Anda di halaman 1dari 104

Metode Pemilihan dan

Pembuatan Hewan
Model Beberapa Penyakit
Pada Penelitian Eksperimental

Penulis:

Fitri Handajani
Metode Pemilihan Dan Pembuatan Hewan
Model Beberapa Penyakit Pada Penelitian
Eksperimental

Penulis : Fitri Handajani


Editor : Dr. Sulistiana Prabowo, dr., M.S

© 2021

Diterbitkan Oleh:

Cetakan Pertama, Juni 2021


Ukuran/ Jumlah hal: 155 x 230 mm / 104 hlm
Layout : Emjy
Cover: Emjy

ISBN : 978-623-7748-88-5

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119. Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis
dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, puji syukur saya panjatkan


kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan perkenan-Nya serta
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya lah, buku Metode
Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Ekperimental dapat penulis selesaikan.
Penulis mencoba menuangkan ide, pikiran, pengetahuan
dan penjelasan dari berbagai referensi baik buku serta jurnal untuk
memberikan wawasan tentang bagaimana memilih hewan coba
dan pembuatan/induksi hewan model untuk beberapa penyakit,
seperti artritis, diabetes melitus, kerusakan hepar, gastritis dan
hiperlipidemia. Harapan penulis dengan diterbitkannya buku
ini mampu membantu memilih hewan coba yang sesuai dengan
penelitian peneliti serta meningkatkan wawasan pengetahuan
pembaca dalam bidang metode pemeriksaan penelitian
eksperimental yang terkait dengan masalah tersebut di atas.
Penulis menyadari pada penulisan buku ini belum sempurna
dan dengan perkembangan ilmu yang semakin pesat mungkin
banyak hal baru yang belum kami bahas. Pada buku ini mungkin
masih banyak kekurangan dalam tata bahasa, urutan maupun
referensi sehingga perlu banyak masukan dan kritikan dalam upaya
perbaikan agar bisa menjadi lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah atas
perkenan Nya dapat menyelesaikan tulisan ini, serta kepada

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada iii
Penelitian Eksperimental
suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungan
selama penulis menyelesaikan buku ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh jajaran pimpinan, staf pendidik dan
staf kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya serta semua pihak yang telah mendukung penulisan buku
ini. Penulis berharap buku ini memberikan peningkatan penelitian
manfaat bagi seluruh pembaca. Aamiin.

Surabaya, Agustus 2021


Penulis

iv Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................iii


Daftar Isi ...............................................................................................v
Daftar Tabel .........................................................................................vii
Daftar Gambar ....................................................................................viii
Daftar singkatan ..................................................................................x
BAB I Pengenalan Dan Pemilihan Hewan Coba ................ 1

BAB II Pemeliharaan Dan Perlakuan Hewan Coba ........... 7


2.1 Pemeliharaan hewan coba .......................................................8
2.2 Perlakuan hewan coba ..............................................................12
BAB III Pengambilan Spesimen Darah Pada Hewan
Coba ....................................................................... 15
3.1 Pengumpulan Spesimen Darah ..............................................16
3.2 Pengambilan Darah pada Sinus Retro Orbital ....................16
3.3 Pengambilan Darah pada Vena Lateralis Ekor ....................17
3.4 Pengambilan Darah pada Vena Marginalis Telinga dan
Arteri Aurikularis ......................................................................17
3.5 Pungsi Intracardia .....................................................................18
BAB IV Pengambilan Spesimen Organ Pada Hewan Coba .21

BAB V Hewan Model Penyakit Rematoid Artritis ............. 27


5.1 Artritis Ajuvan ...........................................................................31
5.2 Artritis yang Diinduksi Kolagen ............................................34
5.3 Artritis yang Diinduksi Pristane.............................................35

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada v


Penelitian Eksperimental
BAB VI Hewan Model Gastritis ........................................ 39
6.1 Hewan Model Gastritis yang diinduksi NSAID .................43
6.2 Hewan Model Gastritis yang diinduksi alkohol ...............44
6.3 Hewan Model Gastritis yang diinduksi infeksi
Helicobacter pylori ..................................................................46
BAB VII Hewan Model Diabetes Mellitus .......................... 51
7.1 Hewan Model Diabetes mellitus yang diinduksi
streptozotocin (STZ)................................................................55
7.2 Hewan Model Diabetes melitus yang diinduksi
Aloksan .......................................................................................57
7.3 Hewan Model Diabetes Melitus yang
Diinduksi Deksametason ........................................................60
BAB VIII Hewan Model Kerusakan Hepar/Hepatitis........ 63
8.1 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi NSAID
berupa Parasetamol atau natrium diklofenac ......................66
8.2 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi
Carbon tetra clorid (CCl4) .....................................................68
8.3 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi
Alkoho .........................................................................................70
8.4 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi
Deksametason ...........................................................................72
BAB IX Hewan Model Hiperlipidemia ............................... 75
9.1 Hewan Model Hiperlipidemia yang Diinduksi Diet
Tinggi Lemak .............................................................................78
9.2 Hewan Model Hiperlipidemia yang Diinduksi alkohol.....79
BAB X Penutup ................................................................... 81

Daftar Pustaka ..................................................................... 83

vi Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 skor keparahan artritis .................................................33


Tabel 6.1 Skala semi-kuantitatif keparahan kerusakan
Gaster secara makroskopis ..........................................41
Tabel 6.1 Skala semi-kuantitatif intensitas kerusakan
Gaster secara mikroskopis ...........................................42
Tabel 6.3 Skala Intensitas Peradangan gaster secara
mikroskopis ....................................................................42
Tabel 8.1 Liver Histology Activity Index ..................................65

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada vii
Penelitian Eksperimental
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hewan coba yang sehat tampak aktif ....................9


Gambar 2.2 Hewan coba diletakkan dalam kandang dan
diberi makanan dan minuman yang bisa
diakses dengan mudah .............................................10
Gambar 2.3 Ruangan Hewan coba harus bersih dan terdapat
rak untuk meletakkan kandang ..............................11
Gambar 2.4 Persiapan alat sebelum pembedahan
dan penimbangan berat badan hewan coba ........14
Gambar 3.1 Pengambilan darah retro orbita pada tikus .......... 17
Gambar 3.2 Pengambilan darah pada vena auricularis
pada kelinci ...............................................................18
Gambar 3.3 Pungsi intracardia .....................................................18
Gambar 3.4 Darah yang sudah diambil ditampung dalam
botol dan di beri label untuk pemeriksaan
di laboratorium ..........................................................19
Gambar 4.1 Pembedahan awal dimulai dari perut (abdomen)
dan diteruskan hingga ke bagian dada (thorax)
hewan coba untuk mengambil organ yang
akan digunakan dalam penelitian ..........................22
Gambar 4.2 Anatomi organ tikus .................................................23
Gambar 4.3 Anatomi organ retroperitonel dan reproduksi
pada tikus betina .......................................................24
Gambar 4.4 Anatomi organ reproduksi pada tikus jantan ......25
Gambar 5.1 Imunopatogenesis artritis autoimun
eksperimental ............................................................30

viii Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
Gambar 5.1 Kaki hewan coba artrtitis ajuvan pasca
induksi dengan skor keparahan 1 (gambar A),
2 (gambar B), 3 (gambar C), 4 (gambar D).........34
Gambar 6.1 Skema diagram infeksi bakteri H pylori
dan patogenesisnya ................................................... 47
Gambar 7.1 Mekanisme aksi streptocotozin (STZ) pada
sel β pancreas .............................................................55
Gambar 7.2 Struktur aloksan ........................................................57
Gambar 7.3 Mekanisme pembentukan ROS melalui siklus
redoks akibat induksi aloksan ................................59

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada ix


Penelitian Eksperimental
DAFTAR SINGKATAN

AA : Artritis Adjuvan
ACPA : antigen citrullinated protein/ peptide
ADH : alkohol dehidrogenase
ALDH : aldehyde dehydrogenase
ALP : Alkaline Phosphotase
ALT : Alanine Transaminase
APAP : Acetaminophen
CCl4 : Carbon tetrachloride
CFA : Complete Freunds adjuvant
Cox 2 : cyclo oxygenase 2
CRP : C reactive protein
GGT : gamma glutamil transferase
GSH : Glutathione
HAI : Histological activity index
HLA : Human leukosit antigen
H2O2 : hidrogen peroksida
IFA : incomplete Freund Adjuvant
i.m : intra muscular
i.p : intra peritoneal
MDA : malondialdehide
MNU : N-metil-N-nitrosourea
NAFLD : non alkoholic fatty liver disease
NAPQI : N-acetyl-p-benzoquinone imine
NO : Nitrit Oksid
NSAIDs : non-steroidal Anti-inflammatory Drugs
OCN : osteocalcin
PAD : peptidyl arginine deiminase
PIA : pristane induced arthritis
RUNX-2 : runt‑related transcription factor 2

x Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
s.c : Sub cutan
SOD : super oxide dismutase
STZ : Streptocotozin

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada xi


Penelitian Eksperimental
xii Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 1

PENGENALAN DAN
PEMILIHAN HEWAN COBA

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 1


Penelitian Eksperimental
P enelitian dibidang biomedik dan kedokteran saat ini
mengalami kemajuan cukup pesat. Pada penelitian
eksperimental dilaboratorium secara in vivo pada manusia seringkali
terkendala masalah etik dan pemilihan subyek manusianya.
Secara etik uji coba pada manusia boleh dilakukan apabila sudah
dilakukan uji secara laboratorium secara tuntas dan tidak berefek
toksik. Penggunaan hewan model beberapa penyakit in vivo saat ini
sering digunakan dengan mengikuti kaidah etik yang berlaku guna
meningkatkan pengetahuan tentang patofisiologi, mekanisme,
pengobatan, dan efek samping obat dari suatu penyakit. (Parkinson
et al., 2011; Nelson, 2016)
Hewan model suatu penyakit memainkan peran penting
dalam eksplorasi dan karakterisasi patofisiologi penyakit, identifikasi
target pengobatan, evaluasi agen terapi dan perawatan baru secara
in vivo. Penggunaan model hewan suatu penyakit yang ideal dapat
dimanfaatkan untuk penilaian praklinis dan menemukan obat baru
dan agen terapeutik untuk dikembangkan dan diaplikasikan pada
manusia. (Parkinson et al., 2011; Nelson, 2016)
Terdapat beberapa jenis hewan coba yang banyak di gunakan
pada penelitian dibidang kedokteran untuk mengetahui mekanisme,
patogenesis dan pengobatan. Pada bidang kedokteran gigi, hewan
coba juga digunakan pada penelitian untuk mengetahui mekanisme,
patogenesis serta pengaruh suatu terapi. Dibidang kedokteran
hewan sering digunakan untuk menghasilkan varian baru yang
lebih rentan sakit, cepat berkembang biak dan bisa dimanfaatkan
untuk kebutuhan hidup manusia. Pada bidang farmasi digunakan
hewan coba untuk pengembangan obat baru ataupun uji toksisitas
suatu bahan atau obat.

2 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Hewan coba yang banyak digunakan pada penelitian dapat
digolongkan menjadi kelompok berdasarkan anatomi, kebiasaan
hidup serta fisiologi yang hampir sama. (Soepranianondo, 2011).
Pembagian kelompok hewan coba ini dibagi menjadi
1. Rodensia dan kelinci
Hewan coba berupa rodensia yaitu tikus dan mencit merupakan
hewan coba yang sering digunakan untuk penelitian. Mencit dan
tikus merupakan mamalia yang mempunyai kemiripan dengan
dengan manusia. Sering digunakan sebagai hewan model untuk
beberapa penyakit, seperti artritis rematoid, gastritis, diabetes
melitus, kerusakan hati dan ginjal. Pada bidang kedokteran gigi
juga sering digunakan untuk pengobatan infeksi gigi dan mulut
serta perubahan struktur gigi. Hewan ini juga sering digunakan
dalam penelitian berbagai macam induksi mikro organisme
yang sama dengan penyakit infeksi tertentu.
2. Karnivora
Jenis karnivora yang sering digunakan untuk penelitian adalah
anjing dan kucing. Keuntungan penggunaan kucing dan anjing
karena ukuran tubuhnya dan struktur anatominya memudahkan
untuk penelitian tentang fisiologi, sistem syaraf dan penelitian
tentang pembedahan. Selain itu juga sering digunakan untuk
penelitian tentang metabolisme obat, toksisitas obat serta
evaluasi terhadap efektifitas suatu obat.
3. Primata
Hewan primata memiliki keunggulan dibanding hewan
coba lain karena memilki anatomi dan fisiologi yang hampir
mendekati manusia.

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 3


Penelitian Eksperimental
4. Unggas
Pada umumnya hewan unggas ini digunakan telurnya untuk
penelitian dibidang virologi, proses angiogenesis.
Peneliti harus menentukan hewan coba apakah yang bisa
digunakan pada penelitian yang akan dilakukannya dengan
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Spesies hewan yang sesuai dengan tujuan penelitian
2. Memiliki kemiripan secara anatomi, fisiologi dengan manusia
3. Mudah dikembang biakkan dan dipelihara di laboratorium
sehingga bisa diperoleh galur yang murni dan akan menjadi
populasi yang homogen pada saat digunakan dalam suatu
penelitian
4. Hewan model sesuai dan bisa digunakan pada metode penelitian,
kemudahan pemeliharaan dan kemudahan memperoleh hewan
coba yang diperlukan
5. Sesuai dengan kemampuan dana yang dimiliki oleh peneliti
6. Hewan coba tidak mudah terinfeksi oleh penyakit selain
penyakit akibat induksi sebagai hewan model
7. Dengan jumlah hewan coba sekecil-kecilnya memberikan
manfaat untuk kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan kesejahteraan manusia.
Penelitian pada bidang kedokteran dan biomedik sering
menggunakan hewan coba mencit dan tikus. Hal ini karena hewan
tersebut memiliki kelebihan antara lain: sebagai mamalia yang lebih
baik sebagai model biologis, mudah diperoleh, mudah menernakkan
untuk memperoleh galur murni, mudah perawatannya, harganya

4 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
relatif murah, dapat di aklimatisasi dengan sentuhan manusia dan
yang paling penting adalah kita dapat melakukan percobaan dengan
berbagai cara yang tidak mungkin dilakukan pada manusia, serta
mencit secara genetic dekat dengan manusia (Soepranianondo,
2011).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 5


Penelitian Eksperimental
6 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 2

PEMELIHARAAN DAN
PERLAKUAN HEWAN COBA

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 7


Penelitian Eksperimental
P enggunaan hewan coba banyak digunakan pada
penelitian dan pendidikan dibidang kedokteran, farmasi
dan kedokteran hewan. Secara umum hewan coba yang sering
digunakan pada pendidikan dan penelitian meliputi mencit, tikus,
kelinci, anjing dan kera. Hewan tersebut digunakan sebagai hewan
model untuk penelitian baik dibidang biomedik, kedokteran
dan farmasi. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik perlu
perawatan dan penanganan hewan coba yang baik dan memadai agar
terwujud kesejahteraan hewan (animal welfare). Perlakuan hewan
coba yang memadai menurunkan tingkat stres hewan tersebut
sehingga memberikan kesimpulan penelitian yang lebih baik dan
tepat dengan menggunakan generalisasi yang baik. (Nelson, 2016)

2.1 Pemeliharaan hewan coba


Banyak sekali fasiltas penangkaran hewan coba yang menjual
beberapa jenis hewan coba untuk penelitian. Perlu diperhatikan
bahwa untuk memperoleh hewan coba yang baik, peneliti harus
memperhatika hal sebagai berikut:
1. Hewan coba harus sehat dan diperoleh dari pemasok resmi dan
memiliki sertifikat
2. Transportasi hewan coba dari tempat pemasok dan laboratorium
harus sesuai dengan ketahanan hewan, cuaca dan jarak tempuh.
3. Sebelum perlakuan penelitian dimulai perlu diperhatikan aspek
psikologi, waktu dan makanan hewan coba sebelum dimulainya
perlakuan.

8 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Gambar 2.1 Hewan coba yang sehat tampak aktif

Pemeliharaan hewan coba meliputi pemberian pakan, air


minum dan sanitasi.
Pemberian pakan dan air minum pada hewan coba harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Makanan harus sesuai jenis pakan dan spesies hewan, memiliki
kandungan nutrisi yang lengkap untuk kebutuhan hewan
tersebut serta bebas dari kontaminasi
2. Pembelian pakan harus dari pemasok yang terpercaya
3. Pakan dan air minum yang diberikan harus mudah diambil oleh
hewan coba dan diberikan secara ad libitum
4. Pemrosesan pakan dan penyimpanan pakan harus bersih dan
tertutup sehingga tidak mudah dimasuki serangga atau hewan
pengerat lainnya
5. Air minum harus selalu dicek tidak ada kebocoran atau buntu
sehingga tidak bisa di akses oleh hewan coba

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 9


Penelitian Eksperimental
6. Posisi pakan dan minum harus dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah diakses dan tidak terkontaminasi oleh urine dan feses
hewan coba

Gambar 2.2 Hewan coba diletakkan dalam kandang dan diberi makanan
dan minuman yang bisa diakses dengan mudah

Ruangan tempat hewan coba harus dijaga kebersihannya


untuk mencegah kontaminasi. Hal yang perlu diperhatikan pada
sanitasi lingkungan kandang hewan coba adalah:
1. Ruangan, kandang dan koridor pada kandang hewan coba harus
bersih dan terdapat aliran untuk proses pembersihan
2. Ruangan hewan disesuaikan dengan habitat hewan dan
diusahakan tetap kering, kecuali hewan yang habitatnya
membutuhkan air.
3. Kandang, tempat makan dan tempat minum harus dibersihkan
secara berkala untuk menjamin kebersihan dan bebas dari
kontaminasi
4. Sebisa mungkin hindari bahan kimia sebagai penghilang bau
(deodoriser)
10 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
Gambar 2.3 Ruangan Hewan coba harus bersih dan terdapat rak untuk
meletakkan kandang

Hewan coba yang diperoleh dari luar laboratorium peneltian


harus dilakukan adaptasi sampai menjelang saat dilakukan
perlakuan penelitian. Proses adaptasi ini harus dilakukan selama
waktu tertentu sesuai dengan spesies hewan coba yang digunakan
dan perbedaan keadaan yang terjadi. Perbedaan kedaan yang
mungkin timbul adalah akibat perbedaan suhu, kelembaban, suara,
kebisingan pencahayaan ruangan, tekanan udara dan perbedaan
individu yang merawat. Proses adaptasi ini membutuhkan waktu
yang berbeda-beda tiap spesies hewan coba dan perbedaan
keadaan yang terjadi. Waktu yang diperlukan pada proses adaptasi
ini biasanya berlangsung antara 10 sampai 30 hari. Pada tikus
atau mencit dengan waktu pemindahan antara 1-3 hari dengan
perbedaan suhu dan kelembaban ruangan memerlukan waktu
adaptasi sekitar 10-15 hari. (Nelson, 2016)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 11


Penelitian Eksperimental
2.2 Perlakuan hewan coba
Hewan coba dalam penelitian eksperimental akan diinduksi
untuk menjadi model penyakit tertentu. Tikus merupakan
organisme model utama yang digunakan untuk mempelajari fungsi
gen manusia. Hal ini karena sebagian besar proses biologis pada
tikus sangat mirip dengan yang terjadi pada manusia. (Dirnagl &
Lauritzen, 2011); Weidner, Steinfath, Opitz, Oelgeschläger, &
Schönfelder, 2016)
Hewan coba akan diberikan perlakuan tertentu sebagai
induksi untuk mencapai tujuan menjadi mirip menderita penyakit
tertentu. Induksi terhadap hewan coba ada yang menggunakan cara
melalui oral ataupun secara parenteral. Proses ini akan menggunakan
tata cara tertentu untuk mencapai kesamaan dengan penyakit yang
diharapkan terjadi pada hewan model. Pada buku ini akan dibahas
bagaimana cara induksi beberapa penyakit pada bab selanjutnya.
Hewan coba harus ditempatkan pada kandang yang kuat
dan selalu tertutup dengan ventilasi dan kelembaban yang optimal.
Perlu diperhatikan minimun floor area disesuaikan dengan jenis
dan ukuran hewan coba. Contoh minimun floor area untuk mencit
adalah dengan berat sekitar 15-25 gram adalah 51-77 cm2 dan tinggi
kandang 12 cm. Minimun floor area untuk tikus dengan berat antara
200-300 gram adalah 148-187 cm2 dengan tinggi kandang 14 cm.
Minimun floor area untuk kelinci dengan berat 4000-5400 gram
adalah 91-121 cm2 dengan tinggi kandang 35 cm (Nelson, 2016)
Penanganan data pada hewan coba harus dilakukan secara
cermat agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengumpulan data.
Prosedur pendataan sebaiknya dilakukan dengan prosedur sebagai

12 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
berikut:
1) Pemilihan kandang dan penamaan kandang sesuai dengan
kelompok perlakuan dengan Minimun floor area sesuai yang
dibutuhkan oleh hewan coba.
2) Menentukan staf yang akan membantu proses pemeliharaan
hewan coba disertai data nama dan kontaknya
3) Menentukan data jumlah hewan coba yang digunakan oleh
tiap peneliti beserta kelompok percobaan yang digunakan oleh
peneliti.
4) Membuat data klinis hewan yang sakit dan penatalaksaan yang
sudah dilakukan
5) Membuat data angka kematian dan kesakitan pada hewan
percobaan pada setiap penelitian

Pada akhir penelitian hewan coba akan diambil sampel/


spesimennya baik berupa darah maupun organ tertentu. Hewan
coba yang sudah selesai diberi perlakuan pada suatu penelitian
akan dikorbankan dengan euthanasia (pembunuhan). Sebelum
proses pengambilan sampel hewan coba harus di anastesi agar
terbebas rasa sakit, rasa takut dan tertekan. Anestesi yang diberikan
berupa anesteri umum. Anestesi umum diklasifikasikan menjadi
2 yaitu anestesi inhalasi (contohnya dietil eter, isofluren, halotan,
dinitrogen monoksida, dll) dan anestesi perinjeksi (contohnya:
barbiturat, ketamin, etomidat, dll).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 13


Penelitian Eksperimental
Gambar 2.4 Persiapan alat sebelum pembedahan dan penimbangan berat
badan hewan coba

14 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
BAB 3

PENGAMBILAN SPESIMEN DARAH


PADA HEWAN COBA

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 15


Penelitian Eksperimental
P ada saat eksperimen berjalan ataupun saat akhir
eksperimen, peneliti akan mengumpulkan spesimen/
sampel dari hewan coba yang digunakan dengan mengambil darah
atau organ hewan model sesuai dengan tujuan penelitian.

3.1 Pengumpulan Spesimen Darah


Metode pengumpulan spesimen darah berhubungan
dengan berapa jumlah volume darah yang diperlukan untuk tujuan
penelitian. Ada beberapa metode pengambilan darah yang bisa
dilakukan dan hewan coba tetap hidup, dan ada beberapa metode
yang mengakibatkan hewan coba mati. Volume darah pada tikus
dan kelinci sekitar 6-8% dari berat badan, sebagai contoh: tikus
dengan berat 200 gram maka jumlah volume darah totalnya sekitar
12-16 ml. Sekali pengambilan spesimen darah sebaiknya tidak lebih
dari 10% dari total volume darah hewan coba. (Hamid, 2011)

3.2 Pengambilan Darah pada Sinus Retro Orbital


Metode ini merupakan metode pengambilan darah dengan
hewan coba yang dapat bertahan hidup. Metode ini dapat dilakukan
pada tikus. Pada metode ini hewan coba dapat dilakukan anestesi
umum atau anastesi lokal. Sinus retro ortibal terletak dibelakang
mata. Pengambilan darah harus dilakukan secara hati-hati dan tidak
boleh menggores kornea (Handharyani, 2017)

16 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Gambar 3.1 Pengambilan darah retro orbita pada tikus (Handharyani,
2017)

3.3 Pengambilan Darah pada Vena Lateralis Ekor


Metode ini dapat dilakukan pada tikus. Pada pengambilan
spesimen darah dengan metode ini hewan coba masih dapat
bertahan hidup. Pelaksana prosedur pengambilan darah dengan
metode ini harus berhati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan
permanen pada ekor atau amputasi. Hewan coba diletakkan pada
penahan selanjutnya dilakukan pengambilan darah pada vena
lateralis ekor sesuai prosedur dan sterilitas. Biarkan darah mengalir,
jangan meremas ekor, hal ini mengakibatkan kerusakan dan
kontaminasi cairan jaringan.

3.4 Pengambilan Darah pada Vena Marginalis Telinga dan


Arteri Aurikularis
Metode pengambilan darah ini bisa dilakukan pada kelinci
dan hewan coba tetap dapat bertahan hidup setelah pengambilan

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 17


Penelitian Eksperimental
spesimen darah. Vena dan arteri ini terdapat pada telinga kelinci.
Pengambilan harus hati-hati agar tidak menimbulkan perdarahan

Gambar 3.2 Pengambilan darah pada vena auricularis pada kelinci

3.5 Pungsi Intracardia


Pengambilan spesimen darah dengan metode ini
mengakibatkan hewan coba tidak dapat bertahan hidup. Metode
ini dapat dilakukan pada tikus dan kelinci. Pelaksanaan metode
ini harus menggunakan anestesi umum dan merupakan prosedur
terakhir.

Gambar 3.3 Pungsi intracardia (Handharyani, 2017)

18 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Selain metode pengambilan sampel darah tersebut di atas
masih ada beberapa teknik pengambilan sampel darah yang lain
yang bisa dikerjakan, namun penulis saat ini hanya menjelaskan
metode yang sering digunakan saja.

Gambar 3.4 Darah yang sudah diambil ditampung dalam botol dan di
beri label untuk pemeriksaan di laboratorium

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 19


Penelitian Eksperimental
20 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 4

PENGAMBILAN SPESIMEN ORGAN


PADA HEWAN COBA

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 21


Penelitian Eksperimental
P ada penelitian eksperimental selain sampel darah, juga
dilakukan pengambilan sampel organ dari hewan coba.
Organ yang diambil dari hewan coba akan dilakukan beberapa
pemeriksaan sesuai variabel penelitian, agar tidak terjadi kesalahan
mengambil organ maka peneliti perlu mempelajari anatomi hewan
coba yang digunakan. Pada buku ini penulis hanya akan membahas
pengambilan sampel pada tikus.
Pada dada hewan coba dapat diambil organ, timus, jantung
dan paru. Pada abdomen dapat diambil organ sistem pencernaan
antara lain: lambung, usus halus, usus besar, sekum, hati, limpa dan
juga pankreas. Organ lain di abdomen yang bisa di ambil adalah
organ sistem urinari antara lain ginjal dan kandung empedu. Organ
reproduksi pada hewan coba betina yang dapat diambil antara lain
ovarium dan uterus, sedangkan pada hewan coba jantan dapat
diambil testes, epididimis dan kelenjar preputsium (Parkinson et
al., 2011).
Pengambilan sampel organ yang tidak tepat dapat
menimbulkan kesalahan pada suatu penelitian

Gambar 4.1 Pembedahan awal dimulai dari perut (abdomen) dan


diteruskan hingga ke bagian dada (thorax) hewan coba untuk
mengambil organ yang akan digunakan dalam penelitian

22 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Setelah proses pengambilan organ, organ akan disimpan
dalam suatu larutan formalin untuk proses selanjutnya atau
disimpan dalam larutan pengawet lain atau lemari pendingin sesuai
dengan kebutuhan pemeriksaan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti. Untuk pemeriksaan histopatolgi maka organ dapat
disimpan dalam formalin 10 % dan semua organ harus terendam
dalam larutan pengawet tersebut.

Gambar 4.2 Anatomi organ tikus (Parkinson et al., 2011)



Organ yang diambil dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologi untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada
organ tersebut, juga bisa diketahui adanya infiltrasi sel radang

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 23


Penelitian Eksperimental
dan sel kolagen untuk proses peradangan dan perbaikan jaringan.
Pengukuran kadar Malondialdehide (MDA), superoksid dismutase
(SOD) dan katalase untuk variabel yang berhubungan dengan
oksidan dan antioksidan.

Gambar 4.3 Anatomi organ retroperitonel dan reproduksi pada tikus


betina (Parkinson et al., 2011)

24 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Gambar 4.4 Anatomi organ reproduksi pada tikus jantan (Parkinson et
al., 2011)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 25


Penelitian Eksperimental
26 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 5

HEWAN MODEL PENYAKIT


REMATOID ARTRITIS

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 27


Penelitian Eksperimental
R ematoid artritis merupakan penyakit kronis yang
menyerang seluruh organ, adapun organ target utama
rhematoid atritis adalah sendi. Penyakit ini merupakan penyakit
autoimun dengan mekanisme yang masih belum jelas sampai
saat ini. Banyak penelitian menggunakan hewan coba yang bisa
digunakan untuk memperlajari beberapa mekanisme terjadinya
artritis rematoid. Beberapa metode induksi untuk membuat hewan
coba menderita artritis yang disebut dengan hewan model artritis
ajuvan.
Model hewan artritis sering dipakai untuk mempelajari
patogenesis penyakit, juga digunakan untuk mengevaluasi obat
yang memiliki potensi sebagai anti-rematik pada penggunaan klinis.
Kemiripan morfologi penyakit artritis pada manusia dan kapasitas
model yang dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan
suatu pengobatan pada manusia adalah kriteria penting dalam
pemilihan model. Hewan rematoid artritis (RA) merupakan
hewan model dengan track record yang memiliki prediktabilitas
untuk keberhasilan pengobatan maupun mekanisme kerjanya
pada manusia. Ada beberapa hewan model yang digunakan pada
penyakit rhematoid artritis adalah: tikus artritis ajuvan, rat type II
colagen arthritis, mouse type II colagen arthritis dan antigen artritis
diinduksi pada beberapa spesies (Bendele, 2001; Ronaghy, et al.,
2002; Banik, et al., 2002).
Model hewan rematoid artritis banyak digunakan pada
penelitian berhubungan dengan patogenesis artritis inflamasi dan
pengujian potensi suatu obat sebagai anti-rematik. Beberpa kriteria
penting untuk memilih hewan model antara lain:

28 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
1) memiliki kemampuan yang akurat dan baik dalam memprediksi
keberhasilan agen tersebut pada manusia,
2) mudah membuat hewan model, reproduktifitas data, durasi
waktu yang wajar pada periode pengujian dan
3) memiliki kesamaan patologi atau patogenesis dengan penyakit
manusia (Bendele, 2001; Ronaghy, et al., 2002; Snekhalatha, et
al., 2012; Delves, et al., 2011).
Model RA relatif lebih mudah dilakukan, mempunyai
reproduktifitas data yang baik serta pada umumnya membutuhkan
durasinya pendek. Sebagian besar hewan model RA memiliki fitur
patologis yang mirip dengan yang terjadi pada penyakit artritis
rematoid pada manusia.
Beberapa perbedaan penting antara hewan model atritis dan
pada penderita rematoid artritis adalah:
1) hewan model artritis memiliki kemajuan RA jauh lebih cepat
daripada penyakit manusia dan hal ini dapat dilihat pada respon
inflamasi yang akut
2) tikus memiliki kecenderungan terjadinya resorpsi tulang dan
terjadi penulangan (terutama periosteal/endosteal) pada proses
peradangan sendi.
Penggunaan model hewan RA memberikan banyak
kontribusi pada pengetahuan serta keseluruhan proses/ mediator
penting pada proses inflamasi, kerusakan tulang rawan serta resorpsi
tulang. Hal ini memberikan ke kemajuan penting dalam intervensi
pengobatan pada penyakit RA. Hewan model artritis ini penting
untuk memfasilitasi pemahaman mekanisme penyakit RA serta
pengembangan dan penemuan terapi baru. (Asquith et al., 2009;

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 29


Penelitian Eksperimental
Bendele, 2001; Seeuws et al., 2010)
Patogenesis RA dikaitkan dengan peningkatan produksi
protein/ peptida sitrulin, yang biasanya terjadi dikaitkan dengan
menghirup asap rokok. Asap rokok menyebabkan iritasi pada
paru-paru dan saluran udara, pada gilirannya menyebabkannya
peningkatan peptidyl arginine deiminase (PAD) 2, yang mengkatalisis
konversi arginin menjadi citrulline dalam protein tertentu.
Peningkatan protein/ peptida sitrulin ini dapat menyebabkan
peningkatan regulasi antibodi terhadap antigen citrullinated protein/
peptide (ACPA), dan individu dengan alel human leukosit antigen
(HLA) tertentu (misalnya, HLA-DRB1) lebih rentan untuk
meningkatkan respon imun terhadap antigen yang dimodifikasi ini
dibandingkan yang lain.

Gambar 5.1 Imunopatogenesis artritis autoimun eksperimental. (Dudics


S. et al. 2018)

30 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Mekanisme imunopatogensis artritis autoimun pada
eksperimental merupakan representasi skematik jalur kunci berupa
presentasi dari autoantigen ke sel T autoreaktif dan diferensiasinya
menjadi subset sel T helper (Th) utama di bawah pengaruh berbagai
sitokin; aktivasi dan sekresi sitokin pro-inflamasi oleh sel myeloid;
kolaborasi sel T-B mengarah ke produksi autoantibodi oleh sel
plasma; dan cross talk osteoimun yang mengarah ke diferensiasi
osteoklas. Jalur rumit ini mengatur peradangan autoimun sendi
sinovial seperti yang ditunjukkan oleh panah (mengarah ke
aktivasi / induksi) dan ujung tumpul (mengarah ke penekanan/
penghambatan) seperti terlihat pada gambar 5.1 (Dudics S. et al.
2018)

5.1 Artritis Ajuvan


Artritis ajuvan merupakan salah satu hewan model penyakit
rematoid artritis yang banyak digunakan pada penelitian preklinik
dan terapi. Keunggulan dari hewan model artritis ajuvan adalah
awitan dan perkembangan hewan menjadi sakit sangat signifikan,
mudah terukur, terjadi peradangan poli articular, terjadi resorpsi
tulang dan proliferasi tulang periosteal. Terjadi kerusakan tulang
rawan ringan tetapi tidak proporsional bila dibandingkan dengan
peradangan dan kerusakan tulang yang terjadi (Bendele, 2001)
Prosedur induksi artritis ajuvan dapat dilakukan pada tikus
wistar atau pada mencit. Hewan coba diaklimatisasi selama minimal
3 hari. Induksi penyakit artritis ajuvan dengan menyuntikkan
Complete Freund Adjuvant (CFA) yang ditambahkan
mycobacterium (Mb) atau di injeksi dengan ajuvan sintetis berupa

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 31


Penelitian Eksperimental
N- dioctylddecyl-N’, N-bis (2-hydroxy-ethyl) propanediamine
(LA) atau juga menggunakan incomplete Freund Adjuvant (IFA).
Pemberian minyak parafin dan mannide monooleate juga dapat
menimbulkan arthritis tanpa adanya Mb (ini disebut IFA). Induksi
dengan IFA disebut artritis akibat minyak (oil induced arthrtitis/
OIA). Induksi dengan IFA memberikan gambaran hewan model
artritis yang akut dan relatif ringan dibandingkan dengan AA (
Tuncel et al., 2016)
IFA/CFA disuntikkan pada pangkal ekor atau pada dasar
kaki. Jika injeksi dilakukan pada dasar kaki maka akan timbul reaksi
inflamasi lokal pada kaki dan berkembang pada kontralateral kaki
dan organ sistemik setelah 9 hari. Bengkak kaki dapat dimonitor
mulai hari ke-9 sampai hari ke-5 (Asquith, et al., 2009)
Metode lain dapat dilakukan dengan menginduksi injeksi
CFA pada ekor kemudian diberikan booster injeksi pada dasar kaki
pada hari ke 14 pasca penyuntikan di ekor. Tujuh hari berikutnya
dapat dilihat pembengkakan dan kerusakan organ sistemik (Seeuws
et al., 2010; Prabowo, 2004).
Pemberian pengobatan dapat dimulai pada hari pertama
induksi sampai hari ke-8, keadaan ini digunakan sebagai profilaksis,
sedangkan pemberian obat yang dilakukan setelah hari ke-8
termasuk terapi.
Pada percobaan menggunakan hewan model ini parameter
yang dapat diukur antara lain marker stres oksidatif dan anti oksidan
(MDA, SOD, Katalase, dll). Marker lain yang dapat diukur yaitu:
marker inflamasi, marker kerusakan jaringan, keparahan artritis dan
lainnya.

32 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Marker adanya proses inflamasi pada artritis dapat diukur
tebal/volume edema, sitokin pro inflamasi, enzim proteolisis,
misalnya: enzim Matriks meteloproteinase (MMPs) baik secara
elisa maupun ekspresinya dengan metode imunohistokmia, adanya
sel inflamasi baik di darah ataupun secara histokimia di kaki, kadar
laju endap darah (LED), C reactive protein (CRP), enzim cyclo
oxygenase 2 (Cox 2) (Handajani et al., 2016; Brand et al., 2007).
Edema pada artritis dapat diukur dengan kaliper atau dengan
pletismometer. Kaliper digunakan untuk mengukur ketebalan
edema dengan akurasi ukuran 0,1-1 mm. Pletismometer merupakan
alat yang digunakan untuk mengukur perubahan volume yang
sangat kecil hingga 0,01 ml. Pletismometer dapat digunakan
untuk mengukur perubahan volume edema dengan cukup akurat.
Keparahan artritis dapat diperiksa secara histokimia dengan melihat
adanya kerusakan sel, adanya infiltrasi sel radang. Keparahan artritis
secara subyektif dan makroskopis dapat diukur berdasarkan skor
keparahan seperti pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 skor keparahan artritis
skor keparahan Derajat inflamasi
0 Tidak ada kemerahan dan pembengkakan
1 Kemerahan dan pembengkakan ringan terbatas pada
tarsal atau sendi pergelangan kaki
2 Kemerahan dan pembengkakan ringan meluas dari
pergelangan kaki sampai tarsal
3 Kemerahan dan pembengkakan sedang meluas dari
pergelangan kaki sampai metatarsal
4 Kemerahan dan pembengkakan parah meliputi
pergelangan kaki, kaki dan jari atau ankoliosis dari
anggota tubuh
(Brand et al., 2007; Handajani et al., 2016)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 33


Penelitian Eksperimental
Gambar 5.1 Kaki hewan coba artrtitis ajuvan pasca induksi dengan skor
keparahan 1 (gambar A), 2 (gambar B), 3 (gambar C), 4 (gambar D)

5.2 Artritis yang Diinduksi Kolagen


Saat ini, artritis yang diinduksi kolagen tipe II (CIA) pada
mencit dan tikus, dan artritis adjuvan (AA) pada tikus adalah
model arthritis yang paling banyak digunakan di dunia akademis
dan industri. AA, yaitu diinduksi oleh campuran minyak parafin,
mannide monooleat, dan mikobakteri yg telah diinaktivasi dengan
pemanasan (Mb), dikenal sebagai complete Freunds adjuvant
(CFA), adalah model akut yang cenderung memiliki perjalanan
penyakit agresif. Pada metode ini hewan coba diinjeksi dengan
emulsi dari CFA dan kolagen tipe 2. Pada metode CIA ini hewan
coba akan menunjukkan tanda terjadi artritis pada hari ke 21–28
setelah injeksi CFA (Brand et al., 2007).
Prosedur CIA dilakukan dengan mencampurkan CFA
dan kolagen dengan rasio 1:1 hingga menjadi emulsi yang dapat

34 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
digunakan ataupun disimpan untuk pemakaian yang akan datang.
Emulsi CIA diinjeksikan pada sub cutan ekor hewan coba dengan
dosis sesuai berat badan hewan coba dan seberapa berat artritis yang
diharapkan akan timbul. Ada beberapa literatur yang menggunakan
booster injeksi CIA pada ekor hewan coba pada hari ke 14 atau 21.
Injeksi CIA dilakukan pada sub kutan ekor hewan coba, bukan pada
pembuluh darah (Brand et al., 2007).

5.3 Artritis yang Diinduksi Pristane


Komponen kecil dari IFA adalah alkana 19 karbon jenuh yang
dikenal sebagai pristana (2,6,10,14-tetramethylpentadecane), yang
menginduksi arthritis relaps kronis pada tikus Dark Augoti ketika
disuntikkan dalam bentuk murni. Serupa untuk model adjuvan
tikus lainnya, inisiasi dan pelestarian artritis yang diinduksi pristane
(PIA) bergantung pada sel T CD4 + . Namun, berbeda dengan AA,
self, bukan foreign, Antigen MHC kelas II yang dibatasi memulai
respon imun di PIA ( Tuncel et al., 2016).
Kekhususan ini antigen sebagian besar tetap tidak diketahui,
meskipun respons penarikan sel T telah dibuktikan antigen di
mana-mana dan antigen spesifik sendi pada PIA akut dan kronis.
Sebagai tambahan, melalui pemetaan genetik pada galur bawaan,
penemuan ini menunjukkan adanya hubungan antara PIA dan alel
tertentu dari RT1-B (ortolog tikus dari HLA-DQ). Jadi, praklinis
fase PIA tampaknya mencerminkan kejadian awal RA, yang
melibatkan ekspansi poliklonal sel T self-reactive terbatas MHC-II
( Tuncel et al., 2016).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 35


Penelitian Eksperimental
Permulaan PIA dicirikan oleh respon fase akut yang
meningkat, yang bersama dengan manifestasi penyakit simetris,
adanya faktor rheumatoid IgG, dan perjalanan penyakit kronis
menjadikan PIA sebagai salah satu model yang memenuhi kriteria
klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) untuk
RA. Selain itu, perjalanan penyakit kronis dan penyakit sistemik
terbatas manifestasinya menjadikannya model yang sesuai untuk
mempelajari efek jangka panjang dari autoinflamasi proses yang
relevan dengan RA. Studi saat ini memberikan karakterisasi
komprehensif dari berbagai faktor yang mempengaruhi perjalanan
penyakit PIA. Protokol yang disertakan berfungsi lebih baik sebagai
panduan untuk melakukan eksperimen menggunakan model ini
(Tuncel et al., 2016).
PIA (pristane induced arthrtiti) adalah model hewan RA
yang sangat mudah direproduksi dengan insiden mendekati
100% dan frekuensi yang tinggi menjadi artritis kronis. Model
ini menunjukkan sensitivitas rendah terhadap variasi kondisi
perumahan dan lingkungan oleh karena itu memberikan kinerja
yang sama baiknya pada laboratorium penelitian yang berbeda,
yang memungkinkan perbandingan langsung antara eksperimen
dan reproduksi hasil. Berbeda dengan model AA yang lebih banyak
digunakan, induksi PIA bergantung pada hidrokarbon dan bukan
antigen Mb, yang menghasilkan lebih sedikit manifestasi lokal dan
sistemik dan karena itu mungkin mengurangi ketidaknyamanan
bagi hewan coba (Tuncel et al., 2016).
Induksi artritis intra dermal dengan PIA menimbulkan
arthritis yang lebih parah dengan variasi yang lebih sedikit

36 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
dibandingkan dengan induksi dengan sub cutan. Pristane dari
sumber sintetis dan organik sama-sama efisien dalam menginduksi
arthritis, dan pada penelitian yang dilakukan oleh Tuncel et al.,
2016 tidak menunjukkan korelasi antara tingkat keparahan arthritis
dan jumlah pristana yang diberikan antara volume injeksi dari 40
hingga 300 μl. Tuncel et al., 2016 merekomendasikan dosis PIA
untuk induksi artritis 100-150 μl (Tuncel et al., 2016).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 37


Penelitian Eksperimental
38 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 6

HEWAN MODEL GASTRITIS

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 39


Penelitian Eksperimental
G astritis merupakan suatu keadaan akibat terjadinya
kerusakan dari mukosa lambung yang diikuti terjadinya
reaksi inflamasi. Bila keadaan ini terus berlanjut dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih dalam sehingga menjadi luka atau peptik
ulser. Terapi gastritis yang tidak adekuat ataupun yang tidak diterapi
dapat menimbulkan perdarahan di lambung. Penyebab gastritis
dapat berupa penyakit auto imun, infeksi, kerja agen-agen perusak
diantaranya adalah: paparan bahan atau senyawa dengan pH rendah
(asam), alkohol, obat anti inflamasi non steroid/NSAIDs (non-
steroidal Anti-inflammatory Drugs) (Kan et al., 2017; Tastekin et al.,
2015, Warewatganon, 2014, Wei X et al., 2019)
Banyak penelitian tentang patofisiologi, patogenesis
mekanisme kerja obat, terapi gastritis dengan menggunakan hewan
model melalui beberapa tipe induksi. Induksi gastritis dapat berupa
infeksi salah satunya diinokulasi dengan Helicobacter pylori, dapat
diberikan NSAIDs berupa aspirin, indometasin dan sebagainya.
Induksi gastritis juga dapat menggunakan stresor ataupun alkohol
(Artika et al., 2020; Jiminez et al., 2015, Tastekin et al., 2015,
Warewatganon, 2014, Wei X et al., 2019)
Ulkus peptikum dan gastritis bersifat multi etiopatogenetik
faktor. Salah satu faktor yang mendasari terjadinya ulkus peptikum
adalah radikal bebas. Penyebab timbulnya radikal bebas dapat terjadi
akibat infeksi Helicobacter pylori (H. Pylori) yang menimbulkan
perubahan mikrovaskuler di lambung. Infeksi H. Pylori ini akan
menimbukan terjadinya reaksi inflamasi yang akan memicu
dilepaskan sitokin pro inflamasi yang akan memicu pelepasan
radikal bebas. Peningkatan radikal bebas yang tidak dapat diredam

40 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
oleh anti oksidan akan menimbulkan terjadi stres oksidatif dan
berdampak terjadinya kerusakan oksidatif. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa radikal bebas juga memainkan peran penting
pada patogenesis gastritis akibat penggunaan alkohol, stres dan
pemakaian NSAID ( Jiminez et al., 2015, Tastekin et al., 2015)
Pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai variabel
penelitian pada hewan gastritis dapat berupa, skor kerusakan
gaster secara maskroskopis dan mikroskopis. Ada beberapa cara
melakukan skoring salah satunya adalah Skala semi-kuantitatif.
Pada skoring secara makroskopis digunakan Skala semi-kuantitatif
yang ditentukan berdasarkan tingkat keparahan hiperemia dan
hemoragik erosi. Skor dibagi dari 0 sampai 4 dengan kriteria seperti
pada tabel berikut
Tabel 6.1 Skala semi-kuantitatif keparahan kerusakan Gaster secara
makroskopis
Skor keparahan kerusakan gaster
0 mukosa normal
0,5 hiperemia
1 satu atau dua erosi
2 erosi parah
3 erosi sangat parah
4 lesi mukosa di seluruh gaster (erosi hemoragik,
hiperemia- kongesti vaskular)
(Tastekin et al., 2015; Kan et al., 2017)

Pemeriksaan secara mikroskopik juga dapat dilakukan
pengukuran dengan skala semi kuantitatif unutk mengukur derajat
kerusakan dan derajat inflamasi dengan kriteria seperti pada tabel
6.1.

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 41


Penelitian Eksperimental
Tabel 6.1 Skala semi-kuantitatif intensitas kerusakan Gaster secara
mikroskopis
Skor intensitas kerusakan gaster
0 normal
1 mukosa erosi
2 ulserasi mukosa dan submukosa
3 ulkus meluas ke muskularis propria
(Tastekin et al., 2015; Kan et al., 2017)

Tabel 6.3 Skala Intensitas Peradangan gaster secara mikroskopis


Skor intensitas kerusakan gaster
0 tidak ada
1 ringan
2 sedang
3 parah
(Tastekin et al., 2015; Kan et al., 2017)

Variabel lain yang dapat diperiksa adalah pH Gaster profil


oksidan berupa pengukuran kadar Gluthation (GSH), katalase
dan superoxyde dismutase (SOD). Varibel lain yang dapat diperiksa
adalah terjadinya peroksidasi lipid dengan mengukur kadar
Malondialdehide (MDA).
Varibel pengukuran terjadinya sel inflamasi dapat berupa
pengukuran jumlah sel radang di gaster secara histologi ataupun
kadar laju endap darah (LED), kadar C reactive protein (CRP),
kadar NF-KB, TNF-α, Cyclooxygenase-1 (COX-1), COX-2, enzim
matriksmetalo proteinase (MMP), kadar sitokin lain ( misal: IL-
1β, IL-8), ataupun fungsi imunologi berupa CD4+ dan CD8+ baik
secara imunohistokimia pada gaster ataupun kadarnya di dalam

42 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
serum dengan metode elisa ( Jiminez et al., 2015, Tastekin et al.,
2015, Warewatganon, 2014, Wei X et al., 2019)

6.1 Hewan Model Gastritis yang diinduksi NSAID


Beberapa NSAID yang sering digunakan sebagai induksi
hewan model Gastritis adalah aspirin dan indometasin. Dosis yang
digunakan untuk induksi gastritis menggunakan indometacin pada
beberapa penelitian berbeda adalah 20-30 mg/kg BB hewan coba
yang diberikan secara per oral. Dosis aspirin yang digunakan untuk
menginduksi gastritis adalah 150-600 mg/kg BB selama 9-10 hari
yang di berikan melalui sonde secara per oral ( Jiminez et al., 2015;
Manoharsalis and Ramabhimaiah, 2013; Sundalangi, et al., 2016;
Tastekin et al., 2015; Fang et al., 2019; Artika et al., 2020 )
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yan Fei Fang et al
dilakukan pemberian bahan perlakuan dapat diberikan sebagai
profilaksis dan sebagai terapi. Pada perlakuan sebagai profilaksis,
pemberian bahan perlakuan profilaksis dilakukan 24 jam sebelum
induksi gastritis di berikan secara peroral menggunakan sonde. Pada
perlakuan sebagai terapeutik induksi dilakukan terlebih dahulu
selanjutnya 48 jam kemudian diberikan pengobatan/perlakuan
sebagai terapi. (Fang et al., 2019)
Patofisiologi indometasin menginduksi gastritis adalah
indometasin menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase-1 (COX
-1). Fungsi enzim COX-1 adalah sebagai pelindung dan pengontrol
produksi prostaglandin yang berfungsi untuk melindungi lambung
dari keadaan asam. Penghambatan enzim COX-1 menyebabkan
penurunan prostaglandin. Penurunan prostaglandin menyebabkan

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 43


Penelitian Eksperimental
menurunnya perlindungan terhadap mukosa lambung dan
membuat bakteri patogen mudah berkembang biak dan menyerang
mukosa lambung. Indometasin juga diasumsikan memiliki
efek topikal yang merusak mukosa usus kecil dan lambung.
Kerusakan tersebut menimbulkan terjadinya reaksi inflamasi
yang akan mengakibatkan terbentuknya sel inflamasi. Keadaan ini
mengakibatkan disekresikannya sitokin pro inflamasi, oksidan dan
radikal bebas.
Peningkatan oksidan dan radikal bebas yang tidak dapat
diredam oleh antioksidan endogen akan menimbulkan terjadinya
stres oksidatif. Bila keadaan stres oksidatif ini berlanjut maka akan
berdampak terjadi kerusakan oksidatif, salah satunya terjadinya
peroksidasi lipid yang dapat mengakibatkan kerusakan membran
sel. (Fang et al., 2019; Tastekin et al., 2015)

6.2 Hewan Model Gastritis yang diinduksi alkohol


Konsumsi alkohol menjadi faktor resiko beberapa penyakit,
salah satunya adalah gastritis. Patogenesis tukak lambung sangat
rumit dan multifaktorial. Alkohol/etanol diserap melalui dinding
usus dan dimetabolisme di hati dengan cara berbeda yaitu:
oksidasi oleh alkohol dehidrogenase (ADH), sitokrom P450 2E1
(CP450 2E1) dan katalase. Semua proses metabolisme tersebut
meningkatkan pembentukan asetaldehida dan asetat, proses
tersebut dikatalsis oleh enzim aldehyde dehydrogenase (ALDH).
Metabolisme alkohol dengan ADH meningkatkan pembentukan
energi namun mengurangi bentuk nicotinamide adenine dinucleotide
(NADH), tetapi aktivitas CYP2E1 terus berlanjut dan menghasilkan

44 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
radikal bebas. (Akanda et al., 2018; Kan et al., 2017)
Asetaldehida dan radikal bebas akan berikatan dengan
membran sel dan mengganggu fisiologi sel sehingga menimbulkan
stres oksidatif. Stres oksidatif memainkan peran penting dalam
patogenesis kerusakan jaringan akibat konsumsi alkohol dan
meningkatkan peroksidasi lipid, yang juga akan menimbulkan
kerusakan sel endotel kapiler dan meningkat permeabilitas seluler,
serta terlibat dalam kerusakan DNA sel epitel mukosa lambung.
Meskipun mekanisme lengkap kerusakan mukosa lambung
akibat alkohol belum sepenuhnya dapat diungkapkan, namun
bukti menunjukkan bahwa stres oksidatif dan infiltrasi neutrofil
berhubungan dengan proses terjadinya gastritis akut (Akanda et al.,
2018; Kan et al., 2017)
Patogenesis cedera lambung akibat etanol sangat kompleks
dan terkait dengan oksidatif stres yang telah dikonfirmasi pada
beberapa penelitian. Kerusakan jaringan lambung disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara faktor yang memicu kerusakan jaringan
lambung dan faktor pelindung. (Akanda et al., 2018; Kan et al.,
2017)
Nitrit Oksid (NO) memainkan peran kompleks dalam
integritas mukosa lambung. NO disintesis secara independen.
Peningkatkan aliran darah mukosa lambung karena produksi NO
dalam jumlah normal dapat mempertahankan integritas mukosa
lambung. Kadar NO normal berkontribusi dalam pertahanan dan
penyembuhan kerusakan mukosa, sekaligus mencegah kemotaksis
dan adhesi sel inflamasi untuk menjaga integritas mukosa lambung.
Setelah kerusakan lambung, sebagian jaringan lambung mungkin

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 45


Penelitian Eksperimental
mengalami cedera/kerusakan karena teroksidasi. Peroksidasi
lipid merupakan hasil reaksi ROS dan peningkatan kadar pro-
oksidan yang signifikan terhadap membran sel. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya kerusakan lambung akibat stres oksidatif.
Kadar peroksidasi lipid dapat diketahui dengan pengukuran kadar
MDA (Akanda et al., 2018; Kan et al., 2017).

6.3 Hewan Model Gastritis yang diinduksi infeksi Helicobacter


pylori
Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan salah satu infeksi
pada gaster dan dianggap sebagai patogen pada manusia yang
berperan pada perkembangan gastritis dan tukak gastro duodenal.
Hewan model dalam suatu percobaan diperlukan untuk membantu
peneliti memahami secara lebih baik mekanisme patogeniknya,
dan untuk memverifikasi patogenesis serta hubungan bakteri ini
dengan cedera lambung. Penelitian menggunakan hewan model
juga memainkan peran penting dalam penemuan strategi terapi
baru termasuk penerapan tanaman atau produk alami lainnya untuk
pengobatan yang efisien mengobati infeksi H. pylori (Kao et al.,
2016; Warewatganon, 2014)
Patogenesis Helicobacter pylori dan akibat dari penyakitnya
dimediasi oleh interaksi yang kompleks antara faktor virulensi
bakteri, inang, dan faktor lingkungan. Setelah H. pylori masuk
perut inang, empat langkah penting bagi bakteri untuk membangun
kolonisasi agar dapat menginfeksi secara persisten dan sebagai
patogenesis penyakit.

46 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Empat langkah tersebut adalah:
1) Bertahan hidup dalam lambung asam;
2) pergerakan menuju sel epitel dengan motilitas yang dimediasi
flagela;
3) keterikatan pada sel inang dengan interaksi adhesins / reseptor;
4) menyebabkan kerusakan jaringan oleh pelepasan toksin ( Kao
et al., 2016)
Infeksi dengan H. pylori dikaitkan dengan pembentukan
molekul oksigen reaktif, yang menyebabkan stres oksidatif di
mukosa lambung. Selain hal tersebut Infeksi dengan H. pylori juga
mengakibatkan terjadinya iskemia serta menghambat reperfusi
pada gaster sehingga menimbulkan gastritis (Warewatganon, 2014)

Gambar 6.1 Skema diagram infeksi bakteri H pylori dan patogenesisnya


( Kao et al., 2016)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 47


Penelitian Eksperimental
Bakteri H. pylori atau filtrat bakteri H. pylori telah
digunakan untuk menginokulasi tikus dengan normal mukosa
melalui pembedahan. Namun pada penelitian yang dilakukan
Warewatganon, 2014 ditemukan cara penggunaan hewan model
gastritis yang diinduksi H. Pylori dengan cara yang lebih sederhana.
Hewan model yang digunakan adalah Tikus Sprague-Dawley
kemudian diinokulasi secara gavage/sonde lambung sebesar 1
mL/tikus dengan suspensi H. pylori (5 × 108-5 × 1010 CFU/mL)
dua kali sehari dengan interval 4 jam selama tiga hari berturut-
turut. Warewatganon melaporkan tingkat keberhasilan infeksi H.
pylori sebesar 69,8-83,0%. Konfirmasi keberhasil ini diuji dengan
menggunakan tes urease serta pewarnaan hematoksilin dan eosin.
Pada penelitian ini banyaknya/besarnya koloni H. pylori dihitung
dengan menggunakan skala penilaian dan keparahan inflamasi
juga diukur dengan menggunakan skor inflamasi (Warewatganon,
2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wei X et al., 2019 untuk
mendapatkan metode yang lebih baik hewan coba kronik atropik
gastritis pada tikus, menggunakan induksi H. pylori yang diberikan
berupa air minum yang mengandung amonia atau terinfeksi H.
pylori atau keduanya melalui gavage/sonde lambung. Strain H.
pylori diinduksikan ke tikus melalui gavage setelah pemberian
intragastrik N-methyl-N’-nitroguanidine (MNNG). Tikus yang
akan diinduksi dipuasakan selama 12 jam sebelum gavage. Tikus
yang diinduksi H. pylori diberikan secara intragastrik sebanyak
5×108 CFU H. pylori. Setelah itu, tikus dipuasakan dari makanan
padat dan cairan selama 2 jam. Induksi dilakukan setiap hari
selama lima kali berturut-turut. Pemeriksaan beberapa variabel

48 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
dilakukan pada hari ke 30, 60, 90 dan 120 setelah induksi terakhir.
Dan keberhasilan induksi hewan model gastritis kronik atrofi yang
terbaik adalah induksi menggunakan kombinasi H. pylori, MNNG
dan amonia (Wei X et al., 2019).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 49


Penelitian Eksperimental
50 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 7

HEWAN MODEL DIABETES MELLITUS


D iabetes mellitus merupakan penyakit metabolik
kronis yang ditandai dengan kekurangan insulin
baik secara relatif atau absolut, menyebabkan hiperglikemia.
Berbagai komplikasi timbul dari hiperglikemia kronis seperti
neuropati, nefropati, dan retinopati serta peningkatan risiko
penyakit cardiovaskular, sehingga meningkatkan penelitian untuk
mengetahui etiologi, mekanisme, pengobatan dan pencegahan
tentang penyakit ini. (Al-awar et al. 2016; Islam Md and Venkatesan
V, 2016; Liu et al. 2020 )
Terdapat 2 type yang umum pada penyakit diabetes mellitus
yaitu diabetes type 1 dan diabetes type 2. Secara umum diabetes type
1 dianggap dikarenakan oleh sistem imun sebagai pencetus, atau jika
tidak secara langsung dimediasi oleh imun, atau penghancuran sel
β pankreas penghasil insulin. Sehingga diabetes type 1 ini dianggap
sebagai penyakit autoimun, dan kejadiannya paling sering terjadi
pada anak-anak dan remaja dewasa. Tipe 2 diabetes dikaitkan
dengan resistensi insulin dan kurangnya kemampuan kompensasi
beta yang menyebabkan defisiensi insulin relatif (Al-awar et al.
2016; Islam Md and Venkatesan V, 2016)
Model hewan sangat umum digunakan dalam penelitian
diabetes melitus. Terdapat berbagai metode untuk menginduksi
diabetes melitus.
Induksi diabetes mellitus dibagi menjadi:
1. Diabetes mellitus dengan hewan model genetik
Induksi hewan model dengan metode ini harus dipersiapkan
mengubah genetik dari hewan coba agar sesuai dengan tujuan
penelitian.

52 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Pada induksi menggunakan model genetik dapat dibagi
menjadi 2 tipe diabetes melitus yaitu
a. Diabetes tipe 1 : pada hewan model jenis diabetes tipe
1 hewan model dibuat menjadi kelainan autoimun dan
terjadi kerusakan sel β pankreas sehingga mengalami
kekurangan insulin, contoh hewan coba jenis ini :
Biobreeding Rat (BB Rat), Lewis.1AR1 (LEW.1AR1)
rat, Nonobese Diabetic mouse, Akita mice
b. Diabetes tipe 2 : Sebagian besar model ini cenderung
memiliki kelainan pada satu gen atau beberapa gen
yang terkait dengan obesitas, intoleransi glukosa, dan
/ atau resistensi insulin yang menyebabkan kadar
glukosa darah tinggi. Contohnya: Zucker Diabetic
Fatty (ZDF) rats yang dibuat kelainan genetik berupa
mutasi leptin, Goto-Kakizaki rats.
2. Diabetes mellitus yang diinduksi secara kimiawi
Aloksan dan streptozotocin (STZ) merupakan bahan
kimia diabetogenik paling banyak dan paling ampuh digunakan
dalam penelitian menggunakan hewan model diabetes melitus.
Kedua bahan kimia tersebut digunakan sebagai analog glukosa
sitotoksik yang cenderung terakumulasi dalam sel beta pankreas
melalui transporter glukosa 2 (GLUT2). Selain kedua bahan
kimia tersebut deksametason juga banyak digunakan sebagai
induksi diabetes melitus. (Al-awar et al. 2016; Islam Md and
Venkatesan V, 2016)
Penelitian pada hewan coba diabetes melitus variabel yang
dapat diteliti antara lain perubahan berat badan, kadar insulin,

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 53


Penelitian Eksperimental
glukosa darah, Hb a1c, profil lemak (dapat berupa kadar total
kolesterol, triasil gliserol (TG), LDL, HDL, LDL teroksidasi), profil
protein (dapat berupa kadar total protein, albumin, globulin), kadar
oksidan dan anti oksidan (dapat berupa kadar hidrogen peroksida
(H2O2), super oxide dismutase (SOD), katalase, gluthation), juga
terjadinya kerusakan oksidatif yang dapat diukur dengan kadar
malondialdehide (MDA). (Al-awar et al. 2016; El-Helbawy et al.,
2020; Islam Md and Venkatesan V, 2016)
Variable lain yang dapat diperiksa pada penelitian ini adalah
kerusakan pankreas secara histologi, atau terjadinya komplikasi
diabetes melitus pada organ mata, ginjal, otak, jantung, hepar, testes
atau pembuluh darah perifer lainnya. Kadar sitokin baik dengan
metode imunohistokimia pada organ ataupun metode ELISA pada
darah dan organ juga dapat digunakan sebagai variabel karena
beberapa patofisologi diabetes melitus melibatkan disekresinya
sitokin. Profil terjadinya osteoporosis juga dapat digunakan sebagai
variabel penelitian, melalui pemeriksaan kadar kalsium darah dan
tulang, parameter biologis trabekuler tulang, ekspresi messenger
RNA (mRNA) dari runt‑related transcription factor 2 (RUNX-
2), kolagen tipe 1 (COL-I), dan osteocalcin (OCN) dan ekspresi
protein β-catenin. (Al-awar et al. 2016; El-Helbawy et al., 2020;
Islam Md and Venkatesan V, 2016)
Pada buku ini penulis hanya akan menjelaskan tentang tata
cara membuat hewan coba yang diinduksi secara kimiawi. Hal ini
disebabkan karena induksi secara kimiawi lebih mudah, waktu
penelitian lebih cepat serta biaya penelitian yang lebih murah
dibandingkan dengan membuat hewan model diabetes melitus

54 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
genetik.

7.1
Hewan Model Diabetes mellitus yang diinduksi
streptozotocin (STZ)
Streptocotozin (STZ) merupakan suatu analog nitrosourea,
dimana terdapat hubungan antara bagian N-metil-N-nitrosourea
(MNU) dan karbon-2 dari heksosa. Secara umum, terjadinya
toksisitas akibat induksi STZ tergantung pada aktivitas alkilasi
DNA pada bagian metil-nitrosourea nya. Transfer gugus metil dari
STZ ke molekul DNA menyebabkan kerusakan sepanjang rantai
yang bereaksi dan mengarah pada fragmentasi DNA. (Al-awar et al.
2016)

Gambar 7.1 Mekanisme aksi streptocotozin (STZ) pada sel β pancreas


(Al-awar et al. 2016)

Induki STZ pada tikus dewasa dilakukan secara intra


peritoneal dengan dosis tunggal sebesar 30-75 mg/kg BB. Besarnya
dosis akan menentukan tipe diabetes melitus yang terjadi. Induksi
STZ dengan dosis 40 mg/kg BB akan mengakibatkan hiperglikemia
yang stabil pada waktu yang lama dan tanpa respon sekresi insulin

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 55


Penelitian Eksperimental
terhadap pemberian glukosa, serta mengakibatkan terjadinya
kerusakan yang nyata pada morfologi sel pankreas.
Induksi STZ dengan dosis 30-40 mg/kg BB mengakibatkan
diabetes melitus sementara, dengan terjadinya hiperglikemia
selama kurang lebih 7 hari dan kemudian kadar glukosa darah
akan menurun mencapai kadar normal pada hari ke-10 pasca
induksi, serta pemberian glukosa dapat merangsang sekresi insulin.
Perubahan morfologi berupa kerusakan sel pada pulau langerhans
di pancreas juga akan kembali normal setelah 3 bulan (Al-awar et al.
2016, Almalki et al. 2019, Mostafavinia et al. 2016)
Sekitar 4 hari pasca induksi STZ kadar gula darah hewan
coba dapat di cek untuk mengetahui sudah terjadi hiperglikemia
atau tidak. Hewan yang mengalami hiperglikemia dapat digunakan
sebagai hewan model penelitian (Al-awar et al. 2016, Almalki et al.
2019, Mostafavinia et al. 2016)
Induksi STZ untuk membuat hewan model diabetes melitus
tipe 2 juga dapat digabung dengan induksi diet tinggi lemak, namun
menggunakan dosis STZ yang lebih rendah daripada yang hanya
diinduksi STZ saja. Hewan coba dapat diinduksi dengan STZ dosis
tunggal 15-30 mg/kg BB serta diberikan diet tinggi lemak dengan
komposisi diet sebagai berikut protein 27%, carbohydrate 38%
dan lemak 35% selama 10 minggu. Induksi hewan model seperti
ini lebih mirip patogenesisnya dengan diabetes melitus tipe 2 pada
manusia. Kerugiannya diperlukan waktu penelitian lebih lama dan
biaya penelitian lebih mahal (Al-awar et al. 2016, Almalki et al.
2019, Mostafavinia et al. 2016 )

56 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Penelitian yang dilakukan oleh Zhu et al. 2016 menggunakan
diet tinggi lemak dan tinggi gula selama 3 minggu dan dilanjutkan
dengan induksi STZ 30 mg/kg BB secara intra peritonial selama 3
hari berturut-turut. Diet tinggi gula dan tinggi lemak dibuat dengan
komposisi dari pakan diet normal 54 kg, sukrosa 16,5 kg, lemak
babi 8,31 kg, kuning telur 4,14 kg, dan garam 83,4 g, dengan total
berat gabungan 83.784 kg (Zhu et al. 2016).
Keuntungan induksi DM menggunakan STZ adalah
diabetogenisitas STZ lebih efektif dengan durasi hiperglikemia yang
stabil serta lebih sedikit variasi dengan spesies hewan. Kerugian
nya adalah harganya yang cukup mahal serta ketersediaanya yang
memerlukan waktu cukup lama.

7.2 Hewan Model Diabetes melitus yang diinduksi Aloksan


Aloksan merupakan senyawa kimia organik turunan urea,
yang bersifat analog glukosa yang toksik pada sel β pankreas. Aloksan
memiliki kesamaan struktural (bentuk molekul) dengan glukosa
dan memiliki karakteristik hidrofilik (dengan koefisien partisi 1,8).
Aloksan berbentuk sebagai aloksan monohidrat dalam larutan
air. Kemiripan struktur Aloksan dengan glukosa menyebabkan
pergerakan aloksan masuk ke dalam sitosol menembus membran
plasma melalui GLUT2. (Ighodaro et al., 2017)

Gambar 7.2 Struktur aloksan (Ighodaro et al., 2017).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 57


Penelitian Eksperimental
Aloksan adalah senyawa yang sangat tidak stabil, sifat ini
memudahkannya masuk ke dalam siklus redok. Aloksan bereaksi
dengan tiol intraseluler terutama glutathione (GSH). Aloksan
direduksi menjadi asam dialurik. Selanjutnya asam dialurik
mengalami autooksidasi menjadi radikal aloksan. Radikal aloksan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal oksigen spesies
(ROS). ROS yang terbentuk akan diredam oleh enzim superoksid
dismutase (SOD) dari pankreas menjadi hidrogen peroksida
(H2O2) yang relatif tidak berbahaya. H2O2 akan dikatalisis oleh
enzim katalase dari pankreas menjadi air dan oksigen yang tidak
berbahaya.
Jumlah katalase pankreas sangat terbatas, akibatnya terjadi
akumulasi H2O2 keadaan ini memicu konversi menjadi radikal
hidroksil yang sangat reaktif melalui reaksi Fenton. Radikal hidroksil
merupakan radikal berbahaya di dalam sel dan dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya toksisitas sel beta dan diabetogenisitas
aloksan. Kerusakan sel beta pankreas oleh ROS juga terjadi terkait
dengan fragmentasi DNA sel-sel pankreas (Ighodaro et al., 2017).

58 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Gambar 7.3 Mekanisme pembentukan ROS melalui siklus redoks akibat
induksi aloksan(Ighodaro et al., 2017).

Aloksan dapat digunakan untuk induksi pada berbagai


spesies hewan; kelinci, tikus, tikus, monyet, kucing dan anjing.
Aloksan dapat diberikan dalam dosis tunggal atau ganda, melalui
rute yang berbeda (intraperitoneal, intravena dan subkutan);
induksi intraperitoneal dosis tunggal merupakan cara yang paling
banyak digunakan (Ighodaro et al., 2017)
Dosis induksi diabetes menggunakan aloksan sangat
bervariasi. Menurut penelitian, dosis induksi diabetes aloksan
berkisar antara 90 sampai 200 mg/kg berat badan (BB), dengan
dosis 150 mg/kg BB menjadi dosis yang paling sering digunakan.
Pemberian aloksan secara intraperitoneal dosis tunggal pada
kisaran 170-200 mg/kg BB merupakan paling efektif untuk induksi
diabetes melitus (Ighodaro et al., 2017; Mostafavinia et al. 2016)
Penelitian yang dilakukan Mostafavinia et al. 2016
menyatakan bahwa hewan coba DM yang diinduksi Alloxan dengan
dosis dari 120 mg/kg BB secara sub kutan dan 140 mg/kg BB

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 59


Penelitian Eksperimental
secara intra peritonial memiliki kelangsungan hidup yang tertinggi
dibandingkan dengan kelompok hewan coba yang diinduksi
dengan dosis lainnya. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa
induksi melalui sub kutan merupakan cara yang paling optimal
untuk menginduksi DM dibandingkan melalui intaperitonial
(Mostafavinia et al., 2016)
Keuntungan DM yang diinduksi aloksan adalah rata-rata
harga aloksan per gram jauh lebih murah dibandingkan dengan
streptosotozin, serta ketersediaan aloksan lebih mudah didapat
dibandingkan streptocotozin. Keterbatasan DM yang diinduksi
aloksan adalah hiperglikemia yang ditimbulkan akibat diinduksi
aloksan tidak cukup stabil untuk evaluasi potensi antidiabetik yang
tepat atau kemampuan hipoglikemik senyawa yang uji. Bahkan
dalam beberapa kasus di mana stabilitas tampak nyata tercapai,
durasi hiperglikemia stabil seperti itu terus berlanjut rata-rata
kurang dari sebulan dan periode ini tidak cukup untuk evaluasi
yang tepat dari obat yang diuji. Ini sering mengarah pada ilusif
kesimpulan tentang relevansi anti diabetes dari senyawa yang diuji
(Ighodaro et al., 2017)

7.3
Hewan Model Diabetes Melitus yang Diinduksi
Deksametason
Deksametason merupakan obat glukokortikoid sintetis
yang banyak digunakan sebagai obat anti inflamasi, anti alergi dan
penyakit autoimun. Penggunaan deksametason dosis tinggi dan
jangka panjang memberikan dampak negatif bagi penggunanya
dapat berupa diabetes melitus, hipertensi, gangguan fungsi hepar,

60 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
penyakit kardiovaskuler, osteoartritis dan dislipidemia. Salah satu
dari efek samping yang berupa hiperglikemia dan resistensi insulin
ini digunakan pada eksperimen untuk membuat hewan model
diabetes. (Fofié et al., 2018; Islam Md and Venkatesan V, 2016; El-
Helbawy et al., 2020; Xi et al., 2005)
Mekanisme yang mungkin untuk toksisitas pada sel β
pankreas penghasil insulin yang terpapar deksametason mungkin
berupa peningkatan stres oksidatif, karena sel β pankreas sangat
rentan. Sel beta pankreas sangat rentan terhadap toksisitas ROS,
karena kapasitas antioksidannya yang rendah dan terutama
karena kemampuannya yang rendah untuk mendetoksifikasi
hidrogen peroksida, karena sel-sel ini memiliki tingkat katalase dan
glutathione peroksidase yang sangat rendah. Mungkin perbedaan
yang ditemukan terkait dengan dosis dan durasi pemberian
deksametason (Savych et al., 2020; El-Helbawy et al., 2020)
Pada penelitian hewan coba diabetes melitus yang diinduksi
deksametason terdapat beberapa dosis dan rute pemberian yang
bervariasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Xi et al., 2015
pemberian dekasametason secara sub kutan (sc) dengan dosis
0,08 mg/kgBB/hari selama 6 minggu menunjukkan penurunan
sensitivitas insulin pada minggu ke 2 dan 4 dan gangguan toleransi
glukosa pada minggu ke 4 (Xi et al., 2015)
Penelitian yang dilakukan oleh El-Helbawy et al., 2020
menggunakan deksametason yang diberikan injeksi secara intra
peritoneal (ip) dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 10 hari untuk
menginduksi diabetes melitus. Peneliti lain yaitu Savych et al., 2020
menginduksi hewan coba dengan deksametason yang diberikan

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 61


Penelitian Eksperimental
secara injeksi intra muscular (im) dengan dosis 1 mg/kg BB/hari
selama 15 hari. Penelitian yang dilakukan oleh Fofié et al., 2018
membuat hewan model induksi diabetes melitus menggunakan
deksametason secara injeksi intra muskular (im) dengan dosis 1
mg/kg BB/hari selama 8 hari berturut-turut (El-Helbawy et al.,
2020; Fofié et al., 2018; Savych et al., 2020)
Pada jurnal review yang ditulis oleh Islam Md and Venkatesan
V, 2016 menyebutkan bahwa induksi deksametason injeksi secara
sub kutan (sc) dosis rendah sebesar 2 µg/per hari selama 4 minggu
pada tikus Wistar dapat mengakibatkan hewan coba memiliki
karakteristik resisten insulin yang tinggi dan sensitivitas insulin
yang rendah serta tingginya tekanan darah, kadar Trigliserida,
insulin dan hematokrit (Islam Md and Venkatesan V, 2016)

62 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
BAB 8

HEWAN MODEL
KERUSAKAN HEPAR/HEPATITIS


H ati merupakan organ vital multifungsi yang berperan
penting dalam pemeliharaan homeostasis tubuh.
Hati berperan penting dalam menjaga status kesehatan manusia,
hal ini berarti bahwa penyakit hati dapat sangat mempengaruhi
status kesehatan dan mengancam kehidupan manusia. Disfungsi
sistem hepatobilier, terutama disfungsi hati, paling sering terjadi
karena adanya senyawa agresif. Ini termasuk efek racun, kerusakan
bakteri dan virus, radikal bebas. Selain itu, sistem hepatobilier dapat
mengalami disfungsi karena gangguan hormonal dan metabolisme,
gizi buruk, alkohol, stres, hiperlipidemia dan lain-lain (Khudir et
al., 2019; Baali et al,. 2020; Ye. Zalyhina et al., 2019)
Penyakit hati berkembang perlahan dan biasanya tetap
asimtomatik untuk jangka waktu lama karena sel hati dapat
meregenerasi diri dan memiliki aktivitas reparatif yang tinggi.
Fungsi utama hati adalah memetabolisme racun termasuk obat-
obatan dan produk alami. Hati juga memproduksi empedu, protein,
faktor pembekuan, sintesis glikogen dan memproduksi trigliserida
dan kolesterol. Kerusakan kecil di hati dapat mempengaruhi
seluruh tubuh manusia. Penyakit hati diketahui memiilki berbagai
patogenesis terjadinya kerusakan sel hati. Beberapa penelitian
medis telah menunjukkan peran penting stres oksidatif dalam
patogenesis penyakit hati dan telah membuktikan peran perbaikan
dari antioksidan. (Majeed et al., 2019; Khudir et al., 2019, Baali et
al,. 2020)
Penelitian pada hewan coba yang dengan kerusakan hati
variabel yang dapat diteliti antara lain pemeriksaan fungsi liver
meliputi Alanin transaminase (ALT), Aspartat transaminase (AST),

64 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
alkali phofatase, laktat dehidrogenase, gamma glutamil transferase
(GGT), bilirubin. Variabel lain yang dapat di pemeriksa adalah
profil lemak (dapat berupa kadar total kolesterol, triasil gliserol
(TG), LDL, HDL, LDL teroksidasi), profil protein (dapat berupa
kadar total protein, albumin, globulin), kadar oksidan dan anti
oksidan yang berupa kadar hidrogen peroksida (H2O2), super oxide
dismutase (SOD), katalase, gluthation, juga terjadinya kerusakan
oksidatif yang dapat diukur dengan kadar malondialdehide (MDA).
Pemeriksaan kerusakan sel hepar dapat dilihat dengan gambaran
makroskopis dan secara histologi, serta beberapa jenis sitokin pada
hepar dan serum dengan metode elisa juga dapat digunakan sebagai
varibel penelitian. (Majeed et al., 2019)
Pengukuran derajat kerusakan hati secara histologi dapat
menggunakan Histological activity index (HAI) seperti pada tabel
8.1.

Tabel 8.1 Liver Histology Activity Index

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 65


Penelitian Eksperimental
Pada buku ini penulis akan menjelaskan beberapa metode
pembuatan hewan coba dengan penyakit hati (hepatitis)
menggunakan beberapa jenis bahan untuk induksinya.

8.1 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi NSAID


berupa Parasetamol atau natrium diklofenac.
Paracetamol (latin Paracetamolum) merupakan salah satu
analgesik yang paling sering digunakan, baik sebagai monoterapi
ataupun dikombinasikan dengan kelompok obat lain. Misalnya,
diketahui bahwa ketika parasetamol digunakan dalam kombinasi
dengan opioid lemah (seperti kodein), efektivitasnya meningkat
pada sekitar 50%, tetapi efek samping juga meningkat. Toksisitas
hati yang diinduksi parasetamol dikaitkan dengan akumulasi
metabolit toksik N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI)
yang merupakan radikal bebas meningkatkan peroksidasi lipid,
mengganggu status energi dan menyebabkan kematian hepatosit.
Saat ini, Acetaminophen (APAP) adalah penyebab utama gagal hati
akut (Majeed et al., 2019)
Penelitian yang dilakukan oleh Majeed et al., 2019 membuat
kerusakan hepar pada hewan coba menggunakan paracetamol
dengan dosis 400 mg/kg BB yang di berikan secara peroral selama
7 hari setelah pemberian senyawa profilaksis. Setelah 2 jam dari
pemberian parasetamol terakhir hewan coba dikorbankan untuk
dilakukan pemeriksaan varibel penelitian. (Majeed et al., 2019)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ye Zalyhina et al., 2019,
menggunakan senyawa sebagai hepatoprotektor dan profilaksis
kerusakan hepar. Senyawa tersebut diberikan selama 5 hari

66 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
sebelum induksi hepato toksik akut dan diberikan 1 jam sebelum
atau sesudah induksi hepatotoksik akut. Induksi hepatotoksik akut
menggunakan parasetamol oral tunggal dengan dosis 1250 g / 100
g berat badan hewan dalam bentuk suspensi pada pasta pati 2%
selama 2 hari. Setelah 20 jam dari pemberian parasetamol terakhir,
hewan coba dikorbankan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai
variabel penelitian.( Ye Zalyhina et al., 2019)
Penelitian yang dilakukan oleh Baali et al., 2020 menggunakan
senyawa propilaksis yang diberikan selama 7 hari. Pada hari ke 7
hewan coba diberikan induksi hepatotoksik parasetamol dosis
tunggal secara peroral sebesar 750 mg/kg BB. Setelah 18 jam dari
pemberian parasetamol terakhir hewan coba dikorbankan dan
dilakukan pemeriksaan variabel penelitian. (Baali et al., 2020)
Pengalaman penulis dalam penelitian pembuatan hewan
coba hepatotoksik diberikan parasetamol dosis tunggal sebesar
1000-1250 mg/kg dan hewan coba dikorbankan 24-48 jam setelah
induksi parasetamol. Besarnya dosis Parasetamol bisa diatur sesuai
dengan tingkat keparahan kerusakan hepar yang diharapkan.
Semakin tinggi dosis parasetamol yang diberikan semakin berat
keparahan yang ditimbulkan dan mempengaruhi jumlah kematian
hewan coba selama penelitian berlangsung.
Penelitian yang dilakukan Gryshchenko, 2017 menggunakan
natrium diklofenac untuk menginduksi hepatitis. Penelitian
ini menggunakan tikus yang diinduksi natrium diclofenac 12,5
mg/kg BB secara peroral selama 14 hari dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi intoksikasi pada hepar tikus dengan
dilihat pada parameter biokimia dari sampel darah dan parameter

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 67


Penelitian Eksperimental
klinis. Adapun parameter yang diperiksa adalah kadar total protein,
albumin, bilirubin total dan terkonjugasi, glukosa, kreatinin, urea,
triasilgliserol, kolesterol, nilai uji timol, aktivitas ALT, AST, LP
dan GGT, amilase dan lipase. Pada penelitian ini parameter klinis
kerusakan hati pada hewan coba dilihat berdasarkan indikator klinis
berupa penampilan, adanya sembelit, nafsu makan, berat badan,
elastisitas kulit, serta diperiksa dan diraba dinding abdomen hewan
coba untuk mengetahui adanya masa feses di abdomen hewan coba
(Gryshchenko, 2017)

8.2 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi Carbon


tetra clorid (CCl4)
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa
hepatotoksik yang sudah lama dan sering digunakan pada
penelitian hepatotoksik. CCl4 dimetabolisme oleh enzim
sitokrom p450 akan membentuk radikal triklorometil. Radikal
bebas triklorometil mampu menyerang makromolekul seluler
seperti lipid, protein, dan DNA yang akan memulai kerusakan sel
melalui dua mekanisme yaitu pengikatan kovalen pada protein
membran dan menyebabkan peroksidasi lipid. Toksisitas CCl4
dapat menimbulkan terjadinya nekrosis seluler, stres oksidatif dan
peradangan, yang menyebabkan kerusakan hati, berupa fibrosis,
sirosis, dan atrofi. Selain menimbulkan kerusakan hepar CCl4 juga
dapat menimbulkan kerusakan ginjal (Kuswinarti et al., 2019; Lien
et al., 2016; Mahmoodzadeh et al., 2017 )
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) atau penyakit
perlemakan hati non alkoholik merupakan kerusakan hepar yang

68 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
bukan disebabkan oleh konsumsi alkohol, bisa terjadi perlemakan
hati sederhana hingga menjadi steatohepatitis, steatonekrosis, dan
steatohepatitis non-alkohol.( Mahmoodzadeh et al., 2017, Majeed
et al., 2019)
Berdasarkan mekanisme kerusakan sel yang terjadi akibat
induksi CCl4, oksidan dan antioksidan sangat berperan dalam
patofisiologi hepatotoksik. Kerusakan yang ditimbulkan dapat
berupa hepatotoksisitas yang akut maupun kronik tergantung pada
kebutuhan peneliti sesuai tujuan penelitian.
Penelitian yang dilakukan Lien et al., 2016 melakukan
penelitian dengan membagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok
1 hanya diinduksi minyak zaitun, kelompok 2, 3 dan 4 diinduksi
dengan pemberian 10 mL/kg BB larutan 10%, 20% dan 30 % CCl4/
minyak zaitun secara intraperitonial tiga hari sekali selama 6 minggu.
Pada kelompok 2, 3, dan 4 diterapi dengan silimarin 16 mg/kg BB
secara per oral tiga hari sekali selama 6 minggu. Pada penelitian
ini disimpulkan bahwa induksi hewan model sebagai hepatotoksik
kronik yang ideal untuk mendeteksi kerusakan/injuri hepar adalah
dengan pemberian 10 ml/kg BB larutan 20% CCl4/minyak zaitun
atau setara dengan 1 ml CCl4/kgBB yang diberikan tiga hari sekali
selama 6 minggu secara intraperitonel. Bila perlakuan sebagai
profilaksis senyawa yang diteliti diberikan sebelum atau bersamaan
dengan induksi CCl4 dan bila perlakuan sebagai terapi senyawa yang
diteliti diberikan setelah selesai induksi (Lien et al., 2016)
Penelitian yang dilakukan Mahmoodzadeh et al., 2017
menggunakan induksi CCl4 dilarutkan dalam minyak zaitun dengan
perbandingan 1:1. Dari larutan tersebut digunakan 1,5 ml/kg BB

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 69


Penelitian Eksperimental
diinjeksikan secara intra peritoneal pada hewan coba. Penelitian ini
merupakan penelitian yang bersifat profilaksis dengan pemberian
ekstrak Tanacetum parthenium selama 14 hari dan pada hari ke-14
hewan coba di induksi CCl4. Setelah 50 jam pasca induksi, hewan
coba di korbankan dan dilakukan pemeriksaan beberapa variabel
penelitian (Mahmoodzadeh et al., 2017)
Penelitian yang dilakukan Kuswinarti et al., 2019, berupa
penelitian profilaktik yang memberikan infus buah leunca dengan
berbagai dosis dan diberikan 8 hari sebelum induksi CCl4. Penelitian
ini menggunakan tikus wistar yang diinduksi CCl4 8mL/kg BB dosis
tunggal secara intraperitonial pada hari ke -8 penelitian dan pada
hari ke-8 hewan coba dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan
kadar SGPT sesuai variabel penelitian (Kuswinarti et al., 2019).

8.3 Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi Alkohol


Alkohol/ etanol dapat digunakan untuk induksi gastritis dan
kerusakan hati. Peneliti dapat menentukan tujuan penelitiannya
dan dapat memutuskan alkohol sebagai induksi gastristis atau
induksi hepatotoksik sehingga dapat ditentukan berapa dosis
dan durasi induksi etanol yang akan dilakukan pada hewan coba.
Peneliti juga harus menentukan jenis penelitian akut atau kronis
sehingga dapat diatur dosis induksi. Bila tujuan penelitian alkohol
digunakan sebagai induksi gastritis maka peneliti dapat membaca
tulisan dari buku ini di bab sebelumnya. Di sub bab ini penulis akan
menjelaskan tentang alkohol digunakan sebagai induksi penyakit
hati.

70 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Penyakit hati alkoholik/ alcoholic liver disease (ALD) adalah
gangguan metabolisme hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol
akut atau kronis. Peningkatan kebiasaan makan yang tidak sehat,
alkoholisme dan ketergantungan alkohol mengakibatkan terjadinya
peningkatan kejadian ALD yang signifikan dan menjadi kelainan
hati terbesar kedua setelah virus hepatitis. Keadaan ini memberikan
dampak yang membahayakan bagi kesehatan manusia. ALD
mencakup steatosis, hepatitis, fibrosis dan sirosis. Perlemakan hati
(steatosis) adalah respons paling awal terhadap konsumsi alkohol
berupa pengendapan lemak di sel hepatosit. (Qiao et al., 2019;
Majeed et al., 2019).
Penelitian yang dilakukan Qiao et al., 2019 menggunakan
induksi etanol 50% sebanyak 8 mL/kg BB diberikan dengan
sonde intra gastrik dan dilakukan pemberian berulang setelah
6 jam (sehari 4 kali setiap 6 jam), selama 7 hari. Setelah 12 jam
dari pemberian etanol terakhir hewan coba dikorbankan dan
dilakukan pemeriksaan kadar serum alanine aminotransferase
(ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline phosphatase
(ALP), triglyceride (TG). Aktivitas superoksida dismutase (SOD)
dan glutathione peroksidase (GSH-PX), oksida nitrat (NO),
malondialdehida (MDA), tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan
interleukin-6 (IL-6) (Qiao et al., 2019)
Penelitian yang dilakukan Majeed et al., 2019 menggunakan
induksi etanol sebanyak 400 mg/kg BB selama 7 hari. Hewan coba
di korbankan 2 jam setelah pemberian alkohol terakhir, kemudian
dilakukan pemeriksaan sesuai variabel penelitian. (Majeed et al.,
2019).

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 71


Penelitian Eksperimental
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hasanein and Seifi, 2018,
menggunakan induksi ethanol 4 g/kg BB secara gavage selama 30
hari untuk menimbulkan kerusakan hati. (Hasanein and Seifi,
2018)

8.4
Hewan Model Kerusakan Hepar yang Diinduksi
Deksametason
Pada bab sebelumnya penulis sudah menjelaskan tentang
dekasametason digunakan untuk induksi diabetes melitus, pada
bab ini penulis akan menjelaskan deksametason digunakan sebagai
induksi kerusakan hepar.
Glukokortikoid (GC), seperti dexamethasone (DEX),
sangat efektif sebagai anti-inflamasi, imunosupresan dan obat
dekongestan. Penggunaan deksametason dosis tinggi dan jangka
panjang mengakibatkan efek samping yang serius, seperti diabetes
melitus, gangguan hati, kejadian kardiovaskular, hipertensi,
dislipidemia dan osteoartritis. Glukokortikoid terlibat dalam
pembentukan lemak hati dengan meningkatkan produksi lemak
asam dan mengurangi β-oksidasi (Shaaban et al., 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Shaaban et al., 2018
menggunakan deksametason sebagai induksi terjadinya
hiperlipidemia dan steatosis (perlemakan) hati. Hewan coba
diinduksi deksametason secara intraperitoneal dengan dosis 8 mg/
kg selama 6 hari. Pada akhir percobaan hewan coba dikorbankan
dan dilakukan pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, kadar glukosa
darah, profil lemak dan enzim jantung berupa Creatinin-kinase
myocardial band (CK-MB) dan laktat dehidrogenase (LDH)
72 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
(Shaaban et al., 2018).
Peneliti El- Sawy et al. 2018 meneliti tentang penghambatan
Silymarin terhadap efek merusak dari deksametason. Dijelaskan
pada penelitian tersebut bahwa pemberian deksametason secara
intra muskular dengan dosis 0,25 mg/kg BB dua kali seminggu
dengan interval 72 jam mengakibatkan terjadinya peningkatan
kadar alanine amino transferase (ALT), alkaline phosphatase
(ALP), trigliserida, malondialdehida (MDA), urea dan kreatinin.
Induksi dekasametason juga mengakibatkan terjadinya penurunan
kadar protein total, globulin, total kolesterol dan kapasitas anti
oksidan (El- Sawy et al., 2018).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hasona et al., 2018
meneliti tentang pegaruh Ekstrak anggur dalam memperbaiki
disfungsi Hati dan Ginjal yang Diinduksi oleh Deksametason
pada Tikus Albino. Pada penelitian ini induksi disfungsi hati dan
ginjal menggunakan deksametason yang diberikan secara injeksi
subkutan dengan dosis 0,1 mg/kg BB seminggu 3 kali selama 4
minggu berturut-turut. Pada hari ke 30 hewan coba dikorbankan
dan dilakukan pemeriksaan kadar alanine amino transferase (ALT),
alkaline phosphatase (ALP), serum albumin, aktivitas enzim
Hepatic glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PDH), kadar
glukosa, asam urat, kreatinin, aktivitas enzim katalase dan glutahion
(Hasona et al., 2018)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 73


Penelitian Eksperimental
74 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental
BAB 9

HEWAN MODEL HIPERLIPIDEMIA

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 75


Penelitian Eksperimental
H iperlipidemia adalah faktor risiko aterosklerosis
yang dapat dimodifikasi dan penyakit kardiovaskular
terkait, termasuk penyakit jantung koroner, stroke otak, infark
miokard, dan gagal ginjal menjadi masalah kesehatan utama di
dunia saat ini. Hiperlipidemia merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai dengan kelebihan lipid dalam aliran darah.
Istilah hiperlipidemia mengacu pada peningkatan konsentrasi lipid
(trigliserida, kolesterol, atau keduanya) dalam darah. (Karam et al,
2018; Medina-Vera et al, 2021)
Keadaan dislipidemia merupakan faktor risiko yang
berhubungan dengan resistensi insulin, disfungsi endotel,
hipertensi dan penyakit kardiovaskular (CVD). Perubahan profil
lipid serum dapat menginduksi pembentukan hidroperoksida dan
lisis fosfolipid, oksisterol dan lemak lainnya. Mekanisme molekuler
pada dislipidemia hingga menjadi CVD berhubungan langsung
dengan stres oksidatif, mekanisme ini terjadi melalui berbagai
proses yang terkait dengan produksi spesies oksigen reaktif (ROS)
dan peradangan. Pada penderita dislipidemia terjadi peningkatan
produksi ROS keadaan ini bila berlangsung terus menerus
mengakibatkan terjadinya stres oksidatif yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan oksidativ dan memicu pembentukan produk
akhir lipoperoksidasi seperti malondialdehida (MDA) dan
lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi (LDL teroksidasi).
MDA dan LDL teroksidasi telah dikaitkan dengan pembentukan
plak aterogenik dan komplikasi kardiovaskular. Kadar ROS
yang meningkat akan memberikan dampak berupa penurunan
sistem antioksidan endogen. Antioksidan endogen dapat berupa
antioksidan enzimatik yaitu katalase, super oksid dismutase (SOD),

76 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
gluthation atau antioksidan non enzimatik antara lain vitamin, C,
vitamin E dan lain sebagainya. (Medina-Vera et al, 2021)
Dyslipidemia juga menimbulkan terjadinya penumpukan
lemak di hepar sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan sel
hepar. (Karam et al, 2018)
Pada penelitian untuk memperoleh hewan model
hiperlipidemia bisa menggunakan gabungan induksi. Beberapa
contoh gabungan induksi pada hewan model hiperlipidemia adalah
diet tinggi lemak dan induksi streptozotocin, atau diet tinggi lemak
dan induksi aloksan, atau diet tinggi lemak dengan induksi PTU.
Peneliti dapat memilih hewan model dengan induksi jenis mana
yang sesuai dengan penelitiannya.
Pada penelitian dengan hewan model hiperlipidemia
variabel penelitian yang dapat diperiksa adalah kadar lipid profile
berupa kadar kolesterol total, LDL, LDL teroksidasi, HDL, kadar
trigliserida. Variabel lain yang dapat diperiksa dapat berupa histologi
dari pembuluh darah aorta atau arteri lain, histologi hepar, histologi
otak, berat badan, kadar insulin, dan jantung juga pemeriksaan
fungsi liver. Pemeriksaan profil oksidan dan antioksidan berupa
kadar MDA, aktivitas katalase, aktivitas SOD, serta beberapa
macam sitokin proinflamasi seperti Interluekin 1 (IL-1), IL-2 IL-6,
C reactive protein (CRP) juga dapat dijadikan sebagai parameter
pada penelitian ini. (Di Yang et al, 2019; Karam et al, 2018; Medina-
Vera et al, 2021)

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 77


Penelitian Eksperimental
9.1 Hewan Model Hiperlipidemia yang Diinduksi Diet Tinggi
Lemak
Diet tinggi lemak yang berkepanjangan menimbulkan
terjadinya hiperlipidemia. Penelitian yang dilakukan oleh Karam
et al, 2017 menggunakan hewan coba tikus Sprague-Dawley yang
diberikan diet tinggi lemak selama 7 minggu. Diet tinggi lemak
yang diberikan pada hewan coba dengan komposisi kalori yang
diperoleh dari 41.5% lipid, 40.2% karbohidrat, and 18.3% protein
(kcal). Pada kelompok normal diberikan diet standar dengan
komposisi kalori dari 12.3% lipid, 63.3% karbohidrat,and 24.4%
protein (kcal). (Karam et al, 2018)
Peneliti lain yaitu Rahminiwati et al, 2019 menggunakan
hewan coba Rattus norvegicus yang induksi diet tinggi lemak. Diet
tinggi lemak yang digunakan dibuat dengan cara diet standar
ditambah dengan minyak babi kemudian dicampur dengan
perbandingan antara pakan standar : minyak babi = 900 gram
:100 ml. Diet tinggi lemak sebagai induksi diberikan selama 28
hari diberikan sebagai pakan secara ad libitum. Pada penelitian
ini induksi berhasil menaikkan kadar LDL secara signifikan. Pada
penelitian ini hanya dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol LDL
saja sehingga kadar profil lipid lain tidak diketahui. (Rahminiwati
et al, 2019)
Listianasari et al, 2017 melakukan penelitian menggunakan
tikus putih strain Wistar jantan sebagai hewan coba, agar menjadi
hiperlipidemia diinduksi dengan diet tinggi lemak. Induksi diet
tinggi lemak dibuat dari 100 gram kuning telur puyuh dicampur
ke dalam 50 ml minyak kelapa sawit dan diberikan sebanyak 4 ml

78 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
per hari dengan cara sonde lambung pada tikus selama 28 hari
(Listianasari et al, 2017)

9.2 Hewan Model Hiperlipidemia yang Diinduksi alkohol


Pada pembahasan sebelumnya pada buku ini alkohol atau
etanol juga dapat digunakan untuk induksi kerusakan hepar dan
gastritis. Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan alkohol yang
dapat digunakan sebagai induksi terjadinya dislipidemia bersamaan
dengan terjadinya kerusakan hepar. Etanol adalah salah satu
obat yang paling banyak disalahgunakan di seluruh dunia dan
konsumsi kronisnya menyebabkan penumpukan lemak di hati yang
menyebabkan kerusakan dan kerusakan hepatoseluler.
Penelitian yang dilakukan oleh Anbu dan Saravanan th
2013, bertujuan untuk mengetahui kerusakan hati akibat etanol,
dislipidemia dan stres oksidatif dalam plasma, eritrosit dan
mitokondria hati. Penelitian ini menggunakan ethanol sebagai
induktor diberikan selama 60 hari dengan dosis 30 % larutan
etanol sebanyak 6 gr/kg BB hewan coba. Asupan etanol berdampak
buruk pada lipoprotein plasma. Konsentrasi HDL menurun dan
konsentrasi LDL meningkat sejalan dengan derajat gangguan
fungsi hati. HDL membantu membersihkan kolesterol dari jaringan
ekstrahepatik dengan adanya lecithin kolesterol asil transferase dan
membawanya ke hati. Oleh karena itu, proporsi HDL merupakan
indeks fisiologis penting yang mencerminkan potensi untuk
menormalkan hiperlipidemia. (Anbu dan Saravanan, 2013)
Peneliti lain Doss et al, 2020 menginduksi terjadinya
dislipidemia dengan menggunakan tikus wistar yang diinduksi

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 79


Penelitian Eksperimental
4 gr/kg BB alkohol 99% secara sonde peroral selama 40 hari.
Etanol dimetabolisme oleh dua jalur oksidatif dan non-oksidatif.
Diperlukan metabolisme non-oksidatif pada pankreas yang
melibatkan proses reaksi esterifikasi asam lemak dan hasil dalam
memproduksi etil ester asam lemak, etil ini ester meningkatkan
kerapuhan membran lisosom dan stres oksidatif. Ester kolesterol
mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan membran lisosom dan
selanjutnya, proses transesterifikasi mensintesis ester kolesterol dan
menghasilkan asam lemak bebas melalui proses hidrolisis.

80 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
BAB 10

PENUTUP

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 81


Penelitian Eksperimental
Pemilihan hewan coba merupakan fase penting dalam
proses penelitian. Jenis hewan coba mempengaruhi jenis induksi
yang digunakan, biaya dan durasi penelitian. Proses induksi hewan
model pada penyakit mempengaruhi hasil penelitian.
Satu bahan induksi dapat digunakan sebagai induktor
hewan coba untuk beberapa model penyakit. Salah satu contoh
bahan induksi tersebut adalah etanol atau alkohol dapat digunakan
sebagai induksi hewan model penyakit gastritis, kerusakan hepar
dan dislipidemia, hal ini tergantung pada dosis, cara pemberian dan
durasi pemberian bahan induktor.
Satu model penyakit dapat menggunakan beberapa bahan
induksi. Contohnya penyakit diabetes melitus dapat digunakan
bahan induksi berupa aloksan, streptozotozin, deksametazon, dll.
Peneliti harus menentukan tujuan penelitian, metode
dan bahan yang digunakan untuk induksi yang sesuai dengan
mekanisme dan variabel penelitian yang digunakan. Selain itu
juga harus menyesuaikan dengan waktu dan dana penelitian yang
digunakan.
Masih banyak model hewan coba yang bisa digunakan dalam
penelitian. Pada buku ini penulis hanya memaparkan jenis hewan
model penyakit dan bahan induksi yang paling sering digunakan
dengan biaya tidak terlalu mahal dan kemudahan dalam pelaksanaan
serta tingkat keberhasilan induksi yang optimal dalam penelitian.
Semoga dengan terbitnya buku ini dapat memberikan wawasan
bagi peneliti dan mahasiswa dalam memilih hewan coba dan jenis
induksi yang digunakan sebagai hewan model suatu penyakit.

82 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
DAFTAR PUSTAKA

Al-awar A, Kupai K, Veszelka M, Sz4cs G,r Attieh, Murlasits, Török,


Pósa A, and Varga C, 2016. Review Article Experimental
Diabetes Mellitus in Different Animal Models. Journal of
Diabetes Research Volume 2016,
Almalki DA, Alghamdi SA, Al-Attar A, 2019. Comparative Study
on the Influence of Some Medicinal Plants on Diabetes
Induced by Streptozotocin in Male Rats. BioMed Research
International Volume 2019, Article ID 3596287, 11 pages
https://doi.org/10.1155/2019/3596287
Akanda Md R, In-Shik Kim, Dongchoon Ahn, Hyun-Jin Tae, 2018.
Anti-Inflammatory and Gastroprotective Roles of Rabdosia
inflexa through Downregulation of Pro-Inflammatory
Cytokines and MAPK/NF-KB Signaling Pathways. Int. J.
Mol. Sci., 19, 584; doi:10.3390/ijms19020584
Anbu dan Saravanan, 2013. Beneficial Effect of Morin on Lipid
Peroxidation and Antioxidant Status in Rats with Ethanol
Induced Dyslipidemia and Liver Injury. International
Journal of Pharmaceutical & Biological Archives; 4(1):
208-217
Artika F, Sandhika, Yuliawati, 2020. Tulsi (Ocimum sanctum) Leaf
Ethanol Extract Reduces Inflammatory Cell Infiltration
in Aspirin-Induced Gastritis Rats. Jurnal Kedokteran
Brawijaya Vol. 31, No. 1, pp. 49-52
Asquith DL, Miller AM, McInnes IB and Foo Y. Liew, 2009.
“Autoimmune disease: rheumatoid arthritis Animal models
of rheumatoid arthritis”. Europe Journal Immunology 39, pp.
1991–2058

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 83


Penelitian Eksperimental
Baali, Mezrag, Bouheroum, Benayache, Benayache, Souad, 2020.
Anti-inflammatory and Antioxidant Effects of Lotus
corniculatus on Paracetamol-induced Hepatitis in Rats.
Anti-Inflammatory & Anti-Allergy Agents in Medicinal
Chemistry, 19, 128-139
Bendele AM, 2001. “Animal models of rheumatoid arthritis”.
Journal Musculoskel Neuron Interaction; vol. 1, no. 4, pp. 377-
385
Brand, D. D., Latham, K. A., & Rosloniec, E. F. (2007). Collagen-
induced arthritis. Nature Protocols, 2(5), 1269–1275.
https://doi.org/10.1038/nprot.2007.173
Dirnagl, U., & Lauritzen, M. (2011). Editorial: Improving the
quality of biomedical research: Guidelines for reporting
experiments involving animals. Journal of Cerebral Blood
Flow and Metabolism, 31(4), 989–990. https://doi.
org/10.1038/jcbfm.2010.219
Di Yang , Canji Hu, Xiaoyi Deng , Yan Bai, Hua Cao , Jiao
Guo, and Zhengquan Su, 2019. Therapeutic Effect of
Chitooligosaccharide Tablets on Lipids in High-Fat Diets
Induced Hyperlipidemic Rats. Molecules 2019, 24, 514;
doi:10.3390/molecules24030514
Dudics, Langan, Meca, Venkatesha, Berman, Che, Moudgill..
(2018) ‘Natural products for the treatment of autoimmune
arthritis: Their mechanisms of action, targeted delivery, and
interplay with the host microbiome’, International Journal
of Molecular Sciences, 19(9). doi: 10.3390/ijms19092508.
Doss, Vijayakumar, E Sukumar and K.Rekha, 2020. Effect of
Prunus Dulcis & Álpha-Tocopherol in Ethanol Induced
Dyslipidemia In Wistar Rats Biomed. & Pharmacol. J, Vol.
13(4), 1619-1624

84 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
El-Helbawy NF, Al-Salam AA, El-Sawaf ME and El-Deeb S, 2020.
Hyperbaric Oxygen Therapy Ameliorates the Harmful
Effects of Dexamethasone Induced Diabetes on Liver and
Pancreas of Adult Male Albino Rats. Journal of Advances in
Medicine and Medical Research 32(5): 40-54.
El- Sawy, El-Maddawy, Ashoura, 2018. Role of Silymarin in Restoring
the Deleterious Effects induced by Dexamethasone in Male
Rats. Alexandria Journal of Veterinary Sciences Vol. 59 (2):
125-135 DOI: 10.5455/ajvs.5950
Fang YF, Wen Li Xu, LanWang, Qing Wu Lian, Li Feng Qiu, Hui
Zhou, and Shu Jie Chen, 2019. Effect of Hydrotalcite on
Indometacin-Induced Gastric Injury in Rats. BioMed
Research International Volume 2019
Fofié CK, Nguelefack-Mbuyo EP, Tsabang N, Kamanyi A, and
Nguelefack TB, 2018. Hypoglycemic Properties of the
Aqueous Extract from the Stem Bark of Ceiba pentandra
in Dexamethasone-Induced Insulin Resistant Rats.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine
Volume 2018, Article ID 4234981, 11 pages https://doi.
org/10.1155/2018/4234981
Gryshchenko, 2017. Biochemical properties of the plasma
of rats with the experimentally induced hepatitis
after oral administration of sodium diclofenac.
Regulatory Mechanisms in Biosystems, 8(2), 191–196.
doi:10.15421/021730
Handajani, F., Aryati, A., Notopuro, H., & Aulanni’am, A. (2016).
Prophylactic Sargassum duplicatum inhibit joint damage
in adjuvant arthritic rats exposed to cold stress through
inhibition of NF-KB activation. International Journal of
ChemTech Research, 9(1), 151–159.

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 85


Penelitian Eksperimental
Handharyani, (2017). Introduction for care and animal handling.
Center Berstandar Internasional Indonesian Neuroscience
Institute – Universitas Yarsi. (2017), 11–12.
Hasanein and Seifi, 2018. Beneficial effects of rosmarinic acid
against alcohol-inducedhepatotoxicity in rats. Can. J.
Physiol. Pharmacol. 96: 32–37 dx.doi.org/10.1139/cjpp-
2017-0135
Hasona , Alrashidi, Aldugieman, M. Alshdokhi, Ahmed, 2017. Vitis
vinifera Extract Ameliorate Hepatic and Renal Dysfunction
Induced by Dexamethasone in Albino Rats. Toxics, 5, 11;
doi:10.3390/toxics5020011
Ighodaro OM, Adeosun AM, Akinloye OA, 2017. Alloxan-induced
diabetes, a common model for evaluating. MEDICINA 5 3;
365–374
Islam Md and Venkatesan V, 2016. Experimentally-Induced Animal
Models Of Prediabetes And Insulin Resistance: A Review.
Acta Poloniae Pharmaceutica ñ Drug Research, Vol. 73 No.
4 pp. 827ñ834, 2016
Jiminez, Uwiera TC, Inglis Uwiera RE (2015). Animal models to
study acute and chronic intestinal inflamation in mamals.
Gut Pathog 7:29
Kan J, Hood M, Burns C, Scholten J, Chuang J, Tian F, Xingchang
Pan, Jun Du, and Min Gui, 2017. A Novel Combination of
Wheat Peptides and Fucoidan Attenuates Ethanol-Induced
Gastric Mucosal Damage through Anti-Oxidant, Anti-
Inflammatory, and Pro-Survival Mechanisms. Nutrients, 9,
978; doi:10.3390/nu9090978
Karam I, Ma N, Yang Y-J and Li J-Y. 2018. Induce Hyperlipidemia
in Rats Using High Fat Diet Investigating Blood Lipid
and Histopathology. Journal of Hematology and Blood
Disorders. vol 4. issue 1.

86 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Kao C Y, Bor-Shyang Sheu , Jiunn-Jong Wu, 2016. Helicobacter
pylori infection: An overview of bacterial virulence factors
and pathogenesis. Biomedical journal 39, 14-23.
Khudir, El-Ghannam, Salama, Tousson and El-Dsoki, 2019.
Curcumin Attenuated Oxidative Stress and Inflammation
on Hepatitis Induced of by Fluvastatin in Female Albino
Rats. AJVS, 62 (1) 102-115.
Kuswinarti, Karmani S, Rita C, 2019. The Effect of Leunca Fruit
(Solanum nigrum Linn) Infusion in Inhibiting the Increase
of Serum Glutamate Pyruvate Transaminase Level in CCL4
Induced Hepatitis Wistar Rats. Althea Medical Journal
;6(4)
Liu Y, Huang H, Gao R, Liu Y, 2020. Dynamic Phenotypes and
Molecular Mechanisms to Understand the Pathogenesis of
Diabetic Nephropathy in Two Widely Used Animal Models
of Type 2 Diabetes Mellitus. Front. Cell Dev. Biol. 8:172.
doi: 10.3389/fcell.2020.00172
Lien DY, Cao Thi Kim Hoang, Nguyen Thi Hanh, Duong
Xuan Chu, Phan Thi Bich Tram, Ha Thanh Toan,
2016. Hepatoprotective effect of silymarin on chronic
hepatotoxicity in mice induced by carbon tetrachloride.
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry; 5(5): 462-
466
Listianasari Y, Dirgahayu, Wasita, dan Nuhriawangsa, 2017.
Efektivitas Pemberian Jus Labu Siam [Sechium Edule]
Terhadap Profil Lipid Tikus [Rattus Novergicus] Model
Hiperlipidemia. Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2017
Vol. 40 (1): 35-43
Mahmoodzadeh, M Mazani, L Majeed, A Pandey, Bani, B Bhat, G.,
2017. Hepatoprotective effect of methanolic Tanacetum
parthenium extract on CCl4-induced liver damage in rats.

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 87


Penelitian Eksperimental
Toxicology Reports 4 :455–462
Majeed M, Pandey, Bani, Bhat, Muthuraman, 2019. Hepatoprotective
Effect of Garcinol in Acute Paracetamol Induced and
Chronic Alcohol Induced Liver Injury in Experimental
Rats. International Journal of Research Studies in Medical
and Health Sciences. Volume 4, Issue 7, 2019, PP 11-20
Manoharsalis and Ramabhimaiah, 2013. Beneficial Effects of
Vegetable Oils (Rice Bran and Mustard Oils) on Anti-
inflammatory and Gastro Intestinal Profiles of Indomethacin
in Rats. Biomed. & Pharmacol. J., Vol. 6(2), 375-379
Medina-Vera I , Gómez-de-Regil, Gutiérrez-Solis, Roberto
Lugo ,Martha Guevara-Cruz , José Pedraza-Chaverri and
Azalia Avila-Nava, 2021. Dietary Strategies by Foods
with Antioxidant Effect on Nutritional Management of
Dyslipidemias: A Systematic Review. Antioxidants, 10, 225.
https://doi.org/10.3390/antiox10020225
Mostafavinia A, Amini A, Ghorishi , Pouriran R, Bayat M, 2016.
The effects of dosage and the routes of administrations of
streptozotocin and alloxan on induction rate of type l diabetes
mellitus and mortality rate in rats. Lab Anim Res : 32(3),
160-165 http://dx.doi.org/10.5625/1ar.2016.32.3.160
Nelson, N. (2016). Model homes for model organisms: Intersections
of animal welfare and behavioral neuroscience around the
environment of the laboratory mouse. BioSocieties, 11(1),
46–66. https://doi.org/10.1057/biosoc.2015.19
Olivares AM, Althoff K, Chen GF, Siqi Wu, Morrisson MA,
DeAngelis MM, Haider N, 2017. Animal Models of Diabetic
Retinopathy. Curr Diab Rep, 17: 93 DOI 10.1007/s11892-
017-0913-0
Parkinson, C. M., O’Brien, A., Albers, T. M., Simon, M. A., Clifford,
C. B., & Pritchett-Corning, K. R. (2011). Diagnostic

88 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
necropsy and selected tissue and sample collection in rats
and mice. Journal of Visualized Experiments, (54), 1–6.
https://doi.org/10.3791/2966
Qiao J-Y , Han-Wei Li , Fu-Gang Liu , Yu-Cheng Li, Shuo Tian,
Li-Hua Cao, Kai Hu, Xiang-Xiang Wu and Ming-San
Miao, 2019. Eects of Portulaca Oleracea Extract on Acute
Alcoholic Liver Injury of Rats. Molecules, 24, 2887;
doi:10.3390/molecules24162887
Rahminiwati, Handajani, Hambarsika, 2019. Pengaruh Pemberian
Jus Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap
Kadar Kolesterol LDL Darah Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Wistar dengan Diet Tinggi Lemak.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 8(2) : 35-41,
Shaaban, Ahmed and Latif, 2018. Effectiveness of canagliflozin
with atorvastatin on dexamethasone-induced dyslipidemia
and hepatic steatosis in albino rats. Biochemistry Letters,
13(20), pages (246-258)
Savych A, Marchyshyn S, Basaraba R, Lukanyuk M, 2020.
Antihyperglycemic, Hypolipidemic and Antioxidant
Properties of The Herbal Mixtures In Dexamethasone-
Induced Insulin Resistant Rats. Pharmacologyonline vol.2
• 73-82
Seeuws, S., Jacques, P., Praet, J. Van, Drennan, M., Coudenys, J.,
Decruy, T. Elewaut, D. (2010). A multiparameter approach
to monitor disease activity in collagen-induced arthritis.
https://doi.org/10.1186/ar3119
Sundalangi, Loho, Kairupan, 2016. Gambaran histopatologik
lambung tikus wistar yang diberikan ekstrak daun sirsak
(Annona muricata L.) setelah induksi aspirin. Jurnal
e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 1.
Soepranianondo, 2011. Managemen pemeliharaan dan penggunaan

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 89


Penelitian Eksperimental
hewan coba. Seminar dan workshop nasional “Aplikasi etik
dan bioteknologi pada hewan coba”. Fakultas Kedoteran
Hewan Universitas Airlangga.
Tastekin, Ayvaz, Usta, Aydogdu, Cancilar, Puyan (2018).
Indomethacin-induced gastritis damage in rats and the
protective effect of donkey milk. Arch. Med. Sci :14,3 : 671-
678
Tuncel, Haag, Hoffmann, Yau, Hultqvis, Olofsson, Bäcklund,
Nandakumar, Weidner, Fischer, Leichsenring, Lange,
Haase, Shemin Lu, Gulko, Günter Steiner, Rikard Holmdah
(2016). Animal Models of Rheumatoid Arthritis (I):
Pristane-Induced Arthritis in the Rat. PLoS ONE 11(5):
e0155936. doi:10.1371/journal.pone.0155936
Warewatganon D. (2014). Simple animal model of Helicobacter
pylory infection. Word Journal of Gastroenterology. 20
(21): 6420-6424
Weidner, C., Steinfath, M., Opitz, E., Oelgeschläger, M., &
Schönfelder, G. (2016). Defining the optimal animal model
for translational research using gene set enrichment analysis.
EMBO Molecular Medicine, 8(8), 831–838. https://doi.
org/10.15252/emmm.201506025
Wei X, Xue-Ping Feng, Lu-Yao Wang, Yan-Qiang Huang, Ling-Ling
Liang, Xiao-Qiang Mo, and Hong-Yu Wei, 2019. Improved
method for inducing chronic atrophic gastritis in mice.
World J Gastrointest Oncol, 11(12): 1115–1125
Xi L, Qian Z , Shen X , Na Wen , Zhang Y, 2005. Crocetin prevents
Dexamethasone-Induced Insulin Resistance in Rats. Planta
Med; 71(10): 917-922. DOI: 10.1055/s-2005-871248
Ye Zalyhina, Kaidash, N Khomiak, V Slesarchuk, N Lohvynenko,
I Selina, 2019. Hepatoprotective Effect of Spissum Extract
from Immature Walnut based on Model of Paracetamol-

90 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada


Penelitian Eksperimental
Induced Acute Liver Injury in Rats. Journal of Chemical
and Pharmaceutical Research, 11(1): 12-19
Zhu H, Wang Y, Liu Z, Wang Z, Wan D, Feng S, Yang X, Wang
T, 2016. Antidiabetic and antioxidant effects of catalpol
extracted from Rehmannia glutinosa (Di Huang) on rat
diabetes induced by streptozotocin and high‑fat, high‑sugar
feed. Chin Med 11:25, DOI 10.1186/s13020-016-0096-7

Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada 91


Penelitian Eksperimental
92 Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa Penyakit Pada
Penelitian Eksperimental

Anda mungkin juga menyukai