Di Susun Oleh
NIM.2101080352
Di Susun Oleh
NIM.2101080352
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ispa Korban Bencana Alam Erupsi Gunung Semeru
Dengan Terapi Totok Punggung Di Pronojiwo”
Telah disetujui dan dinyatakan telah memenuhi syarat Untuk diujikan pada tanggal
…
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
NIDN. 0728097503
HALAMAN PENGESAHAN
Ditetapkan di :
Tanggal :
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Sebagai sivitas akademik STIKes Kendedes, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :Meldianto Silvanus Manugala
NIM :2101080352
Program studi :Profesi Ners
Jenis karya :Karya Ilmiah Akhir
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak bebas Royalti Noneksklusif ini
STIKes Kendedes berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di :
Pada Tanggal :
Mahasiswa,
Meldianto S Manugala
NIM. 2101080352
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena merupakan penyakit akut
dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara berkembang
termasuk negara Indonesia. Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala:
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Program
pemberantasan penyakit ISPA oleh pemerintah dimaksudkan adalah untuk upaya-upaya
penanggulangan pneumonia pada balita. (Sofia, 2017).
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005
menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia
dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Listyowati, 2013). Di Indonesia,
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab
kematian pada kelompok bayi dan balita.Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016 di
Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % -41,4 %
dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Selain itu
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh
kematian balita. (Susanti, 2017)
.
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014) dan 63,45% (2015).
Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah
sakit (Kemenkes RI, 2015). Terdapat lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu Nusa
Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%),
dan Jawa Timur (28,3%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
berdasarkan umur terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%). Penyakit ini lebih
banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi ekonomi menengah ke bawah (Uzaimi,
Febriand Abdel, and Armaidah 2015)
Letusan Gunung semeru juga mengakibatkan tercemarnya udara yang mengandung
Sulfur Dioksida, Nitrogen Dioksida serta beberapa partikel debu yang berpotensi
meracuni makhluk hidup di sekitar. Material yang dikeluarkan gunungapi berpotensi
menyebabkan timbulnya penyakit yang disebut dengan ISPA. Lahar panas akibat letusan
Gunung semeru juga dapat mengakibatkan hutan di sekitar kawasan Merapi rusak
terbakar dan ekosistem yang ada di dalam hutan otomatis akan terancam.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 10.400 warga yang
mengungsi di 406 titik karena terdampak letusan Gunung Semeru. Jumlah warga yang
meninggal dunia tercatat 50 jiwa sedangkan total rumah rusak akibat letusan Gunung
Semeru mencapai 1.027 unit. Rinciannya, rumah rusak berat 505 unit di Desa
Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro. Kemudian, 437 rumah rusak berat dan 58 rusak
ringan di Desa Supituriang, Kecamatan Pronojiwo.
Up
aya pencegahan penyakit ISPA merupakan sebuah usaha yang dilakukan individu
dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, dalam pengertian lain sebagai
upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya ganggguan, kerusakan, atau
kerugian bagi seseorang atau masyarakat. (Notosoedirdjo dan Latipun, 2012). Tujuan
pencegahan penyakit adalah menghalangi perkembangan penyakit dan kesakitan sebelum
sempat berlanjut.
Cara pencegahan ISPA menurut Hartono (2012) meliputi menghindarkan diri dari
penyakit ISPA, menghindari asap, debu dan bahan lain yang menganggu pernapasan,
memberikan imunisasi lengkap pada balita diposyandu, membersihkan rumah dan
lingkungan tempat tinggal, keadaan rumah harus mendapatkan udara bersih dan sinar
matahari yang cukup serta memiliki lubang angin dan jendela, menutup mulut dan hidung
saat batuk dan tidak meludah sembarangan.
Dalam mengatasi ISPA khususnya ISPA yang menyerang saluran pernapasan bagian
atas seperti batuk, dermam, pilek masyarakat memilih untuk menggunakan atau
menyertai terapi lain selain terapi konvensional, yaitu terapi komplementer. Saat ini
banyak masyarakat yang menggunakan obat herbal atau terapi relaksasi dalam mengatasi
ISPA seperti mengonsumsi jeruk nipis yang dicampur dengan kecap yang dipercaya dapat
melegakan tenggorokan dan mengurangi batuk. Ada juga yang melakukan terapi teknik
napas dalam sebagai pereda sesak napas, serta beberapa teknik dan ramuan herbal lainnya
yang dipercaya dapat mengatasi ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Medis
1) Pengertian ISPA
ISPA merupakan kepanjangan dari infeksi saluran pernafasan akut dan mulai
di perkenalkan pada tahun 1984 setelah di bahas dalam lokakarya Nasional ISPA
dicipanas jawa barat. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni
Acute Respiratory Infections (ARI). (Suyudi, 2012)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
umumnya berlangsung selama 14 hari. Adapun yang termasuk dalam infeksi saluran
napas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,radang tenggorokan,
influenza, bronchitis dan juga sinusitis, sedangkan infeksi yang menyerang bagian
bawah saluran napas seperti paru, salah satunya adalah pneumonia (Muttaqin, 2010)
2) Etiologi
Penyebab (etiologi) penyakit ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis
bakteri,virus,dan richtesia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah : dari genus
Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium. Virus Penyebab ISPA antara lain : golongan MiksoVirus,
AdenoVirus, CoronaVirus, PicornaVirus, Micoplasma, Herpes Virus, dan lain-lain.
(Mundari, 2013).
3) Manifestasi klinis
Ispa merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernapasan
atas maupun bawah, yang meliputi infiltrate peradangan dan edema mukosa,
kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mucus serta perubahan struktur fungsi
siliare. (Muttaqim, 2008)
Depkes RI membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu :
4) Pathway
Pernapasan/ISPA
kesehatan anak
Inflamasi kurang
pengetahuan
Orang tua
sel
Bersihan jalan ansietas
napas tidak
Intoleransi
efektif
aktivitas
5) Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
(Windasari, 2018)
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis
dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan
transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah
dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadangkadang disertai sumbatan
hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret
purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut
yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu
yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus
langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).
Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi
(hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam.
Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang
telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan
telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya
ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare. Karena bayi
yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah
sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang
demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi dilakukan
parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.
Parasentesis (penusukan selaput teling
a) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis
media perforata (OMP).
6) Penatalaksanaan
Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian besar
kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan antiviral, tetapi cukup dengan
terapi suportif.
a. Terapi Suportif Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan performa
pasien berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin.
b. Antibiotik Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab, utama ditujukan pada
pneumonia, influenza, dan aureus. (Kepmenkes RI, 2011)
7) Pencegahan
Menurut Hastuti, D (2013) pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :
a. Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi anak dan kemampuan
untuk mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami.
b. Pemberian imunisasi lengkap kepada anak
c. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti: ventilasi dirumah dan kelembaban
yang memenuhi syarat.
d. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan, dan lingkungan agar bebas
kuman penyakit.
e. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur.
f. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA untuk
mencegah penyebaran penyakit.
2.2 Konsep Dasar Masalah Keperawatan (Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif)
2.2.1 Pengertian
Bersihan jalan napas tidak efektif yaitu ketidakmampuan membersihkan
secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
(SDKI,2016)
2.2.2 Data mayor dan data minor
Menurut smeltzer dan bare,(2013) gejala dan tanda bersihan jalan naaps yaitu:
a. Gejala dan tanda mayor secara subjektif tidak ditemukan dan secara objektif
yaitu batuk tidak efektif,tidak mampu batuk, terdapat sputum berlebih,
terdengar suara mengi,wheezing, dan ronkhi serta terdapat meconium pada
jalan napas khususnya pada neonates (PPNI, 2016).
b. Gejala dan tanda minor secara subjektif yaitu dyspnea, sulit berbicara,
ortopnea. Gejala dan tanda minor secara objektif gelisah,sianosi,bunyi napas
menurun,frekuensi napas berubah, serta pola napas mengalami perubahan
(PPNI,2016).
2.2.3 Faktor penyebab
a. Factor penyebab fisiologis
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuscular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Sekresi yang tertahan
6. Hyperplasia dinding jalan napas
7. Proses infeksi
8. Respon alergi
9. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)
A. Totok Punggung
1. Definisi Totok Pungung
Totok punggung adalah sebutan yang dibuat karena teknik yang
digunakan dengan cara menotok atau menekan melalui jari-jari tangan pada
titik-titik pusat syaraf tertentu pada bagian punggung yang berhubungan
langsung dengan bagian organ tubuh tertentu. Totok punggung dapat
berfungsi untuk memberikan efek relaksasi, dan efek relaksasi dapat
memperlancar sirkulasi darah pada jaringan, dan dapat pula mengurangi
beban kerja jantung, merangsang aliran darah keseluruh pembuluh darah
yang lebih dalam, dapat menghancurkan lemak dan kolestrol di punggung,
dapat memperbaiki jaringan syaraf tulang belakang, serta mengurangi
kecemasan dan depresi. Didaerah punggung akan muncul tanda-tanda
terjadinya masalah yang diakibatkan oleh terganggunya aliran darah pada
pembuluh darah yang menuju organ tersebut (Hidayat, 2019).
2. Idikasi dan Kontra indikasi Totok Punggung
Pemberian stimulus berupa penotokan pada titik-titik syaraf yang
terpusat di area punggung yang mana titik tersebut terkoneksi langsung
dengan keluhan atau organ yang sedang mengalami gangguan. Ketika proses
terapi totok punggung dilakukan, untuk kasus-kasus tertentu umumnya
penderita akan merasakan reaksi spontan berupa denyutan, tarikan, nyilu
bahkan rasa sakit pada bagian tubuh yang sedang mengalami gangguan
sebagai indikasi bahwa dititik tersebut sedang terjadi penyumbatan (Hidayah,
2019).
1. Serangan jantung(emergency)
2. Serangan stroke(emergency)
3. Darah tinggi/rendah
4. Parkinson
5. Stroke (perawatan)
6. Gagal ginjal
7. Asam urat
7. Tahap Perawatan
Terapi ini memiliki 3 (tiga) tahap (El-Fadh, 2017), yaitu :
1.Detection(D) Mencari Trigger Point(titikmasalah)
2.General Treatment(GT) Terapi umum (sapujagad)
3.Finishing(F) Fokus terapi Trigger Point
Penjelasan:
a) Detection (D):
Adalah tahap pertama sebelum memulai terapi. Kegiatan ini dilakukan untuk
mendeteksi adanya Trigger Point(TP) atau Titik Masalah. Ciri-ciri atau tanda-
tanda sebuah TP antara lain adalah:
Kulit tebal /cembung
Kulitcekung
Kulit kasar / berpasir /bergaris
Dan lain-lain yang berbeda dengan bagian kulit yanglain.
Teknik :
Lakukan deteksi dengan menggunakan 3 jari.
1) Dorong dari tulang Lumbar ruas paling bawah (L-5) ke arah atas (C-7) tepat
di atas ruas tulang belakang (ulangi beberap kali untuk memastikan adanya
TP di atas area tulangbelakang).
2) Dorong di samping kanan tulang Lumbar ruas paling bawah (L-5) ke arah
atas (C-7). (Ulangi beberap kali untuk memastikan adanya TP di area
sebelah kanan tulangbelakang).
3) Dorong di samping kiri tulang Lumbar ruas paling bawah (L-5) ke arah atas
(C-7). (Ulangi beberap kali untuk memastikan adanya TP di area sebelah
kiri tulangbelakang).
4) Dorong sepanjang tepi tulang belikat (kanan dan kiri) untuk memastikan
adanya TP di area tulangbelikat.
5) Dorong sepanjang tepi tulang pinggul (kanan dan kiri) untuk memastikan
adanya TP di area tulangpinggul.
AreaI
1) Titik GinjalKanan
2) Titik GinjalKiri
3) Area di bawah Ginjal Kanan (samping kanan L-1 s.d.L-5)
AreaII
1) Titik BahuKanan
2) Area tepi tulang belikat kanan sampai ke bagianbawah
3) Titik BahuKiri
4) Area tepi tulang belikat kiri sampai ke bagianbawah
5) Titik Tengkuk(C-7)
6) Area bawah titik tengkuk (di atas tulang belakang) s.d. titikGinjal
7) Area kanan titik tengkuk (samping kanan tulang belakang) s.d.
titikGinjal
8) Area kiri titik tengkuk (samping kiri tulang belakang) s.d. titik Ginjal
c) Finishing (F):
Adalah terapi yang menekankan (fokus) pada titik TP (sesuai gejala
penyakit) atau TP (hasil deteksi). Dilakukan setelah GT dengan durasi
sekitar 5-10 menit (untuk setiap titik).
Perubahan ini dapat terjadi dalam 1 x sesi terapi atau setelah beberapa kali
sesi terapi, hal ini diikuti dengan adanya perubahan yang dirasakan oleh
pasien (hilangnya gejala/rasa sakit yang dialami) walaupun penyakitnya
belum benar-benar sembuh.
2.3 Konsep Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Amalia Nurin, dkk, (2014)
a. Identitas Pasien
b. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah
3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang
lebih lanjut.
c. Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara
Denmark.
d. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan
asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak
2. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau makan anak rewel
dan gelisah, sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri
otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran napas lainnya.
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
4. Kebutuhan Dasar
a. Makan dan minum
Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB dan muntah.
b. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring.
c. BAK Tidak begitu sering.
d. Kenyamanan Mialgia, sakit kepala.
e. Hygine Penampilan kusut, kurang tenaga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien. TD menurun, nafas
sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kuku
Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada kelainan.
e. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
f. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
g. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak,
keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
h. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan
yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
i. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/tidak,
apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan,
apakah ada kesulitan dalam berbicara.
j. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena
jugularis.
k. Telinga
Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, bagaimanakan bentuk tulang
rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga.
l. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1. Inspeksi
a. Membran mukosa- faring tampak kemerahan
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema
c. Tampak batuk tidak produktif
d. Tidak ada jaringan parut dan leher
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
2. Palpasi
a. Adanya demam
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru. Jika
terdengar adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya. (Suriani,
2018).
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising
usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
n. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
o. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada
nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
Inspeksi : adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang dilakukan
oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini umumnya
dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan atau riwayat
penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ISPA diantaranya ada:
Pemeriksaan laboratorium, Rontgen thorax, Pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi
klien.
7. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data terakhir dikelompokkan lalu dianalisa data
sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan dapat dirumuskan
diagnosa masalah
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang didalamnya baik
berlangsung aktual maupun potensial yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon
pasien baik individu, keluarga ataupun komunitas, terhadap situasi yang berkaitan
mengenai kesehatan.
Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI (2016) adalah
sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
c. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi.
9. Intervensi Keperawatan
Keperawatan Intervensi Keperawatan yang digunakan pada pasien ISPA
menggunakan perencanaan keperawatan menurut (SIKI) standar intervensi
keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria hasil menggunakan standar
luaran keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SLKI, 2018).
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam bersihan jalan napas
meningkat. Kriteria hasil :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Gelisah menurun
4. Frekuensi napas membaik
5. Pola napas membaik
Intervensi :
Latihan batuk efektif
Definisi:melatih pasien yang tidak memliki kemampuan batuk secara efektif untuk
membersihkan laring,trakea dan bronkiolus dari secret atau benda asing di jalan
nafas
Tindakan:
Observasi
• Identifikasi kemampuan batuk
• Monitor adanya retensi sputum
• Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
• Monitor input dan output cairan (mis.jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
• Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
• Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
• Buang sekret pada tempat sputum.
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
• Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
• Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
• Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
4)
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
ISPA
Totok Punggung
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:-
Objektif: batik tidak efektif,tidak
Bersihan jalan
mampu batuk,sputum napas tidak
berlebih,mengi,wheezing atau ronkhi efektif
kering
Gejala dan tanda minor
Subjektif:dyspnea,sulit bicara,ortopnea
Objektif:gelisah,sianosis, bunyi napas
menurun,pola napas berubah
BAB III
METODE
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keptusan yang dibuat oleh peneliti
berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bias diterapkan (Setyosari, 2016).
Desain yang dapat digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus dengan metode
deskriptif.
3.2 Subjek Studi Kasus
Subjek penelitian dapat meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel
penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Alimul Aziz,2012).
Subjek studi kasus dalam penelitian ini adalah tiga orang korban bencana alam erupsi
gunung semeru yang mengalami ISPA.
Kriteria untuk sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.2.1 Kriterian inklusi:
1. Klien berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan
2. Subyek terdiri dari 3 orang klien dengan kasus ISPA
3. Klien yang terdiagnosis ISPA
4. Kelompok usia 26-54 tahun
3.2.2 Kriteria Eksklusi:
1. penyakit atau gangguan syaraf
2. adanya luka atau gangguan integritas kulit dan jaringan pada area atau
titik tindakan totok punggung, yang cenderung memperparah
perlukaan
2. Waktu Penelitian
penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari 2022
3.4 Fokus Studi Penelitian
Dalam asuhan keperawatan peneliti menggunakan Sebagai salah satu tindakan
keperawatan terapi komplementer yang
dapat diberikan pada korban bencana alam erupsi semeru yang mengalami ISPA yaitu
terapi Totok Punggung