Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan

salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium

yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan

dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah

kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan

penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan

target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan

usaha keras yang terus menerus (Kemenkes RI, 2012).

WHO menjelaskan bahwa untuk mencapai target Millennium

Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai

dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun. WHO memperkirakan

masih lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin.

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu, sebesar 25%

kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan,

plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta

dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan

(Harsono, 2014)

Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena

retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran.


2

Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post

partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam

jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika

tidak mendapat perawatan medis yang tepat (Rara, 2014).

Angka Kematian Ibu masih sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka

kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar

359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika

dibandingkan dengan negara–negara tetangga. Lima penyebab kematian ibu

terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus

lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga

penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan

(HDK), dan infeksi (Kemenkes, 2013)

Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (atonia

uteri; 50-60%, sisa plasenta; 23-24%, retensio plasenta; 16-17%, persalinan

dengan laserasi jalan lahir; 4-5% dan kelainan darah ; 0,5-0,8%). Perdarahan

terjadi 10 kali lebih sering pada saat persalinan (Dian, 2011).

Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan

merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu

melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh

perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43% (Rara, 2014).

Jumlah Kematian Ibu yang dilaporkan adalah 163 orang dari

perhitungan AKI tahun 2011 sebesar 158/100.000 LH. Sementara Angka


3

Kematian Ibu (AKI) di Aceh, bila dibandingkan pada tahun 2010 terjadi

penurunan dari 193/100000 menjadi 158/100.000 LH di tahun 2011, di Aceh

Utara (20 kasus) kemudian dari kabupaten Bireun (16 kasus) Aceh Tamiang

(13 kasus) Aceh Timur dan Pidie masing - masing sebanyak 12 kasus.

Penyebab kematian bahwa perdarahan (38%) kemudian Eklamsi (20%) dan

infeksi (4%), kasus lain sebagai penyebab memberi kontribusi 37% ( Profil

Aceh,2011).

Insidens hemoragi postpartum akibat retensio plasenta dilaporkan

berkisar 16%-17% di Aceh, selama 3 tahun (2010-2012) didapatkan 146

kasus rujukan hemoragi postpartum akibat retensio plasenta. Dari sejumlah

kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu

(Rara, 2014).

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup kedunia luar, dan rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

Kesulitan dalam kehamilan dan persalinan dapat pula disebabkan oleh

kelainan pada alat kandungan (Mochtar, 2012).

Perdarahan pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan darah

sebanyak lebih dari 500 ml setelah kala tiga persalinan selesai. Dalam praktek,

cukup sulit untuk mengukur jumlah kehilangan darah paska persalinan secara

tepat dan jumlahnya sering diperkirakan terlalu rendah (Prawirohardjo, 2010)

Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Perdarahan postpartum

merupakan penyebab penting kematian maternal khususnya di negara


4

berkembang. Faktor-faktor yang menyebabkan perrdarahan postpartum adalah

grandemultiipara, jarak persalinan pendek kurang dari dua tahun (Manuaba,

2010).

Salah satu penyebab kematian ibu pada sebagian besar kasus

perdarahan dalam masa nifas yang terjadi adalah karena retensio plasenta,

sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat

diwujudkan dengan upaya peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan

khususnya dalam pertolongan persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan

Obstetric Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetric

Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) . Retensio plasenta merupakan

komplikasi persalinan yang cukup serius, karena dalam waktu singkat ibu bisa

mengalami perdarahan post partum dan hal ini juga dapat menyebabkan ibu

jatuh dalam keadaan syok, anemis, infeksi, bahkan kematian (Endang, 2012).

Kejadian retensio plasenta juga berkaitan dengan grandemultipara

dengan implantansi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, akreta, inkreta

dan perkreta serta memerlukan tindakan plasenta manual segera bila terdapat

riwayat perdarahan postpartum berulang (Manuaba, 2010).

Kejadian retensio plasenta ini juga dapat berkaitan dengan usia ibu

yang tidak dalam usia reproduksi yang sehat dimana  wanita yang melahirkan

anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor

resiko terjadinya perdarahan pascapersalinan (Prawiroharjo,2010)

Menurut khotijah (2014) tentang Hubungan Usia Dan Paritas Dengan

Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin didapatkan hasil Usia ibu
5

bersalin sebagian besar tidak beresiko sebanyak 124 orang (67,4%). Paritas

ibu bersalin sebagian besar tidak beresiko sebanyak 172 orang (93,5%). Ada

hubungan antara usia dengan kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin di

RSUD Banjarnegara Tahun 2011 (p = 0,028).

Berdasarkan penelitian Ummiati (2013) tentang Karakteristik

Terjadinya Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum

Daerah Syekh Yusuf Kab.Gowa hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa

dari faktor umur 68%, faktor paritas 60,8%, faktor jarak kehamilan 63,9%

mengalami resiko tinggi retensio plasenta.

Menurut penelitian Endang (2012) tentang Hubungan antara Umur dan

Paritas Ibu dengan Kejadian Retensio Plasenta didapatkan umur ibu bersalin

mayoritas 20-35 tahun sebanyak 40 orang (68,9%) dan paritas mayoritas

primipara sebanyak 38 orang (65,5%). Sedangkan ibu bersalin yang

mengalami retensio plasenta sebanyak 19 orang (32,8%). Hasil analisa data

untuk umur dengan Uji Chi Square diperoleh χ² hitung 13,6 dan χ² tabel 3,84

jadi χ² hitung > χ² tabel maka Ho ditolak.Untuk paritas dengan Uji Chi

Square diperoleh χ² hitung 6,7 dan χ² tabel 3,84 jadi χ² hitung > χ² tabel maka

Ho ditolak.

Berdasarkan penelitian Mayang (2012) tentang Hubungan Faktor

Risiko Ibu Bersalin Dengan Retensio Plasenta didapatkan, responden yang

mengalami retensio plasenta, umur yang berisiko tinggi sebanyak 50,0%,

Sebanyak 91,7% multipara, dan Terdapat 38,3% yang memiliki riwayat

kehamilan dan persalinan terdahulu di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun


6

2011 – 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara umur yang berisiko tinggi (P=0,041, OR=2,158); multipara

(P=0,00, OR=11,000); memiliki riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu

(P=0,046, OR=2,247).

Menurut penelitian Ajeng (2013) tentang Karakteristik Ibu Bersalin

Dengan Retensio Plasenta Di Rsud Radmattaher Jambi Tahun 2012 bahwa

angka kejadian retensio plasenta berdasarkan interval kelahiran yaitu

tertinggi dengan jarak < 2 Tahun sebanyak 39 orang (54,9%) dan yang

terendah interval kelahiran pada jarak >2 Tahun sebanyak 32 orang (45,1%)

dan kasus retensio plasenta berdasarkan persalinan masa lalu dengan plasenta

lahir normal sebanyak 48 orang (67,6%), Sedangkan yang pernah mengalami

retensio plasenta berjumlah 14 orang (19,7%) dan yang mengalami

perdarahan sebanyak 9 orang (12,7%).

Menurut data yang di peroleh di Rumah Sakit Umum Langsa Tahun

2014 terdapat 55 kasus retensio placenta sedangkan pada Bulan Januari –

Maret 2015 terdapat 18 kasus kejadian retensi plasenta.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian Hubungan Usia dan Paritas Terhadap Terjadinya Retensio Plasenta

di Ruang Bersalin BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti membuat perumusan

masalah bagaimanakah Hubungan Usia dan Paritas Terhadap Terjadinya


7

Retensio Plasenta di Ruang Bersalin BLUD Langsa Januari 2014 – Maret

2015.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Usia dan Paritas Terhadap Terjadinya

Retensio Plasenta di Ruang Bersalin BLUD Langsa Januari 2014 – Maret

2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Hubungan Usia Terhadap Terjadinya Retensio

Plasenta di Ruang Bersalin BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015.

2. Untuk mengetahui Hubungan Paritas Terhadap Terjadinya Retensio

Plasenta di Ruang Bersalin BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan

bagi proses penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan

retensio plasenta.

1.4.2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

penulis dan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama berada di


8

bangku kuliah dan meningkatkan keterampilan penulis dalam melakukan

penelitian ilmiah.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu dan biaya maka

penulis hanya mengambil variabel penelitian yang yang ditinjau dari Usia

dan Paritas Terhadap Terjadinya Retensio Plasenta di Ruang Bersalin

BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015.

1.6. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan peneliti bahwa penelitian tentang Hubungan Usia

dan Paritas Terhadap Terjadinya Retensio Plasenta di Ruang Bersalin

BLUD Langsa sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

1. Mayang (2012) tentang Hubungan Faktor Risiko Ibu Bersalin Dengan

Retensio Plasenta didapatkan, responden yang mengalami retensio

plasenta, umur yang berisiko tinggi sebanyak 50,0%, Sebanyak 91,7%

multipara, dan Terdapat 38,3% yang memiliki riwayat kehamilan dan

persalinan terdahulu di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2011 –

2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara umur yang berisiko tinggi (P=0,041, OR=2,158);

multipara (P=0,00, OR=11,000); memiliki riwayat kehamilan dan

persalinan terdahulu (P=0,046, OR=2,247).


9

2. Ummiati (2013) tentang Karakteristik Terjadinya Retensio Plasenta

Pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf

Kab.Gowa hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari faktor umur

68%, faktor paritas 60,8%, faktor jarak kehamilan 63,9% mengalami

resiko tinggi retensio plasenta. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa semakin tua umur ibu, semakin tinggi jumlah paritas dan

semakin dekat jarak kelahiran akan semakin tinggi resiko terjadinya

retensio plasenta pada ibu bersalin.

3. Endang (2012) tentang Hubungan antara Umur dan Paritas Ibu dengan

Kejadian Retensio Plasenta didapatkan umur ibu bersalin mayoritas 20-35

tahun sebanyak 40 orang (68,9%) dan paritas mayoritas primipara

sebanyak 38 orang (65,5%). Sedangkan ibu bersalin yang mengalami

retensio plasenta sebanyak 19 orang (32,8%). Hasil analisa data untuk

umur dengan Uji Chi Square diperoleh χ² hitung 13,6 dan χ² tabel 3,84

jadi χ² hitung > χ² tabel maka Ho ditolak.Untuk paritas dengan Uji Chi

Square diperoleh χ² hitung 6,7 dan χ² tabel 3,84 jadi χ² hitung > χ² tabel

maka Ho ditolak.

Penelitian ini dengan penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu meneliti

tentang retensio plasenta hanya saja terdapat perbedaan beberapa variabel dan

tempat serta waktu penelitian.

Anda mungkin juga menyukai