Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR YANG MEMPENGRUHI SISWA

DALAM MELAKUKAN BULLYING


Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Perbaikan UAS Mata Kulia Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing Jufrianto, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh:
Fauzan ( 33412001139 )
Keperawatan 2D

JURUSAN KESEHATAN PRODI DII KEPERAWATAN


POLITEKNIK NEGERI MADURA
2021/2022
A. Latar Belakang, Penyebab , Dampak , Serta Penanggulangan Aksi Bullying .

Sekarang ini berbagai macam masalah tengah melanda dunia pendidikan di Indonesia. Salah
satunya adalah kekerasan atau bullying baik oleh guru terhadap siswa maupun siswa dengan
siswa lainnya. Bentuk kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik saja tetapi juga secara
psikologis. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah, tempat bermain, di
rumah, di jalan, dan di tempat hiburan. Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi kekerasan atau
bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin banyak menghiasi deretan berita di
halaman media cetak maupun elektronik.

Misalnya kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya
bagian kecilnya saja. Masalah itu akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan
berkesinambungan dari akar persoalannya. Perlu dipikirkan mengenai resiko yang dihadapi
anak, dan selanjutnya dapat dicarikan jalan keluar untuk memutus rantai kekerasan yang
saling berkelit-berkelindan tanpa habis-habisnya. Tentunya, berbagai pihak bertanggung
jawab atas kelangsungan hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus
dipenuhi oleh negara, orang tua, guru, dan masyarakat. Diperlukan komitmen bersama dan
langkah nyata untuk mecegah kekerasan (bullying) di sekolah.

Secara harfiah,  kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah.
Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok
orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental.Menurut
Ken Rigby bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke
dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita, Aksi ini dilakukan secara Iangsung oleh
seseorang atau kelompok yang Iebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan
dilakukan dengan perasaan senang.

Olweus (Flynt&Morton, 2006) mengartikan bullying sebagai suatu perilaku agresif yang
diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali
dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat
keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya. Hergert (Flynt&Morton, 2006)
mendefinisikan bullying dengan aggresi secara bebas atau perilaku melukai secara penuh
kepada orang lain yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu. Bullying dapat
dilakukan secara fisik (menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang,
dan sebagainya), verbal ( menghina, memaki, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di
depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah dan sebagainya), dan psikologis
(memandang sinis, mengancam, mempermalukan, mengucilkan, mencibir, mendiamkan, dan
sebagainya).

Bentuk bullying  bermacam-macam. Sebenarnya di antara kasus-kasus bullying jarang yang


berbentuk kekerasan fisik atau berupa kekerasan mental yang berat. Bullying lebih sering
berupa gangguan yang ditujukan secara individu dalam bentuk gangguan-gangguan ringan
dan komentar-komentar yang tidak berbahaya. Namun demikian, karena gangguan bersifat
konstan dan tidak menunjukkan belas kasihan, maka menjadi serangan yang agresif . Faktor
umum dalam semua insiden bullying adalah adanya intensi dari pengganggu untuk
meremehkan dan merendahkan orang lain.
Pelaku bullying umumnya temperamental. Mereka melakukan bullying terhadap orang lain
sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa
tidak punya teman, sehingga ia menciptakan situasi bullying supaya memiliki “pengikut” dan
kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu
mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya sendiri.

Kemungkinan besar para pembully juga sekadar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan
alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di
rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang Iebih kuat darinya di
masa Ialu.

Olweus dalam Olweus Bully/victim questionnaire (Solberg & Olweus, 2003) membagi aspek-
aspek bullying meliputi:

Verbal = Mengatakan sesuatu yang berarti untuk menyakiti atau menertawakan seseorang
(menjadikannya bahan lelucon) dengan menyebut/menyapanya dengan nama yang menyakiti
hatinya, menceritakan kebohongan atau menyebarkan rumor yang keliru tentang seseorang.

Indirect = Sepenuhnya menolak atau mengeluarkan seseorang dari kelompok pertemanan


atau meninggalkannya dari berbagai hal secara disengaja atau mengirim catatan dan mencoba
membuat siswa yang lain tidak menyukainya.

Physical = Memukul, menendang, mendorong, mempermainkan atau meneror dan


melakukan hal-hal yang bertujuan menyakiti.

Maraknya beberapa kasus bullying, antara Iain dipicu oleh belum adanya kesamaan persepsi
antara pihak sekolah, orang tua maupun masyarakat dalam melihat pentingnya permasalahan
bullying serta penanganannya. Ditambah Iagi dengan belum adanya kebijakan secara
menyeluruh dari pihak pemerintah dalam rangka menanganinya.

Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai
berikut:

1. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa


2. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam
3. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.
4.  Adanya kedisiplinan  yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.
5. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

Kejadian di atas mencerminkan bahwa bullying  adalah masalah penting yang dapat terjadi di
setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap
komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua murid.

Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying (Astuti, 2008) yaitu:

 Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas atau rasisme.

Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat ekstrim) individu dengan
suatu kelompok dimana ia bergabung, jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota
kelompok tersebut, dapat menjadi faktor penyebab bullying. Sebagai contoh adanya
perbedaan kelas dengan anggapan senior – yunior, secara tidak langsung berpotensi
memunculkan perasaan senior lebih berkuasa daripada yuniornya. Senior yang
menyalahartikan tingkatannya dalam kelompok, dapat memanfaatkannya untuk mem-bully
yunior. Individu yang berada pada kelas ekonomi yang berbeda dalam suatu kelompok juga
dapat menjadi salah satu faktor penyebab bullying. Individu dengan kelas ekonomi yang jauh
berbeda dengan kelas ekonomi mayoritas kelompoknya berpotensi menjadi korban.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah bullying: Pertama, mengubah cara
mendidik dan cara memperlakukan siswa. Diakui atau tidak, perilaku siswa sebagiannya
adalah representasi dari cara guru dalam mendidik dan memperlakukan mereka. Jika perilaku
siswa buruk (termasuk di dalamnya tindakan bullying), maka pasti ada sesuatu yang kurang
dari metode yang digunakan guru dalam mendidik dan memperlakukan mereka.

Kedua, bangun jejaring kumunikasi yang aktif dengan para urangtua (Kohut, 2007: l67.
Berilah orangtua informasi yang up-to-date mengenai perkembangan kegiatan sekolah dan
anak mereka di sekolah. jika perlu, sekolah idealnya memiliki bagian khusus yang menangani
komunikasi dengan orangtua. Selama ini, komunikasi antara sekolah dan orangtua hanya
pada saat akhir semester, pembagian rapor, dan atau kenaikan kelas. Sudah saatnya pula
komunikasi ini ditingkatkan  kualitasnya. Banyak yang bisa dilakukan sebagai media
komunikasi antara guru dan orangtua. Misal, membuka hotline sekolah yang bisa dihubungi
orangtua setiap saat, website yang interaktif, atau majalah rutin berkala. Peningkalan kualitas
komunikasi setidaknya bisa meningkatkan partisipasi dan kedekatan orangtua dengan
sekolah,  yang pada akhimya juga adalah kedekatan komunikasi antara orangtua dan anak-
anak mereka. Komunikasi aktif  semacam ini jika terbangun akan bisa mengurangi bullying,
dan atau mengurangi dampaknya.

Ketiga, pemberian pemahaman yang tepat mengenai bullying terhadap para guru, siswa dan
orangtua melalui workshop, pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar. Pemberian
pemahaman ini bisa berupa materi tentang karakteristik bullying, pencegahan dan
penanganannya. Dengan demikian, para guru dapat mengantisipasi dan mengidentifikasi
perilaku bullying para siswa (Kohut, 2007: 167).

Keempat, deklarasikan kampanye anti-bullying yang melibatkan peran aktif semua unsur
sekolah, dari para guru, karyawan, siswa, dan para orangtua. Kampanye ini bisa berupa
poster-poster anti-bullying, pertunjukan-pertunjukan seni, atau apapun yang tema sentralnya
adalah anti-bullying. Cara ini, selain untuk mencegah perilaku bullying dan memberikan
pemahaman arti bullying terhadap semua unsur sekolah, juga bisa berfungsi sebagai media
pengalihan energi dan sumber daya murid untuk hal-hal yang positif.

Kelima, sebagai pencegahan sekaligus sebagai penanganan kasus bullying, sekolah perlu
menyediakan semacam bullying center bagi para siswa. Bimbingan Konseling di sekolah bisa
juga ditambahkan fungsi ini. Bagian ini berperan sebagai tempat pengaduan yang sangat
rahasia, artinya identitas korban pelapor akan dirahasiakan. Bagian ini juga berperan
memberikan konseling dan terapi bagi siswa korban maupun pelaku bullying. Karena jika
tidak segera dilakukan aksi-aksi yang lebih serius dan terorganisir, bullying ini akan
mereproduksi tindakan kekerasan yang ada di sekolah. Karena pelaku akan cenderung
mengulang perbuatannya dan korban bullying pun memiliki kecenderungan yang sangat besar
untuk melakukan tindakan bullying pula jika ada kesempatan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan (Mami Hajaroh, 2009) antara lain:

1. Meningkatkan kesadaran publik (public awareness raising)


2.   Pendidikan (education)
3. Pelatihan (training)
4. Layanan untuk perempuan, anak-anak, dan pemuda (services for women, children,
and young people)
5. Legislasi (legislation)
6. Strategi di tempat kerja (workplace strategies)

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi bullying secara khusus di
sekolah (Suwarjo, 2009) antara lain adalah:

1. Mengembangkan budaya peer yang positif

2. Mengembangkan dan menegakkan aturan sekolah

3. Mengembangkan hubungan positif antar guru, antar siswa, dan antara guru dengan siswa

4. Orang dewasa (orang tua, guru, masyarakat) perlu member teladan dengan tidak
menampilkan perilaku kekerasan

5. Menyertakan program anti bullying di sekolah, lembaga peribadatan, dan kegiatan


kemasyarakatan di mana remaja terlibat di dalamnya. Selama ini, pendidikan nilai di
lingkungan sekolah, sekedar berupa penyampaian pengetahuan (cognitive domain). Nilai-
nilai kemanusiaan seperti keadilan, demokrasi, kebebasan, solidaritas sosial, persamaan hak
dan hukum, dan lain-lain, tidak cukup hanya diajarkan, melainkan harus diteruskan sampai ke
dalam sikap dan perilaku (affective and psycho-motoric domain). Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara internalisasi nilai dan penyadaran melalui humanisasi pendidikan yang
dilakukan sejak dini (Assegaf, 2003:37). Pendidikan menghidupkan nilai (living values
education) sebagai cara mengkonseptualisasi pendidikan yang mempromosikan
pengembangan masyarakat belajar yang berdasarkan nilai dan menempatkan pencarian arti
dan tujuan pada inti pendidikan relevan untuk dikembanghkan (Drake, 2009)

Kiranya berbagai pihak, seperti: keluarga, masyarakat, termasuk sekolah yang merupakan
tripusat pendidikan, berperan dalam mengembalikan hak anak, karena melalui peraturan
perundangan tentang perlindungan anak, negara telah menjamin hak asasi anak. Setiap
institusi pendidikan perlu berefleksi supaya kekerasan di sekolah tidak lagi mengakar.
Pendidikan untuk pembangunan karakter merupakan prioritas. Selain itu, pemerintah juga
perlu memberikan jaminan keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat
dengan menciptakan kondisi yang kondusif bagi tersemainya nilai-nilai solidaritas, toleransi,
dan perdamaian.

B.Makna Bullying

Bullying sendiri dapat diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang
atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya.  Dalam
peristiwa tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor penyebab bullying adalah senioritas.
Senioritas ini dapat disebut sebagai salah satu perilaku bullying yang seringkali terjadi. Bagi
mereka melakukan perbuatan bullying sekadar keinginan untuk hiburan, penyaluran dendam,
iri hati atau mencari popularitas, bahkan  melanjutkan tradisi atau menunjukkan kekuasaan.

Bullying sering dialami oleh siswa-siswa sekolah menengah di seluruh Indonesia. Dan karena
salah paham, tindakan semacam ini dianggap sesuatu yang wajar, tanpa ada yang menyadari
dampak jangka panjang yang ditimbulkan baik pada korban juga pelaku bullying. Akibatnya,
tindakan bullying terus terjadi sampai terkadang menimbulkan korban jiwa dan trauma
berkepanjangan, yang tentunya menghambat proses belajar dan proses perkembangan jiwa
seorang anak. Sama halnya yang dirasakan oleh Okke Budiman selaku korban bullying yang
dilakukan oleh seniornya. Hanya karena kesalahan yang sepele bisa berdampak buruk bagi si
korban bullying.

Bullying bisa berdampak dalam jangka pendek, jangka panjang bahkan dapat memicu
kematian.  Berdasarkan permasalahan diatas dapat dilihat bahwa korban mengalami dampak
jangka panjang akibat bullying yang dilakukan oleh seniornya. Tindak kekerasan di sekolah
juga berdampak pada ingin pindahnya atau keluarnya seorang siswa dari sekolah dan sering
tidak masuk sekolah. Selain itu juga mengakibatkan perasaan rendah diri, dan prestasi
akademik terganggu. Sama halnya yang dilakukan oleh orangtua korban yang lebih memilih
mengeluarkan anaknya dari sekolah daripada harus terus berurusan sekolah disitu yang
nantinya akan menimbulkan dampak lebih buruk lagi.

Untuk itu,korban pembullyingan ini dapat diberikan dukungan dan komitmen dari semua
pihak agar dapat mengurangi tindakan bullying di sekolah dan menciptakan lingkungan
sekolah yang positif dan sehat. Sebaiknya seluruh pihak, baik orang tua dan guru perlu
melakukan sesuatu karena bullying menimbulkan trauma dan sangat berpengaruh terhadap
masa depan anak-anak mereka. Anak-anak juga perlu dibimbing agar mereka menyadari
bahwa perilaku bullying sangat merugikan dan mengarah pada tindakan melanggar hukum.
Solusi yang dapat meminimalisir tindakan bullying adalah memberikan pemahaman yang
tepat mengenai bullying terhadap para guru, siswa dan orangtua melalui workshop, pelatihan-
pelatihan atau seminar-seminar. Pemberian pemahaman ini bisa berupa materi tentang
karakteristik bullying, pencegahan dan penanganannya. Dengan demikian, para guru dapat
mengantisipasi dan mengidentifikasi perilaku bullying para siswa. Apapun alasannya, tidak
ada pembenaran terhadap kekerasan, karena sekecil apapun itu, kekerasan tetap merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi dan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan (bullying) terhadap
anak di sekolah juga merupakan pelanggaran terhadap hak anak.

Bullying dalam pendidikan sebenarnya sudah lama ada dalam bentuk kekerasan fisik, verbal
dan psikologis, kekerasan yang menyakiti seseorang secara fisik seperti memukul,
menampar, menjitak , meminta paksa barang dsb, sehingga menimbulkan penderitaan,
kecacatan bahkan sampai kematin. Dampak dari bullying sangat merugikan penderitaaan
misalnya anak mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menimbulkan
gangguan mental di masa yang akan datang, dan anak tidak mau pergi ke sekolah, hilang
konsentrasi sehingga prestasinya menurun drastis. Untuk mengatasi masalah konseling sangat
dibutuhkan. Konselor bekerja sama dengan orang tua ,masyarakat, kepoilsian dan penegak
hukunm untuk memberi pengertian kepada para pelajar dan mahasiswa bahwa bullying
sangat merugikan.

ANALISIS TERKAIT KASUS BULLIYING


1. Tujuan penelitian

A. Mengetahui bentuk komunikasi antar siswa kelas tinggi, dan komunikasi siswa
dan guru di sekolah tersebut.
B. Mengetahui bentuk tindakan bulliying yang terjadi di sekolah tersebut.
C. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan siswa yang melakukan tindaka
bulliying

2. Manfaat penelitian

A. Mendapatkan informasi tentag bentuk interaksi antar sesama siswa atau guru dan
siswa
B. Mendapatkan informasi tentang bentuk tindakan bulliying
C. Mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan siswa
melakukan tindakan bulliying

3. Metode penelitian

Metode yang di pakai ketika melakukan penelitian bullying adalah metode kualitatif,
sehingga peneliti dapat mendeskripsikan dinamika psikologis korban perilaku
bullying pada siswa di sekolah, dimana dalam pendekatannya tidak dapat
diungkapkan oleh angka-angka atau secara kuantitatif.

4. Objek penelitian

Objek dari penelitian tersebut adalah antara interaksi sesama siswa dan interaksi
antara siswa dan guru.

5. Hasil penelitian

Dari penelitin di atas dapat dikatan bahwa faktor-faktor yang mempengarui bullying
bisa datang dari individu, teman sekolah , guru. Dengan cara berbicara dan
meyakinkan pelaku bullying sangat tidak benar.

Anda mungkin juga menyukai