Anda di halaman 1dari 84

PROPOSAL PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA An. X DENGAN MASALAH


MEDIS THALASEMIA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH DI DESA CINUMPANG KECATAMAN SUKALARANG
KABUPATEN SUKABUMI

Di ajukan sebagai syarat mendapatkan gelar Ahli Madya keperawatan

(A.Md. Kep)

Disusun Oleh:

Puspa Widianti

NIM 32722001D19081

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL

Judul : Asuhan Kpereawatan Anak Pada An.X dengan Masalah


Medis Thalasemia dengan Masalah Keperawatan
Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh di Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang
Kabupaten Sukabumi
Nama Mahasiswa : Puspa Widianti
NIM : 32722001D19081

USULAN PROPOSAL

Usulan Proposal ini telah disetujui untuk diajukan dihadapan


Tim penguji KTI Program Studi Diploma III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Sukabumi, Januari 2022

Menyetujui:

Pembimbing Utama

Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep


NIDN:

Pembimbing Pendamping

NIDN:
LEMBAR USULAN SEMINAR PROPOSAL

FORMULIR
USULAN SEMINAR PROPOSAL

Nama : Puspa Widianti


Nim : 32722001D19081
Judul : Asuhan Kpereawatan Anak Pada An.X dengan Masalah
Medis Thalasemia dengan Masalah Keperawatan
Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh di Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang
Kabupaten Sukabumi
Rencana Ujian :
Tanggal :
Tempat :
Waktu :

Rencana Penguji :
Penguji I :
Penguji II :

Sukabumi, Desember 2021


Pemohon,

(Puspa Widianti)

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep


NIDN:
NIDN:

Mengetahui/Menyetujui
Ketua Prodi Diploma III Keperawatan
NIDN.
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan karuniaNya, sehingga penulis mendapat petunjuk, kesabaran

dan kelancaran dalam menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul “Asuhan

Kpereawatan Anak Pada An.X dengan Masalah Medis Thalasemia dengan

Masalah Keperawatan Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

di Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi”. Proposal

penelitian ini disusun sebagi salah syarat dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah

untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Progarm Studi Diploma III Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal penelitian ini tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagi pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Hj. Iwan Permana S.Kep. M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Sukabumi.

2. Yeni Yulianti, S.Kep., Ners., M.Kep selaku ketua Prodi Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi.

3. Asmarawanti S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing Utama yang

telah berkenan menyediakan waktu, pikiran, kritikan, arahan serta

masukan bagi penulis dalam penyusunan karya ulis ilmiah ini.

4. ………………….. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

berkenan meluangkan waktu, pikira, kiritikan dan masukan bgi penulis

dalm penyusunan karya tulis ilmiah ini.


5. Seluruh Bapak dan ibu Dosen Program studi Diploma III Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi yang telah berkenan

memberikan ilmu yang berharga dan bermanfaat bagi penulis selama

menjalankan pendidika.

6. Kepada ayah, ibu dan keluarga besar penulis yang telah turut

mendoakan, mengupayakan, memberikan dukungan, dan motivasi

kepada penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

7. Kepada sahabat terdekat dan teman- teman seperjuangan, khusus nya

kepada mahasiswa angkatan 2019 Progdi Diploma III Keperawatan

yang telah bekerja kerja, saling mendorong dan memotivasi dalam

menyelesaikan karya tulis ilimiah ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

turut membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh

kata dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan di

dalamnya . Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan

datang. Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak khususnya bagi penulis dan seluruh pihak lain yang

terlibat.

Sukabumi, 2021
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan

Halaman Sampul Dalam

Halaman Persetujuan

Halaman Penetapan panitia penguji

Kata Pengantar

Abstrak

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Klien


1.4.2 Bagi Perkembangan Ilu Pengetahuan Dan Teknologi

Keperawatan

1.4.3 Bagi Peneliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Thalasemia

2.1.1 Pengertian

2.1.2 Etiologi (Mekanisme Penurunan)

2.1.3 Klasifikasi

2.1.4 Anatomi Fisiologi

2.1.5 Manifestasi Klinis

2.1.6 Patofisiologi

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.8 Penatalaksanaan

2.2 Konsep Teori Nutrisi Pada Thalasemia

2.2.1 Pengertian Nutrisi

2.2.2 Macam Nutrisi

2.2.3 Penilaian Status Nutrisi

2.2.4 Pengertian Ketidakseimbangan Nutrisi

2.2.5 Pengertian Nutrisi Pada Thalasemia

2.2.6 Defisit Nutrisis Pada Thalasemia

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Thalasemia

2.3.1 Pengkajian

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.4 Implementasi Keperawatan

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

2.4 Konsep Keperawatan Anak

2.4.1 Paradigma Keperawatan Anak

2.4.2 Prinsip Keperawatan Anak

2.4.3 Peran Perawat Anak

2.4.4 Pertumbuhan dan Perkembangan

2.4.5 Batasan Usia Anak

2.4.6 Konsep Hospitalisasi

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus

3.2 Subjek Studi Kasus

3.3 Definisi Oprasional

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.5 Metode dan Instumen Pengumpulan Data

3.6 Uji Kebsahan Data

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

3.8 Etika Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit kronik merupakan kondisi yang menyebabkan anak menjalani

hospitalisasi minimal selama satu bulan dalam satu tahun, dan umumnya

mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu yang lama. Prevalensi

penyakit kronik di beberapa negara maju cenderung meningkat. Data survey

nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua anak Indonesia

mempunyai bentuk kondisi yang kronik (Dahnil et al., 2017). Salah satu

penyakit kronik yang banyak terjadi di Indonesia adalah penyakit thalasemia.

Thalasemia adalah penyakit genetis yang terdeteksi disaat seseorang masih

dalam usia anak-anak. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan

sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi

hemoglobin (Rosnia et al., 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia

merupakan penyakit genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah

dinyatakan sebagai masalah kesehatan dunia. kurang lebih 7% dari penduduk

dunia mempunyai gen thalasemia. Data dari World Bank menunjukan bahwa

7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun

sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin


berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia β; 80%

dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang . Indonesia termasuk

salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara dengan

frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Di indronesia,

setiap tahun akan lahir 3000 bayi penderita penyakit thalassemia dimana yang

berpotensi terkena thalassemia tergolong sangat tinggi dan pasien thalassemia

selalu bertambah setiap tahunnya (Oktavianti, 2017).

Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang

mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%

(Kemenkes, 2018). Saat ini terdapat lebih dari 10.531 pasien thalassemia di

Indonesia, dan diperikirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalassemia di

indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia, terjadi

peningkatan kasus Thalasemia yang terus menerus sejak 3 tahun 2012 4896

kasus hingga tahun 2018 8761 kasus (Kemenkes RI, 2019). Penyakit ini

umumnya diidap oleh anak-anak dengan rentang usia 0 bulan hingga 18

tahunMenurut Riskesdas 2013, 8 provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari

prevalensi nasional, antara lain Provinsi Aceh (13,4‰), DKI Jakara (12,3‰),

Sumatera Selatan (5,4‰), Gorontalo (3,1‰), Kepulauan Riau (3,0‰), Nusa

Tenggara Barat (2,6‰), Maluku (1,9‰), dan Papua Barat (2,2‰) dalam

(Hera Hijrian, 2018). Sedangkan prevelensi thalassemia di Kalimantan timur

adalah 0,2 %. Menurut (YTI- POPTI, 2011) dalam (Aisyahi, 2021) Provinsi

jawa barat memiliki jumlah penderita thalasemia terbanyak di indonesia.

Penderita thalasemia di Indonesia tercatat sebanyak 5.501 pasien. 1.751 atau

sekitar 35% berasal dari Jawa Barat.Wilayah Sukabumi memiliki jumlah


penderita thalasemia sebanyak 182 orang dengan rincian 34 oran dari Kota

Sukabumi dan 148 orang dari Kabupaten Sukabumi (2019).

Penyebab Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik, yang

menyebabkan terjadinya kerusakan sel darah merah dalam pembuluh darah

sehingga umur eritrosit menjadi pendek atau kurang dari 120 hari. Eritrosit

yang rusak menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan

sehingga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan. Gangguan

pertumbuhan pada pasien thalasemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara

lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin dan

hipoksia jaringan pada anemia. Anak yang menderita thalasemia memiliki

kondisi fisik yang baik pada saat dilahirkan, akan tetapi dengan semakin

bertambahnya usia, anak akan mengalami gejala anemia baik ringan maupun

berat hal ini disebabkan karena ketiadaan parsial atau total hemoglobin. 5 Jika

keadaan ini tidak segera diatasi, akan mengakibatkan kematian dini pada

anak. Untuk mengatasi keadaan ini anak yang menderita thalasemia akan

membutuhkan tranfusi darah yang rutin dan teratur seumur hidupnya.

Transfusi secara terus menerus pada pasien thalassemia bisa

menyebabkan terjadi penumpukan atau penimbunan zat besi dalam tubuh

terutama pada hati, jantung, dan organ endokrin (Rafika et all , 2019).

Masalah di kelenjar endokrin dan kondisi anemia dapat mengganggu

pertumbuhan anak sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti

postur tubuh yang pendek (Mariani, 2011). Sedangkan nutrisi adalah faktor

lingkungan yang sangat penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak.


Beratnya penyakit anemia yang membesar juga menimbulkan penurunan

nafsu makan dan menyebabkan kurangnya asupan gizi.Nutrisi kurang pada

anak thalasemia akan berdampak buruk apabila tidak ditangani. Dampak

tersebut menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian oleh

karena thalasemia, meningkatkan terjadinya risiko komplikasi,

memperpanjang hospitalisasi pada anak, serta mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak (Alfiyani & Mariyam, 2016).

Defisit nutrisi pada pasien thalasemia disebabkan karena

ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,

ketidakmampuan mengabosrpsi nutrien, peningkatan kebutuhan

metabolisme, factor ekonomi dan factor psikologis. Adapun tanda mayor dari

defisit nutrisi ini yaitu berat badan yang turun minimal 10% di bawah rentang

ideal (Tim Pokja SDKI DPP, 2017). Upaya yang dapat dilakukan dalam

mengurangi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

pada pasien thalasemia yaitu memberikan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

(TKTP) dengan gizi menu seimbang dan menghindari makanan yang banyak

mengandung Fe. Selain itu juga upaya yang dilakukan adalah memperbaiki

keadaan aneminya yaitu dengan memberikan tranfusi darah.

Penderita thalasemia sangat bergantung pada orang tuanya karena

kondisi fisik yang lemah sangat. Terutama pemantauan dalam menjalankan

transfusi darah 2 secara rutin,dan pemantauan asupan nutrisi cukup

dibutuhkan agar tidak terjadi keterlambatan tumbuh kembang anak. Karena

anak thalasemia sebagian besar mengalami penurunan pada nafsu makan


yang dapat menghambat tumbuh kembang bagi penderitanya terutama pada

anak. Anak juga harus mengkonsumsi obat kelasi besi yang bertujuan untuk

mengurangi kelebihan zat besi akibat tranfusi darah yang dilakukan secara

rutin dalam jangka waktu yang lama. Hal ini berarti anak harus datang ke

rumah sakit dan kadang-kadang membutuhkan waktu perawatan satu hari

dirumah sakit.

Perawatan yang dijalani anak dengan thalasemia juga memberikan

dampak dalam bentuk perubahan fisik maupun psikologis.Dengan adanya

perubahan-perubahan secara fisik dan psikologis yang dialami anak

thalasemia tentunya akan membutuhkan penatalaksanaan dan perawatan

secara signifikan.Peran perawat dalam hal ini yaitu membantu meningkatkan

kesejahteraan perawatan maupun mempertahankan kesehatan bagipenderita

thalassemia.

Ada beberapa peran perawat dalam memberikan Asuhan keperawatan

dimana peran dan fungsi perawat yang pertama adalah promotif (perawat

mampu memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua dengan gangguan

hematologi terutama pada thalassemia), peran dan fungsi perawat yang kedua

preventif (peran perawat disini mampu melakukan tindakan yang bisa

mencegah terjadinya masalah baru misalnya infeksi), peran dan fungsi

perawat yang ketiga kuratif (di tahap ini perawat mampu memberikan

pelayanan keperawatan dengan berkalaborasi dengan tim kesehatan lain

untuk memberikan untuk mengurangi nyeri, antibiotic untuk mencegah

terjadinya infeksi), peran dan fungsi perawat yang keempat rehabilitative


(perawat mampu memandirikan pasien sehingga pasien dapat pulih dan

mampu beraktivitas seperti sebelum dirawat di rumah sakit).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran asuhan keperawatan pada anak

dengan Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah dalam

proposal penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawata pada

An. X dengan masalah medis Thalasemia dengan Masalah Keperawatan

Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di Desa

Cinumpang Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari proposal penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari proposal penelitian ini adalah melaksanakan asuhan

keperawata pada An. X dengan masalah medis Thalasemia dengan Masalah

Keperawatan Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di

Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi

1.3.2 Tujuan Khusus

A. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak X dengan masalah

medis Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang kecamatan

sukalarang kabipaten sukabumi.

B. Menetapkan diagnosis keperawatan pada anak X dengan masalah

medis Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang kecamatan

sukalarang kabipaten sukabumi.

C. Menyusun perencanaan keperawatan pada anak X dengan masalah

medis Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang kecamatan

sukalarang kabipaten sukabumi.

D. Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak X dengan masalah

medis Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang kecamatan

sukalarang kabipaten sukabumi.

E. Melakukan evaluasi pada klien anak X dengan masalah medis

Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbngan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang kecamatan

sukalarang kabipaten sukabumi.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Bagi Klien


Penulisan tugas akhir ini sebagai pengkajian untuk membantu ,

merawat dan mempercepat penyembuhan pada masalah sakit atau

keperawatan pada klien.

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilu Pengetahuan Dan Teknologi Keperawatan

Penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai masukan untuk

memberikan informasi tambahan, referensi dan keterampilan bagi

profesi keperawatan dan Rumah sakit dalam memberikan Asuhan

Keperawatan dengan masalah medis Thalasemia dengan masalah

keperawatan ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada

anak

1.4.3 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan informasi bagi peneliti tentang

asuhan keperawatan thalasemia dengan defisit nutrisi pada anak.

Sselain itu Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara

penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di dalam

perkuliahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Thalasemia

2.1.1 Pengertian Thalassemia

Kata talasemia berasal dari kombinasi kata Yunani thalassa (laut)

dan haima (darah). Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan

darah yang diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit

hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan

sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.

Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan

eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah

menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis,

Indriati, & Nauli, 2018). Thalasemia adalah suatu gangguan darah

yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada

hemoglobin (Suriadi, 2010).


Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang

diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi

thalasemia alfa dana beta. Sedangkan secar aklinis dibedakan menjadi

thalasemia mayor dan minor (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran,

2000) dalam (Padila, 2017). Hemoglobin merupakan protein kaya zat

besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk

mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee

&Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).

2.1.2 Etiologi (Mekanisme Penurunan Talasemia)

Talasemia dapat diturunkan pada anak dengan Talasemia mayor

dapat lahir dari perkawinan antara kedua orang tua yang dua-duanya

pembawa sifat. Seorang pembawa sifat Talasemia secara kasat mata

tampak sehat (tidak bergejala), hanya bisa diketahui melalui

pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin. Berdasarkan Hukum

Mendel mekanisme penurunan Talasemia ke generasi berikutnya dapat

kita lihat pada gambar.


Gambar 2.1 Penurunan Thalasemia

Penyakit Talasemia Mayor yang berat mulai terlihat ketika anak

pada usia dini, dengan gejala pucat karena anemia, lemas, tidak nafsu

makan, sukar tidur. Kelahiran pasien Talasemia mayor dapat dihindari

dengan mencegah perkawinan antara dua orang pembawa sifat

Talasemia. Pada pasangan orang tua yang salah satunya pembawa gen

Talasemia Minor, berisiko mempunyai anak pasien Talasemia Minor

50%. Pasangan tersebut tidak akan mempunyai anak dengan Talasemia

Mayor, tetapi jika kedua orang tuanya membawa gen Talasemia Minor

(pembawa sifat) maka mereka dapat kemungkinan 50% anaknya

Talasemia Minor, 25% sehat, dan 25% sisanya dengan Talasemia

Mayor (Kemenkes, 2017).

2.1.3 Klasifikasi Thalasemia

Berdasarkan sintesis rantai globinnya talasemia dikelompokkan

menjadi 2 yaitu talasemia alfa dan talasemia beta (Desmawati, 2013).

A. Thalassemia alfa

Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami

penurunan sintesis dalam rantai alfa.

B. Thalassemia beta

Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang

mengalami penurunan pada rantai beta.

Sedangkan secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu,

talasemia mayor dan talasemia minor (Desmawati, 2013).


A. Talasemia Mayor

Umumnya diketahui sejak bayi, dengan gejala antara lain :

tampak pucat, lemah, lesu, sering sakit, kadang disertai perut yang

membuncit. Pasien ini membutuhkan transfusi darah terus menerus

seumur hidupnya, setiap 2-4 minggu sekali.

B. Talasemia Intermedia

Biasanya baru terdiagnosis pada anak yang lebih besar, dan

biasanya tidak membutuhkan transfusi darah rutin.

C. Talasemia minor/trait/pembawa sifat

Biasanya tidak bergejala, tampak normal, namun pada

pemeriksaan darah dapat ditemukan kadar Hb yang sedikit dibawah

normal (Kemenkes, 2018).

2.1.4 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.2 Thalasemia


Sumber: Aslinar (2017)

A. Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi

terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam

pengangkutan oksigen dari paru- paru ke semua sel jaringan tubuh.

B. Tahap Pembentukan Hb

Tahap pembentukan Hb dimulai dalam eritroblast dan terus

berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari

penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian heme dari

hemoglobin terutama disintesis dari asam asetat dan glisin. Sebagian

besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah awal sintesis

adalah pembentukan senyawa pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol

bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan

dengan besi membentuk molekul heme, akhirnya keempat molekul

heme berikatan dengan satu molekul globin. Satu globin yang

disintesis dalam ribosom retikulom endoplasma membentuk Hb.

Sintesis Hb dimulai dari suksinil koA yang dibentuk dalam

siklus krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim

asam aminolevolinat (ALA) molekul pirol. Koenzim pada reaksi

tersebut yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6) yang dirangsang oleh

eritropoetin, kemudian empat pirol bergabung untuk membentuk

protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan rantai

polipeptida panjang yang disebut globin yang disintesis di ribosom

membentuk sub unit yang disebut rantai Hb.

Pembentukan Hb dalam sitoplasma terjadi bersamaan dengan


proses pembentukan DNA dalam inti sel. Hb merupakan unsur

terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari globin,

protoporfirin dan besi. Globin dibentuk disekitar ribosom sedangkan

protoporfirin dibentuk disekitar mitokondria, besi didapat dari

transferin. Pada permulaan sel, eritrosit berinti terhadap reseptor

transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb

akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang

kecil dan kurang mengandung Hb. Tidak berhasilnya sitoplasma sel

eritrosit berinti mengikat fe untuk pembentukan Hb dapat

disebabkan oleh rendahnya kadar fe untuk pembentukan Hb dapat

disebabkan oleh rendahnya kadar fe dalam darah .

C. Metabolisme zat besi

Zat besi merupakan unsur yang penting dalam tubuh dan

hampir selalu berikatan dengan protein tertetu seperti hemoglobin,

mioglobin. Kompartemen zat besi yag terbesar dalam tubuh adalah

hemogolbin yang dalam keadaan normal mengandung kira-kira 2

gram zat besi. Hemoglobin mengandung 0,34% berat zat besi,

dimana 1 mL eritrosit setara 1 mg zat besi. Feritin merupakan

tempat peyimpana terbesar zat besi dalam tubuh. Fungsi ferritin

adalah sebagai peyimpana zat besi terutama dalam hati, limpa, da

sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila

diperlukan dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat

peyimpanan ferritin terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam

mobilisasi ferriti serum. Pada penyakit hati akut maupu kronis,


kadar ferritin meningkat, ini disebabkan pengambilan ferritin dalam

sel hati terganggu dan terdapat pelepasan ferittin dari sel hati yang

rusak.

Pada penyakit keganasan, sel darah kadar ferritin serum

meningkat disebabkan meningkatnya sintesis ferritin oleh sel

leukemia pada keadaan infeksi dan inflamasi, terjadi gangguan

pelepasan zat besi dari sel retikuloedotelial yang mekaismenya

belum jelas, akibatya kadar ferritin intrasel dan serum meningkat.

Ferritin disintesis dalam sel retikuloedotelial dan di sekresikan ke

dalam plasma. Sintesis ferritin di pengaruhi kosentrasi cadangan

besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan besi intra sel

(hemosiderin). Zat besi dalam plasma sebagian diberikan dengan

transferrin, yang berfunsi sebagai transport zat besi. Tranferrin

merupakan suatu glikoprotein, setiap molekul transferrin

mengandung 2 atom fe. Zat besi yang berikatan dengan transferrin

akan terukur sebagai kadar besi serum yang dalam keadaan normal

hanya 20-45% transferrin yang jenuh dengan zat besi, sedangkan

kapasitas daya ikut transferrin seluruhnya disebut daya ikat besi total

(total iron binding capacity, (TIBC) (Kiswari, 2014).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala

seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat

lelah, denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan

pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang membuncit dengan


pembesaran hati dan limpa Pasien Thalassemia mayor umumnya

menunjukkan gejala- gejala fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak

menjadi kurus, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan

wajah yang khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth),

bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi akibat

sumsum tulang yang terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel

darah merah, pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan

pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak

akan mengalami pertumbuhan yang terhambat.

Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang, maka pasien

akan mengalami kelebihan zat besi yang kemudian akan tertimbun di

setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, dan kelenjar

pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan menimbulkan

komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada

tulang tengkorak dan tulang wajah. Kepala pasien Thalassemia mayor

menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran

diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar

dari orang normal.

2.1.6 Patofisiologi

Pada keadaan normal HbF (fetal hemoglobin) yan terdiri dari dua

rantai  dan dua rantai y (terdapat pada eritrosit janin muali dari minggu

keenam kehamilan). Kemudian HbF mulai diganti oleh HbA (adult

hemoglobin) yang terdiri dari dua rantai  dan dua rantai β sejak sebelum

kelahiran. Reduksi rantai globin β menyebabkan penurunan sintesis dari HbA


serta meningkatnya rantai globin  bebas. Hal ini menyebabkan

terbentuknya eritrosit yang hipokromik dan mikrositik. Ketidakseimbangan

sintesis rantai globin  dan β mempengaruhi derajat thalasemia.

Presipitasi yang terbentuk dari akumulasi rantai  membentuk badan

inklusi pada eritrosit. Menyebabkan kerusakan membran eritrosit serta

destruksi dini erutroblas yang sedang berkembang di sumsum tulang.

Kerusakan memberan ini menyebabkan imunoglobulin dan komplemen

berikatan dengan membrane memberi sinyal kepaa makrofag . untuk

menyingkirkan prekursor eritroid dan eritrosit yang rusak. Sel

retikuloendotelial menyingkirkan eritrosit abnormal dari limpa, hati, dan

sumsum tulang sebelum masa hidupnya berakhir, lalu terciptalah keadaan

anemia hemolitik. Eritropoiesis yang tidak efektif serta hemolisis inilah tanda

utama dari thalasemia β.

Eritrosit masih dapat mempertahankan prosukdi rantai y, dimana rantai y

mampu berikatan dengan rantai  bebas yang berlebihan membentuk HbF.

Karena peningkatan tersebut, kadar rantai  bebas turun sehingga menguangi

gejala penyakit dan menyediakan hemoglobin tambahan yang mamapu

mengikat oksigen. Namun kenaikan kadar HbF juga berakibat meningkatnya

afinitas oksigen yang mengakibtakan terjadinya hipoksia. Keadaan anemia

beserta hipoksi menstimulasi prosuksi eritropoietin. Eritropoiesis tidak efektif

menyebabkan perluasan dan deformitas tulang. Pad pasien tidak rutin

menjalai transfusi terjadi peningkatan eritropoiesis yang ubnormal.

Akaibtanya, terjadi hiperplasia susmsum tulang 15- 30 kali dari normal.

Manifestasi berupa fasies thalasemia, penipisan korteks pada banyak tulang

kecenderunga terjadinya fraktur, dan penonjolan tulang tengkorak,


pemebsaraan abdomen (pada hati dan limpa) dan terjadi peningkatan absorpsi

besi ( pada tahlasemia β)

2.1.7 Pathway Thalasemia

Bagan 2.3 Pathway talasemia


Sumber: Wafiyah (2016)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa

pemeriksaan darah, seperti:

1) FBC (Full Blood Count)

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa

jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang

ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah

merah.

2) Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini, darah akan diperiksa dengan mikroskop

untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah

putih, dan platelet. Selain itu, dapat juga dievaluasi bentuk darah,

kepucatan darah, maturasi darah.

3) Iron Study

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek

penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh.Tujuan dari

pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit

disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

4) Haemoglobinopathy evaluation

Pemeriksaan ini untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif

hemoglobin yang ada dalam darah.

5) Analisis DNA
Analisis DNA ini untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang

memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan

tes yang paling efektif untuk mendiagnosis keadaan karier pada

talasemia (Kiswari, 2014).

2.1.9 Penatalaksanaan Talasemia

A. Transfusi Sel Darah Merah

Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, mengurangi

komplikasi anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif, membantu

pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan

memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor. Keputusan

untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin

< 6g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang

berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran

limpa dan atau ekspansi sumsum tulang. Penentuan berbasis

molekuler dari talasemia β yang berat jarang dapat memperkirakan

kebutuhan transfusi yang teratur.Sebelum dilakukan transfusi

pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B

dan diberikan fenotif sel darah merah secara lengkap

ditentukan ,sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi

(Permono, 2012). Pemberian transfusi darah bagi penyandang

talasemia seumur hidup, rata-rata sebulan sekali, kemudian untuk

mengeluarkan kelebihan besi dalam tubuh akibat transfusi darah

rutin dan anemia kronik maka diberikan obat kelasi besi.


Berdasarkan rekomendasi PHTDI Indonesia transfusi darah rutin

untuk pasien anak diberikan pada kadar Hb pretranfusi 9-10 gr %,

dengan target Hb pasca transfusi antara 12-13 gr%. Hal ini bertujuan

agar anak Talasemia mayor dapat tumbuh dan berkembang sesuai

anak normal lainnya (Kemenkes, 2017).

B. Terapi Pengikat Besi dengan Deferoksamin

Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi setelah

pemberian jangka pendek deferoksamin secara intramuscular,

intravena, dan subkutan pertama kali dilaporkan awal tahun1960.

Setelah lebih dari dua dekade, pemberian jangka panjang

intramusskular dilaporkan menimbulkan akumulasi besi secara

perlahan dan penghambatan fibrosis hati pada pasien yang mendapat

transfusi, bila deferoksamin diberikan efektif melalui infus 24 jam

dan selanjutnya 12 jam. Bersamaan dengan studi ini diijinkan

pemberian infus deferoksamin subkutan selama satu malam

menggunakan pompa portable yang dapat dibawa kerumah sebagai

metode standar pemberian deferoksamin saat ini (Permono dkk,

2012).

Saat ini di Indonesia tersedia 3 jenis obat obat pengikat besi

(iron cehlators). cKetiga obat tersebut adalah:

1. Desferrioxamine (DFO) yang diberikan secara subkutan

2. Deferriprone (DFP),

3. Deferasirox (DFX) yang dapat diberikan secara oral.

Obat kelasi besi ini baru diberikan jika;


1. Kadar feritiin serum ≥ 1000 ng/dL

2. Kadar saturasi transferin (serum iron/total iron binding capacity =

SI/TIBC) ≥ 75%

3. Adanya tumpukan besi di jantung yang diukur dengan

menggunakan pemeriksaan

4. MRI T2< 20 ms

5. Telah menerima transfuse darah > 10x

6. Telah menerima darah sebanyak ± 3 liter (Kemenkes, 2017).

C. Transplantasi Sumsum Tulang (TST)

Pengobatan talasemia β yang berat dengan transplantasi

sumsum tulang pertama kali dilaporkan lebih dari satu dekade yang

lain, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis standar dan saat ini

diterima dalam pengobatan talasemia β.

D. Splenektomi

Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah

sampai 30% pada pasien indeks transfusinya (dihitung dari

penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan

dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun.

Karena adanya risiko infeksi, splenoktomi sebaiknya ditunda hingga

usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan

splenoktomi, pasien sebaiknya di vaksinasi pneumococcal dan

haemophlus influenzae type B sehari setelah operasi diberi penisilin

profilaksis.Bila anak alergi dapat diganti dengan eritromisin

(Permono dkk, 2012).


E. Obat-obat suportif dan makanan

Di samping transfusi darah, kepada pasien diberikan obat-obat

seperti asam folat, vitamin E sebagai antioksidan,serta micro dan

makroelental lainnya seperti kalsium,zinc dan pengobatan khusus

lainnya untuk mencegah atau sebagai terapi dari komplikasi yang

timbul.Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang banyak

mengandung zat besi seperti daging merah dan hati. Sangat

dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan dairy products

seperti susu, keju, gandum (Kemenkes, 2017).

F. Pencegahan Talasemia

Pencegahan Thalasemia ada 3 jenis yaitu:

1. Pencegahan Primer Talasemia

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Pendidikan

genetika sebaiknya mulai dini diajarkan di sekolahsekolah,

demikian pula pengetahuan tentang gejala awal talasemia.

Pengetahuan ini juga sangat penting bagi pasangan yang ingin

melangsungkan pernikahan (calon pengantin) perlu

mendapatkan pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang

dapat diturunkan sehingga timbul awarenes (mawas diri) pada

calon pasangan tersebut. Jika pernikahan tetap dilanjutkan,

mereka diinformasikan kemungkinan mendapat anak dengan

talasemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk

menghindarinya.

2. Pencegahan sekunder talasemia meliputi:


a) Skrining

Skrining atau penjaringan talasemia ditujukan untuk

menjaring individu dengan “carier” atau penyandang

talasemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum

memiliki anak. Target utama skrining adalah penemuan

talasemia minor/trait/pembawa sifat Talasemia β dan Hb- E.

Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter

keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat

pranikah, terutama di daerah yang berisiko tinggi

(thalassemia belt/sabuk talasemia).

Prosedur skrining talasemia :

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis

talasemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (CBC),

khususnya Hb, nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH,

MCHC, dan RDW. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus

darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang

meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF.

Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa

pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding

capacity (TIBC).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotianingsih

(2018) dengan metode Pengambilan sampel darah dilakukan

di kabupaten Merangin Jambi. Dilakukan pembuatan hapusan

darah dan pengambilan sampel darah vena di vena mediana


cubiti sebanyak 3 ml. Darah ditampung dalam tabung vakum

dengan antikoagulan EDTA. Hapusan darah difiksasi dengan

methanol di tempat sedangkan pewarnaan Giemsa dilakukan

di Jambi. Sampel darah vena dimasukan dalam cool box berisi

ice pack suhu 4-80 C. Pemeriksaan parameter hematologi

untuk skrining thalassemia terdiri dari perhitungan darah

lengkap (Complete Blood Count/CBC), hapusan darah (blood

smear), dan analisis Hb. Perhitungan darah lengkap diukur

dengan menggunakan hematology analyzer Sysmex Xs-800i

untuk mengetahui nilai MCV, MCH, MCHC, RDW, RBC.

Hapusan darah menggunakan pewarna Wright-Giemsa.

Analisis Hb menggunakan elektroforesa dari Sebia. Analisis

hasil pemeriksaan hematologi untuk menentukan pembawa

sifat talasemia α dan β pada populasi Suku Anak Dalam

berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1) Talasemia alfa bila Hb normal/ rendah dengan MCV dan

MCH rendah, HbA2 > 3.5%.

2) Talasemia beta bila Hb normal/ rendah dengan MCV dan

MCH rendah, HbA2 < 3.5%.

b) Deteksi dini

Deteksi dini kasus talasemia mayor dan intermedia adalah

kegiatan pemeriksaan klinis dan darah pada individu atau

pasien yang dicurigai sebagai pasien talasemia.


3. Pencegahan tersier

Bagi penyandang talasemia adalah mencegah agar tidak

timbul komplikasi yang makin memperberat kondisi

kesehatannya.Misalnya dalam tatalaksana transfusi darah

diupayakan agar tidak terjadi penumpukan zat besi yang

berlebihan dan jika terjadi penumpukan zat besi maka terapi

kelasi besi harus dikuasai oleh petugas kesehatan di rumah sakit

dengan baik untuk mencegah terjadinya kerusakan hati dan ginjal

(Kemenkes, 2017).

2.2 Konsep Teori Nutrisi Pada Thalasemia

2.2

2.2.1 Pengertian nutrisi

Nutrisi atau zat gizi adalah zat-zat makanan yang terkandung

dalam suatu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh untuk

melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangaun dan

memelihara jaringan serta mengatur proses- proses kehidupan (Ariani

Ayu Putri, 2017).

Gizi atau nutrisi adalah proses organisme meggunakan makanan

yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, ansorpsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat- zat yang

tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan

fungsi normal dari organ- organ, serta menghasilkan energi (Ariani

Ayu Putri, 2017).


2.2.2 Macam nutrisi

A. Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena

merupakan sumber energi utama pada manusia dan hewan yang

harganya relatif murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-

tumbuhan.

Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua

golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.

Semua jenis karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana dan gula

sederhana. Karbohidrat kompleks mempunyai lebih dari dua unit

gula sederhana di dalam satu molekul

B. Protein

Protein dalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan

bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah

protein, setengah ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang, dan

tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam

jaringan lain dan cairan tubuh.

Semua enzim berbagai hormon, pengangkut zat- zat gizi dan

darah, matriks intraseluler an sebagainya adalah protein. Protein

mempunyai fungsi khas yang tida dapat digantikan oleh zat lain,

yaitu membangun dan memelihara sel-sel tubuh.

C. Lipida

Istilah lipida meliputi senyawa- senyawa hetrogen, termasuk

lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, malam


fosfolipida, sterol dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam

makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama

yaitu larut dalam pelarut nonporal, seperti etanol, eter, kloroform

dan benzena.

D. Vitamin

Vitamin adalah zat- zat organik kompleks yang dibutuhkan

dalam jumlah sangat jumlah sangat kecil an pada umumnya tidak

adapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin berperan dalam beberapa

tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan

tubuh, pada umunya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari

enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam apoenzim, yaitu

vitamin yang terikat dengan protein.

Berikut klasifikasi dari vitamin:

1. Vitamin Larut Lemak

Setiap vitamin larut lemak A, D, E, K mempunyai peranan faali

tertentu di dalam tubuh. Sebagian besar vitamin larut lemak di

absorsi bersama lipida lain. Absopsi membutuhkan cairan

empedu dan pankrea. Vitamin larit lemak diangkut ke hati

melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein, disimpan

dibberbagai jaringan tubuh dan biasanya tidak dikeluarkan

melalui urine.

2. Vitamin Larut Air

Sebagian besar vitamin larut air merupakan komponen

sistem enzim yang banyak terlibat dalam membantu


metabolisme energi. Vitamin larut air biasanya tidak disimpan di

dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin dalam jumlah kecil.

Oleh sebab itu vitamin larut air perlu di konsumsi tiap hari untuk

mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh

normal.

Vitamin larut air dikelompokan menjadi vitamin Cdan

vitamin B-komplek. Vitamin B-kompleks terdiri atas delapan

aktor yang saling berkaitan fungsinya di dalam tubuh dan

terdapat di dalam bahan amakana yang hampir sama.

Fuangsinya terkait dalam proses metabolisme sel hidup, baik

pada tumbuhan maupun hewn sebagai koenzim dan kofaktor.

E. Cairan Tubuh dan Mineral

1. Cairan Tubuh

Cairan tubuh atau air merupakan komponen terbesar

penyusun protoplasma sel. Setiap harinya air yang kita konsumsi

berkisar 2,5 liter. Jumlah tersebut bisa berasalah dari makanan

atau minuman. Konsumsi air sebesar ini, sebab 70% tubuh

manusia terdiri atas air. Manusia dalam bebagai kondisi, dapat

hidup lama tanpa makanan. Namun manusia tidak akan bertahan

hidup tanpa air.

2. Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang

penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel,

jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.


Kalsium, fosfor dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi

dari hemoglobin dalam sel darah merah, dan idodiu dari hormon

tiroksin. Disamping itu mineral berperana dalam berbagai tahap

metabolisme, tertama sebagai kofaktor dalam akativitas enzim-

enzim.

Mineral digolongkan ke dlam mineral makro dan mikr.

Mineral makro dinutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg

sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan tubuh kurang dari

100mg perhari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari

15mg. hingga saat dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap

esensial. Jumlah itu setiap waktu bisa berubah.

2.2.3 Penilaian status nutrisi

A. Penilaian status nutrisi secara langsung

1. Antropometri

Antropometri memiliki arti sebagai ukuran tubuh manusia.

Pengukuran menggunakan metode ini dilakukan karena manusia

mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Metode

antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan nutrisi

(asupan karbohidrat dan protein). Metode ini memiliki

keunggulan dimana alat mudah, dapat digunakan berulang-ulang

& objektif (Mardalena, 2017).

Antropometri sebagai indikator status nutrisi dapat

dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter ini

disebut dengan
Indeks Antropometri yang terdiri dari :

a) Berat badan menurut umur (BB/U)

b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)

c) Berat badan menurut tinggi

d) (LLA/U)

e) Indeks masa tubuh (IMT badan (BB/TB)

f) Lingkar lengan atas menurut umur

Banyak sumber yang dapat digunakan untuk

menggolongkan status nutrisi dengan menggunakan indeks

antropometri tetapi diperlukan tabel bantu untuk mengetahui

parameter normal kemudian untuk selanjutnya digolongkan

(Mardalena, 2017).

Tabel 2.1

Penggolongan Keadaan Nutrisi Menurut Indeks Antropometri

Status nutrisi Ambang batas baku untuk keadaan nutrisi berdasarkan indeks

BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB

Nutrisi baik >80% >85% >90% >85% >85%

Nutrisi kurang 61-80 % 71-85% 81-90% 71-85% 76-85%

Nutrisi buruk ≤60% ≤70% ≤80% ≤70% ≤75%

Sumber: Mardalena, 2017

Tabel 2.2

Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Rujukan Buku WHO-NCHS

Berat badan menurut Berat badan menurut

umur (BB/U) tinggi badan (BB/TB)


Nutrisi lebih >2 SD Gemuk >2 SD

Nutrisi baik ≤ 2 SD sampai 2 SD Normal ≥ -2 SD sampai 2 SD

Nutrisi kurang >-2SD sampai ≥ -3 SD Kurus <-2 SD sampai ≥ -3 SD

Nutrisi buruk <- 3 SD Kurus sekali <- 3 SD

Sumber: Mardalena, 2017

2. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis sebagai salah satu metode penilaian

status nutrisi secara langsung, secara umum terdiri dari dua

bagian yaitu riwayat medis dan pemeriksaan fisik.

a) Riwayat medis

Dalam riwayat medis kita mencatat semua kejadian yang

berhubungan dengan gejala yang timbul pada penderita beserta

faktorfaktor yang memengaruhinya. Data yang berhubungan

dengan gizi yang dikaji adalah riwayat alergi terhadap

makanan, jenis diet dan pengobatan yang sedang atau pernah

dijalani oleh pasien (Mardalena, 2017).

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui teknik

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Tanda – tanda klinis

dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

(1) Kelompok 1, tanda-tanda yang benar berhubungan dengan

malnutrisi. Baik itu karena kekurangan salah satu zat

nutrisi atau kelebihan dari yang dibutuhkan tubuh.


(2) Kelompok 2, tanda-tanda yang membutuhkan pengamatan

lebih lanjut. Hal ini karena tanda yang ada mungkin saja

merupakan tanda nutrisi salah atau mungkin disebabkan

oleh faktor lain.

(3) Kelompok 3, tanda-tanda yang tidak berkaitan dengan

nutrisi salah walaupun hampir mirip. Untuk dapat

mengelompokkan tanda-tanda yang ada pada pasien,

pemeriksa harus mengetahui tanda-tanda dan gejala akibat

kekurangan atau kelebihan setiap zat gizi (Mardalena,

2017).

3. Biokimia

Pemeriksaan status nutrisi menggunakan biokimia terdiri

dari:

a) Penilaian status nutrisi dengan pemeriksaan hemoglobin (hb),

hematokrit, besi serum, ferritin serum, saturasi transferrin, free

erytrocites protophoprin, unsaturated iron-blinding capacity

serum.

b) Penilaian status protein dapat dilakukan dengan

melakukan pemeriksaan fraksi protein yaitu albumin, globulin

dan fibrinogen.

c) Penilaian status vitamin tergantung dari vitamin yang ingin

kita ketahui.
d) Penilaian status mineral, misalnya iodium dinilai dengan

memeriksa kadar yodium dalam urine dan kadar hormone TSH

(thyroid stimulating hormone) (Mardalena, 2017).

4. Biofisik

Pemeriksaan status nutrisi dengan biofisik adalah

pemeriksaan yang melihat dari kemampuan fungsi jaringan tubuh

seperti pemeriksaan hematokrit, hemoglobin, dan trombosit.

Penilaian secara biofisik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

uji radiologi, tes fungsi fisik, sitologi (Mardalena, 2017).

B. Penilaian status nutrisi secara tidak langsung

1. Survei konsumsi makanan

Survei ini digunakan dalam menentukan status nutrisi

perorangan atau kelompok. Survei konsumsi makanan

dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan atau gambaran

tingkat kecukupan bahan makanan dan

zat nutrisi.

2. Pengukuran faktor ekologi

Faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi ada

enam kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan,

pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta

kesehatan dan pendidikan.

3. Statistic vital / statistik kesehatan


Dengan menggunakan statistic kesehatan, kita dapat melihat

indikator tidak langsung pengukuran status nutrisi masyarakat.

Beberapa statistik yang berhubungan dengan keadaan kesehatan

dan nutrisi antara lain angka kesakitan, angka kematian,

pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan

dengan nutrisi (Mardalena, 2017).

2.2.4 Pengertian Ketidakseimbangan Nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah

asupan nutrisi yang tidak mencukupi unutk memenuhi kebutuhan

metabolik (NANDA, 2018).

2.2.5 Pengaturan nutrisi pada thalasemia

Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang penting untuk

mencapai tumbuh kembang yang optimal. Nutrisi mutlak diperlukan

oleh setiap makhluk hidup untuk bertumbuh dan berkembang serta

berfungsi secara maksimal (Niman, 2017). Nutrisi yang optimal sangat

penting di dalam kasus thalasemia sebagai modal dalam pengobatan

jangka panjang untuk mencegah gangguan gizi, gangguan pertumbuhan

dan perkembangan, pubertas terlambat dan defisiensi imun yang

mungkin berhubungan dengan malnutrisi. Kasus thalasemia pada masa

pertumbuhannya memerlukan intake protein dan kalori yang tinggi,

kalori terutama berasal dari karbohidrat sedangkan lemak cukup dalam

jumlah normal. Pemberian kalori untuk thalasemia dianjurkan 20%

lebih tinggi dari angka kecukupan gizi (AKG). Untuk konsumsi lemak,
WHO menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari total

kalori .

Nutrisi yang danjurkan untuk pasien thalasemia adalah tinggi

kalori, tinggi protein, kalsium, seng, vitamin A(-karoten), vitamin D,

vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus dibatasi karena

dapat meningkatkan absorpsi besi. Kesulitan memantau diet pad anak

merupakan masalah yang sering dijumpai, oleh sebab itu maka yang

penting adalah membina pola makan yang baik pada mereka, anak

harus diingatkan untuk menghindari makanan yang dapat menghambat

proses penyembuhan . Berikut ini adalah daftar tabel makanan yang

harus dihindari dan yang dapat dikonsumsi oleh pasien thalasemia :

Tabel 2.3

Makanan yang Harus Dihindari Pasien Thalasemia

Makanan dengan kandungan besi tinggi Kandungan besi

Daging sapi 2,2 mg/100 g

Hati dan ampela ayam 2-10 mg/100 g

Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) 5,3 mg/100 g

Kerang 13,2 mg/100 g

Telur ayam 2,4 mg/butir

Telur bebek 3,7 mg/butir

Buah kering / kismis, kacang 2,9 mg/100 g

Kacang-kacangan yang digoreng 4-8 mg/100 g

Kacang-kacangan yang dibakar 1,9 mg/100 g

Biji-bijian yang dikeringkan 21,7 mg/100 g


Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan, kangkung) > 3 mg/100 g

( Sari Pediatri, 2003 dalam Putu Yuni Kumala Dewil, 2018)

Tabel 2.4

Makanan yang Diperbolehkan untuk Pasien Thalasemia

Makanan dengan kandungan besi sedang Kandungan besi

Daging ayam, daging babi 2 potong/hari

Tahu 1 potong

Sawi, kacang panjang 1-2 porsi (0,5 cup)/hari

Ikan pusu tanpa kepala dan tulang

jumlah sedang
Bawang, gandum

Makanan dengan kandungan besi rendah :

Nasi, mie, roti, biscuit

Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang)

Semua jenis ikan

Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan)

Susu, keju, minyak, lemak

( Sari Pediatri, 2003 dalam Putu Yuni Kumala Dewil, 2018) 

2.2.6 Defisit nutrisi pada thalasemia

Penyakit thalasemia merupakan penyakit keturunan yang

menyebabkan pembentukan rantai α dan β di eritosit tidak seimbang.

Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan thalasemia α maupun β.

Thalasemia α dan β dapat menyebabkan pengendapan rantai α dan β

yang berlebihan sehingga HBA (2α dan 2β) menjadi tidak terbentuk.
Karena ketiadaan HBA menyebabkan rantai globin menempel pada

eritrosit sehingga eritrosit tidak stabil. Ketidakstabilan eritrosit ini

menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan. Hal inilah

yang menyebabkan pasien thalasemia membutuhkan transfusi darah

dalam jangka panjang. Transfusi jangka panjang dapat meningkatkan

risiko penumpukan Fe atau zat besi di limpa dan hati yang berujung

pada terjadinya hepatomegali. Hepatomegali menyebabkan rasa penuh

pada perut sehingga timbul anoreksia atau penurunan nafsu makan yang

apabila bertahan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan

terjadinya defisit nutrisi yang ditandai dengan berat badan turun, mual,

muntah, dan bising usus hiperaktif yang akan berdampak pada

gangguan petumbuhan dan perkembangan (Smeltzer, 2013).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Thalasemia

Konsep keperawatan meliputi pengkajian, diangosa, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

2.3

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses

keperawatan. Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian adalah

mengumpulkan data, memvalidasi data, megorganisasikan data dan

mencatat yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk

perumusan diagnose keperawatan dan mengembangkan rencana

keperawatan sesuai kebutuhan pasien serta melakukan implementasi

keperawatan.
A. Asal Keturunan/Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah

(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia

sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan

merupakan

penyakit darah yang paling banyak diderita.

B. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala

tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.

Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,

biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.

C. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian

atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb

yang berfungsi sebagai alat transport

D. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan

gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena

adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini

terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak

adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam

kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis

dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.


Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan

perkembangan anak normal.

E. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah

makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai

dengan usianya.

F. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak

banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal

mudah merasa lelah

G. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji

apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang

tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita

thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya

perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit

yang mungkin disebabkan karena keturunan.

H. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara

mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa

bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu

diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya

nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera

dirujuk ke dokter.
I. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering

didapatkandiantaranya adalah:

1. Keadaan umum = Anak biasanya terlihat lemah dan kurang

bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.

2. Kepala dan bentuk muka.Anak yang belum/tidak mendapatkan

pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar

dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek

tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang

dahiterlihat lebar.

3. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

4. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5. Dada, Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol

akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia

kronik

6. Perut, Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat

pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).

7. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya

kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia

pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya,

tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau

kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap

adolesense karena adanya anemia kronik.


9. Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah

sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi

kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam

jaringan kulit (hemosiderosis) (Wiayaningsih, 2013)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis

mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun

potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan.

Adapaun diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus

Thalasemia menurut Nanda NIC NOC (2015) adalah sebagai berikut:

A. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

suplai O2,konsentrasi Hb dari darah ke jaringan.

B. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru.

C. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

D. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan natrium ke jaringan.

E. Gangguan Citra Tubuh


F. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan abnormalitas

produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi

sumsum tulang

G. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

tubuh primer imunitas tidak adekuat (abnormalitas pembentukan

sel darah merah).

2.3.3 Intevensi Keperawatan

Tabel 2.5 intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NOC)

Keperawatan (NOC)

1. Perfusi perifer tidak efektif NOC NIC

berhubungan dengan a. Circulation Status Peripheral Sensation

penurunan suplai b. Tissue Perfusion: Celebral Management

O2,konsentrasi Hb dari  Monitor adnya daerah


Kriteria Hasil :
darah ke jaringan. tertentu yang hanya peka
Mendemonstrasikan status
Batasan Karakteristik : terhadap panas/ dingin,
sirkulasi yang ditandai dengan:
tajam/ tumpul,.
1. Tidak ada nadi
1. Tekanana sistol dan diastol  Monitor adanya paratese
2. Perubahan fungsi
dalam rentan yang  Instruksikan keluarga untuk
motorik
diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
3. Perubahan karakteristik
2. Tidak ada ortostatik lesi atau laserisasi
kulit (warna, elastisitas,
hipertensi.  Gunakan sarung tangan
rambut, kelembaban,
3. Tidak ada tanda- tanda untuk proteksi
kuku, sensasi, suhu)
peningkatan tekanan  Babatsi gerakan apada
4. Perubahan tekanan darah
intracranial (tidak lebih dari kepala, leher dan punggung
di ekstremitas
15 mmHg).  Monitor kemampuan BAB
5. Waktu pengisian kapiler
>3 detik klaudikasi  Kolaborasi pemberian

6. Penurunan nadi Mendemonstasikan kemampuan analgetik

kognitif yang ditandai dengan :  Monitor adanya


7. Perestesia
1. Berkomunikasi dengan jelas tromboplebitis
8. Warna kulit pucat saat
dan sesuai dengan  Diskusikan mengenai
elevasi
kemampuan. penyebab perubahan sensasi.

2. Menunjukan perhatian,

konsentrasi dan orienasi.

3. Memproses informasi

4. Membuat keputusandengan
benar

Mnedemonstasikan fungsi

sensori motori cranial yang

utuh: tingkat kesadaran

membaik, tidak ada gerakan-

gerakan involunter.

a.

2. Pola napas tidak efektif NOC NIC

berhubungan dengan a. Respiratory status : Airway Management

penurunan ekspansi paru. Ventilation a. Buka jalan nafas, gunakan

Batasan Karakteristik : b. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw

Airway patency thrust bila perlu.


1. Perubahan kedalam an
c. Vital sign status b. Posisikan pasien untuk
pernapasan
Kriteria Hasil: memaksimalkan ventilasi.
2. Perubahan ekskursi dada
1. Mendemonstasikan batuk c. Identifikiasi pasien perlunya
3. Bradipneu
efektif dan suara nafas yang pemasangan alat bantu jalan

1. Penurunan tekanan nafas buatan.


bersih, tidak ada sianosis dan
ekspirasi dypneu (mampu d. Lakukan fisioterapi dada jika

2. Pernapasan cuping mengeluarkan sputum, perlu

hidung mampu bernafas dengan e. Keluarkan secret dengan

mudah, tidak ada pursed lips). batuk atau suction


3. Takipneu
2. Menunjukan jalan nafas yang f. Aukultasi suara nafas, catat
4. Penggunaan otot
paten (klien tidak merasa adanya suara tambahan.
aksesorius untuk
tercekik, irama nafas, g. Monitor respirasi dan status
bernapas
frekuensi pernafasan dalam O2.

rentan normal, tidak ada

suara nafas abnormal). Oxygen Therapy

3. Tanda- tanda vital dalam a. Bersihkan mulut, hidung dan

rentan normal (tekanan darah, secret trakea.

nadi, pernafasan) b. Pertahankan jalan nafas yang

paten.

c. Atur peralatan oksigen.

d. Monitor aliran oksigen.

e. Pertahankan posisi pasien.

f. Observasi adanya tanda

hipoventilasi

g. Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigen.

Vital Sign Monitor

a. Monitor TD, nadi, suhu dan

RR.

b. Catat adanya flutuasi

tekanan darah.

c. Monitor TD, nadi, RR

sebelum, selama dan setelah


aktivitas.

d. Monitor kualitas dari nadi.

e. Monitor frekuensi dan irama

pernafasan.

f. Monitor suara paru.

g. Monitor pola pernafasan

abnormal.

h. Monitor suhu, warna dan

kelembapan kulit.

i. Monitor sianosis perifer.

j. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign.

3. Ketidakseimbangan NOC NIC

nutrisi kurang dari a. Nutrition Status: Food and Nutrition Management

kebutuhan tubuh Fluid Intake a. Kaji adanya alergi makanan

berhubungan dengan b. Nutritent intake weight b. Monitor jumlah nutrisi dan

kurangnya asupan control kandungan kalori

makanan c. Yakinkan diet yang dimakan


Kriteria Hasil :
mengandung tinggi serat
Batasan Karakteristik :
1. Berat badan idela sesuai untuk mencegah konstipasi
1. Nyeri abdomen dengan tinggi badan d. Berikan informasi tentang
2. Kurangnya asupan 2. Mampu mengindentifikasi kebutuhan nutrisi
makanan kebutuhan nutrisi e. Kaji kemapuan pasien untuk
3. Perbahan berat badan
3. Tidak ada tanda- tanda mendapatkan nutrisi yang
dengan makanan adekuat
malnutrisi dibutuhkan
4. Kelemahana otot
4. Tidak terjadi penurunana f. Kolaborasi dengan ahli gizi
pengunyah
berat badan yang berarti untuk menentukan jumlah
5. Ketidakmampuan
kalori dan nutrisi yang
memakan makanan
dibutuhkan pasien
Nutrition Management

a. Monitor BB pasien dalam

batas normal

b. Monitor adanya penurunan

berat badan

c. Monitor tipe dan jumlah

aktivitas yang biasa dilakukan

d. Monitor lingkungan selama

makan

e. Monitor kulit kering dan

perubahan pigmentasi

f. Monitor turgor kulit

g. Monitor kekeringan, rambut

kusam, dan mudah patah.

h. Monitor mual, muntah

i. Monitor kadar albumin, kadar

protein, Hb, dan Ht

j. Monitor pertumbuhan dan

perkembangan

k. Monitor pucat, kemerahan

dan kekeringan jaringan

konjungtiva

l. Catat adanya edema,

hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral.

4. Intoleransi Aktivitas NOC Activity Therapy:

berhubungan dengan a. Energy Conservation  Bantu klien untuk

kelemahan umum, mengidentifikasi aktivitas


ketidakseimbangan antara b. Activity Tolerance yang mampu dilakukan

suplai oksigen dan natrium c. Self Care: ADLs  Bantu untuk memilih

ke jaringan. aktivitas konsisten yang


Kriteria Hasil
Batasan Karakteristik : sesuai dengan kemampuan

1. Respon tekanana darah


1. Berpartisipasi dalam fisik, psikologi dan sosial.

abnormal terhadap aktivitas fisik tanpa disertasi


 Bantu untuk

aktivitas peningkatan tekanana darah,


mengidentifikasi dan

2. Respon frekuensi nadi dan RR


mendapatkan sumber yang

jantung abnormal 2. Mampu melakukan aktivitas diperlukan untuk aktivitas

terhadap aktivitas sehari- hari (ADLs) secara yang diinginkan

3. Perubahan EKG yang mandiri  Bantu klien untuk mendapat

mencerminkan aritmia 3. Tanda – tanda vital normal alat bantu aktivitas seperti

4. Ketidaknyamanan 4. Energy psikomotor kursi roda, krek

setelah beraktivitas  Bantu klien untuk


5. Level kelemahan
5. Dypneu setelah emngidentifikasi aktiivitas
6. Mamapu berpindah: dengan
beraktivitas yang disukai.
atau tanda bantuan alat
6. Menyatakan merasa  Bantu klien untuk membuat
7. Status kardiopulmonari
lemah jadwal latihan diwaktu luang
adekuat
7. Menyatakan merasa letih  Bantu pasien untuk
8. Sirkulasi status baik
mengenbangkan motivasi dir
9. Stataus respirasi: pertukaran dan penguatan
gas dan ventilasi adekuat
 Monitor respon fisik, emosi,

sosial dan siritual.

5. Gangguan Citra Tubuh NOC NIC

Batasan Karakteristik : a. Body Image


Body Image Enhancement
1. Perilaku mengenali b. Self Esteem
a. Kaji secara verbal dan
tubuh individu
nonverbal respon pasien

2. Perilaku menghindari
tubuh individu Kriteria Hasil : terhadap tubuhnya.

b. Monitor frekuensi
3. Perilaku memantau  Body image positif.
mengkritik dirinya.
tubuh individu  Mampu
c. Jelaskan tentang
4. Respon nonverbal mengidentifikasi
perngobatan, kemajuan dan
terhadap perubahan kekuatan personal.
prognosis penyakit.
aktual pada tubuh  Mendeskripsikan secara d. Dorong klien

5. Respon nonverbal factual perubahan mengungkapkan perasannya.

terhadap persepsi fungsi tubuh. e. Identifikasi asti

perubahan pada tubuh perngurangan melalui


 Mempertahankan
pemakaian alat bantu.
6. Mengungkapkan interaksi social.
f. Fasilitasi kontrak dengan
perasaan yang
individu lain dalam
mencerminkan
kelompok kecil.
perubahan pandangan

tentang tubuh invidu

7. Mengungkapkan

persepsi yang

mencerminkan

perubahan invidu

dalam penampilan

6. Gangguan tumbuh NOC NOC

kembang berhubungan a. Growth and Development, Peningkatan Perkembangan

Daleyed Anak dan Remaja


dengan abnormalitas
b. Nutrition Imbalance Less a. Kaji faktor penyebab
produksi globin dalam
Than Body gangguan perkembangan
hemoglobin menyebabkan
c. Requirement: anak.
hiperplasi sumsum tulang.
b. Identifikasi dan gunakan

sumber pendidikan untuk


Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil: memfasilitasi perkembangan

1. Anak berfungsi optimal anak yang optimal.


1. Gangguan
sesuai tingkatannya. c. Berikan perawatan yang
pertumbuhan fisik
2. Keluarga dan anak mampu konsisten.
2. Penurunan waktu
menggunakan koping d. Tingkatkan komunikasi
respon
terhadap tantangan karena verbal dan stimulasi taktil.
3. Terlambat dalam adanya ketidakmampuan. e. Berikan instruksi berulang

melakukan 3. Keluarga mampu dan sederhana.

keterampilan umum mendapatkan sumber- f. Dorong anak melakukan

kelompok usia sumber sarana komunitas. perawatan sendiri.

4. Kematanagn fisik: perubahan g. Manajmeen perilaku anak


4. Afek datar
fisik normal pada wanita ayang sulit.
5. Ketidakmampuan
yang terjadi dengan transisi h. Dorong anak melakuakan
melakukan aktivitas
dari masa kanak- kanak ke sosisaliasi dengan kelompok.
perawatan diri yang
dewasa. i. Ciptakan lingkungan yang
sesuai dengan usia 5. Status nutrisi keseimbangan. aman.

6. Lesu/tidak 6. Berat badan normal.

bersemangat Nutrition Management

a. Kaji keadekuatan asupan

nutrisi (misalnya kalori, zat

gizi).

b. Tentekan makanan aynag

disukaia anak.

c. Pantau kecenderungan

kenaiakan dan penurunan

berat badan.

Nutrition Therapy

a. Memantau kesuaian perintah


diet untuk memenuhi

kebutuhan gizi sehari- hari.

b. Kolaborasi dengan ahli gizi,

jumlah kalori dan jenis

nutrisi yang dibutuhkan

untuk memnuhi persyaratan

gizi yang sesuai.

c. Mendorong asupan makanan

tinggi kalsium.

d. Mendorong asupan makanan

dan cairan tinggi kalium

yang sesuai, pastikan bahwa

deit termasuk makanan

tinggi kandungan serat untuk

mencegah konstipasi.

e. Memberikan pasien diet

dengan tinggi protein, tinggi

kalori, makanan dan

minuman bergizi dari yang

dapat mudah dikonsumsi.

7. Resiko Infeksi NOC Infection Control

berhubungan dengan a. Immune Stataus


a. Bersihkan lingkungan setelah
ketidakadekuatan b. Knowledge: Infection
dipakai pasien lain
pertahanan tubuh primer Control
b. Pertahankan teknik isolasi
imunitas tidak adekuat c. Risk Control
c. Batasi pengunjung bila perlu
(abnormalitas
Kriteria Hasil d. Gunakan sabun antimikroba
pembentukan sel darah
untuk mencuci tangan
merah).
1. Klien bebas dari tanda dan
e. Pertahankan lingkungan
Faktor resiko : gejala infeksi aseptik selama pemasangan

2. Mendeskripsikan proses alat


1. Penyakit kronis :
penularan penyakit , faktor f. Gunakan kateter intermiten
diabetes mellitus dan
yang mempengaruhi untuk menurunkan infeksi
obesitas
penularan serta kandung kencing
2. Pengetahuan yang
penatalaksanaannya. g. Monitor tanda dan gejala
tidak cukup untuk infeksi sistemik dan lokal
3. Menunujukan kemampuan
menghindari h. Monitor hotung granulosit
untuk mencegah timbulnya
pemajanan pathogen infeksi WBC

i. Monitor kerentanana terhadap


3. Pertahanan tubuh 4. Jumlah leukosit dalam batas
infeksi
primer yang tidak normal
j. Instruksikan pasien untuk
adekuat : gangguan 5. Menunjukan perilaku hidup
minum antibiotik sesuai resep
peristalsis, kerusakan sehat
k. Ajarkan cara menghindari
a.
integritas kulit,
infeksi
penurunan sekresi pH,

pecah ketuban

Sumber: Nanda, NIC NOC 2015

2.3.4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementiasi

keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,

pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk

klien- keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan

yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus


berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan dan kegiatan komunikasi (Ghofur, 2016).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian

proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.

Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah

tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada

komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda

gejala yang spesifik.

Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif

dengan menggunakan beberapa metode. Evaluasi dapat dibagi

menjadi 2 jenis yaitu:

1. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format

catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang

dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.

2. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan

antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara


keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu

ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang

perlu dimodifikasi.

2.4 Konsep Keperawatan Anak

2.4.1 Paradigma keperawatan anak

merupakan suatu landasan berpikir dalam penerapan ilmu

keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut terdiri dari empat

komponen, di antaranya manusia dalam hal ini anak, keperawatan,

sehat-sakit dan lingkungan (Arnis, 2016).

A. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien)

adalah anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang

dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang,

dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial

dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu

rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga

remaja. Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik,

kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik

pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama,

demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau

lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi

belum terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan

seiring bertambahnya usia anak.


Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu di

utamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih

dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa

karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya

ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak

dengan dewasa mempunyai

B. Sehat-sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan

bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi

anak berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat

optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu

alat ukur dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis

dalam setiap waktu.

Selama dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan

bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung,

seperti apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat

untuk meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf

kesejahteraan baik fisik sosial maupun spiritual. Demikian

sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis atau meninggal maka

perawat selalu memberikan bantuan dan dukungan pada keluarga.

Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan yang

sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari

penyakit dan kelemahan.

C. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang

dimaksud adalah lingkungan eksternal maupun internal yang

berperan dalam perubahan status kesehatan anak. Lingkungan

internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan maka di

kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang

cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk,

peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan

mempengaruhi status kesehatan anak.

D. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan

yang diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan

perkembangan secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya

tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga

mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya

dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam

menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga

mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan anak dan

mempunyai peran memenuhi kebutuhan anak.

2.4.2 Prinsip keperawatan anak

A. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang

unik. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai

kebutuhan sesuai tahap perkembangannya.

B. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk


menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat

anak adalah penerus generasi bangsa.

C. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak.

D. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan

meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses

keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek

hukum (legal).

E. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan

masyarakat.

F. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

2.4.3 Peran perawat anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda

dibandingkan dengan orang dewasa. Perawat harus memahami dan

mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan

keperawatan anak, dimana prinsip tersebut terdiri dari:

A. Sebagai pendidik.
Kebutuhanorang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat

mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, perawatan anak

selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk

persiapan pulang ke rumah.

B. Sebagai konselor

perawat dapat memberikan konseling keperawatan dengan cara

mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara

fisik maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat

dengan orang tua dan keluarga tentang masalah pada anak.

C. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.

Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator

pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien.

Keluarga adalah mitra perawat, oleh karena itu kerjasama dengan

keluarga juga harus terbina dengan baik.

D. Sebagai pembuat keputusan etik.

Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat

keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini

dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,

menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan

keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat

yang paling mengerti tentang pelayanan keperawatan anak. Oleh

karena itu perawat harus dapat meyakinkan pemegang kebijakan

bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang


diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan anak.

E. Sebagai peneliti.

Pada peran ini diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam

melihat fenomena yang ada dalam layanan asuhan keperawatan anak

sehari-hari dan menelusuri penelitian yang telah dilakukan serta

menggunakan literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang

ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, perawat harus dapat

melaksanakanpenelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

praktik keperawatan anak.

2.4.4 Pertumbuhan dan perkembangan

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Menurut

Soetjiningsih (2012), pertumbuhan (growth) berkaitan dengan

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,

kilogram) ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Dalam pengertian lain

dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran fisik

(anatomi) dan struktur tubuh baik sebagian maupun seluruhnya karena

adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena

bertambah besarnya sel Sedangkan perkembangan (development)

adalah bertambahnya kemampuan serta struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan

diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh,


organ-organ dan sistem organ yang terorganisasi dan berkembang

sedemikian rupa sehingga masing- masing dapat memenuhi fungsinya.

Dalam hal ini perkembangan juga termasuk perkembangan emosi,

intelektual dan perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan

(Soetjiningsih, 2012).

2.4.5 Batasan Usia Anak

Batasan Usia Anak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1,

Anak adalalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut

definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan

sampai usia 19 tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang

disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal

20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian

1 pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di

bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi

anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal

(Soediono,2014).

2.4.6 Konsep Hospitalisasi

Pengertian Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik

bagi anak maupun keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat

berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan

yang asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat

dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit,


diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap

cemas(Nursalam, 2013) Hospitaisasi merupakan pengalaman penuh

cemas baik bagi anak maupun keluarganya karena alasan berencana

atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit

untuk menjalani terapi dan perawatan. Berikut ini adalah dampak

hospitalisasi terhadap anak usia prasekolah menurut Nursalam (2013),

sebagai berikut:

A. Cemas

Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak pertengahan

sampai anak periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan

adalah cemas karena perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat

dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa

kehilangan terhadap orang yang terdekat bagi dir anak.

B. Kehilangan kontrol

Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan

kontrol. Hal ini terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal

kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,

melakukan aktivitas hidup sehari-hari activity daily living (ADL),

dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan

kehilangan kebebasan pandangan ego dalam mengembangkan

otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak dari

peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan

dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika

terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit


kronis), maka anak akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya

akan menarik diri dari hubungan interpersonal.

C. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)

Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body

boundaries (perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali

berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan

pemeriksaan telinga, mulut atau suhu pada rektal akan membuat

anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak

menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat menyakitkan. Anak

akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis, mengatupkan

gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.

Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah

adalah gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada anak dengaan thalsemia dengan masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Desain yang di ambil

pada penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk studi kasus. Metode

penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri atau lebih (independen) tanpa membuat

perbandingan atau menggabungkan antara variable yang satu dengan yang

lainnya (Sugiyono, 2013). Study kasus termasuk ke dalam jenis penelitian

analisis deskriptif , yaitu penelitian yang dilakukan berfokus pada suatu kasus

tertentu untuk diamati dan di analisis secara cermat dan tuntas . studi kasus

dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa,

aktivitas atau individu.


Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan

yang meliputi identifikasi hasil pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek pada penelitian studi kasus ini adalah seorang individu atau anak

dengan masalah medis Thalasemia dengan masalah keperawatan

ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di desa cinumpang

kecamatan sukalarang kabipaten sukabumi.

Fokus studi pada penelitian ini adalah:

1. Mengkaji masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada pasien dengan thalasemia.

2. Penerapan tindakan keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada pasien dengan thalasemia.

3.3 Definisi Oprasional

Batasan istilah yang akan diuraikan disini akan disesuaikan dengan

judul studi kasus yang diambil yaitu “Asuhan Keperawata Pada An. X dengan

masalah medis Thalasemia dengan masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang

Kabupaten Sukabumi”.

Asuhan Keperawatan adalah pendekatan keperawatan professional yang

dilakukan untuk mengidetifikasi, mendiagnosis dan mengatasi respons

manusia terhadap kesehatan penyakit, dan melakukan implementasi

(American Nurses Association,2003 dalam lestari 2019).


Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik (penurunan jumlah sel

darah merah karena adanya penghancuran sel darah merah secara berlebihan)

herediter yang diturunkan secara resesif. Secara klinis dibedakan atas

thalassemia mayor dan minor. Penyakit ini ditandai dengan adanya kelainan

sintesis rantai globin. Jika sintesis rantai globin terjadi penurunan maka akan

menyebabkan anemia dan mikrositosis karena sintesis hemoglobinnya

menurun (Kiswari, 2014)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan

nutrisi yang tidak mencukupi unutk memenuhi kebutuhan metabolik

(NANDA, 2018)

Pada penyusunan studi kasus ini penulis akan menjabarkan tentang

Konsep penyakit thalasemia, Konsep defisit nutrisi pada thalasemia, konsep

asuhan keperawatan thalasemia dan konsep keperawatan pada anak. Batasan

istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan ditambah informasi

kualitatif sebagai cara dari batasan yang dibuat oleh penulis.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cinumpang Kecamatan Sukalarang

Kabupaten Sukabumi, Penelitian memakan waktu selama 2 bulan, dimua darii

bulan oktober sampai dengan bulan hingga november.

3.5 Metode dan Instrument Pengmpulan Data

3.1

3.2

3.3
3.4

3.5

3.5.1 Biofisiologis

(Pengukuran yang berorientasi pada dimensi fisiologis manusia,

baik inviro maupun invitro)

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang dirteliti, metode ini

memberikan hasil secara langsung. Penulis menggunakan metode

wawancara pada penelitian ini karena ingin mengetahui hal-hal dari

responden secara mendalam yang nanti nya digunakan sebagai bahan

dalam mengisi Obsevasi pengkajian pada asuhan keperawatan . Dalam

metode ini, digunakan instrument berupa pedoman wawancara

(Hidayat, 2007 dalam Latifah,2019).

3.5.3 Obeservasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan secara langsung kepada responden yang teliti, metode ini

memberikan hasil secara langsung.Adapaun cara penulis melakukan

observasi pada penelitian ini yaitu dengan melalukan evaluasi

pengkajian baik fisik, psikosoal dan spiritual untuk menjadi bahan

dalam pengkajian asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik yang

digunakan menggunakan. Model instrumen t yang digunakan yaitu,


Catatan Ancdotal (mencatat gejala-gejala khusu atau luar biasa menurut

urutan kejadian)

3.5.4 Studi dokumentasi

Dalam pengelolaan kasus ini dokumen yang digunakan untuk

mendukung data hasil wawancara adalah hasil dari pemeriksaan

diagnostic dan data lain yang relevan.

3.5.5 Kusioner

Jenis kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah

kuisioner campuran. Kuisioner campuran adalah perpaduan dari

kuisonier terbuka dan tertutup. Tujuan dari kuisioner ini yaitu untuk

mengetahui topik secara mendalam guna mendapatkan serangakain

data- data pada penelitian

3.5.6 Skala penilaian.

Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada studi kasus

ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. metode penelitian

kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci.

3.6 Uji Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk membuktikan kualitas data atau

informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data

dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi


instrument utama), keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

peneliti melakukan Asuhan Keperawatan secara koheren dan komprehensif,

peneliti juga memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan, sumber

informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tigasumber data utama

yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitanndengan masalah yang

diteliti.

3.7 Analisis Data Dan Penyajian Data

3.7.1 Analisa data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan

dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil

interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah penelitian. hasil data yang terkumpul dalam bentuk

catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan

dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif untuk menunjang

penentuan masalah keperawatan.Analisa data pada studi kasus ini

menggunakan pendekatan NANDA Internasional Diagnosa

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 yang di tuangkan

dalam bentuk bagan sedangkan pada pendekatan terapan digunakan

analisa dekriptif (Latifah, 2019).


3.7.2 Analisis

Analisis data pada study kasus menggunakan pendekatan PES

(Problem, Etiologi dan Simptom) yang di tuangkan dalam bentuk bagan

sedangkan pada pendekatan terapan digunakan analisis deskriptif

3.7.3 Pengkajian data

Penyaji data dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien akan dijamin dengan cara mengaburkan

identitas klien.Penyajian data Penyajian data disesuaikan denga desain

studi kasus deskriptif yang dipilih untuk studi kasus. Data disajikan

secara terstruktur yaitu dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif.dan dapat desertai cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi

kasus yang merupakan data pendukungnya. Kerahasiaan dari klien

akan dijamin dengan cara mengaburkan identitas klien.

3.7.4 Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian di data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis

dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan akan dilakukan

dengan metode induksi data yang dikumpulkan terkait dengan data

pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

3.8.1 Hak untuk self determination


Klien memiliki otonomi dan hak untuk membuat keputusan secara

sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi atau mengundurkan diri.

3.8.2 Hak terhadap privacy dan dignity (kerahasiaan)

Penulis menggunakan etika dalam penelitian untuk menjamin

kerahasiaan dari hasil laporan baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya, semua pasien yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh penulis, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil

laporan.

3.8.3 Anonimity dan Confidelity

Peneliti memberikan jaminan kepada subjek penelitian dengan

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3.8.4 Hak terhadap penanganan yang adil

Memberikan individu hal yang sama untuk dipilih atau terlibat

dalam studi kasus tanpa deskriminasi dan diberikan penanganan yang

sama dengan menghormasi seluruh persetujuan yang disepakati, dan

untuk memberikan penanganan terhadap masalah yang muncul selama

partisipasi.

Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan

kerugian mengharuskan agar klien dilindungi dari eksploitasi dan


peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk

meminimalkan bahaya dan kerugian serta memaksimalkan manfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2017. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Ayu, Ariani Putri. 2017. Ilmu Gizi. Yogyakarta:Nuha Medika.


Bulechec, Gloria. dkk. 2013. Nursing Intervention Clasification(NIC) Edisi

Ketujuh Bahasa Indonesia . Yogyakarta: Mocomedia Elsvier Inc.

Swanson, Elizabeth. dkk. 2013. Nursing Outcome Classification(NIC) Edisi

keenam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mocomedia Elsvier Inc.

Nanda International. 2018. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2018-

2020. Jakarta: ECG

Saisan, . 2020. “Asuhan Keperawatan pada Kien Anak dengan Thalasemia yang

di rawat di Rumah Sakit”. KTI. Prodi D-III Keperawatan, Poltekes

Kesehatan Kementrian Kesehatan, Samarinda. Di akses pada tanggal

24 Oktober 2021 dari http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id

DewiI, Putu Yuni Kumala (2018) GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK THALASEMIA DENGAN DEFISIT NUTRISI DI

RUANG AFTERCARE RSUP SANGLAH TAHUN 2018. KTI.

Jurusan Keperawatan 2018, Politeknik kesehatan Kemenkes,

Denpasar. Di akses pada 24 Oktober 2021 dari

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id

Redaksi Halodoc. 2018. “Ini Sebabnya Orang Bisa Kena Thalassemia“ Di akses

pada tanggal 25 Oktober 2021 dari https://www.halodoc.com

SesiLosari. 2017. “Kegiatan Humas Indonesia Bergerak Di Kantor Pos Depok II

Dalam Meningkatkan Citra Instansi Pada Publik Eksternal“. Jurnal

Komunikasi Vol 8 No. 2 (hlm.50) diakses pada 26 Oktober 2021 dari

https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
Loyola R, Mandala Z, Agustina R. 2020. “ Kadar Ferritin dengan Status Gizi

Pasien Thalassemia β Mayor Anak di RSAM Bandar Lampung“

Dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati Vol 11. No.1 (hlm, 119-120). Di akses pada

tanggal 27 Oktober 2021 dari http://journal.lldikti9.id/CER/index

Annis F, Marnis D, Indriati G. 2018. “Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan

kualitas hidup anak Thalasemia“. Jurnal KeperawaTan Sriwijaya vol 5

No. 2 (hlm. 31-32). Di akses pada tanggal 27 Oktober 2021 dari

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya

Muhlisian, Achmad. 2013. “Analisis Kesalahan Terjemahan Jepang Yang

Terdapat Dalam Karya Ilmiah Mahasiswa S2 Universitas Pendidikan

Indonesia“ Di akses pada 29 Oktober 2021 dari

http://repository.upi.edu

file:///C:/Users/VAIO_PC/Downloads/252-Article%20Text-1362-

1-10-20200406.pdf

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai