Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEBUTUHAN ELIMINASI

URIN

Disusun Oleh
Ns. Joni Siahaan, S.Kep., M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN YATNA YUANA LEBAK


BANTEN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami

atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urin. Biasanya orang yang mengalami

gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urin, yaitu tindakan memasukan

selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan

urin. Prevalensi gangguan eliminasi urin pada anak diperkirakan 5% - 6,8 % (Yanti,

dkk, 2016).

Peran perawat sangatlah penting yaitu sebagai promotif, preventif,

kuratif, rehabilitatif. Adapun peran perawat sebagai promotif yaitu

melakukan penyuluhan pada pasien dengan masalah gangguan eliminasi urin.

Peran perawat sebagai preventif yaitu melakukan pencegahan pada pasien

gangguan eliminasi urin dengan melakukan pemasangan kateter urin.

Pelayanan sebagai kuratif yaitu dengan cara pengobatan dengan melakukan

tindakan operasi pada kondisi pasien dengan adanya kelainan seperti

hypospadia. Peran perawat sebagai rehabilitatif yaitu memberikan perawatan

paska tindakan operasi dengan ganggaun eliminasi urin (Bustami, 2011).

Asuhan keperawatan yang professional diberikan melalui pendekatan

proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa,

pembuatan intervensi, implementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil


tindakan keperawatan. Selain itu juga sebagai pelaksana, pendidik, peneliti,

dan pengelola, pelayanan kesehatan. Dalam upaya pendidik mampu

mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga

kesehatan di bawah tanggung jawabnya. Dalam upaya sebagai pelaksana

asuhan keperawatan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan baik

langsung maupun tidak langsung secara menyeluruh. Dalam upaya meneliti

perawat mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip

dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk

meningkatkan mutu asuhan keperawatan atau pelayanan kesehatan yaitu

dengan mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan

menejemen keperawatan dalam paradigma keperawatan (Perry & Potter,

2010).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Masalah Keperawatan Gangguan Eliminasi Urin

a. Pengertian

Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017).

Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin (Herdman 2018)

b. Etiologi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) etiologi gangguan

eliminasi urin sebagai berikut:

1) Penurunan kapasitas kandung kemih

2) Iritasi kandung kemih

3) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan


kandung kemih

4) Efek tindakan medis dan diagnostic, misalnya operasi ginjal,

operasi saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan.

5) Ketidak mampuan mengakses toilet, misalnya imobilisasi

6) Hambatan lingkungan

7) Ketidakmampuan mengkonsumsi kebutuhan eliminasi


8) Outlet kandung kemih tidak lengkap, misalnya anomaly

saluran kemih kongenital

9) Imaturitas, pada anak usia lebih dari 3 tahun.

d. Tanda dan Gejala Mayor

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) tanda dan gejala mayor

subyektif dan obyektif sebagai berikut:

1) Subyektif (Urgensi)

a) Urin Menetes (Dribbling)

b) Sering buang air kecil

c) Nokturia

d) Mengompol

e) Enurisi

2) Obyektif

a) Distensi kandung kemih

b) Desakan berkemih

c) Berkemih tidak tuntas (hesitancy)

d) Volume residu urin meningkat

e. Faktor yang mempengaruhi gangguan eliminasi urin

Menurut Alimul (2011) faktor yang mempengaruhi gangguan

eliminasi urin sebagai berikut:

1) Diet dan asupan (intake)


Jumlah dan tipe makanan merupan faktor utama yang

mempengaruhi output dan inpout urin (jumlah urin). Protein

dapat menentukan jumlah urin yang dibentuk.

2) Respon keinginan awal untuk berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat

menyebabkan urin banyak tertahan di dalam urinaria, sehingga

mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urin.

3) Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat mengakibatkan pemenuhan kebutuhan

eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.

4) Tingkat perkembangan

Tingkat perkembangan tersebut dapat mempengaruhi

pola berkemih. Hal ini dapat ditemukan pada anak, yang lebih

memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air

kecil.

5) Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria

yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus vesika urinaria

menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan

kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

f. Tanda-tanda klinis pada gangguan eliminasi urin

Menurut Anggraini (2016) tanda klinis gangguan eliminasi urin

sebagai berikut :

1) Ketidak nyamanan daerah pubis

2) Ketidak sanggupan untuk berkemih

3) Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

c. Pemeriksaan Penunjang

USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya anomaly

lainnya pada saluran kemih. Karyotyping disarankan pada pasien

dengan ambigu genetalia ataupun cryptochirdism. Beberapa test

seperti elektrolit, hydroxyprogesterone, testosterone, luteinizing

hormone, follicle-stimulating hormone, sex hormone binding

globulin, dan beberapa tes genetic dipertimbangkan apabila

memungkinkan (Krisna & Maulana, 2017).


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
a) Pola berkemih
b) Gejala dari perubahan berkemih
c) Faktor yang mempengaruhi berkemih.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran
ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b) Genetalia Wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
c) Genetalia laki-laki
d) Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
c. Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag,drainage ureterostomy, sistostomi.
f) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan urine (urinalisis) :
 Warna (N: jernih kekuningan)
 Penampilan (N: jernih)
 Bau (N: beraroma)
 pH (H: 4,5-8,0)
 Berat jenis (N; 1,005-1,030)
 Glukosa (n: negatif)
 Keton (N: negatif)
b) Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia
Definisi: Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran
urine.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a) Gangguan neuromuskuler.
b) Spasme bladder.
c) Trauma pelvice.
d) Infeksi saluran kemih.
e) Trauma medulla spinalis.
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Inkontinensia.
b) Keinginan berkemih yang segar.
c) Sering ke toilet.
d) Menghindari minum.
e) Spasme bladder.
f) Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
Tujuan yang diharapkan:
a) Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
b) Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
c) Klien berkemih dalam keadaan rileks.
b. Retensi urine
Definisi: Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara
tuntas.
Kemungkinan data yang ditentukan:
a) Tidak tuntasnya pengeluaran urine.
b) Distensi bladder.
c) Hipertropi prostat.
d) Kanker.
e) Infeksi saluran kemih.
f) Pembedahan besar abdomen.
Tujuan yang diharapkan:
a) Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam.
b) Tanda dan gejala retensi urine tidak ada.
Proses Keperawatan

1. Pengkajian
Dalam pengkajian harus melakukan harus menggerakkan semua indera dan tenaga
untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara , observasi,
pemeriksaan fisik untuk menggali data yang akurat .
a. Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala
berkemih,gejala dari perubahan berkemih, faktor yang mempengaruhi berkemih .
b. Pemeriksaan fisik klien meliputi :
 Abdomen ,pembesaran , pelebaran pembuluh darah vena distensi bledder ,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tandamess , bising usus.
 Genetalia : wanita , inflamasi, nodul, lessi, adanya secret dari meatus,
kesadaran, antropi jaringan vagina dan genitalia laki-laki kebersihan ,
adanya lesi ,tenderness, adanya pembesaran scrotum .
c. Identifikasi intake dan output cairan dalam (24 jam ) meliputi pemasukan minum
dan infus, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal, cateter bag, ainage ,
ureternomy, kateter urine, warna kejernihan , bau kepekatan .
d. Pemeriksaan diagnostik :
 Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (jernih kekuningan )
 Penampilan (N : jernih )
 Bau (N : beraroma)
 pH (N : 4,5-8,0)
 Berat Jenis (N : 1,005- 1,030)
 Glukosa (N: Negatif )
 Keton (N; negatif )
 Kultur urine (N : kuman petogen negatif)

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Gangguan pola eliminasi urine : inkontinesia

Definisi : Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengedalikan pengeluaran urine,


kemungkinan penyebab (berhubungan dengan) gangguan neuromuskuler, spasme baldder,
trauma pelvic, infeksi saluran kemih, trauma medulla spinalis , kemungkinan klien
mengalami ( data yang ditemukan ) : inkontinesia, keinginan berkemih yang segera, sering
ke toilet , menghindari minum , spasme bladder , setiap berkemih kurang dari 100 ml atau
lebih dari 550ml.

Tujuan yang diharapkan :

a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine tiap 4 jam.


b. Tidak ada tanda- tanda retensi dan inkontinensia urine .
c. Klien berkemih dalam keadaan berkemih .

3. Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor keadaan bladder setiap 1. Tingkatkan kekuatan otot
2 jam dan kolaborasi dalam bladder
bladder training
2. Hindari faktor pencentus
inkontenensia urine seperti 2. Mengurangi atau menghindari

cemas inkontinensia

3. Kolabarasi dengan dokter dalam 3. Menghindari faktor penyebab

pengobatan dan kateterisasi


4. Berikan penjelasan tentang 4. Meningkatkan pengetahuan dan

pengobatan , kateter , penyebab pasien lebih kooperatif

dan tindakan lainnya

5. Kriteria Evaluasi
Setelah membantu klien untuk melakukan evaluasi . klien mampu mengontrol
pengeluaran bladder setiap 4 jam, tanda dan gejala retensi urine tidak ada

6. Retensi Urine
Definisi : Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara
tuntas , kemungkinan penyebab (berhubungan dengan ): Obstruksi mekanik
pembesaran prostat , trauma, pembedahan kehamilan, kemungkinan klien mengalami
(data yang ditemukan) : tidak tuntasnya penyeluaran urine distensi bledder, hypertropi
prostat , kanker, infeksi saluran kemih , pembesaran besar abdomen.
INTERVENSI RASIONAL
1. Memonitor keadaan bledder 1. Menentukan masalah
setiap 2 jam
2. Ukur intake dan output cairan 2. Memontior keseimbangan cairan
steiap 4 jam
3. Berikan cairan 2000ml / hari 3. Menjaga defisit cairan

dengan kolaborasi
4. Kurangi minum setelah jam 6 4. Mencegah nocturia

malam 5. Membantu monitor

5. Kaji dan monitor analisis urine keseimbangan cairan

elektrolit dan berat badan 6. Meningkatkan fungsi ginjal dan

6. Lakukan latihan prgerakan dan bledder

lakukan relaksasi ketika duduk 7. Relaksasi pikiran dapat

berkemih meningkatkan kemampuan

7. Ajarkan teknik latihan dengan berkemih

kolaborasi dokter/ fisioterapi 8. Mengoatkan otot pelvis

8. Kolaborasi dalam pemasangan 9. Mengeluarkan urien

kateter

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan realita rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pelaksanaannya berupa pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah melakukan pelaksanaan

asuhan keperawatan.

E. Evaluasi

Tujuan dan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang berikat..

Adapun evaluasi yang didapat yaitu:


1) Kandung kemih kosong secara penuh

2) Tidak ada residu urin >100-200cc

3) Intake cairan dalam rentang normal

4) Bebas dari infeksi saluran kemih

5) Tidak ada spasme bladder

6) Balance cairan seimbang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

INKONTINENSIA URIN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah
yang cukup banyak, sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang

2. Klasifikasi
Inkontinensia urin dibagi atas 3, yaitu :

a. Inkontinensia urgensi

Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan
ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan
atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol

b. Inkontinensia tekanan

Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang meningkatkan
tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersih, tertawa dan mengangkat
beban berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urin

c. Inkontinensia aliran yang berlebihan (over flow inkontinensia)

Terjadi jika retensi menyebab kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas
secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik
bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih.

3. Etiologi

Faktor faktor penyebab inkontenensia yaitu :

 Cidera pada sfingter urinarius eksterna

 Kelainan neurogenik

 Urgensi hebat akibat infeksi

 Kelemahan mekanisme sfingter

 Cerebral clouding

 stress

4. Patofisiologi

Pengendalian kandung kencing dan sfinkter diperlukan agar terjadi pengeluaran


urin secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar
kesadaran dan yang didalam kesadaran yang dikonrdinasi oleh refleks urethrovsien
urinaris. Bila terjadi pengisian kandung kencing tekanan didalam kandung kemih
meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kencing) memberikan
respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung. Bila sampai 200
ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat
rangsangan. Stimulus ditransmisikan lewat serabut reflek eferen ke lengkungan pusat
refleks untuk meksitrurisasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari
lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor. Sfinkter
interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama sama membuka dan
urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna dan otot pariental
mengkuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaaan kegiatan refleks bisa
mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls
inhibitor dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dan sfinkter
eksterna. Bila disalah satu bagian mengalami kerusakan maka akan dapat
mengakibatkan inkontenensia

5. Manifestasi Klinis

 Kulit ruam

 Dekubitus

 Iritasi kandung kemih

 Ketidakmampuan mengontrol BAK

6. Pemeriksaan Diagnostik

 Pengkajian fungsi otot destrusor

 Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan/ kelainan dasar


panggul)

 Cystometrogram dan elektroyogram

7. Penatalaksanan Medik

 Urgensi
Cream estrogen vaginal, anticolenergik, imipramine (tofranile). Diberikan pada
malam hari dan klien diajurkan untuk sering berkemih

 Over flow inkotinensia

Farmakologis prazocine (miniprise) dan cloridabetanecol (urechloine) diberikan


untuk menurunkan resistensi bagian luar dan meningkatkan kontraksi kandung
kemih

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. pengumpulan data

aktivitas / Istrahat

Tanda : Klien nampak lemah

Makanan dan Cairan

Gejala : Klien mengatakan nafsu makannya berkurang

Tanda : Porsi makan tidak dihabiskan

Eliminasi

Gejala : Klien mengeluh tidak dapat mengontrol buang air kecil, klien
mengatakan kencingnya keluar sendiri

Tanda : Haluaran urin tidak terkontrol, haluaran urin terus-menerus.

Integritas Ego

Gejala : Klien mengatakan stress pada penyakitnya

Tanda : Klien nampak ketakutan

Keamanan

Tanda : Dekubitus.
Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bagian bawah

Tanda : Nyeri tekan pada abdomen

Penyuluhan dan Pembelajaran

Gejala : Klien mengatakan kurang pengetahuan dan informasi tentang


penyakitnya

Tanda : Pasien tampak bertanya kepada perawat dan dokter akan


penyakitnya

b. Pengelompokan Data

Data Subjektif

 Klien mengatakan nafsu makannya berkurang

 Klien mengeluh tidak dapat mengontrol buang air kecil

 Klien mengatakan kencingnya keluar sendiri

 Klien mengatakan stress pada penyakitnya

 Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bagian bawah

 Klien mengatakan kurang pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya

Data Objektif

 Klien nampak lemah

 Porsi makan tidak dihabiskan

 Haluaran urin tidak terkontrol

 Haluaran urin terus-menerus.


 Klien nampak ketakutan

 Nyeri tekan pada abdomen

 Pasien tampak bertanya kepada perawat dan dokter akan penyakitnya

c. Analisa data

Data Penyebab Masalah

Ds : Adanya infeksi pada dinding Nyeri


kandung kemih
 Klien mengeluh nyeri
pada daerah abdomen ↓
bagian bawah
iritasi lapisan mukosa kandung
Do : kemih

 Nyeri tekan pada ↓


abdomen
sakit pada saat BAK

Gangguan rasa nyaman nyeri

Ds : Inkontinensia urin Resiko tinggi


kekurangan nutrisi
 Klien mengeluh nafsu ↓
makan kurang
Bau pesing
Do :

 Porsi makan tidak
Anoreksi
dihabiskan

Intake nutrisi yang kurang
adekuat

Resiko tinggi perubahan nutrisi

Do : Inkontenensia urin Resiko tinggi deficit


volume cairan
 Haluaran urin tidak ↓
dapat terkontrol
Haluaran urin yang terus menerus
 Haluaran urin terus

menerus
Pembatasan intake cairan

Ketidakseimbangan intake output


cairan dan elektrolit

Resiko tinggi defisit volume


cairan

Ds : Adanya faktor penyebab Perubahan pola


inkontinensia urin eliminasi
 Klien mengeluh tidak
dapat mengontrol buang ↓
air kecil
Kelemahan pada sfingter externa
 Klien mengatakan

kencingnya keluar
sendiri Inkontenensia

Gangguan pola eliminasi


Do :

 Haluaran urin tidak


terkontrol

 Haluaran urin terus-


menerus.

Ds : Kurang pengetahuan tentang Kecemasan


penyakitnya
 Klien mengatakan stress
pada penyakitnya ↓

 Klien mengatakan Ketidakmampuan pasien


kurang pengetahuan dan menggunakan mekanisme koping
informasi tentang

penyakitnya
Berdampak pada kesehatan
Do :
fisiknya
 Pasien tampak bertanya

kepada perawat dan
dokter akan penyakitnya Pasien merasa terancam

 Klien nampak ketakutan ↓

cemas

d. Prioritas Masalah

1) Nyeri

2) Perubahan pola eliminasi

3) Kecemasan

4) Resiko tinggi deficit volume cairan

5) Resiko tinggi kekurangan nutrisi


2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa dinding kandung kemih yang
ditandai dengan :

Ds :  Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bagian bawah

D :  Nyeri tekan pada abdomen


o

b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kelemahan pada sfingter externa


yang ditadai dengan :

Ds :  Klien mengeluh tidak dapat mengontrol buang air kecil

 Klien mengatakan kencingnya keluar sendiri

D :  Haluaran urin tidak terkontrol


o
 Haluaran urin terus-menerus.

c. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakitnya yang ditandai dengan :

Ds :  Klien mengatakan stress pada penyakitnya

 Klien mengatakan kurang pengetahuan dan informasi tentang


penyakitnya

Do :  Pasien tampak bertanya kepada perawat dan dokter akan


penyakitnya

 Klien nampak ketakutan

d. Resiko tinggi kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang kurang adekuat yang ditadai dengan :

Do :  Haluaran urin tidak dapat terkontrol

 Haluaran urin terus menerus


e. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan
intake output cairan yang ditandai dengan :

Ds :  Klien mengeluh nafsu makan kurang

D :  Porsi makan tidak dihabiskan


o

3. Perencanaan

a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa dinding kandung kemih

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri teratasi

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama beberapa hari nyeri beransur-


ansur hilang dengan kriteria :

 Tidak nyeri saat berkemih

 Ekspresi wajah tenang

 Tidak nyeri tekan pada daerah abdomen

Intervensi

1) Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya nyeri

® Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan


pilihan/tindakan selanjutnya yang akan diberikan

2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

® Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase inkontinensia.


Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan
menghilangkan nyeri kolik

3) Ajarkan klien tehnik relaksasi dan tehnik distraksi


® Tehnik relaksasi dan tehnik distraksi membantu mengurangi rasa nyeri

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti analgetik sesuai indikasi

® Membantu menghilangkan rasa nyeri dengan menekan pusat nyeri

b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kelemahan pada sfingter externa

Tupan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan masalah kebiasaan berkemih teratasi

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama beberapa hari kebiasaan berkemih


beransur-ansur normal kembali dengan kriteria :

 Klien dapat mengontrok kencingnya

 Klien dapat berkemih dengan normal

Intervensi

1) Pantau kebiasaan klien berkemih

® Untuk membantu dalam penentuan tindakan selanjutnya

2) Latih pengosongan bladdcer pada jam jam tertentu

® Pengosongan kandung kemih dapat menghindari residu urin

3) Buat jadwal berkemih

® Melatih kembali bereaksi yang tepat untuk berkemih

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan drainase urin

® Sebagai drainase pengobatan serta untuk meraih kontinen

c. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakitnya
Tupan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan kecemasan hilang

Tupen :

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama beberapa hari rasa cemas klien
beransur-ansur hilang dengan kriteria :

 Klien tidak takut akan penyakitnya

 Klien mau menerima kondisinya saat ini

Intervensi

1) Pantau rasa cemas klien dan depresi dan penyempitan perhatian

® Membentu untuk memperkirakan kebutuhan intervensi yang tepat

2) Jelaskan kepada klien tentang proses penyakitnya serta cara penganganannya

® Rasa cemas dan ketidaktahuan diperkecil dengan informasi atau


pengetahuan dan dapat meningkatkan penerimaan inkontenensia urin.

3) Motivasi dan berikan kesempatan pada klien untuk mengajukan pertanyaan


dan menyatakan masalah

® Membuat perasaan terbuka dan bekerja sama dan memberikan informasi


yang akan membantu dalam identifikasi atau mengatasi masalah

4) Tunjukan indikator positif pengobatan

® Meningkatkan perasaan berhasil atau maju

d. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan


intake output cairan

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan kekurangan volume cairan tidak terjadi


Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama beberapa hari tanda-tanda


kekurangan cairan tidak ada dengan kriteria :

 Tugor kulit baik

 Intake dan out put cairan seimbang

Intervensi

1) Ukur pemasukan dan haluaran cairan yang akurat

® Membantu unntuk memperkitakan kebutuhan penggunaan cairan

2) Anjurkan klien untuk minum yang banyak

® Mengganti cairan yang keluar terus menerus

3) Perhatikan perubahan kulit seperti kulit kering, tugor kulit

® Tanda kulit kering serta tugor kulit merupakan tanda dari dehidrasi

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan melalui intravena

® Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/


memperbaiki hipovolemia

e. Resiko tinggi kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang kurang adekuat

Tupan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan kekurangan nutrisi tidak terjadi

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanda-tanda kekurangan nutrisi tidak


terjadi dengan kriteria :

 Nafsu makan meningkat

 Porsi makan dihabiskan


 Berat badan dalam batas normal

Intervensi

1) Pantau pemasukan diet

® membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet, kondisi


fisik umum, gejala uremik anoreksia membantu pemasukan nutrisi

2) Berikan mananan sedikit dan sering

® Meminimalkan anoreksia dan mual

3) Timbang berat badan tiap hari

® Pasien yang tidak nafsu makan dapat mengalami penurunan berat badan

4) Berikan pasien atau orang terdekat daftar makanan atau cairan yang diizinkan
dan libat kan pasien dalam pemilihan menu

® Memberikan pasien tindakan kotrol dalam pembatasan diet. Makanan diari


rumah dapat meningkatkan nafsu makan

5) Kolaborasi dengan ahli gizi dan tim pendukung nutrisi

® Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan


mengidentifikasi rute paling efektif

Anda mungkin juga menyukai