Anda di halaman 1dari 14

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum Tempat Peneitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa didirikan pada tahun

1915 oleh Pemerintah Kolonial Belanda diatas areal tanah seluas 35.800 M²,

yang merupakan Rumah Sakit rujukan atas mata rantai sistim kesehatan di

Pemerintah Kota Langsa. Berdasarkan SK Menkes RI No.

51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi

Rumah Sakit dalam klasifikasi tipe C. Kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan

klasifikasinya menjadi Rumah Sakit tipe B non pendidikan berdasarkan surat

keputusan Menteri Kesehatan RI No. 479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei

1997. Kemudian berdasarkan Kepres No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi

Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (BPK RSUD) Kota

Langsa dan telah ditetapkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa No. 5

tahun 2005.

Batas – batas wilayah Rumah Sakit Umum Daerah Langsa adalah :


1. Sebelah barat berbatasan dengan kantor PLN
2. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Sidorejo
3. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Ahmad Yani
4. Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Sidorejo
Sarana dan prasarana yang tersedia di BLUD Kota Langsa terdiri dari:

13 unit instalasi rawat jalan yaitu poli umum, poli kesehatan anak, poli gigi dan

28
mlut, pol mata,poli paru, poli THT, poli bedah, poli kebidanan, poli penyakit

kulit dan kelamin, poli penyakit dalam, poli jiwa, poli jantung dan poli syaraf.

12 ruang rawat inap, Ruang rawat inap terdiri atas super VIP, kelas utama A,

kelas utama B, kelas 2, RPA, RPBA, kelas 3, ruang neonatus, ruang bersalin

dan ruang THT/mata. Operasional rumah sakit didukung oleh 46 orang tenaga

medis dengan kualifikasi 22 orang dokter ahli, 20 orang dokter umum 4 orang

dokter gigi, 318 orang tenaga paramedis, dan 200 orang non medis/

administrasi.

RSUD Kota Langsa mempunyai tugas pokok dan fungsi berdasarkan

Qanun Pemerintah Kota Langsa No. 5 tahun 2005, berupa :

1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan

secara serasi dan terpadu dengan tidak meninggalkan upaya meningkatkan

dan pencegahan serta melaksanakan pusat rujukan, melaksanakan

pendidikan tenaga kesehatan, penelitian, pengembangan ilmu kedokteran

dan ilmu keperawatan.

2. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu berdasarkan standar

pelayanan Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip profesional dan islami.

28
5.2. Hasil Penelitian

5.2.1. Retensio Plasenta

Tabel 5.2.2
Distribusi Frekuensi Retensio Plasenta Di BLUD Langsa
Januari 2014 – Maret 2015

No Retensio Plasenta Frekuensi Persentase


(f) (%)
1 Plasenta Akreta 39 53,4
2 Plasenta Inkreta 24 52,9
3 Plasenta Perkreta 10 13,7
Jumlah 73 100
sumber ; Data Primer yang Diolah Pada Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari 73 ibu bersalin mayoritas ibu

yang mengalami plasenta akreta yaitu 39 ibu (53,4%) dan minoritas ibu yang

mengalami plasenta perkreta yaitu 10 ibu (13,7 %).

5.2.2. Usia

Tabel 5.2.2
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Di BLUD Langsa
Januari 2014 – Maret 2015
No Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Usia Reproduktif Sehat 48 65,8
2 Usia Reproduktif Beresiko 25 34,2

Jumlah 73 100
Sumber : Data Primer yang Diolah Pada Tahun 2015

Dapat dilihat pada tabel 5.2 2 bahwa dari 73 ibu bersalin dominan ibu dengan

usia reproduktif sehat yaitu 48 ibu (65,8%) sedangkan ibu dengan usia

reproduktif beresiko yaitu 25 ibu (34,2%).

28
5.2.3. Paritas

Tabel 5.2.3
Distribusi Frekuensi Paritas Di BLUD Langsa
Januari 2014 – Maret 2015

No Paritas Frekuensi Persentase


(f) (%)
1 Primipara 19 26

2 Multipara 23 31,5

3 Grandemultipara 31 42,5

Jumlah 73 100
sumber ; Data Primer yang Diolah Pada Tahun 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 73 ibu bersalin mayoritas ibu

grandemultipara sejumlah 31 orang (42,5%) dan minoritas ibu primipara

sejumlah 19 orang (26%).

28
5.2.4. Usia Ibu Terhadap Kejadian Retensio Plasenta

Tabel 5.2.4
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Terhadap Kejadian Retensio Plasenta
Di BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015

Retensio Plasenta Total P-


N Usia Plasenta Plasenta Plasenta Value
o Akreta Inkreta Perkreta
F % F % F % F %

1 Usia 30 62,5 16 33,3 2 4,2 48 100% 0,003


Reproduktif
Sehat
2 Usia 9 36 8 32 8 32 25 100%
Reproduktif
Beresiko
Jumlah 39 24 10 73 100%
Sumber : Data Primer (Diolah tahun 2015)

Dari hasil tabel 5. 2 .4 di atas dapat disimpulkan bahwa dari 48 ibu bersalin

yang mengalami plasenta akreta dengan usia reproduktif sehat sebanyak 30 ibu

(62,5%), yang mengalami plasenta inkreta dengan usia reproduktif sehat sebanyak

16 ibu (33,3%) dan yang mengalami plasenta perkreta dengan usia reproduktif sehat

sebanyak 2 ibu (4,2%). Sedangkan dari 25 ibu bersalin yang mengalami plasenta

akreta dengan usia reproduktif beresiko sebanyak 9 ibu (36 %), yang mengalami

plasenta inkreta dan perkreta dengan usia reproduktif beresiko sebanyak 8 ibu (32 %).

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan P value (0,003) < 0,05 sehingga

hipotesis alternatif H0 ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian retensio plasenta.

28
5.2.5. Paritas Ibu Terhadap Kejadian Retensio Plasenta

Tabel 5.2.5
Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Terhadap Kejadian Retensio Plasenta
Di BLUD Langsa Januari 2014 – Maret 2015
Retensio Plasenta Total P-
N Paritas Plasenta Plasenta Plasenta Valu
o Akreta Inkreta Perkreta e
F % F % F % F %

1 Primipara 7 36,8 9 47,4 3 15,8 19 100% 0,040


2 Multipara 10 43,5 7 30,4 6 26,1 23 100%

3 Grandemulti 22 71 8 25,8 1 3,1 31 100%


para
Jumlah 39 24 10 73 100%
Sumber : Data Primer (Diolah tahun 2015)

Berdasarkan tabel 5.2.5 dapat disimpulkan bahwa dari 31 ibu bersalin yang

mengalami plasenta akreta dengan paritas grandemultipara sebanyak 22 ibu (71%),

yang mengalami plasenta inkreta dengan paritas grandemultipara sebanyak 8 ibu

(25,8%) dan yang mengalami plasenta perkreta dengan paritas grandemultipara

sebanyak 1 ibu (3,1%). Sedangkan dari 19 ibu bersalin yang mengalami plasenta

inkreta dengan paritas primipara sebanyak 9 ibu (47,4 %), yang mengalami plasenta

akreta dengan paritas primipara sebanyak 7 ibu (36,8 %) dan yang mengalami

plasenta perkreta dengan paritas primipara sebanyak 3 ibu (15,8 %).

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan P value (0,040) < 0,05 sehingga

hipotesis alternatif H0 ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian retensio plasenta.

5.3. Pembahasan

28
5.3.1. Retensio Plasenta

Berdasarkan tabel 5.3.1. dapat dilihat bahwa dari 73 ibu bersalin

mayoritas ibu yang mengalami plasenta akreta yaitu 39 ibu (53,4%) dan

minoritas ibu yang mengalami plasenta perkreta yaitu 10 ibu (13,7 %).

Retensio plasenta disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor

maternal dan faktor uterus. Faktor maternal antara lain: gravida berusia lanjut,

faktor uterus: bekas sectio caesarea, bekas kuretase, riwayat retensio plasenta

pada persalinan terdahulu, riwayat endometritis. Retensio plasenta juga

disebabkan oleh multiparitas dan faktor plasenta yaitu implantasi plasenta

seperti plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta

perkreta.

Retensio plasenta merupakan komplikasi persalinan yang cukup

serius, karena dalam waktu singkat ibu bisa mengalami perdarahan post

partum dan hal ini juga dapat menyebabkan ibu jatuh dalam keadaan syok,

anemis, infeksi, bahkan kematian.

Meurut hasil penelitian Endang (2012) tentang Hubungan Usia Dan

Paritas dengan Kejadian Retensio Plasenta dapat disimpulkan bahwa ibu

bersalin di Puskesmas Jagir Surabaya mayoritas tidak mengalami retensio

plasenta yaitu sebanyak 39 orang (67,2%) dibandingkan yang mengalami

retensio plasenta sebanyak 19 orang (32,8%).

5.3.2. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Retensio Plasenta

28
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada kecendruungan

hubungan antara usia ibu dengan kejadian retensio plasenta. Dapat diketahui

bahwa dari 48 ibu bersalin yang mengalami plasenta akreta dengan usia

reproduktif sehat sebanyak 30 ibu (62,5%), yang mengalami plasenta inkreta

dengan usia reproduktif sehat sebanyak 16 ibu (33,3%) dan yang mengalami

plasenta perkreta dengan usia reproduktif sehat sebanyak 2 ibu (4,2%)..

Sedangkan dari 25 ibu bersalin yang mengalami plasenta akreta dengan usia

reproduktif beresiko sebanyak 9 ibu (36 %), yang mengalami plasenta inkreta

dan perkreta dengan usia reproduktif beresiko sebanyak 8 ibu (32 %).

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan P value (0,003) < 0,05

sehingga hipotesis alternatif H0 ditolsk, artinya ada hubungan yang signifikan

antara usia ibu dengan kejadian retensio plasenta.

. Dapat disimpulkan bahwa dari 73 ibu bersalin mayoritas ibu dengan

usia reproduktif sehat yaitu 48 ibu (65,8%) dan minoritas ibu dengan usia

reproduktif beresiko yaitu 25 ibu (34,2%).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Miftahul Jannah (2013)

didapatkan tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian retensio plasenta

(p= 0,198), tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensi plasenta

(p= 0,906), tidak ada hubungan antara riwayat retensio plasenta dengan

kejadian retensio plasenta (p= 0,180) dan tidak ada hubungan antara riwayat

SC dengan kejadian retensio plasenta (p= 1,000). Tenaga kesehatan, bidan

khususnya diharapkan dapat mendeteksi secara dini adanya komplikasi pada

28
kehamilan terutama pada ibu dengan faktor resiko terjadinya retensio

plasenta.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Endang (2012) didapatkan umur ibu

bersalin mayoritas 20-35 tahun sebanyak 40 orang (68,9%) dan paritas

mayoritas primipara sebanyak 38 orang (65,5%). Sedangkan ibu bersalin yang

mengalami retensio plasenta sebanyak 19 orang (32,8%). Hasil analisa data

untuk umur dengan Uji Chi Square diperoleh χ² hitung 13,6 dan χ² tabel 3,84

jadi χ² hitung > χ² tabel maka Ho ditolak.Untuk paritas dengan Uji Chi Square

diperoleh χ² hitung 6,7 dan χ² tabel 3,84 jadi χ² hitung > χ² tabel maka Ho

ditolak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan khotijah (2014) tentang Hubungan

Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin

didapatkan hasil Usia ibu bersalin sebagian besar tidak beresiko sebanyak

124 orang (67,4%). Paritas ibu bersalin sebagian besar tidak beresiko

sebanyak 172 orang (93,5%). Ada hubungan antara usia dengan kejadian

retensio plasenta pada ibu bersalin di RSUD Banjarnegara Tahun 2011 (p =

0,028). Ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensio placenta pada

ibu bersalin di RSUD Banjarnegara Tahun 2011 (p = 0,017).

Menurut asumsi peneliti umur seorang ibu dapat menjadi faktor resiko

terjadinya retensio plasenta. Karena umur ibu berkaitan dengan alat

reproduksi wanita umur reproduksi yang sehat dan aman. Kehamilan di usia

<20 tahun dan >35 tahun dapat menyebabkan terjadinya retensio plasenta. Ibu

28
yang mempunyai usia <20 tahun belum sempurnanya organ reproduksi untuk

menghadapi kehamilan sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan

kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang

sering menimpa ibu pada usia tersebut.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor predisposisi terjadinya

retensio plasenta adalah usia maternal >35 Tahun. Faktor yang mempengaruhi

retensio plasenta adalah umur >35 Tahun, karena dapat meningkatkan resiko

terjadinya komplikasi dalam kehamilan maupun persalinan. Berdasarkan

hasilpenelitian banyak ibu yang mengalami retensio plasenta pada umur

reproduksi sehat.

Umur/ usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

status kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur relative

mudah atau sebliknya terlalu tua cenderung mudah untuk mengalami

komplikasi kesehatan dibandingkan dengan ibu dengan kurun reproduksi

sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini erat kaitannya dengan kematangan sel-sel

reproduksi, Tingkat kerja organ reproduksi serta tingkat pengetahuan dan

pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan. Hubungan

dengan resiko terjadinya retensio plasenta, dikatakan bahwa angka kejadian

retensio plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu

hamil primigravida usia di atas 35 tahun.

Hal ini disebabkan pada umur <20 tahun organ reproduksi belum

dapat berfungsi dengan baik, myometrium tidak bisa berkontraksi dan retraksi

28
dengan maksimal maka proses pelepasan plasenta dari tempat implantasinya

juga terganggu yang akhirnya menyebabkan retensio plasenta. Sedangkan

untuk umur >35 tahun sering mengalami kekakuan jaringan sehingga

miometrium juga tidak dapat bekerja dengan maksimal.

5.3.3. Hubungan Paritas Ibu Dengan Kejadian Retensio Plasenta

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada kecendruungan

hubungan antara usia ibu dengan kejadian retensio plasenta. Dapat diketahui

dari 31 ibu bersalin yang mengalami plasenta akreta dengan paritas

grandemultipara sebanyak 22 ibu (71%), yang mengalami plasenta inkreta

dengan paritas grandemultipara sebanyak 8 ibu (25,8%) dan yang mengalami

plasenta perkreta dengan paritas grandemultipara sebanyak 1 ibu (3,1%).

Sedangkan dari 19 ibu bersalin yang mengalami plasenta inkreta dengan

paritas primipara sebanyak 9 ibu (47,4 %), yang mengalami plasenta akreta

dengan paritas primipara sebanyak 7 ibu (36,8 %) dan yang mengalami

plasenta perkreta dengan paritas primipara sebanyak 3 ibu (15,8 %).

Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan P value (0,040) < 0,05

sehingga hipotesis alternatif H0 ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan

antara usia ibu dengan kejadian retensio plasenta.

Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan antar

usia ibu dengan kejadian retensio plasenta. Dapat dilihat dari tabel 5.2.4 yaitu

bahwa mayoritas ibu grandemultipara sejumlah 31 orang (42,5%) dan

28
minoritas ibu primipara sejumlah 19 orang (26%). Lebih banyak ibu dengan

paritas grandemultipara yang mengalami retensio plasenta dibandingkan ibu

dengan paritas primipara dan multipara.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Mayang (2012) tentang Hubungan

Faktor Risiko Ibu Bersalin Dengan Retensio Plasenta didapatkan, responden

yang mengalami retensio plasenta, umur yang berisiko tinggi sebanyak

50,0%, Sebanyak 91,7% multipara, dan Terdapat 38,3% yang memiliki

riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu di RSUD Raden Mattaher Jambi

tahun 2011 – 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara umur yang berisiko tinggi (P=0,041, OR=2,158);

multipara (P=0,00, OR=11,000); memiliki riwayat kehamilan dan persalinan

terdahulu (P=0,046, OR=2,247).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Miftahul Jannah (2013)

didapatkan tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian retensio plasenta

(p= 0,198), tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensi plasenta

(p= 0,906), tidak ada hubungan antara riwayat retensio plasenta dengan

kejadian retensio plasenta (p= 0,180) dan tidak ada hubungan antara riwayat

SC dengan kejadian retensio plasenta (p= 1,000). Tenaga kesehatan, bidan

khususnya diharapkan dapat mendeteksi secara dini adanya komplikasi pada

kehamilan terutama pada ibu dengan faktor resiko terjadinya retensio

plasenta.

28
Menurut asumsi peneliti paritas mempunyai pengaruh terhadap

kejadian retensio plasenta. Pada ibu yang telah mengalami lebih dari 3 kali

melahirkan, maka akan terjadi kemunduran fungsi endometrium. Sehingga

akan mengakibatkan resiko tinggi ibu mengalami retensio plasenta. Semakin

tinggi jumlah patitas ibu maka akan semakin meningkatkan resiko ibu

mengalami retensio plasenta saat melahirkan.

Paritas yang berpotensi mengalami retensio plasenta adalah pada

multipara dan grandemultipara. Pada multipara terjadi kemunduran dan cacat

pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas

implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi

menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin, plasenta akan

mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding

uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai

perkreta. Selain itu juga, pada multipara dan grandemultipara terjadi

penurunan elastisitas uterus sehingga miometrium tidak dapat berkontraksi

dan beretraksi dengan maksimal yang mengakibatkan terjadinya retensio

plasenta.

Paritas lebih dari empat mempunyai risiko besar untuk terjadinya

perdarahan pasca persalinan karena pada multipara otot uterus sering

diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lebih

lemah. Paritas besar pengaruhnya terhadap kejadian retensio plasenta pada

ibu bersalin, terutama paritas yang tinggi. Ibu yang pernah melahirkan 5

28
(lima) kali atau lebih, memiliki rahim yang teregang berlebihan sehingga

menciptakan banyak ruangan kosong yang berisikoterjadi kelainan pada

plasenta.

28

Anda mungkin juga menyukai