Anda di halaman 1dari 77

PROPOSAL PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA An. X DENGAN GANGGUAN


SISTEM HEMATOLOGI AKIBAT THALASEMIA DI RSUD
SEKARWANGI KABUPATEN SUKABUMI

Di ajukan sebagai syarat mendapatkan gelar Ahli Madya keperawatan

(A.Md. Kep)

Disusun Oleh:

Puspa Widianti

NIM 32722001D19081

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021/2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL

Judul : Asuhan Kepereawatan Anak Pada An.X dengan


Gangguan Sistem Hematologi Akibat Thalasemia di
RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.
Nama Mahasiswa : Puspa Widianti
NIM : 32722001D19081

USULAN PROPOSAL

Usulan Proposal ini telah disetujui untuk diajukan dihadapan


Tim penguji KTI Program Studi Diploma III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Sukabumi, Januari 2022

Menyetujui:

Pembimbing Utama

Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep


NIDN:

Pembimbing Pendamping

Rani Fitriani Arifin S.Kep., Ners., M.Kep


NIDN:

ii
LEMBAR USULAN SEMINAR PROPOSAL

FORMULIR
USULAN SEMINAR PROPOSAL

Nama : Puspa Widianti


Nim : 32722001D19081
Judul : Asuhan Keperawatan Anak Pada An.X dengan Gangguan
Sistem Hematologi Akibat Thalasemia di RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
Rencana Ujian :
Tanggal : 01 Maret 2022
Tempat : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi
Waktu : 10.00 WIB

Rencana Penguji :
Penguji I :
Penguji II :

Sukabumi, Feberuari 2022


Pemohon,

(Puspa Widianti)

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep


Rani Fitriani Arifin S.Kep., Ners., M.Kep
NIDN:
NIDN:

Mengetahui/Menyetujui
Ketua Prodi Diploma III Keperawatan

iii
Yeni Yulianti S.Kep., Ners., M.Kep
NIDN.
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan karuniaNya, sehingga penulis mendapat petunjuk, kesabaran

dan kelancaran dalam menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul “Asuhan

Kepereawatan Anak Pada An.X dengan Gangguan Sistem Hematologi Akibat

Thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.”. Proposal penelitian ini

disusun sebagi salah syarat dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi

syarat kelulusan dalam Progarm Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Sukabumi

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagi pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Hj. Iwan Permana S.Kep. M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Sukabumi.

2. Ibu Yeni Yulianti, S.Kep., Ners., M.Kep selaku ketua Prodi Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi.

3. Ibu Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing Utama

yang telah berkenan menyediakan waktu, pikiran, kritikan, arahan serta

masukan bagi penulis dalam penyusunan karya ulis ilmiah ini.

4. Ibu Rani Fitriani Arifin S.Kep., Ners., M.Kep selaku dosen pembimbing

pendamping yang telah berkenan meluangkan waktu, pikira, kiritikan

dan masukan bgi penulis dalm penyusunan karya tulis ilmiah ini.

iv
Penulis menyadari bahwa hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh

kata dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan di

dalamnya . Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan

datang. Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak khususnya bagi penulis dan seluruh pihak lain yang

terlibat.

Sukabumi, 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan

Halaman Sampul Dalam

Halaman Persetujuan

Halaman Penetapan panitia penguji

Kata Pengantar

Abstrak

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Klien

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilu Pengetahuan Dan Teknologi

vi
Keperawatan

1.4.3 Bagi Peneliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Thalasemia

2.1.1 Pengertian

2.1.2 Etiologi (Mekanisme Penurunan)

2.1.3 Klasifikasi

2.1.4 Anatomi Fisiologi

2.1.5 Manifestasi Klinis

2.1.6 Patofisiologi

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.8 Penatalaksanaan

2.2 Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Sekolah

2.2.1 Pertumbuhan Dan Perkembangan Fisik

2.2.2 Perkembangan Kognitif

2.2.3 Perkembangan Bahasa

2.2.4 Perkembangan Emosi

2.2.5 Perkembangan Sosial

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Thalasemia

2.3.1 Pengkajian

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

2.3.3 Intervensi Keperawatan

2.3.4 Implementasi Keperawatan

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

vii
2.4 Konsep Keperawatan Anak

2.4.1 Peran Perawatan Anak

2.4.2 Pertumbuhan dan Perkembangan

2.4.3 Konsep Hospitalisasi

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus

3.2 Subjek Studi Kasus

3.3 Definisi Oprasional

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.5 Metode dan Instumen Pengumpulan Data

3.6 Uji Kebsahan Data

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

3.8 Etika Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

viii
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penurunan Thalasemia ……………………………………………..

10

Tabel 2.2 Thalasemia …………………………………………………………. 12

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan ………………………………………...… 43

ix
Daftar Gambar

x
Daftar Bagan

Bagan 2.1 Pathway Thalasemia ………………………………………………18

xi
Daftar Lampiran

xii
xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit kronik merupakan kondisi yang menyebabkan anak menjalani

hospitalisasi minimal selama satu bulan dalam satu tahun, dan umumnya

mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu yang lama. Prevalensi

penyakit kronik di beberapa negara maju cenderung meningkat. Data survey

nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua anak Indonesia

mempunyai bentuk kondisi yang kronik (Dahnil et al., 2017). Salah satu

penyakit kronik yang banyak terjadi di Indonesia adalah penyakit thalasemia.

Thalasemia adalah penyakit genetis yang terdeteksi disaat seseorang masih

dalam usia anak-anak. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan

sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi

hemoglobin (Rosnia et al., 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia

merupakan penyakit genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah

dinyatakan sebagai masalah kesehatan dunia. kurang lebih 7% dari penduduk

dunia mempunyai gen thalasemia. Data dari World Bank menunjukan bahwa

7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun

sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin

berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia β; 80%

dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang . Indonesia termasuk

salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara dengan

1
2

frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Di indronesia,

setiap tahun akan lahir 3000 bayi penderita penyakit thalassemia dimana yang

berpotensi terkena thalassemia tergolong sangat tinggi dan pasien thalassemia

selalu bertambah setiap tahunnya (Oktavianti, 2017).

Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang

mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%

(Kemenkes, 2018). Saat ini terdapat lebih dari 10.531 pasien thalassemia di

Indonesia, dan diperikirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalassemia di

indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia, terjadi

peningkatan kasus Thalasemia yang terus menerus sejak 3 tahun 2012 4896

kasus hingga tahun 2018 8761 kasus (Kemenkes RI, 2019). Penyakit ini

umumnya diidap oleh anak-anak dengan rentang usia 0 bulan hingga 18 tahun

Menurut Riskesdas 2013. Menurut (YTI- POPTI, 2011) dalam (Aisyahi,

2021) Provinsi jawa barat memiliki jumlah penderita thalasemia terbanyak di

indonesia. Penderita thalasemia di Indonesia tercatat sebanyak 5.501 pasien.

1.751 atau sekitar 35% berasal dari Jawa Barat.Wilayah Sukabumi memiliki

jumlah penderita thalasemia sebanyak 182 orang dengan rincian 34 oran dari

Kota Sukabumi dan 148 orang dari Kabupaten Sukabumi (2019).

Penyebab Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik, yang

menyebabkan terjadinya kerusakan sel darah merah dalam pembuluh darah

sehingga umur eritrosit menjadi pendek atau kurang dari 120 hari. Eritrosit

yang rusak menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan

sehingga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan. Gangguan

2
3

pertumbuhan pada pasien thalasemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara

lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin dan

hipoksia jaringan pada anemia. Anak yang menderita thalasemia memiliki

kondisi fisik yang baik pada saat dilahirkan, akan tetapi dengan semakin

bertambahnya usia, anak akan mengalami gejala anemia baik ringan maupun

berat hal ini disebabkan karena ketiadaan parsial atau total hemoglobin. Jika

keadaan ini tidak segera diatasi, akan mengakibatkan kematian dini pada

anak. Untuk mengatasi keadaan ini anak yang menderita thalasemia akan

membutuhkan tranfusi darah yang rutin dan teratur seumur hidupnya.

Transfusi secara terus menerus pada pasien thalassemia bisa

menyebabkan terjadi penumpukan atau penimbunan zat besi dalam tubuh

terutama pada hati, jantung, dan organ endokrin (Rafika et all , 2019).

Masalah di kelenjar endokrin dan kondisi anemia dapat mengganggu

pertumbuhan anak sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti

postur tubuh yang pendek. Sedangkan nutrisi adalah faktor lingkungan yang

sangat penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya

penyakit anemia yang membesar juga menimbulkan penurunan nafsu makan

dan menyebabkan kurangnya asupan gizi.Nutrisi kurang pada anak

thalasemia akan berdampak buruk apabila tidak ditangani. Dampak tersebut

menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian oleh karena

thalasemia, meningkatkan terjadinya risiko komplikasi, memperpanjang

hospitalisasi pada anak, serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak (Alfiyani & Mariyam, 2016).

3
4

Penderita thalasemia sangat bergantung pada orang tuanya karena

kondisi fisik yang lemah sangat. Terutama pemantauan dalam menjalankan

transfusi darah 2 secara rutin,dan pemantauan asupan nutrisi cukup

dibutuhkan agar tidak terjadi keterlambatan tumbuh kembang anak. Karena

anak thalasemia sebagian besar mengalami penurunan pada nafsu makan

yang dapat menghambat tumbuh kembang bagi penderitanya terutama pada

anak. Anak juga harus mengkonsumsi obat kelasi besi yang bertujuan untuk

mengurangi kelebihan zat besi akibat tranfusi darah yang dilakukan secara

rutin dalam jangka waktu yang lama. Hal ini berarti anak harus datang ke

rumah sakit dan kadang-kadang membutuhkan waktu perawatan satu hari

dirumah sakit.

Perawatan yang dijalani anak dengan thalasemia juga memberikan

dampak dalam bentuk perubahan fisik maupun psikologis.Dengan adanya

perubahan-perubahan secara fisik dan psikologis yang dialami anak

thalasemia tentunya akan membutuhkan penatalaksanaan dan perawatan

secara signifikan.Peran perawat dalam hal ini yaitu membantu meningkatkan

kesejahteraan perawatan maupun mempertahankan kesehatan bagipenderita

thalassemia.

Ada beberapa peran perawat dalam memberikan Asuhan keperawatan

dimana peran dan fungsi perawat yang pertama adalah promotif (perawat

mampu memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua dengan gangguan

hematologi terutama pada thalassemia), peran dan fungsi perawat yang kedua

preventif (peran perawat disini mampu melakukan tindakan yang bisa

4
5

mencegah terjadinya masalah baru misalnya infeksi), peran dan fungsi

perawat yang ketiga kuratif (di tahap ini perawat mampu memberikan

pelayanan keperawatan dengan berkalaborasi dengan tim kesehatan lain

untuk memberikan untuk mengurangi nyeri, antibiotic untuk mencegah

terjadinya infeksi), peran dan fungsi perawat yang keempat rehabilitative

(perawat mampu memandirikan pasien sehingga pasien dapat pulih dan

mampu beraktivitas seperti sebelum dirawat di rumah sakit).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran asuhan keperawatan pada anak

dengan gangguan sistem hematologi akibat thalasemia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah dalam

proposal penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawatan

anak pada An.X dengan gangguan sistem hematologi akibat thalasemia di

RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari proposal penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari proposal penelitian ini adalah melaksanakan asuhan

keperawatan anak pada An.X dengan gangguan sistem hematologi akibat

thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

1.3.2 Tujuan Khusus

5
6

A. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak X gangguan sistem

hematologi akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

B. Menetapkan diagnosis keperawatan pada anak X gangguan sistem

hematologi akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

C. Menyusun perencanaan keperawatan pada anak X gangguan sistem

hematologi akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

D. Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak X gangguan sistem

hematologi akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

E. Melakukan evaluasi pada klien anak X gangguan sistem hematologi

akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Bagi Klien

Penulisan tugas akhir ini sebagai pengkajian untuk membantu ,

merawat dan mempercepat penyembuhan pada masalah sakit atau

keperawatan pada klien.

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilu Pengetahuan Dan Teknologi Keperawatan

Penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai masukan untuk

memberikan informasi tambahan, referensi dan keterampilan bagi

6
7

profesi keperawatan dan Rumah sakit dalam memberikan Asuhan

Keperawatan dengan masalah medis Thalasemia dengan masalah

keperawatan ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada

anak

1.4.3 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan informasi bagi peneliti tentang

asuhan keperawatan thalasemia dengan defisit nutrisi pada anak.

Sselain itu Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara

penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di dalam

perkuliahan.

7
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Thalasemia

2.1.1 Pengertian Thalassemia

Kata talasemia berasal dari kombinasi kata Yunani thalassa (laut)

dan haima (darah). Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan

darah yang diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit

hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan

sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.

Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan

eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah

menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis,

Indriati, & Nauli, 2018).

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang

diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi

thalasemia alfa dana beta. Sedangkan secar aklinis dibedakan menjadi

thalasemia mayor dan minor (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran,

8
9

2000) dalam (Padila, 2017). Hemoglobin merupakan protein kaya zat

besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk

mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee

&Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).

2.1.2 Etiologi (Mekanisme Penurunan Talasemia)

Talasemia dapat diturunkan pada anak dengan Talasemia mayor

dapat lahir dari perkawinan antara kedua orang tua yang dua-duanya

pembawa sifat. Seorang pembawa sifat Talasemia secara kasat mata

tampak sehat (tidak bergejala), hanya bisa diketahui melalui

pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin. Berdasarkan Hukum

Mendel mekanisme penurunan Talasemia ke generasi berikutnya dapat

kita lihat pada gambar.

9
10

Gambar 2.1 Penurunan Thalasemia

Penyakit Talasemia Mayor yang berat mulai terlihat ketika anak

pada usia dini, dengan gejala pucat karena anemia, lemas, tidak nafsu

makan, sukar tidur. Kelahiran pasien Talasemia mayor dapat dihindari

dengan mencegah perkawinan antara dua orang pembawa sifat

Talasemia. Pada pasangan orang tua yang salah satunya pembawa gen

Talasemia Minor, berisiko mempunyai anak pasien Talasemia Minor

50%. Pasangan tersebut tidak akan mempunyai anak dengan Talasemia

Mayor, tetapi jika kedua orang tuanya membawa gen Talasemia Minor

(pembawa sifat) maka mereka dapat kemungkinan 50% anaknya

Talasemia Minor, 25% sehat, dan 25% sisanya dengan Talasemia

Mayor (Kemenkes, 2017).

2.1.3 Klasifikasi Thalasemia

Berdasarkan sintesis rantai globinnya talasemia dikelompokkan

menjadi 2 yaitu talasemia alfa dan talasemia beta (Desmawati, 2013).

A. Thalassemia alfa

Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami

penurunan sintesis dalam rantai alfa.

B. Thalassemia beta

Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang

mengalami penurunan pada rantai beta.

Sedangkan secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu,

talasemia mayor dan talasemia minor (Desmawati, 2013).

10
11

A. Talasemia Mayor

Umumnya diketahui sejak bayi, dengan gejala antara lain :

tampak pucat, lemah, lesu, sering sakit, kadang disertai perut yang

membuncit. Pasien ini membutuhkan transfusi darah terus menerus

seumur hidupnya, setiap 2-4 minggu sekali.

B. Talasemia Intermedia

Biasanya baru terdiagnosis pada anak yang lebih besar, dan

biasanya tidak membutuhkan transfusi darah rutin.

C. Talasemia minor/trait/pembawa sifat

Biasanya tidak bergejala, tampak normal, namun pada

pemeriksaan darah dapat ditemukan kadar Hb yang sedikit dibawah

normal (Kemenkes, 2018).

2.1.4 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.2 Thalasemia


Sumber: Aslinar (2017)

A. Pengertian Hemoglobin

11
12

Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi

terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam

pengangkutan oksigen dari paru- paru ke semua sel jaringan tubuh.

B. Tahap Pembentukan Hb

Tahap pembentukan Hb dimulai dalam eritroblast dan terus

berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari

penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian heme dari

hemoglobin terutama disintesis dari asam asetat dan glisin. Sebagian

besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah awal sintesis

adalah pembentukan senyawa pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol

bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan

dengan besi membentuk molekul heme, akhirnya keempat molekul

heme berikatan dengan satu molekul globin. Satu globin yang

disintesis dalam ribosom retikulom endoplasma membentuk Hb.

Sintesis Hb dimulai dari suksinil koA yang dibentuk dalam

siklus krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim

asam aminolevolinat (ALA) molekul pirol. Koenzim pada reaksi

tersebut yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6) yang dirangsang oleh

eritropoetin, kemudian empat pirol bergabung untuk membentuk

protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan rantai

polipeptida panjang yang disebut globin yang disintesis di ribosom

membentuk sub unit yang disebut rantai Hb.

Pembentukan Hb dalam sitoplasma terjadi bersamaan dengan

proses pembentukan DNA dalam inti sel. Hb merupakan unsur

12
13

terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari globin,

protoporfirin dan besi. Globin dibentuk disekitar ribosom sedangkan

protoporfirin dibentuk disekitar mitokondria, besi didapat dari

transferin. Pada permulaan sel, eritrosit berinti terhadap reseptor

transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb

akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang

kecil dan kurang mengandung Hb. Tidak berhasilnya sitoplasma sel

eritrosit berinti mengikat fe untuk pembentukan Hb dapat

disebabkan oleh rendahnya kadar fe untuk pembentukan Hb dapat

disebabkan oleh rendahnya kadar fe dalam darah .

C. Metabolisme zat besi

Zat besi merupakan unsur yang penting dalam tubuh dan

hampir selalu berikatan dengan protein tertetu seperti hemoglobin,

mioglobin. Kompartemen zat besi yag terbesar dalam tubuh adalah

hemogolbin yang dalam keadaan normal mengandung kira-kira 2

gram zat besi. Hemoglobin mengandung 0,34% berat zat besi,

dimana 1 mL eritrosit setara 1 mg zat besi. Feritin merupakan

tempat peyimpana terbesar zat besi dalam tubuh. Fungsi ferritin

adalah sebagai peyimpana zat besi terutama dalam hati, limpa, da

sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila

diperlukan dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat

peyimpanan ferritin terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam

mobilisasi ferriti serum. Pada penyakit hati akut maupu kronis,

kadar ferritin meningkat, ini disebabkan pengambilan ferritin dalam

13
14

sel hati terganggu dan terdapat pelepasan ferittin dari sel hati yang

rusak.

Pada penyakit keganasan, sel darah kadar ferritin serum

meningkat disebabkan meningkatnya sintesis ferritin oleh sel

leukemia pada keadaan infeksi dan inflamasi, terjadi gangguan

pelepasan zat besi dari sel retikuloedotelial yang mekaismenya

belum jelas, akibatya kadar ferritin intrasel dan serum meningkat.

Ferritin disintesis dalam sel retikuloedotelial dan di sekresikan ke

dalam plasma. Sintesis ferritin di pengaruhi kosentrasi cadangan

besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan besi intra sel

(hemosiderin). Zat besi dalam plasma sebagian diberikan dengan

transferrin, yang berfunsi sebagai transport zat besi. Tranferrin

merupakan suatu glikoprotein, setiap molekul transferrin

mengandung 2 atom fe. Zat besi yang berikatan dengan transferrin

akan terukur sebagai kadar besi serum yang dalam keadaan normal

hanya 20-45% transferrin yang jenuh dengan zat besi, sedangkan

kapasitas daya ikut transferrin seluruhnya disebut daya ikat besi total

(total iron binding capacity, (TIBC) (Kiswari, 2014).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala

seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat

lelah, denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan

pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang membuncit dengan

pembesaran hati dan limpa Pasien Thalassemia mayor umumnya

14
15

menunjukkan gejala- gejala fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak

menjadi kurus, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan

wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth),

bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi akibat

sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel

darah merah, pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan

pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak

akan mengalami pertumbuhan yang terhambat.

Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, maka pasien

akan mengalami kelebihan zat besi yang kemudian akan tertimbun di

setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, dan kelenjar

pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan menimbulkan

komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada

tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala pasien Thalassemia mayor

menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran

diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar

dari orang normal.

2.1.6 Patofisiologi

Pada keadaan normal HbF (fetal hemoglobin) yan terdiri dari dua

rantai  dan dua rantai y (terdapat pada eritrosit janin muali dari minggu

keenam kehamilan). Kemudian HbF mulai diganti oleh HbA (adult

hemoglobin) yang terdiri dari dua rantai  dan dua rantai β sejak sebelum

kelahiran. Reduksi rantai globin β menyebabkan penurunan sintesis dari HbA

serta meningkatnya rantai globin  bebas. Hal ini menyebabkan

15
16

terbentuknya eritrosit yang hipokromik dan mikrositik. Ketidakseimbangan

sintesis rantai globin  dan β mempengaruhi derajat thalasemia.

Presipitasi yang terbentuk dari akumulasi rantai  membentuk badan

inklusi pada eritrosit. Menyebabkan kerusakan membran eritrosit serta

destruksi dini erutroblas yang sedang berkembang di sumsum tulang.

Kerusakan memberan ini menyebabkan imunoglobulin dan komplemen

berikatan dengan membrane memberi sinyal kepaa makrofag . untuk

menyingkirkan prekursor eritroid dan eritrosit yang rusak. Sel

retikuloendotelial menyingkirkan eritrosit abnormal dari limpa, hati, dan

sumsum tulang sebelum masa hidupnya berakhir, lalu terciptalah keadaan

anemia hemolitik. Eritropoiesis yang tidak efektif serta hemolisis inilah tanda

utama dari thalasemia β.

Eritrosit masih dapat mempertahankan prosukdi rantai y, dimana rantai y

mampu berikatan dengan rantai  bebas yang berlebihan membentuk HbF.

Karena peningkatan tersebut, kadar rantai  bebas turun sehingga menguangi

gejala penyakit dan menyediakan hemoglobin tambahan yang mamapu

mengikat oksigen. Namun kenaikan kadar HbF juga berakibat meningkatnya

afinitas oksigen yang mengakibtakan terjadinya hipoksia. Keadaan anemia

beserta hipoksi menstimulasi prosuksi eritropoietin. Eritropoiesis tidak efektif

menyebabkan perluasan dan deformitas tulang. Pad pasien tidak rutin

menjalai transfusi terjadi peningkatan eritropoiesis yang ubnormal.

Akaibtanya, terjadi hiperplasia susmsum tulang 15- 30 kali dari normal.

Manifestasi berupa fasies thalasemia, penipisan korteks pada banyak tulang

kecenderunga terjadinya fraktur, dan penonjolan tulang tengkorak,

pemebsaraan abdomen (pada hati dan limpa) dan terjadi peningkatan absorpsi

besi ( pada tahlasemia β)

16
17

2.1.7 Pathway Thalasemia

Bagan 2.3 Pathway talasemia

Sumber: Wafiyah (2016)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

17
18

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa

pemeriksaan darah, seperti:

1) FBC (Full Blood Count)

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa

jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang

ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah

merah.

2) Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini, darah akan diperiksa dengan mikroskop

untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah

putih, dan platelet. Selain itu, dapat juga dievaluasi bentuk darah,

kepucatan darah, maturasi darah.

3) Iron Study

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek

penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh.Tujuan dari

pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit

disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

4) Haemoglobinopathy evaluation

Pemeriksaan ini untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif

hemoglobin yang ada dalam darah.

5) Analisis DNA

Analisis DNA ini untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang

memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan

18
19

tes yang paling efektif untuk mendiagnosis keadaan karier pada

talasemia (Kiswari, 2014).

2.1.9 Penatalaksanaan Talasemia

A. Transfusi Sel Darah Merah

Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi

komplikasi anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif, membantu

pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan

memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor. Keputusan

untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin

< 6g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang

berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran

limpa dan atau ekspansi sumsum tulang. Penentuan berbasis

molekuler dari talasemia β yang berat jarang dapat memperkirakan

kebutuhan transfusi yang teratur.Sebelum dilakukan transfusi

pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B

dan diberikan fenotif sel darah merah secara lengkap

ditentukan ,sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi

(Permono, 2012). Pemberian transfusi darah bagi penyandang

talasemia seumur hidup, rata-rata sebulan sekali, kemudian untuk

mengeluarkan kelebihan besi dalam tubuh akibat transfusi darah

rutin dan anemia kronik maka diberikan obat kelasi besi.

Berdasarkan rekomendasi PHTDI Indonesia transfusi darah rutin

19
20

untuk pasien anak diberikan pada kadar Hb pretranfusi 9-10 gr %,

dengan target Hb pasca transfusi antara 12-13 gr%. Hal ini bertujuan

agar anak Talasemia mayor dapat tumbuh dan berkembang sesuai

anak normal lainnya (Kemenkes, 2017).

B. Terapi Pengikat Besi dengan Deferoksamin

Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi setelah

pemberian jangka pendek deferoksamin secara intramuscular,

intravena, dan subkutan pertama kali dilaporkan awal tahun1960.

Setelah lebih dari dua dekade, pemberian jangka panjang

intramusskular dilaporkan menimbulkan akumulasi besi secara

perlahan dan penghambatan fibrosis hati pada pasien yang mendapat

transfusi, bila deferoksamin diberikan efektif melalui infus 24 jam

dan selanjutnya 12 jam. Bersamaan dengan studi ini diijinkan

pemberian infus deferoksamin subkutan selama satu malam

menggunakan pompa portable yang dapat dibawa kerumah sebagai

metode standar pemberian deferoksamin saat ini (Permono dkk,

2012).

Saat ini di Indonesia tersedia 3 jenis obat obat pengikat besi

(iron cehlators). cKetiga obat tersebut adalah:

1. Desferrioxamine (DFO) yang diberikan secara subkutan

2. Deferriprone (DFP),

3. Deferasirox (DFX) yang dapat diberikan secara oral.

Obat kelasi besi ini baru diberikan jika;

1. Kadar feritiin serum ≥ 1000 ng/dL

20
21

2. Kadar saturasi transferin (serum iron/total iron binding capacity =

SI/TIBC) ≥ 75%

3. Adanya tumpukan besi di jantung yang diukur dengan

menggunakan pemeriksaan

4. MRI T2< 20 ms

5. Telah menerima transfuse darah > 10x

6. Telah menerima darah sebanyak ± 3 liter (Kemenkes, 2017).

C. Transplantasi Sumsum Tulang (TST)

Pengobatan talasemia β yang berat dengan transplantasi

sumsum tulang pertama kali dilaporkan lebih dari satu dekade yang

lain, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis standar dan saat ini

diterima dalam pengobatan talasemia β.

D. Splenektomi

Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah

sampai 30% pada pasien indeks transfusinya (dihitung dari

penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan

dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun.

Karena adanya risiko infeksi, splenoktomi sebaiknya ditunda hingga

usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan

splenoktomi, pasien sebaiknya di vaksinasi pneumococcal dan

haemophlus influenzae type B sehari setelah operasi diberi penisilin

profilaksis.Bila anak alergi dapat diganti dengan eritromisin

(Permono dkk, 2012).

E. Obat-obat suportif dan makanan

21
22

Di samping transfusi darah, kepada pasien diberikan obat-obat

seperti asam folat, vitamin E sebagai antioksidan,serta micro dan

makroelental lainnya seperti kalsium,zinc dan pengobatan khusus

lainnya untuk mencegah atau sebagai terapi dari komplikasi yang

timbul.Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang banyak

mengandung zat besi seperti daging merah dan hati. Sangat

dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan dairy products

seperti susu, keju, gandum (Kemenkes, 2017).

F. Pencegahan Talasemia

Pencegahan Thalasemia ada 3 jenis yaitu:

1. Pencegahan Primer Talasemia

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Pendidikan

genetika sebaiknya mulai dini diajarkan di sekolahsekolah,

demikian pula pengetahuan tentang gejala awal talasemia.

Pengetahuan ini juga sangat penting bagi pasangan yang ingin

melangsungkan pernikahan (calon pengantin) perlu

mendapatkan pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang

dapat diturunkan sehingga timbul awarenes (mawas diri) pada

calon pasangan tersebut. Jika pernikahan tetap dilanjutkan,

mereka diinformasikan kemungkinan mendapat anak dengan

talasemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk

menghindarinya.

2. Pencegahan sekunder talasemia meliputi:

a) Skrining

22
23

Skrining atau penjaringan talasemia ditujukan untuk

menjaring individu dengan “carier” atau penyandang

talasemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum

memiliki anak. Target utama skrining adalah penemuan

talasemia minor/trait/pembawa sifat Talasemia β dan Hb- E.

Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter

keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat

pranikah, terutama di daerah yang berisiko tinggi

(thalassemia belt/sabuk talasemia).

Prosedur skrining talasemia :

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis

talasemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (CBC),

khususnya Hb, nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH,

MCHC, dan RDW. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus

darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang

meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF.

Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa

pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding

capacity (TIBC).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotianingsih

(2018) dengan metode Pengambilan sampel darah dilakukan

di kabupaten Merangin Jambi. Dilakukan pembuatan hapusan

darah dan pengambilan sampel darah vena di vena mediana

cubiti sebanyak 3 ml. Darah ditampung dalam tabung vakum

23
24

dengan antikoagulan EDTA. Hapusan darah difiksasi dengan

methanol di tempat sedangkan pewarnaan Giemsa dilakukan

di Jambi. Sampel darah vena dimasukan dalam cool box berisi

ice pack suhu 4-80 C. Pemeriksaan parameter hematologi

untuk skrining thalassemia terdiri dari perhitungan darah

lengkap (Complete Blood Count/CBC), hapusan darah (blood

smear), dan analisis Hb. Perhitungan darah lengkap diukur

dengan menggunakan hematology analyzer Sysmex Xs-800i

untuk mengetahui nilai MCV, MCH, MCHC, RDW, RBC.

Hapusan darah menggunakan pewarna Wright-Giemsa.

Analisis Hb menggunakan elektroforesa dari Sebia. Analisis

hasil pemeriksaan hematologi untuk menentukan pembawa

sifat talasemia α dan β pada populasi Suku Anak Dalam

berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1) Talasemia alfa bila Hb normal/ rendah dengan MCV dan

MCH rendah, HbA2 > 3.5%.

2) Talasemia beta bila Hb normal/ rendah dengan MCV dan

MCH rendah, HbA2 < 3.5%.

b) Deteksi dini

Deteksi dini kasus talasemia mayor dan intermedia adalah

kegiatan pemeriksaan klinis dan darah pada individu atau

pasien yang dicurigai sebagai pasien talasemia.

3. Pencegahan tersier

24
25

Bagi penyandang talasemia adalah mencegah agar tidak

timbul komplikasi yang makin memperberat kondisi

kesehatannya.Misalnya dalam tatalaksana transfusi darah

diupayakan agar tidak terjadi penumpukan zat besi yang

berlebihan dan jika terjadi penumpukan zat besi maka terapi

kelasi besi harus dikuasai oleh petugas kesehatan di rumah sakit

dengan baik untuk mencegah terjadinya kerusakan hati dan ginjal

(Kemenkes, 2017).

2.2 Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Sekolah

2.2

2.2.1 Pertumbuhan Dan Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik anak usia sekolah meliputi pertumbuhan

tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar

bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi,

otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak

menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan

perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya sendiri dan

orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan

dirinya dan orang lain.

A. Pertumbuhan Tinggi

Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi

mengikuti pola yang sama.

1. Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh

25
26

saat  lahir. Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.

2. Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah

sampai usia 18 tahun ketika mengakhiri masa remaja.

Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan

anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan. Namun setelah

itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.

B. Perkembangan Berat Badan

1. Anak usia 5 tahun : berat 5x setelah dilahirkan.

2. Anak masa anak : berat 35-40 kg.

3. Anak usia 10-12 tahun (permulaan masa remaja):

4. Anak mengalami periode lemak :

a. Mengalami pematangan kelamin yang berasal dari hormone.

b. Nafsu makan anak semakin besar.

c. Pertumbuhan tubuh yang cepat.

d. Penumpukan lemak pada perut, pinggul,pangkal paha, dada,

sekitar rahang, leher dan pipi.

          Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980) ada tiga

kemungkinan bentuk primer anak SD, yaitu:

1. Bentuk tubuh endomorph: yang tampak dari luar berbentuk

gemuk dan berbadan besar.

2. Bentuk tubuh mesomorf: kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih

kekar.

3. Berat tubuh ektomorf: tampak jangkung, dada pipih, lemah dan

seperti tak berotot

26
27

C. Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak.

1. Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik

usia SD cenderung lambat dibandingkan anak awal dan

remaja.

2. Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras

berlangsung terus sampai akhir masa remaja.

3. Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya

berbeda, tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang

dikonsumsi.

4. Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi

periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang karena tulang

belum/tidak cukup keras menompang berat badan.

5. Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta

didik usia SD menjadi peristiwa penting karena dapat

mempengaruhi perilaku anak.

6. Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang

mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang

berdampak pada kemampuan anak dalam belajar.

7. Sebagian peserta usia SD juga berbeda pada masa awal

remaja/puber :

8. Masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat dalam

ukuran tinggi, berat badan, proporsi tubuh.

9. Kematangan kelenjar dan hormone yang berkaitan engan

pertumbuhan seksual.

27
28

10. Mengalami ketidakseimbangan, terlalu memperhatikan

perubahan fisik, menarik diri dari pergaulan, perubahan

minat/aktivitas bermain, bersikap negative/menentang, kurang

PD dan sebagainya.

2.2.2 Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap

operasi konkret dalam berpikir (usia 7-12 tahun). Piaget menemukan

beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif

anak, diantaranya:

1. Anak adalah pembelajar yang aktif.

2. Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.

3. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi

dan akomodasi.

4. Proses equilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-

bentuk pemikiran yang lebih komplek.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan

kognitif peserta didik usia SD, antara lain:

1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan

indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).

2. Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan

memahami sesuatu.

3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.

4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda

jika anak mendapat pengalaman seara tidak langsung dari orang lain

28
29

atau informasi dari buku.

5. Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau

perempuan telah dilatih sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan

jenis kelamin.

6. Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan

menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain

dan lingkungan.

2.2.3 Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk

menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan

simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai

berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti

aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau

masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan,

bahasa tulis, dan bahasa isyarat. Keterampilan dalam berbahasa

memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:

1. Keterampilan mendengarkan

2. Keterampilan berbicara

2. Keterampilan membaca

3. Keterampilan menulis

Di sekolah , keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan

memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah,

pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan

berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan

29
30

informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan

benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita,

deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi.

Keterampilan membaca meliputi ketrampilan memahami teks bacaan

melalui membaca intensif dan sekilas.

2.2.4 Perkembangan Emosi

Pada masa anak sekolah dasar, pada masa ini ia umumnya

mulai dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu

dengan baik bahkan sempurna.

Kemampuan melakukan hal-hal tersebut menumbuhkan

kepercayaan akan kecakapannya menyelesaikan sesuatu tugas. Kalau

tidak akan tumbuh atau menimbulkan perasaan rendah diri yang akan

dibawanya pada taraf perkembangan selanjutnya.

Pada masa ini anak usia sekolah dasar mulai mengalami

ketidak senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan

kecewa sedangkan kesenangan, berdiferensiasi ke dalam harapan dan

kasih orang.

2.2.5 Perkembangan Sosial

Anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri

(egosentris) kepada yang kooperatif (bekerja sama) atau sosientris (mau

memperhatikan kepentingan orang lain sehingga diterima menjadi

anggota kelompok). 

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian

kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan

30
31

sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma

kelompok, tradisi, dan moral agama. Perkembangan social anak

dipengaruhi oleh keluarga, teman sebaya dan guru.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Thalasemia

Konsep keperawatan meliputi pengkajian, diangosa, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

2.3

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses

keperawatan. Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah

mengumpulkan data, memvalidasi data, megorganisasikan data dan

mencatat yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk

perumusan diagnose keperawatan dan mengembangkan rencana

keperawatan sesuai kebutuhan pasien serta melakukan implementasi

keperawatan.

A. Asal Keturunan/Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah

(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia

sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan

merupakan

penyakit darah yang paling banyak diderita.

B. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala

tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.

31
32

Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,

biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.

C. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian

atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb

yang berfungsi sebagai alat transport

D. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan

gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena

adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini

terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak

adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam

kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis

dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.

Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan

perkembangan anak normal.

E. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah

makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai

dengan usianya.

F. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak

banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal

mudah merasa lelah

32
33

G. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji

apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang

tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita

thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya

perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit

yang mungkin disebabkan karena keturunan.

H. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara

mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa

bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu

diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya

nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera

dirujuk ke dokter.

I. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering

didapatkandiantaranya adalah:

1. Keadaan umum = Anak biasanya terlihat lemah dan kurang

bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.

2. Kepala dan bentuk muka.Anak yang belum/tidak mendapatkan

pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar

dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek

tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang

dahiterlihat lebar.

3. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

33
34

4. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5. Dada, Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol

akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia

kronik

6. Perut, Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat

pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).

7. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya

kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia

pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya,

tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau

kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap

adolesense karena adanya anemia kronik.

9. Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah

sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi

kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam

jaringan kulit (hemosiderosis) (Wiayaningsih, 2013)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis

mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun

potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

34
35

berkaitan dengan kesehatan.

Adapaun diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus

Thalasemia menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia SDKI

(2017) adalah sebagai berikut:

A. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat.

1. Gejala dan tanda Mayor

a. Subjektif : dyspnea

b. Objektif

1) Penggunaan otot bantu pernapasan

2) Fase ekspirasi memanjang

3) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradypnea,

4) hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes)

2. Gejala dan tanda Minor

a. Subjektif : Ortopnea

b. Objektif:

1) Pernapasan pursed-lip

2) Pernapasan cuping hidung

3) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

4) Ventilasi semenit menurun

5) Kapasitas vital menurun

6) Tekanan ekspirasi menurun

7) Tekanan inspirasi menurun

35
36

8) Ekskursi dada berubah

B. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)

Definisi: Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat

mengganggu metabolism tubuh

1. Gejala dan Data Mayor

a. Subjektif : -

b. Objektif

1) Pengisian kapiler > 3 detik

2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba

3) Akral teraba dingin

4) Warna kulit pucat

5) Turgor Kulit menurun

2. Gejala dan Data Minor

a. Subjektif

1) Parastesia

2) Nyeri ekstermitas

b. Objektif

1) Edema

2) Penyembuhan luka lambat

3) Indeks ankle- brachial <0.09

4) Bruit fermoralis

C. Intoleransi aktivitas (D.0056)

Definisi : Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktifitas

sehari- hari

36
37

1. Gejala dan Data Mayor

a. Subjektif : Mengeluh Lelah

b. Objektif : Frekuens jantung meningkat > 20% dari kondisi

istirahat

2. Gejala dan Data Minor

a. Subjektif

1) Dispnea saat/setelah aktivitas

2) Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas

3) Merasa lemah

b. Objektif

1) Tekanan darah berubah < 20% dari kondisi istirahat

2) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah

aktivitas

3) Gambaran EKG menunjukan iskemia

4) Sianosis

D. Resiko gangguan integritas kulit /jaringan (D.0139)

Definisi : Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis dan/atau

epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot,

tendon, tulang, kartilago kapsul sendi dan/atau ligamen).

E. Resiko infeksi (D. 0142)

Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik

F. Gangguan citra tubuh (D.0083)

Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan

37
38

fungsi fisik individu

1. Gejala dan tanda Mayor

a. Subjektif : Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian

tubuh

b. Objektif :

1) Kehilangan bagian tubuh

2) Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang

2. Gejala dan tanda Minor

a. Subjektif :

1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan

bagian tubuh

2) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan

tubuh

3) Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi

orang lain

4) Mengungkapkan perubahan gaya hidup

b. Objektif

1) Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara

berlebihan

2) Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh

3) Focus berlebihan pada perubahan tubuh

4) Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh

5) Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu

6) Hubungan sosial berubah

38
39

G. Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)

Definisi : Kondisi individu mengalami gangguan kemampuan

bertumbuh danberkembang sesuai dengan kelompok usia.

1. Gejala dan tanda Mayor

a. Subjektif : (tidak tersedia)

b. Objektif

1) Tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku

khas

2) sesuai usia (fisik, bahasa, motorik, psikososial)

3) Pertumbuhan fisik terganggu

2. Gejala dan tanda Minor

a. Subjektif : (tidak tersedia)

b. Objektif :

1) Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia

2) Afek datar

3) Respon sosial lambat

4) Kontak mata terbatas

5) Nafsu makan menurun

6) Lesu

7) Mudah marah

8) Regresi

9) Pola tidur terganggu (padabayi)

2.3.3 Intevensi Keperawatan

Tabel 2.5 intervensi keperawatan

39
40

No Diagnosa Intervensi Rasional

Keperawatan

1. Pola nafars tidak Observasi Mohon maaf rasional nya

efektif berhubungan a. Monitor frekuensi, belum di isi ibu, pengen

dengan posisi tubuh irama, kedalaman dan tahu dulu dari penilaian ibu

yang upaya untuk intervensi sudah

menghambat b. Monitor pola nafas benar atau belum

ekspansi paru dan (seperti bradipnea,

penurunan energi. Takipnea,

c. hiperventilasi,
Tujuan:
kussmaul, cheyne-
setelah dilakukan
stokes, biot, ataksik)
tindakan keperawatan
d. Palpasi kesimetrisan
diharapkan pola nafas
ekspansi paru
klien membaik
e. Auskultasi bunyi Nafas
Kriteria Hasil :
f. Monitor saturasi
A. Frekuensi nafas
oksigen
membaik

B. Fungsi paru
Terapeutik
dalam batas
a. Posisikan semi fowler
normal
atau fowler
C. Tanda- tanda
b. Berikan Oksigen jika
vital dalam batas
perlu
normal

a.

40
41

2. Intoleransi aktivitas Observasi

berhubungan
a. Identifikasi gangguan
dengan
fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan
mengakibatkan lelah
antara suplai dan
b. Kaji kemampuan pasien
kebutuhan oksigen
untuk melakukan

aktivitas,catat
Tujuan : Setelah
c. kelelahan dan kesulitan
dilakukan tindakan
dalam beraktivitas
keperawatan
d. Monitor kelelahan fisik
diharapkan
dan emosional
toleransi aktivitas
e. Catat respon terhadap
meningkat
tingkat aktivitas
Kriteria Hasil :

a. Keluhan lelah
Terapeutik
menurun
a. Sediakan lingkungan
B. Perasaan lemah
nyaman dan rendah
menurun
stimulus
C. Tenaga
b. Berikan aktivitas
Meningkat
distraksi yang

menyenangkan

c. Fasilitasi duduk di sisi

tempat tidur, jika tidak

dapat berpidah atau

berjalan

d. Libatkan keluarga

41
42

dalam aktvitas, jika

perlu

Edukasi

a. Anjurkan Tirah baring

b. Anjurkan melakukan

aktivitas secara bertahap

c. Pilih periode istirahat

dengan periode aktivitas

3. Perfusi perifer tidak Observasi

efektif berhubungan a. Periksa sirkulasi perifer

dengan penurunan (mis. Nadi perifer,

kosentrasi edema, pengisian

hemoglobin b. kapiler, warna, suhu,

Tujuan : setelah anklebrachial index)

diberikan tindakan c. Monitor

keperawatan panas,kemerahan,nyeri,

diharapkan perfusi atau bengkak pada

perifer meningkat extermitas

d. Observasi adanya

Kriteria hasil : keterlambatan respon

A. Warna Kulit verbal, kebingungan

pucat menurun atau gelisah

B. Pengisian kapiler

membaik Terapeutik

C. Akral membaik a. Lakukan pencegahan

42
43

B. d) Turgor kulit infeksi

membaik b. Hindari pemakaian

benda-benda yang

berlebihan suhunya

c. (terlalu panas atau

dingin)

Edukasi

a. Anjurkan mengecek air

mandi untuk

menghindari kulit

terbakar

b. Anjurkan perawatan

kulit yang tepat

(mis.melembabkan kulit

kering pada Kaki)

4. Resiko infeksi Observasi

berhubungan Monitor tanda dan gejala

dengan infeksi local dan sistmik

ketidakadekuatan Terapeutik

pertahanan a. Perhatikan teknik

tubuh sekunder aseptic terhadap

pemasangan transfusi

Tujuan : setelah b. Cuci tangan sebelum

dilakukan tindakan dan sesudah kontak

keperawatan dengan pasien dan

43
44

diharapkan c. lingkungan pasien

tingkat infeksi d. Pertahankan teknik

menurun aseptic pada pasien

Kriteria hasil : beresiko tinggi

A. Kebersihan

tangan meningkat Edukasi

B. Kebersihan badan a. Jelaskan tanda dan

meningkat gejala infeksi

C. Nafsu makan b. Ajarkan cuci tangan

meningkat dengan benar

c. Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

5. Resiko gangguan Observasi

integritas Identifikasi penyebab

kulit/jaringan gangguan integritas kulit

berhubungan (mis.

dengan perubahan sirkulasi,

perubahan sirkulasi perubahan status nutrisi,

penurunan

Tujuan : setelah kelembaban, suhu

dilakukan tindakan lingkungan ekstrem,

keperawatan penurunan mobilitas)

diharapkan

integritas kulit dan Terapeutik

jaringan klien a. Ubah posisi tiap 2 jam

meningkat jika tirah baring

44
45

Kriteria hasil : b. Hindari produk berbahan

A. Perfusi jaringan dasar alcohol pada kulit

meningkat kering

B. Kerusakan c. Gunakan Produk

lapisan Kulit berbahan ringan/alami

menurun dan hipoalergik

d. Gunakan produk

berbahan petroleum atau

minyak pada Kulit kering

Edukasi

a. Anjurkan menggunakan

pelembab (Mis. lotion,

serum)

b. Anjurkan minum yang

cukup

c. Anjurkan meningkatkan

asupan buah dan sayur

d. Anjurkan menghindari

terpapar suhu ekstrem

6. Gangguan citra Observasi

tubuh berhubungan a. Identifikasi harapan

dengan perubahan citra tubuh berdasarkan

fungsi tubuh tahap perkembangan

b. Identifikasi perubahan

Tujuan: Setelah citra tubuh yang

45
46

pemberian tindakan mengakibatkan isolasi

keperawatan social

diharapkan citra

tubuh klien Terapeutik

meningkat a. Diskusikan perubahan

Kriteria hasil : tubuh dan fungsinya

A. Melihat bagian b. Diskusikan perbedaan

tubuh meningkat penampilan fisik terhadap

50 harga diri

B. Vebralisasi c. Diskusikan presepsi

perasaan pasien dan keluarga

negative tentang tentang perubahan

perubahan tubuh b. citra tubuh

Menurun

C. Hubungan social Edukasi

membaik a. Anjurkan mengikuti

kelompok pendukung

(mis.kelompok sebaya)

b. Latih peningkatan

penampilan diri

(mis.berdandan)

c. Latih pengungkapan

kemampuan diri kepada

orang lain dan

kelompok

7. Gangguan Tumbuh Observasi

46
47

Kembang Identifikasi pencapaian tugas

berhubungan perkembangan anak

dengan efek

ketidakmampuan Terapeutik

a. Minimalkan kebisingan

Tujuan: Setelah ruangan

dilakukan tindakan b. Pertahankan lingkungan

keperawatan yang mendukung

diharapkan status perkembangan

perkembangan b. optimal

membaik a. Motivasi anak

Kriteria hasil : berinteraksi dengan anak

a) lain

Keterampilan/ prilaku b. Dukung anak

sesuai dengan usia mengekspresikan diri

A. Respon social melalui penghargaan

meningkat c. positif atau umpan balik

B. Kontak mata atas usahanya

meningkat a. Mempertahankan

C. Afek Membaik kenyamanan anak

b. Bernyanyi bersama anak

lagu-lagu yang disukai

Edukasi

a. Jelaskan orang

tua/pengasuh tentang

47
48

milestone

b. perkembangan anak dan

perilaku anak.

c. Anjurkan orang tua

berinteraksi dengan anak

Sumber: Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018

2.3.4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementiasi

keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,

pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk

klien- keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan

yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus

berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan dan kegiatan komunikasi (Ghofur, 2016).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian

proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.

Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

48
49

kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah

tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada

komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda

gejala yang spesifik.

Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif

dengan menggunakan beberapa metode. Evaluasi dapat dibagi

menjadi 2 jenis yaitu:

1. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format

catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang

dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.

2. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan

antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara

keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu

ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang

perlu dimodifikasi.

2.4 Konsep Keperawatan Anak

2.4.1 Peran perawatan anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda

dibandingkan dengan orang dewasa. Perawat harus memahami dan

mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan

keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:

A. Sebagai pendidik.

49
50

Kebutuhanorang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat

mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak

selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk

persiapan pulang ke rumah.

B. Sebagai konselor

perawat dapat memberikan konseling keperawatan dengan cara

mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara

fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat

dengan orang tua dan keluarga tentang masalah pada anak.

C. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.

Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator

pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien.

Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu kerjasama dengan

keluarga juga harus terbina dengan baik.

D. Sebagai pembuat keputusan etik.

Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat

keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini

dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,

menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan

keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat

yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh

karena itu perawat harus dapat meyakinkan pemegang kebijakan

bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang

diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas

50
51

pelayanan kesehatan anak.

E. Sebagai peneliti.

Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam

melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan keperawatan anak

sehari-hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan serta

menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang

ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat

melaksanakanpenelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

praktik keperawatan anak.

2.4.2 Pertumbuhan dan perkembangan

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Menurut

Soetjiningsih (2012), pertumbuhan (growth) berkaitan dengan

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,

kilogram) ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Dalam pengertian lain

dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran fisik

(anatomi) dan struktur tubuh baik sebagian maupun seluruhnya karena

adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena

bertambah besarnya sel Sedangkan perkembangan (development)

adalah bertambahnya kemampuan serta struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan

diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh,

organ-organ dan sistem organ yang terorganisasi dan berkembang

51
52

sedemikian rupa sehingga masing- masing dapat memenuhi fungsinya.

Dalam hal ini perkembangan juga termasuk perkembangan emosi,

intelektual dan perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan

(Soetjiningsih, 2012).

2.4.3 Konsep Hospitalisasi

Pengertian Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik

bagi anak maupun keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat

berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan

yang asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat

dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit,

diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap

cemas(Nursalam, 2013) Hospitaisasi merupakan pengalaman penuh

cemas baik bagi anak maupun keluarganya karena alasan berencana

atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit

untuk menjalani terapi dan perawatan. Berikut ini adalah dampak

hospitalisasi terhadap anak usia prasekolah menurut Nursalam (2013),

sebagai berikut:

A. Cemas

Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak pertengahan

sampai anak periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan

adalah cemas karena perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat

dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa

kehilangan terhadap orang yang terdekat bagi dir anak.

B. Kehilangan kontrol

52
53

Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan

kontrol. Hal ini terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal

kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,

melakukan aktivitas hidup sehari-hari activity daily living (ADL),

dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan

kehilangan kebebasan pandangan ego dalam mengembangkan

otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak dari

peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan

dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika

terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit

kronis), maka anak akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya

akan menarik diri dari hubungan interpersonal.

C. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)

Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body

boundaries (perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali

berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan

pemeriksaan telinga, mulut atau suhu pada rektal akan membuat

anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak

menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat menyakitkan. Anak

akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis, mengatupkan

gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.

Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah

adalah gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.

53
54

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada anak dengaan gangguan sistem hematologi akibat t halasemia.

Desain yang di ambil pada penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk

studi kasus. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri atau lebih (independen)

tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan antara variable yang satu

dengan yang lainnya (Sugiyono, 2013). Study kasus termasuk ke dalam jenis

penelitian analisis deskriptif , yaitu penelitian yang dilakukan berfokus pada

suatu kasus tertentu untuk diamati dan di analisis secara cermat dan tuntas .

studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa

peristiwa, aktivitas atau individu.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan

yang meliputi identifikasi hasil pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek pada penelitian studi kasus ini adalah seorang individu atau anak

dengan gangguan sistem hematologi akibat thalasemia di RSUD Sekarwangi

54
55

Kabupaten Sukabumi.

Fokus studi pada penelitian ini adalah:

1. Mengkaji masalah keperawatan pada gangguan sistem hematologi akibat

thalasemia.

2. Penerapan tindakan keperawatan pada gangguan sistem hematologi akibat

thalasemia.

3.3 Definisi Oprasional

Batasan istilah yang akan diuraikan disini akan disesuaikan dengan

judul studi kasus yang diambil yaitu “Asuhan Kepereawatan Anak Pada An.X

dengan Gangguan Sistem Hematologi Akibat Thalasemia di RSUD

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi”.

Asuhan Keperawatan adalah pendekatan keperawatan professional yang

dilakukan untuk mengidetifikasi, mendiagnosis dan mengatasi respons

manusia terhadap kesehatan penyakit, dan melakukan implementasi

(American Nurses Association,2003 dalam lestari 2019).

Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik (penurunan jumlah sel

darah merah karena adanya penghancuran sel darah merah secara berlebihan)

herediter yang diturunkan secara resesif. Secara klinis dibedakan atas

thalassemia mayor dan minor. Penyakit ini ditandai dengan adanya kelainan

sintesis rantai globin. Jika sintesis rantai globin terjadi penurunan maka akan

menyebabkan anemia dan mikrositosis karena sintesis hemoglobinnya

menurun (Kiswari, 2014)

Gangguan Sistem Hematologi akibat Thalasemia adalah gangguan dan

kelainan yang muncul pada pasien thalasemia yang disebabkan karena

55
56

protein dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal.

Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi mengantarkan oksigen dari

peru- paru ke seluruh tubuh, sehingga pasien dengan tahlasemia akan

memiliki tingkat oksigen dalam tubuh yang rendah.

Pada penyusunan studi kasus ini penulis akan menjabarkan tentang

Konsep penyakit thalasemia, Konsep pertumbuhan dan perkembangan anak

usia sekolah , konsep asuhan keperawatan thalasemia dan konsep

keperawatan pada anak. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila

diperlukan ditambah informasi kualitatif sebagai cara dari batasan yang

dibuat oleh penulis.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi,

Penelitian memakan waktu selama 2 bulan, dimua darii bulan Maret sampai

dengan bulan April.

3.5 Metode dan Instrument Pengmpulan Data

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.5.1 Biofisiologis

(Pengukuran yang berorientasi pada dimensi fisiologis manusia,

56
57

baik inviro maupun invitro)

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang dirteliti, metode ini

memberikan hasil secara langsung. Penulis menggunakan metode

wawancara pada penelitian ini karena ingin mengetahui hal-hal dari

responden secara mendalam yang nanti nya digunakan sebagai bahan

dalam mengisi Obsevasi pengkajian pada asuhan keperawatan . Dalam

metode ini, digunakan instrument berupa pedoman wawancara

(Hidayat, 2007 dalam Latifah,2019).

3.5.3 Obeservasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan secara langsung kepada responden yang teliti, metode ini

memberikan hasil secara langsung.Adapaun cara penulis melakukan

observasi pada penelitian ini yaitu dengan melalukan evaluasi

pengkajian baik fisik, psikososial dan spiritual untuk menjadi bahan

dalam pengkajian asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik yang

digunakan menggunakan. Model instrumen t yang digunakan yaitu,

Catatan Ancdotal (mencatat gejala-gejala khusu atau luar biasa menurut

urutan kejadian)

3.5.4 Studi dokumentasi

Dalam pengelolaan kasus ini dokumen yang digunakan untuk

mendukung data hasil wawancara adalah hasil dari pemeriksaan

57
58

diagnostic dan data lain yang relevan.

3.5.5 Kusioner

Jenis kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah

kuisioner campuran. Kuisioner campuran adalah perpaduan dari

kuisonier terbuka dan tertutup. Tujuan dari kuisioner ini yaitu untuk

mengetahui topik secara mendalam guna mendapatkan serangakain

data- data pada penelitian

3.5.6 Skala penilaian.

Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada studi kasus

ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. metode penelitian

kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci.

3.6 Uji Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk membuktikan kualitas data atau

informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data

dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi

instrument utama), keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

peneliti melakukan Asuhan Keperawatan secara koheren dan komprehensif,

peneliti juga memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan, sumber

informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tigasumber data utama

yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitanndengan masalah yang

diteliti.

58
59

3.7 Analisis Data Dan Penyajian Data

3.7.1 Analisa data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan

dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil

interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah penelitian. hasil data yang terkumpul dalam bentuk

catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan

dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif untuk menunjang

penentuan masalah keperawatan.Analisa data pada studi kasus ini

menggunakan pendekatan Standar Diagnosa Keperawtan Indoneesia

(PPNI, 2017) yang di tuangkan dalam bentuk bagan sedangkan pada

pendekatan terapan digunakan analisa dekriptif (Latifah, 2019).

3.7.2 Analisis

Analisis data pada study kasus menggunakan pendekatan PES

(Problem, Etiologi dan Simptom) yang di tuangkan dalam bentuk bagan

sedangkan pada pendekatan terapan digunakan analisis deskriptif

3.7.3 Pengkajian data

Penyaji data dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks

59
60

naratif. Kerahasiaan dari klien akan dijamin dengan cara mengaburkan

identitas klien.Penyajian data Penyajian data disesuaikan denga desain

studi kasus deskriptif yang dipilih untuk studi kasus. Data disajikan

secara terstruktur yaitu dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif.dan dapat desertai cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi

kasus yang merupakan data pendukungnya. Kerahasiaan dari klien

akan dijamin dengan cara mengaburkan identitas klien.

3.7.4 Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian di data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis

dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan akan dilakukan

dengan metode induksi data yang dikumpulkan terkait dengan data

pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

3.8.1 Hak untuk self determination

Klien memiliki otonomi dan hak untuk membuat keputusan secara

sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi atau mengundurkan diri.

3.8.2 Hak terhadap privacy dan dignity (kerahasiaan)

Penulis menggunakan etika dalam penelitian untuk menjamin

kerahasiaan dari hasil laporan baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya, semua pasien yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh penulis, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil

60
61

laporan.

3.8.3 Anonimity dan Confidelity

Peneliti memberikan jaminan kepada subjek penelitian dengan

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3.8.4 Hak terhadap penanganan yang adil

Memberikan individu hal yang sama untuk dipilih atau terlibat

dalam studi kasus tanpa deskriminasi dan diberikan penanganan yang

sama dengan menghormasi seluruh persetujuan yang disepakati, dan

untuk memberikan penanganan terhadap masalah yang muncul selama

partisipasi.

Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan

kerugian mengharuskan agar klien dilindungi dari eksploitasi dan

peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk

meminimalkan bahaya dan kerugian serta memaksimalkan manfaat.

61
62

DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2017. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Ayu, Ariani Putri. 2017. Ilmu Gizi. Yogyakarta:Nuha Medika.

Saisan, . 2020. “Asuhan Keperawatan pada Kien Anak dengan Thalasemia yang

di rawat di Rumah Sakit”. KTI. Prodi D-III Keperawatan, Poltekes

Kesehatan Kementrian Kesehatan, Samarinda. Di akses pada tanggal

24 Oktober 2021 dari http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id

DewiI, Putu Yuni Kumala (2018) GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK THALASEMIA DENGAN DEFISIT NUTRISI DI

RUANG AFTERCARE RSUP SANGLAH TAHUN 2018. KTI.

Jurusan Keperawatan 2018, Politeknik kesehatan Kemenkes,

Denpasar. Di akses pada 24 Oktober 2021 dari

62
63

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id

Redaksi Halodoc. 2018. “Ini Sebabnya Orang Bisa Kena Thalassemia“ Di akses

pada tanggal 25 Oktober 2021 dari https://www.halodoc.com

SesiLosari. 2017. “Kegiatan Humas Indonesia Bergerak Di Kantor Pos Depok II

Dalam Meningkatkan Citra Instansi Pada Publik Eksternal“. Jurnal

Komunikasi Vol 8 No. 2 (hlm.50) diakses pada 26 Oktober 2021 dari

https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom

Loyola R, Mandala Z, Agustina R. 2020. “ Kadar Ferritin dengan Status Gizi

Pasien Thalassemia β Mayor Anak di RSAM Bandar Lampung“

Dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati Vol 11. No.1 (hlm, 119-120). Di akses pada

tanggal 27 Oktober 2021 dari http://journal.lldikti9.id/CER/index

Annis F, Marnis D, Indriati G. 2018. “Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan

kualitas hidup anak Thalasemia“. Jurnal KeperawaTan Sriwijaya vol 5

No. 2 (hlm. 31-32). Di akses pada tanggal 27 Oktober 2021 dari

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya

Muhlisian, Achmad. 2013. “Analisis Kesalahan Terjemahan Jepang Yang

Terdapat Dalam Karya Ilmiah Mahasiswa S2 Universitas Pendidikan

Indonesia“ Di akses pada 29 Oktober 2021 dari

http://repository.upi.edu

file:///C:/Users/VAIO_PC/Downloads/252-Article%20Text-1362-

1-10-20200406.pdf

63
64

LAMPIRAN – LAMPIRAN

64

Anda mungkin juga menyukai