuah kedinamisan dalam sebuah tradisi.
Menurut Sibarani (2012:3) transformasi yang tidak dapat dielakkan di masa
mendatang adalah transformasi tradisi ke arah industri pariwisata oleh kapitalisme yang
berkaitan dengan ekonomi, kekuatan budaya dominan, dan kekuatan ideologi-ideologi
dunia yang tidak terlepas dari pengaruh globalisasi.
Globalisasi menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan global yang
semakin tinggi intensitasnya. Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan sebagai
acuan atau panutan oleh masyarakat pendukungnya, tidak jarang telah mengalami
perubahan karena nilai-nilai budaya global dengan kemajuan teknologi informasi yang
semakin mempercepat proses perubahan tersebut (Sirtha, 2007:63).3
Terkait dengan fenomena globalisasi, sejak Provinsi Bengkulu dijadikan sebagai
daerah destinasi pariwisata nasional, gejala praktik kapitalisme mulai nampak dengan
munculnya industri pariwisata berbasis budaya yang merupakan fenomena kebudayaan
global yang dipandang sebagai suatu sistem yang terus berkembang mempengaruhi
kehidupan masyarakat sekitar.
Pariwisata ibarat pisau bermata dua yang mempunyai dua sisi berbeda. Pariwisata
dapat menimbulkan dampak positif dan dapat pula menimbulkan dampak negatif.
Pariwisata di satu sisi dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat
3
Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan sebagai acuan atau panutan oleh
masyarakat pendukungnya, tidak jarang telah mengalami perubahan karena nilai-nilai
budaya global dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin mempercepat proses
perubahan tersebut (Sirtha, 2007:63).
lokal/setempat dan dapat pula mengangkat identitas budaya daerah ke tingkat global,
namun di sisi lain dengan adanya pariwisata justru mengakibatkan terjadinya kemerosotan
nilai budaya daerah dari yang bersifat sakral menjadi profan. Apabila nilai budaya
masyarakat telah merosot maka masyarakat akan kehilangan kepribadiannya, bahkan
kemerosotan nilai budaya masyarakat tersebut menyebabkan pengembangan pariwisata
budaya akan terancam.
Sejalan dengan hal tersebut, tabut mengalami kemerosotan nilai budaya akibat
pengaruh globalisasi yang menyebabkan masyarakat Bengkulu terintegrasi ke dalam suatu
tatanan yang lebih luas dari yang bersifat lokal menjadi global yang kemudian melahirkan
pemikiran-pemikiran dari masyarakat untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan
menggunakan akar budaya leluhur yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi tabut.
Perubahan fungsi tabut terkait dengan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat yang
menjadi tendensi ekonomi, sehingga tradisi tabut menjadi alat komoditas dan dikonsepkan
sebagai salah satu bentuk mata pencaharian yang mendapat dukungan besar dari
pemerintah untuk mengemasnya menjadi daya tarik wisata budaya (Yuliati, 2010:3).
Dari artikel ini terkait dengan tabut, diketahui bahwa saya hanya mengungkapkan
tentang komodifikasi tabut secara umum dari segi pemasaran pariwisata. Komodifikasi
yang dilakukan merupakan strategi pemerintah bersama-sama masyarakat setempat dalam
pengembangan tabut menjadi industri pariwisata berbasis budaya yang memenuhi
persyaratan keaslian (originality), kelangkaan (scarsity), dan keutuhan (wholesomeness)
sebagai aset berharga dalam pembangunan pariwisata budaya di Provinsi Bengkulu, di
mana dalam pendistribusiannya menggunakan media massa dan komunikasi lisan dengan
harapan agar wisatawan lokal maupun mancanegara tertarik berkunjung untuk
menyaksikan tabut di Provinsi Bengkulu, sedangkan artikel ini sendiri melihat dari sudut
pandang keilmuan kajian budaya (cultural studies) yang mengkritisi dampak lain yang
ditimbulkan dari komodifikasi yang secara harfiah adanya sentuhan kapitalis dan hegemoni
di dalamnya. Pemerintah, masyarakat, dan pemangku tradisi secara sengaja mengubah
tabut dari yang bersifat sakral menjadi profan demi pengembangan kepariwisataan di
Provinsi Bengkulu.
Oleh sebab itu, secara sadar atau tidak pada akhirnya akan membawa berbagai
macam persoalan. Persoalan yang ditemukan di lapangan oleh peneliti yakni, (1) tabut saat
ini didukung oleh fasilitas sarana dan prasarana penunjang wisata, (2) Tradisi tabut oleh
pemerintah dijadikan komoditi bernilai ekonomi, dan (3) adanya penambahan daya tarik
tabut yang dibuat secara sengaja oleh pemerintah, sebagai strategi dalam menarik
wisatawan. Ironis fenomena ini justru membuat tradisi tabut yang berlangsung secara turun
temurun, kini berubah fungsi dari makna aslinya ke arah komodifikasi yaitu sebuah proses
kapitalisme yang merupakan cara produksi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya.
Persoalan-persoalan tersebut di atas telah membuat tabut tidak lagi sebagaimana
dilakukan seperti dulu. Tradisi tabut telah menjadi bagian dari praktik kapitalisme yang
mengacu pada praktik komodifikasi. Tradisi tabut sebelumnya tidak dianggap sebagai
barang/jasa dagangan dan hanya dimiliki oleh masyarakat pemangku tradisi yakni suku
Sipai di Provinsi Bengkulu, namun kini menjadi produk komoditas yang berorientasi
ekonomi (pasar).
Dari hal tersebut, tentunya ini menarik untuk dikaji secara mendalam terkait proses
komodifikasi tabut, respon masyarakat dan pemangku tradisi, dan dampak komodifikasi
terhadap nilai kesakralan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu.

Pembahasan
Upacara Tabot pada dasarnya merupakan perwujudan rasa berkabung dari keluarga
Muslim Syi’ah yang berasal dari Bengala (India) atas syahidnya Husain bin ali bin Abi
Thalib di Padang Karbala pada bulan Muharram 61 Hijrah. Upacara Tabot itu
sesungguhnya juga erat kaitannya dengan perkembangan agama Islam setelah wafatnya
Nabi Muhammad pada tahun 11H/ 632 M di Madinah. Upacara Tabot adalah perbuatan dan
perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dengan
membuat peti yang dibuat duari anyaman bambu yang terbuat dari kayu yang dibawa
berarak pada peringatan Hasan-Husein.4
Tabot merupakan upacara tradisional yang bernafaskan Islam. Tabotsarat dengan
ritual keagamaan mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga akhirupacara tidak terlepas dari
kegiatan keagamaan. Agama Islam menyebar pada komunitas yang umumnya telah
memiliki tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar dan diwarisi secara turun-temurun
dari nenek moyang mereka. Tabot juga syarat dengan simbol-simbol religius yang
mengandung makna yang dalam.
Upacara Tabot yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram, tradisi ini sendiri
dibawa oleh orang-orang India yang menjadi tentara Inggris pada tahun 1685. Salah satunya
yang di kenal sebagai ulama adalah Syekh Burhanuddin atau populer dengan nama Imam
Senggolo.5 Tabot sendiri merupakan simbol kepahlawanan cucu dari Nabi Muhammad
SAW yaitu Hasan dan terutama Husain yang wafat dalam suatu peperangan di Padang
Karbala, Irak.
Tabot yaitu sebuah menara yang tingginya 10 meter terbuat dari kayu dan kertas yang
digunakan dalam arak-arakan melalui jalan-jalan protokol di Bengkulu untuk memperingati
kematian Hasan dan Husain, cucu Nabi Muhammad yang syahid dalam Perang Karbala di
4
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999, hlm. 988
5
yekh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam senggolo pada tahun 1685. Syekh Burhanuddin
(Imam Senggolo) menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan
keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram
setiap tahun. 9Syiafril. Tabot Karbala Bencolen dari Punjab symbol melawan kebiadaban. Jakarta:
Walaw Bencolen, 2012, hlm. 36-37.
Irak pada tahun 61 H (680M). Acara mengarak Tabot ini merupakan tradisi peninggalan
mazhab Syi’ah di Bengkulu dan diadakan setiap tanggal 10 Muharram. Upacara tradisi
Tabot yang setiap tahun diselenggarakan pemerintah dan masyarakat Bengkulu sudah
menjadi komoditi pariwisata yang sangat bernilai bukan hanya bagi masyaakat khususnya
komunitas Syi’ah melainkan seluruh masyarakat Bengkulu hanyut dalam perayaan tahunan
tersebut.
Maksud dari upacara ini pada awal mulanya adalah upacara berkabung dari keluarga
Syi’ah atas gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib pada tragedi perang karbala. Sejak
keluarga sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi’ah, maka maksud penyelenggaraan upacara
ini sekedar kewajiban-kewajiban untuk memenuhi wasiat leluhur mereka. Sedangkan pada
masa akhir-akhir ini maksud dari upacara ini selain melaksanakan wasiat leluhur juga turut
berperan serta mensukseskan program pemerintah dibidang pembinaan dan
pengembangan kebudayaan daerah serta mensukseskan pengembangan pariwisata di
daerah Bengkulu. Tujuan dari upacara ini pada mulanya adalah untuk meningkatkan rasa
cinta mereka kepada ahlulbait (keluarga Rasullullah saw). Tujuan upacara ini bagi orang
Bengkulu dan keluarga sipai adalah untuk menanamkan rasa bangga atas budaya leluhur
juga untuk turut serta melestarikan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.12
Agar lebih jelasnya mengenai lahirnya Tabot, maka akan di jelaskan pada sub-bab di bawah
ini.

Awal Mula Upacara Tabot Bengkulu


Menurut sejarahnya Tabot Pertama kali dibawa ke Indonesia oleh orang-
orang muslim India. Orang-orang india ini sengaja didatangkan oleh Inggris pada abad ke
XVII sebagai serdadu dan pekerja untuk membangun benteng Malborough di Bengkulu. Di
samping itu bangsa asing datang ke Bengkulu seperti Portugis, Inggris, Belanda, Tionghoa
dan India. Bangsa India yang dibawa Inggris berasal dari Bengali dan mereka menganut
Agama Islam dari sekte Syi’ah.6 Selanjutnya budaya Tabot itu dibawa ke daerah-daerah
yang
disinggahi dari Jazirah Arab seiring dengan masa penyebaran agama Islam ke berbagai
penjuru dunia. Budaya Tabot terus masuk ke Punjab (India) lalu dari India budaya Tabot
dibawa ke Bengkulu. Sebelum tiba di Bengkulu, orang india tersebut sudah menetap di
Aceh, namun karena tidak memperoleh respon yang memadai, mereka meninggalkan Aceh
dan mendarat di Bengkulu tahun 756 atau 757 H (1336 M). Jadi yang membawa budaya
Tabot di Bengkulu ini adalah orang India dari punjab dan asal muasalnya upacara Tabot ini
dari Jazirah Arab.
Istilah Tabot di Indonesia berasal dari ritual sederhana yang ada di Irak,
Persia dan India Selatan yang disebut ta’ziyah. Sementara itu istilah Tabot dikenal di India

6
Tim penyusun, Adat istiadat daerah Bengkulu. Bengkulu: Depdikbud 1978, hlm. 22-23.
utara untuk menyebut istilah ta’ziyah. Lebih lanjut lagi bahwa tipe Tabot di Indonesia ada
dua: pertama Hasan- Husein di Aceh serta Tabot di Sibolga yang merupakan jenis ritual
yang sederhana. Kedua, Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman yang merupakan jenis
dari tipe dielaborasi menjadi pertunjukan treatikal.7
Kejelasan bahwa asal upacara Tabot yang ada di Bengkulu berasal dari India dapat
terlihat dari waktu pelaksanaan dan bentuk bangunannya. Dari segi waktunya, Upacara
Tabot di Bengkulu dilaksanakan setiap tahun nya selama 10 hari ( 1- 10 Muharram) sama
halnya dengan festival muharram di India yang berlangsung 10 hari sehingga dikenal
dengan Ashura atau Tenth. Ashura adalah peringatan hari kesyahidan Husain. Dari segi
bangunan Tabot, di Bengkulu berupa sebuah bangunan bertingkat yang berbentuk limas
(makin ke atas makin kecil) yang terbuat dari papan atau triplek ( dulunya menggunakan
bahan bambu). Tinggi bangunan Tabot rata-rata 5-6 meter dan bangunan ini dihiasi dengan
kertas berwarna dan dekorasi kertasnya adalah tulisan kaligrafi. Jika malam Tabot-tabot ini
dihiasi lampu-lampu kecil beraneka warna mencolok menjadi cemerlang, bahkan dewasa
ini telah dilengkapi dengan sistem berputar. Puncak bangunan adalah payung, kemudian
bangunan Tabot diarak dalam acara arak gedang dan pada acara Tabot tebuang yang
berlangsung pada tanggal 9-10 Muharram.15 Sedangkan dalam perayaan muharram di
India dibuat sebuah Tugu (biasanya disebut Ta’ziyah atau Tabot) sebagai peringatan
wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW.8
Syekh Burhanuddin Ulakan memperkenalkan tradisi Tabot ( perayaan asyura) dan
basapa (berjalan) dipesisir barat sumatra abad ke-17. Sementara Syekh Jalaluddin Aididu
memperkenalkan tradisi maudu lompoa ( maulid Nabi yang agung) di daerah Makassar
pada abad ke -17. Perayaan Tabot, Basapa, dan Maudu Lompoa semuanya menunjukkan
karakter Islam Syi’ah. Tradisi ini dikenalkan sebagai instrument penyebaran agama Islam di
Nusantara. Syekh Burhanuddin Ulakan dikenal sebagai penyebar Islam pertama di daerah
Minangkabau dan Bengkulu, sementara Syekh Jalaluddin Aidi adalah salah seorang tokoh
penyebar Islam di daerah Sulawesi Selatan.
Perayaan Tabot di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syekh Burhanuddin yang
dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Kemudian Imam Senggolo menetap di
kota Bengkulu menikahi 2 orang wanita setempat yang pertama cinggeri selebar bernama
Nurhumma mendapatkan 7 orang anak dan kedua dari sungai Lemau pondok kelapa juga
memperoleh 7 anak hingga waktu ini mempunyai keturunan yang banyak sebagai inti dari
masyarakat melayu islam pewaris tradisi perayaan seni budaya Tabot. kemudian anak
mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot (Sipai).
Selanjutnya Imam Senggolo memberi nama padang karbala pada tanah seluas 40 hektar

7
Kartomi, J. Margaret. Tabot ritual syiah transpalanted from India to sumatra, 1986, hlm. 11
8
Sharif Jafar, Islam in India. London: Curzon Press, 1975, hlm.84.
yang saat ini terletak antara kelurahan Padang Jati dan kelurahan Kebun Tebeng yang
digunakan sebagai arena acara prosesi ritual budaya Tabot terbuang.9
Seni budaya Tabot menurut Imam senggolo sifatnya selalu menyesuaikan kepada
keadaan setempat kemana tabot itu dibawa dan ditampilkan sehingga antara satu tempat
dengan tempat lainnya pada akhirnya terjadi perbedaan tradisi dalam berbagai hal anatara
lain : ujud benda-benda yang digunakan, tata cara dan tertib acara yang ditampilkan.
Walaupun demikian missi yang dilakukan adalah sama yaitu mengenang segala syahid di
Karbala Iraq, mengenang kejayaan islam, menongsong tahun baru hijriyah dan memuliakan
serta memberi penghormatan kepada Imam Husain sebagai cikal bakal ummat.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu.
Namun, ada yang berpendapat lain bahwa diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara
berkabung para penganut paham Syi’ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun
Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut,
didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan
merupakan penganut Islam Syi‘ah. Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup
masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin,
memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang
dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan
Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat
Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai
(keluarga Tabot). Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang,
Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam
perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya
hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman
Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara
pelaksanaannya agak berbeda.
Upacara Tabot yang ada di Bengkulu mengandung dua aspek ritual dan non-ritual.
Aspek ritual hanya boleh dilakukan oleh Keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot
atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan norma-norma yang harus
ditaati.10 Ritual tabot di Bengkulu dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai
ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan
mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiap bulan Muharram. Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin
oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini dan yang
dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut. Kedua, Tabot
lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu ornamen berbentuk
candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak dengan ukuran yang berbeda-
beda dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabot.
9
Tim penyusun, op.cit., hlm.15-18
10
Ibid., hlm. 56.
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin
Syi’ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, 38 mengarak dan
memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara
harafiah berarti “kotak kayu” atau “peti”. Dalam Al-Quran kata Tabot dikenal sebagai
sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan
mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka.
Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.
Jika pada awalnya upacara Tabot digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk
mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang- orang Sipai lepas
dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk
memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain
melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi
orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu
setempat.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya juga menjadi penyebab munculnya
perbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, Tabotnya berjumlah 17
yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot. Pada awalnya
Tabot di Bengkulu di buang ke laut, namun pada perkembangannya Tabot di Bengkulu
dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan
nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias
Syekh Burhanuddin. Setelah mengetahui awal mula upacara Tabot di Bengkulu, maka akan
dijelaskan mengenai keterkaitan agama Islam dengan upacara Tabot di Bengkulu seperti di
bawah ini.
Keterkaitan Agama Islam dengan Tradisi Upacara Tabot di Bengkulu Pijnappel ialah
sarjana Belanda yang pertama kali mengajukan teori bahwa asal Islam di Indonesia adalah
Gujarat dan Malabar. Orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang menetap di India
itulah yang kemudian membawa Islam ke Indonesia.21 Penyebaran Islam dengan proses
yang damai tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli. Ricklefs berpendapat bahwa memang
benar dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak ada satu bukti pun yang menyebutkan
adanya ekspedisi militer asing yang memaksakan agama Islam melalui penaklukan, tetapi
setelah sebuah kerajaan Islam berdiri adakalanya agama Islam disebarkan oleh kerajaan itu
dengan peperangan ke daerah lainnya.
Budaya Tabot masuk seiring dengan penyiaran Islam sebagai media dan daya tarik
penarik bagi penyiaran itu sehingga dengan mudah dapat mengumpulkan dan memberikan
ajaran kepada ummat yang didatangi. Pengembangan pengajaran Islam lebih banyak
ditentukan oleh usaha perorangan yang menyadari kebenaran agamanya sebagai rahmat
Tuhan dan mereka merasa bahagia sekali apabila rahmat itu terlimpah kepada orang orang
lain. Dengan demikian, sangat jelas bahwa penyebar-luasan Islam adalah bukan oleh raja-
raja atau kerajaan. Para perorangan tersebut meyebar ke daerah-daerah pesisir menyusur
pantai termasuk kota Bengkulu yang terletak di pantai Barat Sumatra keudian mereka
mengawini wanita-wanita setempat.
Pandangan Islam terhadap ritual upacara Tabot semenjak Islam masuk ke Nusantara
terjadi akulturasi antara Islam deengan budaya setempat. Akulturasi itu menghadirkan
ragam budaya yang mengagumkan. Umumnya, sebagian bentuk akulturasi berkaitan erat
dengan penyebaran Islam di tanah air. Satu dari sekian banyak akulturasi budaya, antara
lain upacara tradisional Tabot. Islam ketika berhadapan dengan adat yg sudah mapan
dituntut kearifannya. Islam dalam realitasnya mampu menampakan kearifannya yang
ditandai dengan pendekatan dakwah secara damai atau bertahap-tahap bukan sebaliknya
secara frontal dan kekerasan. Singkatnya Islam mampu berdialetika secara harmonis dengan
kemajemukan adat dan memberikan klarifikasi secara bijaksana tehadap unsur-unsur adat
yang bernilai positif. Dengan demikian, kehadiran agama Islam bukan untuk
menghilangkan adat dan budaya setempat melainkan untuk memperbaiki dan
meluruskannya menjadi lebih manusiawi.
Tradisi budaya Tabot masuk ke kota Bengkulu seiring dengan penyiaran Islam yang
menggunakan perayaan Tabot sebagai media penarik penyiaran islam. Sebelum terjadinya
Tabot karbala, sebagaimana catatan sejarah bahwa penyiaran Islam ke pulau Sumatra sudah
berlangsung sejak tahun 48 Hijriyah yang terus menerus secara bertahap dibawa oleh orang
arab dan umumnya bermukim di Persia (Iran), India sebagai wilayah paling banyak di
singgahi dan tempat hijrah orang Arab. Sedangkan masuknya bangsa Arab ke Iran,
Pakistan, Bengali dan India telah dimulai dari tahun ke 25 Hijriyah.
Begitu mudah dan cepatnya penyiaran Islam diterima di Iran pada waktu itu di
sebabkan oleh adanya kesamaan ajaran berbagai aliran kepercayaan di Iran pada waktu itu
dan adanya faktor simpati nasional dari masyarakat Iran akibat perkawinan Al-Husain
dengan Shahbanu ratu dunaia putri yazdagrid raja terakhir Dinasti Sasaniah. Kedatangan
keturunan bangsa Arab dari Punjab ke wilayah Nusantara terus berlanjut. Pada
tahun 674 Masehi sudah tercatat ada serombongan orang Arab menetap di Sumatra, setelah
itu datanglah orang arab dari Punjab tersebut berlangsung terus menerus hingga abad 15.
Berangkat dari cara seperti ini menjadikan masuknya Islam di Nusantara tidak
mendapatkan hambatan dan rintamgan. Hal ini disebabkan oleh perwajahan Islam sebagai
sosok ajaran yang akomodatif, dinamis dan melindungi tradisi yang telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia pra Islam. Corak Islam yang menekankan prinsip akomodatif dan toleran
ini setidak-tidaknya dapat disimak pada fenomena perayaan Tabot.
Pola hubungan antara Islam dan tradisi tabot bisa dikatakan saling
melengkapi sehingga dianggap sebagai implementasi nyata dari semangat “Tradisi lokal
yang bercorak Islami dan Islam yang bercorak lokal. Tradisi adalah suatu kebiasaan yang
teraplikasikan secara terus menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada
sebuah komunitas. Awal mula dari tradisi adalah ritual- ritual individu kemudian
disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama dan
bahkan tak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan
akan mendatang bahaya. Di masyarakat Bengkulu terdapat berbagai tradisi yang
teraplikasikan diantaranya adalah adalah tradisi Tabot. Budaya tidak bisa dipahami sebagai
suatu hukum kebiasaan belaka. Keragaman makna yang terwujud dalam budaya merentang
dari cita rasa makanan, desain, arsitektur, gaya berbusana, bertutur dengan dialek tertentu
serta sebgai pernik seremonial. Adat memasuki segala aspek kehidupan komunitas yang
mengakibatkan seluruh aspek kehidupan individu sangat dibatasi.
Pada sisi lain, tidak semua nilai-nilai tradisi yang turun-temurun pada masyarakat
sejalan dengan kehidupan beragama. Nilai-nilai budaya dan adat istiadat tersebut jika
dilihat dari kacamata islam akan kita dapati sebagian dari praktek budaya yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Dipihak lain juga sebagai ritual ibadah
maupun praktek sosial yang dibenarkan oleh syariat islam. Keterkaitan antara Islam dengan
Upacara Tabot di Bengkulu yakni dengan adanya upacara Tabot di Bengkulu penyebaran
agama Islam mudah disampaikan. Upacara Tabot menjadi media dakwah Islam di kota
Bengkulu.
Kesimpulan
Tabot berasal dari kata “Tabut” yang berasal dari bahasa Arab ‘At-tabutu’ yang berarti
peti yang terbuat dari kayu. Namun menurut pengertian umum di daerah Kota Bengkulu,
Tabot adalah sebuah miniatur bangunan yangmenyerupai pagoda atau menara masjid yang
bertingkat-tingkat terbuat dari rangka kayu dan bambu.
Pada prosesi upacara Tabot, miniatur bangunan yang disebut Tabot ini diarak dalam
upacara peringatan terjadinya perang Karbala Irak pada bulan Muharram tahun 61 Hijriyah
(681 M), upacara ini dalam rangka mengenang peristiwa gugurnya cucu Nabi Muhammad
SAW yaitu Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib yang juga merupakan Imam Ketiga kaum
Syi’ah.
Namun dengan perkembangan zaman, upacara Tabot telah dipengaruhi oleh unsur
budaya lokal yang berasal dari kehidupan masyarakat Bengkulu. Perlahan-lahan terjadi
fenomena pergeseran upacara Tabot dari ritual murni ke seni pertunjukan. Sehingga
sekarang pemerintah membuat serangkai acara festival Tabot setiap tanggal 1 hingga 10
Muharram. Selain menggelar upacara ritual, biasanya juga dimeriahkan oleh pertunjukkan
seni, pameran kriya, pasar rakyat, serta lomba-lomba seperti lomba delman hias, rebana, tari
tabot, dan beragam acara seni lainnya yang dilakukan di Lapangan Merdeka.
Acara festival Tabot hanya terjadi sekali setahun, dan tentu saja wisatawan yang
berkunjung ke Kota Bengkulu tidak hanya datang pada acara festival Tabot, banyak
wisatawan yang datang di luar jadwal festival Tabot. Wisatawan yang datang ke Kota
Bengkulu diluar jadwal festival Tabot tidak akan mengerti mengenai Tabot karena tidak ada
tempat yang memamerkan atau menunjukkan budaya tersebut atau dapat dikatakan tidak
ada museum yang menjelaskan tentang Tabot. Padahal Tabot sudah diusulkan masuk
dalam daftar warisan dunia ke United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Selain itu terdapat rencana
pemindahan festival Tabot yang biasanya diselenggarakan di Lapangan Merdeka ke daerah
Pantai Panjang oleh pemerintah setempat. Pada tahun ini (2017), Pemerintah Provinsi
Bengkulu sedang mengadakan penertiban di daerah Pantai Panjang , karena acara nasional
festival Tabot tahun 2017 akan dilaksanankan di Pantai Panjang.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan suatu tempatpat dimana
wisatawan dapat mempelajari upacara Tabot yang sesungguhnya tanpa harus datang pada
saat festival Tabot, yaitu sebuah museum. Selain itu dibutuhkan suatu tempat dimana
festival Tabot dapat dilaksanakan dengan lancar di daerah Pantai Panjang. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut penulis mengambil judul “Museum Budaya Tabot dan
Wahana Festival Tabot di Kota Bengkulu” sebagai tugas akhir. Museum Budaya Tabot ini
tidak hanya mempertunjukkan hasil dan proses Budaya Tabot namun juga memfasilitasi
pelaksanaan festival Tabot di Kota Bengkulu.
Daftar Pustaka

Antony, Zacky. (2003). Menguak Tabir Misteri Tradisi Tabot Lewat Naskah Kuno” dalam Rakyat
Bengkulu. Diperoleh dari: https://eprints.uns.ac.id/ tanggal 9 Desember 2021.
Japan Sinaga. (1998). Slide Program Upacara Tradisional Tabot di Bengkulu. Bengkulu:
Depdikbud.
Kartomi, J.Margaret. (1986). Tabot ritual syiah traspalanted from India to Sumatra.
M. Ikram, dkk,. (2004). Bunga Rampai Melayu Bengkulu. Bengkulu: Dinas Pariwisata Provinsi
Bengkulu.
Oka Yoety. (1990). Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung: Angkasa.
R. Cecep Eka Permana. (1991). Kesenian Tabot: Mengenang Gugurnya Cucu
Nabi Muhammad saw. dalam Pelita, 7 Desember.

Anda mungkin juga menyukai