Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENYULUHAN KESEHATAN

TERKAIT UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA


DAN KECELAKAAN KERJA (HAZARD) PADA PEKERJA
PERTAMBANGAN TENTANG CARA MENGGUNAKAN APD UNTUK
MENGURANGI RESIKO TERJADINYA PNEUMOCONIOSIS DI
WILAYAH SEKOTONG

DOSEN PENGAMPU :
Harlina Putri Rusiana, Ners., M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Dea Wulandari (010 STYC20)


2. Dina Ayu Septiani (011 STYC20)
3. Efa Rosdiana (012 STYC20)
4. Eka Avina Pramudita (013 STYC20)
5. Lilis Sopiana (026 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
2021

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha
Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan
Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan proposal
penyuluhan kesehatan “Proposal Penyuluhan Kesehatan Terkait Upaya
Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Kerja (Hazard) Pada
Pekerja Pertambangan Tentang Cara Menggunakan APD Untuk Mengurangi
Resiko Terjadinya Pneumoconiosis Di Wilayah Sekotong” tepat pada
waktunya.
Penyusunan proposal penyuluhan kesehatan sudah kami lakukan
semaksimal mungkin dengan dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa
memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami
dalam rangka menyelesaikan proposal penyuluhan kesehatan ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa
dalam proposal penyuluhan kesehatan ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu,
dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan
proposal penyuluhan kesehatan ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari proposal
penyuluhan kesehatan yang sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar
keinginan kami bisa menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
berbagai permasalah lainnya yang masih berhubungan pada proposal
penyuluhan kesehatan berikutnya.

Mataram, 30 Desember 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................................2
1.3 Manfaat...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................................3
2.1 Konsep Teori K3.....................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamtan Kerja (K3) Dalam Keperawatan............3
2.1.2 Tujuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3).................................................4
2.1.3 Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)..............................................6
2.2 Konsep Teori Sasaran (Hazard) Kerja.....................................................................7
2.2.1 Tempat Kerja......................................................................................................7
2.2.2 Potensi Bahaya....................................................................................................8
2.2.3 Kecelakaan kerja...............................................................................................12
2.2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................................................14
2.3 Konsep Teori Penyakit Akibat Kerja....................................................................16
2.4 Konsep Teori Pertambangan.................................................................................16
2.5 Konsep Teori Alat Pelindung Diri (APD)............................................................18
BAB III HASIL OBSERVASI.........................................................................................19
3.1 Deskripsi Pelaksanaan...........................................................................................19
3.2 Hasil Pengamatan................................................................................................19
BAB IV PENDIDIKAN KESEHATAN..........................................................................21
4.1 Latar Belakang......................................................................................................21
4.2 Faktor Bahaya dan Potensi Bahaya Dipertambangan............................................23
4.3 Tujuan...................................................................................................................27
4.4 Metode Pelaksanaan..............................................................................................28
4.4.1 Tahap Persiapan........................................................................................28
4.4.2 Tahap Pelaksanaan...................................................................................28
4.4.3 Tahap Evaluasi.........................................................................................29
LAMPIRAN.....................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur, serta
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan (Sucipto, 2014).
Era globalisasi, K3 telah menjadi sebuah kebutuhan dalam setiap

bagian kerja baik yang berada dilapangan ataupun didalam ruangan. K3

adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh

jaminan atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan

yang dapat mengancam dirinya baik berasal dari individu maupun

lingkungan kerjanya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan, pasal 23 menyatakan bahwa upaya K3 harus diselengarakan

disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko

bahaya kesehatan. Rumah sakit dan klinik termasuk dalam kriteria tempat

kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak

kesehatan, tidak hanya karyawan yang bekerja, tapi juga terhadap pasien

maupun pengunjung rumah sakit dan klinik (Yuwono & Yuanita, 2015).

Menerapkan program K3 dalam lingkungan kerja dengan tujuan agar

setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan

kesehatan kerja. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat

1
kerja atau lingkungan kerja sangat dibutuhkan sehingga pekerja merasa

aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga diharapkan

dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi pekerja, untuk dapat bekerja sebaik

mungkin dan juga dapat mendukung keberhasilan serta target dalam

pekerjaan dapat tercapai (Saputra, 2012). Salah satu faktor yang dapat

membentuk kepuasan kerja adalah adanya jaminan dan kondisi kerja yang

nyaman bagi anggota organisasi. Dan K3 merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Indrawati dkk, 2017).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui sumber penyakit dan sumber hazard di area
pertambangan:
1.2.1 Bahaya Kimia
1.2.2 Bahaya Ergonomic
1.2.3 Bahaya Biologi
1.2.4 Bahaya Fisik/Lingkungan

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa/i dapat mengetahui seberapa tingkat K3 diterapkan di
kelompok pekerja area pertambangan
1.3.2 Menambah pengetahuan Mahasiswa/i STIKES Yarsi Mataram
mengenai K3
1.3.3 Penulis dan kelompok dapat langsung merasakan pengalaman
observasi dan memberikan pendidikan kesehatan langsung mengenai
penerapan K3

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori K3

2.1.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamtan Kerja (K3) Dalam


Keperawatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK).Organisasi Buruh Internasional atau International
Labour Organization (ILO) merupakan suatu organisasi yang
menaungi permasalahan K3 di tingkat dunia. Menurut ILO
pelaksanaan K3 ditujukan untuk mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit yang ditimbulkan oleh suatu pekerjaan. Permasalahan K3
juga diatur oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO). Penerapan K3 di Indonesia diatur oleh
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, sedangkan K3 rumah sakit (K3RS) diatur oleh
KEPMENKES RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010. K3 pada
umumnya bertujuan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja
ataupun buruh dalam mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
(Helga, 2020).
Tujuan diterapkannya K3RS adalah terciptanya cara kerja,
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Pengetahuan K3RS
yang baik diharapkan mampu menekan angka kecelakaan kerja
karena individu tersebut dapat menerapakan tindakan yang sesuai
dengan pengetahuan K3 yang dimilikinya. Keselamatan pasien
indentik dengan kualitas pelayanan, semakin baik kualitas layanan
maka keselamatan pasien juga akan semakin baik. Tujuan
pengembangan program Keselamatan pasien (patient safety) di

3
rumah sakit adalah, menciptakan budaya patient safety, memperbaiki
akuntabilitas rumah sakit, melakukan pencegahan kejadian yang
tidak diinginkan tidak terulang kembali. Salah satu komponen tenaga
pelayan kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Perawat
berinteraksi langsung terhadap pasien dengan intensitas yang paling
tinggi dibandingkan dengan komponen yang lainnya. Keselamatan
sangat dibutuhkan oleh perawat saat bekerja. Keselamatan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Manajemen rumah sakit bertanggung jawab untuk membuat program
manajemen risiko yang berkelanjutan untuk mengurangi dan
mengidentifikasi kejadian yang tidak diinginkan dan risiko-risiko
keselamatan lainnya pada pasien dan staf rumah sakit. Perawat
seringkali kurang peduli terhadap bahaya di tempat kerja dan dalam
melakukan upaya proteksi diri meskipun perawat tahu hal tersebut
dapat membahayakan keehatan dan nyawa perawat (Helga, 2020).
Perilaku perawat dalam bekerja dipandu melalui pedoman
kerja. Selain standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan
keperawatan (SAK) sebagai pedoman perawat dalam bekerja,
panduan keselamatan perawat diperlukan untuk memandu perawat
berperilaku aman dan selamat dalam bekerja. Oleh karena itu,
protokol keamanan untuk perawat dan pasien harus diikuti dan
dipraktikkan dengan baik. Pada hakekatnya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu usaha untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko kecelakaan dan
bahaya, baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Disamping itu, keselamatan
dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan
kerja dan Keselamatan kerja yang tinggi (Helga, 2020).

2.1.2 Tujuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Kondarus (2006)

4
memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input,
proses, maupun output. Kegiatan yang dimaksud dapat berupa
kegiatan produksi di dalam industri maupun di luar industri.
b. Menerapkan program keselamatan untuk meningkatkan
kesejahteraan.
c. Menghilangkan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit yang
timbul akibat pekerjaan.
d. Menciptakan efisiensi dan menekan biaya.
e. Meningkatkan jumlah konsumen, meningkatkan omset
penjualan, dan meningkatkan jaminan perlindungan bagi para
pekerja.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan
komponen- komponen berikut:
a. Karekteristik pekerja/kegiatan yang terdiri dari jenis, ruang
lingkup, lamanya kegiatan yang dilakukan , dan level kegiatan.
b. Pengorganisasian dan menajemen pekerjaan.
c. Bahan dan alat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan.
d. Karakteristik manusia yang melaksanakan kegiatan.
Sedangkan menurut American Medical Association K3 mempunyai
tujuan:
a. Melindungi pekerja dari bahaya-bahaya keselamatan dan
kesehatan di tempat kerja.
b. Melindungi masyarakat lainnya.
c. Menyediakan tempat yang aman, baik secara fisik, mental
dan emosional pekerja dalam bekerja.
d. Mendapatkan perawatan medis yang adekuat dan rehabilitasi
bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan dan
kecelakaan akibat kerja.
e. Mengadakan pengukuran dan pemeliharaan perorangan
termasuk memperoleh dokter pribadi dimanapun bila mungkin.

5
Dari uraian diatas lebih jauh dapat dikatakan bahwa sasaran
utama dari K3 adalah pekerja yang meliputi upaya pencegahan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan. Dengan demikian
perlindungan atas keselamatan pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya, diharapkan pekerja dapat bekerja secara aman, sehat
dan produktif.
2.1.3 Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Sesuai perkembangan keilmuan dan konsep K3 yang dikutip dari
Za’im (2002), saat ini program dasar diarahkan kepada:

a. Desain, peralatan, bahan dan lingkungan yang dapat ditinjau dari


Higiene Industry, Ergonomi, dan Safety.
b. Manajemen yang lebih dikenal dengan integrasi dari sistem
manajemen.
c. Manusia.
Sedangkan menurut Thomas (1989) dalam skripsi Zaim (2002)
mengungkapkan beberapa hal tentang program K3, sebagai berikut:
a. Kebijakan K3 dan partisipasi manajemen.
b. K3 profesional antara lain adanya fungsi khusus pada profesional
K3, administrasi program-program K3, hubungan kerja yang baik
dan pertanggungjawaban.
c. Industri-industri kecil.
d. Pendekatan perilaku selamat.
e. Promosi K3 ditunjukkan oleh adanya konsultan dan pengawasan
K3.
f. Laporan yang terdiri dari laporan penyakit, laporan investigasi
kecelakaan, syarat-syarat K3, survei di semua bagian, keberadaan
komite K3 serta standar- standar K3.
g. Pelatihan K3 bagi karyawan baru maupun setiap jenis pekerjaan.
h. Perencanaan inspeksi.
i. Evaluasi terhadap penyakit.
j. Pengendalian lingkungan fisik.

6
Program K3 sering ditempatkan di tempat kerja sesuai dengan
kebijakan masing-masing perusahaan.

2.2 Konsep Teori Sasaran (Hazard) Kerja


2.2.1 Tempat Kerja

Sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 1


tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja
adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana karyawan, atau yang sering dimasuki karyawan
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber
bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Menurut Permenaker No. Per. 05/MEN/1996 pasal 1 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang
dimaksud tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana karyawan bekerja, atau
yang sering dimasuki karyawan untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada
di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Sedangkan menurut Kepmentamben 555.K/26/M.PE/1995
pasal 1 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan
Umum, yang dimaksud tempat usaha pertambangan adalah setiap
pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan 10 11 langsung dengan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, operasi
produksi atau eksploitasi, pengolahan atau pemurnian, pengangkutan
atau penjualan bahan galian, termasuk sarana dan prasarana
penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah, baik yang berada di
dalam satu wilayah atau pada tempat yang terpisah.

7
2.2.2 Potensi Bahaya
a. Pengertian Potensi Bahaya
Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi
menyebabkan cidera atau luka. Salah satu cara yang dilakukan
untuk menghilangkan potensi bahaya adalah dengan inspeksi
keselamatan kerja atau melakukan survei keselamatan umum di
tempat kerja (John Ridley, 2003).
Potensi bahaya adalah sifat dari suatu bahan, cara kerja
suatu alat, cara melakukan suatu pekerjaan atau lingkungan kerja
yang dapat menimbulkan kerusakan harta benda, penyakit akibat
kerja atau bahkan hilangnya nyawa manusia. Salah satu upaya
yang harus dilakukan untuk menghindari kecelakaan kerja
sebagai sebab adanya potensi bahaya adalah dengan cara bekerja
sesuai standar aturan K3 (Santoso, 2004).
Bahaya pekerjaan adalah fakor-faktor dalam hubungan
pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya
dikatakan potensial jika fakor-faktor tersebut belum
mendatangkan kecelakaan. Pencegahan kecelakaan berdasarkan
pengetahuan tentang sebab-sebab kecelakaan dan sebab-sebab
kecelakan tersebut dapat diketahui dengan mengadakan analisis
kecelakaan (Suma’mur, 1996).
b. Jenis Bahaya
Keselamatan dan kesehatan kerja akan tercapai dan suatu
kecelakaan tidak akan terjadi apabila tidak ada bahaya pada suatu
kegiatan atau aktivitas maupun dalam suatu tempat kerja.
Pengendalian (controls) terhadap bahaya hanya dapat dilakukan
setelah dilakukan inspeksi terhadap bahaya tersebut namun
demikian inspeksi sulit dilakukan apabila tidak diketahui jenis-
jenis bahaya di tempat kerja (ANTAM, 2009).
Adapun jenis-jenis bahaya di tempat kerja dapat
dikategorikan sebagai berikut :

8
1) Bahaya Kimia
Bahaya kimia biasanya dapat menyebabkan kecelakaan pada
manusia melalui pernafasan atau kontak dengan kulit. Bahaya-
bahaya tersebut antara lain debu, asap (smoke), gas, bedak atau
tepung.
2) Bahaya Fisik
Bahaya fisik di tempat kerja meliputi :
a) Bising
Bising yaitu suara yang tidak diinginkan atau diatas nilai
ambang batas.
b) Getaran
Getaran yaitu suara getaran bolak balik (oscillating),
seluruh body dan getaran sebagian.
c) Pencahayaan
Pencahayaan yaitu intensitas, terlalu terang atau silau.
d) Radiasi
Radiasi yaitu radiasi ion dan radiasi non ion (electric &
magnetic field).
e) Temperatur
Temperatur yaitu temperatur yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi.
3) Bahaya Biologi
Bahaya biologi yaitu bahaya yang ditimbulkan oleh suatu
makhluk hidup baik tampak maupun tidak tampak oleh mata.
Bahaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Mikro Biologi : bakteri, virus, Jamur atau fungi.
b) Makro Biologi : serangga, parasit, tumbuhan dan binatang.
4) Bahaya ergonomi
Bahaya ergonomi yaitu suatu bahaya yang terjadi karena
adanya interaksi antara seseorang atau karyawan dengan
lingkungan tempat kerjanya yaitu peralatan dan tempat kerja

9
yang tidak dirancang dengan baik atau tidak disesuaikan
dengan manusia. Selanjutnya bahaya ergonomi dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Stres fisik (physical stresses) : ruang sempit dan terbatas,
menarik, mendorong, canggung atau aneh (awkward) or
static posture, pekerjaan terlalu keras (overexertion),
repetitive motion, fatigue, excessive force, and direct
pressure.
b) Stres kejiwaan atau mental (psychological stresses) : bosan
(monotony), terlalu berat (overload) dan perceptual
confusion.
Adapun contoh untuk bahaya ergonomi dalam
pengoperasian wheel loader antara lain adalah perawatan
dan perbaikan peralatan yang disertai sikap kerja dan
kondisi lingkungan kurang baik dan kurang sesuainya
antara bentuk atau ukuran tubuh karyawan dengan wheel
loader, mengingat wheel loader tersebut berasal dari negara
Jepang maupun Amerika dan karena bentuk tubuh orang
Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan
bentuk tubuh orang dari negara lain.
5) Bahaya Mekanis
Terdapat pada permesinan atau peralatan dan maksudnya
adalah bahaya yang ada pada titik operasi seperti :
a) pemotongan, pemboran, bahaya pada titik jepit (nip point)
seperti putaran pulley dan roller.
b) Bahaya pada gerakan mesin yang maju mundur atau naik
turun.
c) Bahaya pada tempat pemindahan dan pada bagian yang
berputar atau bergerak lainnya dari suatu peralatan atau
permesinan.
6) Bahaya Lingkungan

10
Sekitar Kemiringan, permukaan tidak rata atau licin, cuaca
tidak ramah (temperatur, kelembaban, berkabut), berlumpur,
atau berair dan kegelapan.
7) Bahaya Psikososial
Intimidasi, trauma, pola gilir kerja, pola promosi,
pengorganisasian kerja.
8) Bahaya Tingkah Laku
Ketidakpatuhan, kurang keahlian, tugas baru atau tidak rutin,
overconfident, sok jago atau pintar dan tidak peduli atau masa
bodoh.
9) Bahaya Kelistrikan
Pemasangan kawat atau kabel, penyambungan tahanan
pembumian (grounding system) dan pembatasan, distribusi
atau panel listrik, saluran atau tombol, peralatan dan listrik.
c. Akibat dari Bahaya
Semua yang dikenali dengan panca indera pada dasarnya
adalah bahaya. Jika dua bahaya atau lebih bertemu, maka dapat
menimbulkan suatu peristiwa yang disebut kecelakaan. Bahaya
yang terisolasi dengan baik tidak akan berkembang menjadi
kecelakaan, akan tetapi tidak mungkin mengisolasi bahaya secara
absolut karena dengan definisinya semua yang dapat ditangkap
dengan panca indera adalah bahaya (United Trakindo, 1999).
Setiap pekerjaan yang disebabkan oleh bahaya,
bermacam-macam mulai dari kecelakaan tanpa kerusakan atau
cidera sedikitpun sampai kecelakaan besar yang melibatkan
banyak mahluk hidup dalam satu komunitas tertentu. Jika terjadi
suatu kecelakaan karena bertemunya dua bahaya atau lebih akibat
kecelakaan tersebut, maka tidak hanya mengenai manusia saja
karena lebih jauh lagi satu kecelakaan tunggal akan berkembang
berurutan menjadi lebih besar yaitu menjadi tragedi yang harus
diingat bahwa bahaya yang diidentifikasi tidak didasarkan pada

11
efeknya terhadap manusia tetapi pada komponen-komponen
lainnya.
Bahaya yang terpapar pada manusia disebut sebagai bahaya
kesehatan kerja. Adapun program penanganan bahaya kesehatan
yaitu meliputi :
1) Pengenalan paparan.
2) Pengevaluasian sumber bahaya dan potensi yang dapat
menjadikan kecelakaan.
3) Pengendalian kerugian atau kerusakan kesehatan kerja karena
pengaruh tersebut (Pamapersada Nusantara, 1999).

2.2.3 Kecelakaan kerja


a. Pengertian Kecelakaan
Kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
direncanakan, tidak dikendalikan dan tidak diinginkan yang
mengakibatkan cideranya seseorang, kerusakan alat, produksi
terhenti dan bahkan ketiga-tiganya. Kecelakaan adalah hasil atau
akibat dari kontak langsung dengan suatu bahan atau zat atau
sumber energi yang melebihi batas kekuatan body atau struktur
(ANTAM, 2009).
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan.
Bahwasanya kecelakaan dapat mengakibatkan bahaya fisik
terhadap seseorang atau kerusakan pada harta benda dan
biasannya akibat dari terkena suatu sumber energi misalnya
mekanis dan listrik (Freeport, 1995).
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak
dikehndaki dan sering kali tidak terduga, yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta, benda, atau Property
maupun korban jiwa yang terjadi dalam suatu proses kerja
industry atau yang berkaitan dengannya, demikian kecelkaan
kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

12
1) Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa
kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan
2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa
kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun
mental.
3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-
kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka,
2008
Kecelakaan bukan terjadi melainkan disebabkan oleh
kelemahan sisi perusahaan, karyawan atau keduanya. Akibat yang
ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi keduanya yaitu
terhadap karyawan. Cidera dapat berpengaruh terhadap pribadi,
keluarga dan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi perusahaan
berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan dan
yang terburuk biaya untuk proses hukum. Tindakan pencegahan
kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya
kecelakaan, sehingga mutlak minimum (John Ridley, 2003).
Menurut Kepmentamben 555.K/26/M.PE/1995, dikatakan
kecelakaan tambang jika memuat lima unsur yaitu :
1) Benar-benar terjadi.
2) Mengakibatkan cidera karyawan.
3) Akibat kegiatan pertambangan.
4) Terjadi pada jam kerja.
5) Terjadi dalam wilayah pertambangan.
b. Penyebab Kecelakaan Kerja
Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat
berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat
kerja atau proses produksi. Berbagai faktor penelitian para ahli
memberikan indikasi bahwa beberapa suatukecelakaan kerja tidak
dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau
beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu

13
kejadian (Tarwaka, 2008). Kecelakaan terjadi karena ada
beberapa faktor yaitu :
1) Manusia
Faktor ini meliputi manajemen, karyawan, kontraktor dan lain-
lain seperti :
a) Eksekutif yang menentukan kebijakan perusahaan,
prosedur, standar dan aspek-aspek yang berkaitan dengan
kebijakan perusahaan.
b) Perekayasaan (engineer) dan orang-orang yang membuat
atau menciptakan lingkungan tempat kerja untuk karyawan.
c) Orang-orang yang mengatur sistem pemeliharaan
(preventive maintenance system), perkakas, mesin dan
peralatan.
d) Manajer-manajer yang memilih dan menentukan orientasi,
instruksi, bimbingan, motivasi dan memimpin karyawan.
Faktor manusia adalah faktor yang paling tinggi yang
terlibat dalam suatu kecelakaan. Beberapa perusahaan
memberikan data bahwa lebih dari 80% kecelakaan yang
terjadi disebabkan oleh faktor manusia. 2) Mesin atau
Peralatan Faktor ini meliputi perkakas, alat proteksi atau
keselamatan mesin dan peralatan baik yang sifatnya statis
maupun dinamis. Peralatan tambang antara lain yaitu
loader, dozer, dump truck. Mesin atau perkakas seperti
yang ada di bengkel-bengkel, pabrik atau pengolahan. Serta
setiap peralatan atau mesinmesin yang digunakan sebagai
penunjang kegiatan usaha pertambangan.
2.2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Kegiatan Pokok Departemen Safety Safety department sebagai
departemen yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi
dilaksanakannya kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja
memiliki kegiatan pokok sebagai berikut:

14
a. Memfasilitasi semua karyawan untuk berdiskusi masalah
keadaan tempat kerja, faktor dan potensi yang ada serta
kelengkapan alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan baik
internal maupun eksternal.
b. Melakukan pencegahan kecelakaan atau ketidaktahuan akan
kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan tindakan yang
tidak aman (unsafe act) setiap karyawan atau orang lain yang
berada ditempat kerja.
c. Mengadakan inspeksi terhadap bangunan dan peralatan
keselamatan kerja mulai dari konstruksi, letak, penyusunan dan
penyimpanan barang, alat keselamatan yang harus tersedia.
d. Meningkatkan sumber daya manusia baik dari segi
pengetahuan tentang K3 ataupun dari segi pemahaman tentang
K3 dengan mengadakan penyuluhan kesehatan tentang K3 itu
sendiri.
e. Mengadakan event-event yang bisa meningkatkan kesadaran
tentang K3 serta mengajak karyawan turut berperan aktif
dalam mengkampanyekan K3.
f. Melaksanakan statistik kecelakaan kerja yaitu berupa
perhitungan tentang rata-rata frekuensi waktu kerja yang
hilang, tingkat rata-rata keparahan waktu kerja yang hilang,
besarnya kerusakan peralatan yang dikonversikan kedalam
mata uang dan memperhitungkan kerugian dari setiap
kecelakaan yang terjadi dalam hitungan mata uang.
g. Melakukan kegiatan inisiatif yang dilakukan berdasarkan
faktor dan potensi bahaya yang diamati sebagai langkah
preventif atas kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
h. Memberlakukan surat-surat izin mengenai segala sesuatu
aktivitas berbahaya yang ada

15
2.3 Konsep Teori Penyakit Akibat Kerja
Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
ini artefisial oleh karena timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan.
Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (Manmade
disease).
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit
akibat kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit
yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit
akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan
masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-undangan yang
menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang
penyebabnya adalah pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur,
2009).
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium
Internasional oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu a) Penyakit akibat kerja
(occupational disease) Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik
atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab yang sudah diakui, b) Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan (work related disease) Penyakit yang mempunyai
beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan
bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi yang kompleks, dan Penyakit yang mengenai populasi
kerja (disease affecting working populations) Penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat pekerja. Namun
dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

2.4 Konsep Teori Pertambangan

Perkembangan industri pertambangan batu bara tentu saja


meningkatkan pendapatan dan ekonomi bagi negara. Tercatat, pada tahun
2018, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mendapat pemasukan

16
sebesar Rp41,77 triliun dari sektor mineral dan batu bara (Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018). Angka tersebut pun melebih target
yang ditetapkan sebelumnya, yaitu Rp32,1 triliun. Namun, hal ini tidak
lantas menjadikan pertambangan batu bara tidak memiliki dampak negatif.
Menurut US Bureau of Labor Statistics, pertambangan batu bara bawah
tanah adalah industri yang relatif berbahaya dan penambang berisiko tinggi
menghadapi berbagai jenis masalah kesehatan atau lebih dan dapat berakibat
fatal karena operasi yang dilakukan di lapangan sangat bervariasi (Saraei et
al., 2018).

Pertambangan adalah salah satu bidang pekerjaan yang paling


“berdebu”. Lingkungan kerja tambang batu bara dipenuhi dengan bahan
berbahaya, salah satunya adalah debu. Selain menyebabkan polusi udara,
pertambangan batu bara juga menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.
Setiap kegiatan yang dilakukan di pertambangan batu bara dan perusahaan
yang menggunakan batu bara tentu saja menghasilkan debu. Debu, sebagai
hasil samping dari proses produksi, memiliki risiko untuk mengganggu
sistem pernapasan manusia. Debu, dalam hal ini debu batu bara, merupakan
agen kimia yang dapat menimbulkan gangguan kerja, seperti gangguan pada
penglihatan, status faal paru, hingga keracunan pada pekerja (Ardam, 2015).

Pekerja tambang berisiko tinggi terkena dampak akibat terpajan debu


batu bara. Efek yang akan dialami oleh pekerja misalnya penyakit bronkitis,
coal worker’s pneumoconiosis (CWP), Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), menurunnya fungsi paru, serta penyakit pernapasan lainnya akibat
terpajan debu batu bara. Gangguan tersebut bisa berujung pada kecacatan
organ, bahkan kematian dini. Secara umum, gangguan fungsi paru yang
dapat dialami oleh pekerja yang terpajan oleh debu batu bara dalam waktu
yang panjang dapat dikelompokkan menjadi obstruktif, restriktif, maupun
campuran keduanya. Obstruktif merupakan efek nonspesifik dari pajanan
debu batu bara. Obstruktif dapat terjadi apabila ada penumpukan debu di
jaringan epitel pada saluran pernapasan seseorang (Saminan, 2016).

17
2.5 Konsep Teori Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi Nomor
PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri yang selanjutnya
disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Perlindungan keselamatan
pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan, dan
lingkungan kerja wajib diutamakan.
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association,
personal protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang
bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengggangu kerja dan
memberikan perlindungan yang efektif. Pakaian kerja harus dianggap suatu
alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang
bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar)
pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan atau pun
kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai
celana panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan
perhiasaan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan kimia korosif,
tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan yang dapat
meledak oleh aliran listrik statis (Suma’mur, 2014).

18
BAB III
HASIL OBSERVASI

3.1 Deskripsi Pelaksanaan


Kegiatan observasi dilakukan pada :
Hari/Tgl : Rabu, 15 Desember 2021
Tempat : Area Pertambangan di daerah Sekotong
Alamat : Jln. Sekotong Timur

3.2 Hasil Pengamatan


Kelompok kami melakukan observasi di Area Pertambangan Di
Daerah Sekotong di Jln. Sekotong Timur dengan cara meminta izin kepada
pemilik Lahan Pertambangan untuk melihat-lihat bagaimana keadaan
Pertambangan dan izin untuk mendokumentasi beberapa keadaan di
pertambangan tersebut. Kami juga mewawancarai sedikit para pekerja di
area pertambangan itu tentang apa saja yang dirasakan selama bekerja di
sana.
Para pekerja mengeluh merasakan pegal di sekitar area punggung,
merasa sedikit pusing karna beban kerja yang sangat besar, bekerja dari pagi
sampai malam karna harus mengambil batu dari lahan pertambangan,
selanjutnya diolah digelondongan untuk dihaluskan sehingga menjadi
lumpur dan di simpan setelah itu di rendam dan dicampurkan zat kimia di
dalam bong, lalu di bakar dan di lakukan pengecoran sehingga
menghasilkan emas/batu bara.
Dari hasil observasi juga terlihat bahwa para pekerja tidak ada yang
menggunakan APD yang seharusnya dipakai pekerja bengkel seperti kaus
tangan, masker, sepatu/boot, dan helm pelindung. Para pekerja bekerja
dengan tangan telanjang dan memakai sandal saja bahkan ada yang tidak
menggunakan alas kaki sama sekali. Kejadian ini tentu saja dapat menjadi
sumber kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Seperti dengan tidak
menggunakan sarung tangan saat bekerja tentu tanpa di duga bisa saja
tangan para pekerja terluka pada saat memalu konci gelondongan yang akan

19
di buka. Kami juga melihat banyak batu krikil yang berserakan sehingga
dapat mengakibatkan luka pada kaki pekerja karena tidak menggunakan
sepatu boot bahkan tanpa menggunakan alas kaki, tempat bekerja untuk para
pekerja yang bekerja di gelondongan terdapat atap yang bolong sehingga
ketika hujan pekerja akan basah kuyup.
Para pekerja yang bekerja di lahan juga akan merasakan kepanasan
dikarenakan area penggarukkan batu di area terbuka para pekerja terkena
sinar matahari langsung, sehingga secara tidak langsung mereka akan
berkeringat karena terkena sinar matahari ditambah sedang melakukan
aktivitas. Hal tersebut menyebabkan banyak para pekerja mendapatkan
penyakit kulit panu pada kulitnya dikarenakan keringat pada baju didiamkan
dalam waktu lama sehingga meningkatkan kelembapan pada kulit dan
menyebabkan tumbuhnya jamur di tubuh. dan pekerja yang bekerja di area
bong atau perendaman juka beresiko kepeleset dan mudah terjatuh karna
area licin.
3.3 Kesimpulan
Seharusnya saat melakukan pekerjaan di pertambangan lebih
memperhatikan K3 karena resiko saat bekerja di pertambangan sanggat
besar, sehingga perlu dilakukan suatu edukasi kepada para pekerja tentang
K3 ini untuk membantu mencegah terjadi kecelakaan kerja. Karena disini
para pekerja tidak terlalu peduli terhadap kesehatan diri sendiri, jadi pelu
bantuan para tenaga kesehatan untuk mengedukasi apa saja yang bisa terjadi
jika hal ini terus terjadi pada para pekerja supaya dapat mencegah hal- hal
yang tidak diinginkan. Dimana fungsi K3 itu sendiri adalah melindungi
mereka dari bahaya yang terjadi selama proses bekerja dan juga efek
kesehatan jangka panjang. K3 sendiri berperan untuk menjamin setiap
tenaga kerja mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan selama
bekerja, menjamin setiap sumber produksi layak dan aman digunakan.
Sehingga dapat mengurangi resiko kerugian yang diakibatkan oleh
kecelakaan kerja.

20
BAB IV
PENDIDIKAN KESEHATAN

4.1 Latar Belakang


Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau
situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut
sebagai sumber bahaya hanya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang
negatif (Cross, 1998). Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian
sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak
akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di
lingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi
sebuah kontak atau eksposur (Tranter, 1999). Penyakit akibat kerja adalah
gangguan kesehatan yang dialami oleh seseorang akibat rutinitas atau
paparan zat tertentu di tempat kerja. Ada beragam jenis penyakit akibat
kerja, dan masing-masing memiliki pemicu atau penyebab yang berbeda.
Penyakit akibat kerja penting untuk diketahui, karena banyak orang tidak
sadar bahwa keluhan yang mereka alami merupakan dampak dari pekerjaan
mereka sehari-hari.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan kepanjangan dari
K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja (PP 50 Tahun 2012). Dengan diterapkan nya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel akan sangat membantu
para pekerja agar terhindar dari Hazard selama mereka bekerja dan akan
mengurangi risiko terjadi penyakit akibat kerja yang akan menyusahkan
para pekerja ini di masa yang akan datang. Dengan diterapkan K3 juga
dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi para
pekerja.

21
BENTUK HAZARD DAN PAK DI AREA PERTAMBANGAN
NO SUMBER HAZARD KEGIATAN
1. Ergonomic Para pekerja mengeluh merasakan
pegal di sekitar area punggung,
merasa sedikit pusing karna beban
kerja yang sangat besar, bekerja dari
pagi sampai malam karna harus
mengambil batu dari lahan
pertambangan, selanjutnya diolah
digelondongan untuk dihaluskan
sehingga menjadi lumpur dan di
simpan setelah itu di rendam dan
dicampurkan zat kimia di dalam bong,
lalu di bakar dan di lakukan
pengecoran sehingga menghasilkan
emas/batu bara.
2. Fisik/Lingkungan Karna setelah memindahkan batu di
gelondongan dan sisa-sisa kerikil di
tumpuk dan juga sehingga dapat
mengakibatkan luka pada kaki pekerja

NO SUMBER PENYAKIT KEGIATAN


1. Biologis Keringat pada para kerja yang
didiamkan terlalu lama tanpa di lap
menyebabkan kelembaban pada kulit
sehingga para pekerja banyak
mendapatkan panu pada kulitnya
2. Kimia Dampak dari para pekerja yang tidak
menggunakan APD Masker maka
tangan para pekerja menghirup

22
langsung bahan kimia mengakibatkan
para pekerja mengalami gejala
pneumoconiosis kontak seperti terasa
mual, pusing, sesak nafas dll.
3. Ergonomic Pada saat para pekerja membungkuk
karna mengangkat lumpur yang telah
di lakukan proses tanpa menggunakan
alat bantu dapat mengakibatkan para
pekerja pegal pada area tanagan dan
pengal di bagian punggung.

4.2 Faktor Bahaya dan Potensi Bahaya Dipertambangan


1. Faktor Bahaya
a. Faktor Fisik
1) Penerangan
Pada pertambangan emas di daerah sekotong ini yang menjadi
konsentrasi adalah penerangan yang diterima oleh para pekerja
yang kurang pada saat melakukan penambangan pada malam hari.
Untuk penerangan pada siang hari para pekerja tersebut mendapat
penerangan secara alami dari sinar matahari yang dianggap cukup
memenuhi kebutuhan mereka akan penerangan. Sedangkan untuk
penerangan dimalam hari menggunakan lampu senter atau lampu
neon biasa untuk memenuhi kebutuhan penerangan di area
tambang.
2) Kebisingan
Kebisingan pada aktivitas pertambangan berasal dari banyak
sumber, baik dari suara alat yang digunakan pada saat pengolahan
bahan mentah menjadi emas maupun pada saat melakukan
penambangan
3) Tekanan Panas

23
Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha penambangan emas ini
tidak terpapar panas yang dihasilkan oleh alat pada proses
produksi, melainkan dari panas alami dari sinar UV yaitu dari
matahari dimana terlalu lama tepapar sinar UV akan menyebabkan
sel kulit mati,rusak, atau berkembang menjadi kanker.
4) Getaran
Sesuai dengan kegiatan penambangan emas dengan berbagai
aktivitas yang menimbulkan getaran (vibration). Getaran ini
berasal dari pergerakan mesin-mesin, alat angkat angkut, dan
sebagainya yang menyebabkan getaran baik getaran seluruh badan
maupun getaran pada lengan. Efek dari getaran ini menyebabkan
gangguan fisiologis tubuh pada para pekerja tambang.
5) Radiasi Radioaktif
Aktivitas yang menggunakan radioaktif adalah pada aktivitas
logging untuk mengetahui struktur tanah dan batu. Penggunaan
radioaktif ini tidak digunakan setiap hari dan dalam ukuran dan
kapasitas yang kecil sehingga kecil juga kemungkinan untuk
terpapar radioaktif.
b. Faktor Kimia
1) Debu
Faktor bahaya yang berasal dari debu menjadi faktor bahaya yang
utama dan mendapat perhatian khusus dari pihak pengelola
tambang karena pemaparannya sangat signifikan memapar para
pekerja yang berada di lokasi penambangan maupun pekerja yang
tidak terlibat langsung dalam kegiatan penambangan selama
mereka berada dalam lokasi penambangan yang terdapat banyak
sekali debu. Debu ini berasal dari kegiatan penambangan dan dari
aktivitas lalu lintas tambang.
2) Bahan-bahan Kimia lain
Jenis bahan kimia yang banyak digunakan di pertambangan adalah
material seperti merkuri dan sodium sianida dan ketika merkuri

24
langka dan mahal para pekerja tambang menggunakan sodium
sianida dicampur dengan karbon. Dimana efek samping jika
menghirup sianida dalam jumlah yang cukup banyak akan
membuat keluhan sulit bernafas, kejang, hilang kesadaran, atau
henti jantung. Tanda dan gejala tersebut bisa memburuk dalam
waktu yang cepat, bahkan dapat menyebabkan kematian.
c. Faktor Biologi
Faktor biologi yang menjadi faktor bahaya pada aktivitas
pertambangan ini adalah pada saat kegiatan eksplorasi. Faktor biologi
yang dimaksud adalah berupa serangga, lebah dan pacet atau hewan
lainya yang bisa mengganggu para pekerja dalam melaksanakan
aktivitasnya.
d. Faktor Fisiologis
Penambangan emas di Sekotong ini adalah jenis penambangan yang
menjalankan proses produksinya tidak mempekerjakan karyawan
terlalu banyak tetapi dengan bantuan alat-alat. Oleh karena itu
keserasian mesin dengan manusia bisa menjadi faktor bahaya yang
akan berakibat pada sikap kerja dan produktivitas.
e. Faktor Mental Psikologis
Lokasi operasi penambangan emas ini yang berada di dekat dari
pemukiman penduduk bisa menyebabkan masyrakat di sekitar
penambangan akan terganggu dalam melakukan aktifitas sehari-hari
karena factor berisik sehingga menyebabkan suasana menjadi faktor
bahaya yang berdampak pada mental psikologis para masyrakat disana
seperti; stress, kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi dalam
melakukan aktifitas.
2. Potensi Bahaya
a. Kebakaran
Kebakaran adalah potensi bahaya yang selalu ada dalam sebuah
industri. Sumber utama terjadinya kebakaran di area pertambangan
biasanya terjadi karena ada gas-gas yang tertahan di udara kemudian

25
terakumulasi hingga mendekati batas ledak atau explosive limit.
Maka, Ketika gas tersebut sudah pada limitnya dan mendapat sulutan
api sekecil apapun, kebakaran dapat terjadi dengan mudah. Untuk
menghindari resiko tersebut, pastikan para pekerja untuk lebih hati-
hati dan tidak bertindak ceroboh Selama menambang. Bahkan, selalu
ingatkan untuk peka terhadap sekitar dan mementingkan keselamatan
diri dan yang lainnya
b. Bahaya Kejatuhan,Terbentur dan Terpukul Benda-Benda
Kegiatan pengangkutanbatu dari lereng bukit dengan bantuan alat-alat
canggih yang berukuran besar membuat operator memiliki
keterbatasan untuk melihat karyawan yang berada dekat dengan alat
tersebut, selain itu aktivitas blasting juga mempunyai pengruh besar
terhadap potensi bahaya tertimpa material. Oleh karena beberapa hal
tersebut potensi bahaya tertimpa material menjadi faktor potensi
bahaya yang besar kemungkinan untuk terjadi.
c. Kecelakaan Lalu-lintas Tambang
Aktivitas pertambangan yang menggunakan banyak sekali alat bantu
membutuhkan konsentrasi dan kapasitas operator yang tinggi
mengingat kecelakaan yang terjadi sering disebabkan karena faktor
human error. Oleh karena itu pihak pekerja selalu berusaha
meningkatkan konsentrasi bila bekerja untuk mengantisipasi resiko
kecelakan di lokasi penambangan.
d. Longsor
Penambangan terbuka dengan membuka lahan dari penebangan hutan
menyebabkan besarnya kemungkinan terjadinya longsor. Apalagi
desain plan tambang yang membentuk kemiringan yang relatif curam.
Pada musim hujan kemungkinan terjadinya longsor akan lebih besar.
Akibat dari kurangnya pohon penahan erosi.
e. Bahaya Akibat Listrik
Kecelakaan fatal akibat bahaya listrik dapat terjadi sewaktu-waktu.
Arus pendek (consleting) kabel listrik atau peralatan dapat

26
menimbulkan sengatan xxxi listrik yang menyengat siapa saja dan apa
saja. Selain itu kontak singkat dengan saluran listrik yang masih
beraliran listrik dapat mengakibatkan kebakaran atau peledakan.
f. Bekerja di Ketinggian
Bekerja di ketinggian dapat mengakibatkan terjatuh.atau lain seperti
tangga tong, tangki penyimpanan, tiang, pengelasan dan
penggerindaan di atas unit yang besar dan sebagainya

Menurut penelitian Saminan, 2016 pada jurnal Faktor Risiko


Kejadian pneumoconiosis Kontak langsung dengan Para Pekerja
pertambangan dapat mengakibatkan pekerja sesak nafas. dan jurnal
penelitian Dhatrak et al., 2018 pneumoconiosis Kontak langsung dengan
Para Pekerja pertambangan dapat mengakibatkan pekerja mengalami
penurunan volume udara yang ada di dalam paru kedua jurnal tersebut
mendapatkan hasil kesinambungan antara kontak langsung, masa kerja,
riwayat penyakit sesak, dan penggunaan APD, terhadap kejadian
pneumoconiosis Kontak pada pernapasan para pekerja pertambanagan.
Pada jurnal terakhir yaitu jurnal penelitian Trisna Jayati dan kawan-
kawan dengan jurnal “Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Di Area Pertambanganmendapatkan
hasil penelitian yang salah satunya yaitu terdapat hubungan anatara
pengetahuan dan penggunaan APD pada pekerja. Dapat disimpulkan bahwa
dengan melakukan pendidikan kesehatan mengenai K3 ini akan membuat
para pekerja lebih sadar akan keselamatan dan kesehatannya selama bekerja
dimulai dari hal yang sederhana yaitu memakai masker pada saat
mencampur bahan kimia.

4.3 Tujuan
1. Untuk menyadarkan para pekerja bahaya kontak langsung dengan bahan
kimia (sianida)

27
2. Untuk menyadarkan para pekerja posisi yang salah saat bekerja bisa
mengakibatkan pegal
3. Untuk menyadarkan para pekerja untuk selalu merapikan lokasi bekerja
nya
4. Untuk menyadarkan para pekerja memakai APD saat bekerja dapat
mengurangi risiko terluka
5. Untuk menyadarkan para pekerja untuk tidak membiarkan keringat lebih
lama agar tidak tumbuh bakteri di badan

4.4 Metode Pelaksanaan

4.4.1 Tahap Persiapan


1. Kelompok kami melakukan penentuan lokasi pekerjaan yang akan
di observasi
2. Kelompok mendatangi lokasi yang sudah di tentukan
3. Kelompok meminta izin kepada pemilik lokasi untuk
mendokumentasi lokasi pekerjaan
4. Kelompok memberikan beberapa pertanyaan kepada para pekerja
5. Kelompok melakukan observasi terlebih dahulu sebelum
melakukan pendidikan kesehatan
6. Kelompok menyusun materi yang akan disampaikan saat
pendidikan kesehatan

4.4.2 Tahap Pelaksanaan


Job deskripsi :
Waktu Kegiatan Pelaksanaan
09.30 Mempersiapkan acara penyuluhan oleh Rekan 1
kelompok mulai dari sepanduk leatflet dan kelompok
materi yang akan disampaikan
09.40 Memperkenalkan diri dan rekan satu kelompok Rekan 1
kepada para pekerja tambang kelompok
09.50 Membuka acara penyuluhan oleh pemateri Pemateri :

28
disertai pembagian leatflet oleh rekan 1 Dea Wulandari
kelompok
10.00 Pemateri mulai menjelaskan masalah bahaya Pemateri :
kerja dan hazard yang ada di lokasi Dea Wulandari
pertambangan serta pabrik pengolahan emas.
10.30 Masing- masing rekan kelompok harus ikut aktif Dina Ayu
menjelaskan apa yang belum jelas disampaikan Septiani
oleh pemateri kepada para pekerja tambang. Efa Rosdiana
Eka Avina
Pramudita
Lilis Sopiana

10.35 Memberikan kesempatan untuk bertanya Pekerja tambang


10.40 Menjawab pertanyaan oleh anggota kelompok Rekan 1
kelompok
10.45 Menutup acara penyuluhan oleh pemateri dengan Pemateri :
membagikan sedikit Cindra mata dari kelompok Dea Wulandari
kepada para pekerja tambang.

4.4.3 Tahap Evaluasi


Kelompok melakukan evaluasi pengetahuan para pekerja
mengenai K3, PAK, dan Hazard (macam-macamnya, penyebab nya,
dan cara menghindarinya/cara mengurangi kejadiannya) dengan
memberikan pre-test dan post-test dan menilai dari hasil jawaban
kedua test tersebut.

29
LAMPIRAN

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah ada keluhan saat melakukan pekerjaan yang 
selama di pertambangan
2. Apakah tempat bekerja menerapkan setandar K3 
3. Apakah masing- masing pekerja pernah dilakukan 
pengecekan kesehatan dalam jangka waktu tertentu
4. Apakah lokasi tempat bekerja memiliki resiko bagi 
kesehatanya para pekerja
5. Apakah para pekerja pernah mengalami komplikasi 
penyakit selama bekerja disana
6. Apakah saat bekerja menggunakan alat pelindung diri 
seprti APD,masker atau alat pelindung diri lainya
7. Apakah saat pencampuran sianida dengan karbon 
menimbulkan efek samping pada tubuh pekerja
8. Apakah saat melakukan pembakaran mengugunakan 
alat pelindung diri seperti kacamata dan sarung tangan
9. Apakah selama bekerja disini tidak pernah terjadi 
kecelakaan kerja sebelumnya
10. Apakah tangga untuk menaiki tong tidak beresiko untuk 
paraa pekerja karena tidak memiliki penyangga yang
layak
11. Apakah selama melakukan pembakaran karbon pernah 
mengalami suatu komplikasi di tubuh
12. Apakah saat melakukan penambangan emas pernah 
mengalami resiko kerja yang berbahaya
13. Apakah loksi penambangan berbahaya bagi pekerjanya 
14. Apakah diloksi penambangan ada tersedia alat-alat 
seperti kotak P3K untuk melakukan pertolongan

30
pertama jika terjadi kecelakaan kerja
15. Apakah selama berja di disini pernah megalami suatu 
pontensi bahaya

31
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Nurul Novita. "Gambaran pelaksanaan inspeksi terencana pada
pengoperasian wheel loader di area tambang PT. Aneka Tambang Tbk.
Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Bogor." (2010).

Dahlawy, Ahmad Dharief. "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Area Pengolahan PT. Antam
Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun
2008." (2008).

32

Anda mungkin juga menyukai