Anda di halaman 1dari 16

DISKUSI REPLIKASI KASUS

(DRK)

MANAJEMEN HIPOTERMI BAYI BARU LAHIR


DISKUSI REPLIKASI KASUS
MANAJEMEN HIPOTERMI BAYI BARU LAHIR
PENDAHULUAN
Hipotermi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas pada neonatal.. Saat ini telah dikembangkan tindakan
untuk mencegah hipotermi pada neonatal yaitu dengan menunda
memandikan sampai suhu tubuh stabil. Kehidupan bayi baru lahir
yang paling kritis adalah saat mengalami masa transisi dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Salah satu yang
menjadi masalah yang dialami bayi pada masa transisi ini adalah
hipotermia.
Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis
neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi,
hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007).
WHO memperkirakan hampir 98% dari lima juta kematian
neonatal terjadi di Negara berkembang.Lebih dari dua pertiga
kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian
disebabkan oleh infeksi neonaturum seperti : sepsis, tetanus
neonaturum, meningis, pneumonia, dan diare ( imral chair, 2007).
Bayi yang mengalami hipotermia mempunyai risiko tinggi
terhadap kematian sehingga memerlukan pengawasan oleh
perawatan yang intensif dan ketat dari tenaga kesehatan yang
berpengalaman dan berkualitas tinggi.
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Hipotermi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal
(kurang dari 36,5 C) (sarwono). Hipotermi merupakan salah satu
penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan
berat badan kurang dari 2,5 Kg.
Disampingsebagai suatu gejala ,hipotermi dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian.
•    Hipotermi dibedakan atas :
1.    stres dingin (36 -36,50 C)
2.    hipotermi sedang (32 -360 C)
3.    hipotermi berat (dibawah 320 C)
Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu :
1.    bayi kurang bulan / prematur
2.    bayi berat lahir rendah
3. Bayi sakit

KLASIFIKASI  HIPOTERMI
ANAMNESIS PEMERIKSAAN KLASIFIKASI
         Bayi terpapar          Suhun tubuh 32- Hipotermi
suhu lingkungan 36,5®C sedang
yang rendah          Gangguan napas
         Waktu          Denyut jantung
timbulnya kurang kurang dari 100
dari 2 hari
kali/menit
         Malas makan
         Latargi
         Bayi terpapar          Suhu tubuh < Hipotermi berat
suhu lingkungan 32®C
yang rendah          Tanda tanda
         Waktu hipotermi sedang
timbulnya kurang
         Kulit teraba
dari 2 hari keras
         Napas pelan dan
dalam
         Tidak          Suhu tubuh Suhu tubuh tidak
terpapar berfluktuasi stabil (lihat
dengan dingin antara 36-39®C dugaan sepsis)
atau panas yang meskipun berada
berlebihan disuhu lingkungan
yang stabil
         Fluktuasi
terjadi sesudah
periode suhu
stabil

B.     Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu
disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh
tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa
stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru
lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta
lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun
bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa
mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk
menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas.
1.      Penurunan Produksi Panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin
dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul
proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan
disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.
2.      Peningkatan Panas yang Hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan
tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan
panas dapat terjadi secara :
a.       Konduksi :
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan
suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi
kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih
dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada
pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses
penimbangan. Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau
timbangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas
tubuh melalui konduksi.
b.      Konveksi :
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan
tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa :
bayi yang diletakkan di dekat pintu/jendela terbuka, inkubator
dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi
BBL ke rumah sakit.
c.       Radiasi :
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang
dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat
berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang
dingin. Bayi akan mengalami
kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih
dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
d.      Evaporasi :
Cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Panas
terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus
respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang
basah setelah lahir, karena menguapnya cairan ketuban pada
permukaan tubuh bayi setelah lahir dan bayi tidak cepat
dikeringkan atau terjadi setelah bayi dimandikan
3.      Kegagalan Termoregulasi
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah
kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada
lingkungan di dalam uterus. Kegagalan termoregulasi secara umum
disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya
dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia
intrauterine/saat persalinan/post partum, defek neurologik dan
paparan obat prenatal (analgesik/anastesi) dapat menekan respon
neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi
sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat
menjadi hipotermi atau hipertermi.
Setelah lahir, suhu tubuh bayi dapat turun sangat cepat. Bayi
aterm yang sehat akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya
dalam kisaran normal. Namun, jika bayi bermasalah saat lahir oleh
kondisi di bawah ini, stress tambahan akibat hipotermia dapat
membahayakan :
a.       Asfiksia berat
b.      Resusitasi ekstensif
c.       Pengeringan setelah kelahiran yang terlambat
d.      Gawat napas
e.       Hipoglikemia
f.       Sepsis
g.      Bayi premature atau KMK
C.    Patofisiologi
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan
memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
1.     Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar
secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan
panas.
2.    Non- Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi
sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan
melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan
metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi
panas dari dalam tubuh.
3.      Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis,
kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol
kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan
ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah
dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa
coklat. Pada BBL, NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat)
adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas
yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Paparan dingin yang
berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat
menimbulkan efek samping serta gangguan – gangguan metabolik
yang berat. Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik, suhu
tubuh bayi rata-rata akan turun 0,1oC-0,3oC setiap menitnya,
sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi
akan turun 2oC dalam setengah jam pertama kehidupan.
WHO Consultative Group on Thermal Control menyebutkan bahwa
BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya
akan turun 2oC-4oC dalam 10-20 menit kemudian setelah kelahiran.

D.    Tanda dan Gejala


Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau
minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau
takikardi. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres
respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek
koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis
nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan
kematian.
Saat neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia
menjadi sangat gelisah; kemudian, saat suhu inti tubuhnya
menurun, ia mengadopsi posisi fleksi yang rapat guna mencoba
mempertahankan panas. Bayi yang sakit atau premature akan
cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti katak dengan
semua permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan
kehilangan panas (Robenton, 2001).
Orang dewasa dapat menghilangkan panas dengan
menggigil, sementara neonatus menggunakan cadangan lemak
coklat mereka. Selama metabolisme lemak coklat, oksigen di
konsumsi dan hal ini dapat menyebabkan perubahan pola
pernapasan, biasanya meningkatkan frekuensinya. Selain itu, bayi
mungkin dapat terlihat pucat atau bercak-bercak dan mungkin
tidak mau menyusu. Hipoglikemia merupakan gambaran umum
pada bayi dengan peningkatan penggunaan energi yang
berhubungan dengan termoregulasi dan hal ini dapat menyebabkan
bayi menggerakan ekstremitas dengan tersentak-sentak, meskipun
diam dan sering kali lemas.

a.  Berikut beberapa gejala AWAL bayi terkena hipotermia,yaitu :


o   Suhu tubuh bayi turun dari normalnya.
o   Bayi tidak mau minum atau menetek.
o   Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.
o   Tubub bayi teraba dingin.
o   Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit
tubuh  
o   mengeras(sklerema).
o   Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat.
o   Lebih diam dari biasanya.
o   Hilang kesadaran.
o   Pernapasannya cepat.
o   Denyut nadinya melemah.
o   Gangguan penglihatan.
o   Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi.

b. Tanda-tanda hipotermia sedang :


o   Aktifitas berkurang.
o   Tangisan lemah.
o   Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata).
o   Kemampuan menghisap lemah.
o   Kaki teraba dingin.
o   Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin.

c. Tanda-tanda hipotermia berat :


  Aktifitas berkurang,letargis.
  Bibir dan kuku kebiruan.
  Pernafasan lambat.
  Bunyi jantung lambat.
  Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis
metabolik.
  Risiko untuk kematian bayi.
d. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia :
  Muka,ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
  Bagian tubuh lainnya pucat.
  Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada
punggung,kaki dan tangan(sklerema).
E.     Diagnosis
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu
baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat
bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal
adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan
melalui aksila, rektal atau kulit. Untuk mengukur suhu hipotermia
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer)
yang dapat mengukur sampai 25oC.

G.    Penanganan serta Pencegahan Hipotermia Bayi Baru Lahir


Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai
dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas
dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu
netral (Neutral Thermal Environment/NTE). NTE adalah rentang
suhu eksternal, dimana metabolisme dan konsumsi oksigen berada
pada tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat
mempertahankan suhu tubuh normal.
Namun, pada bayi-bayi yang mengalami hipotermia maka
harus ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan hipotermia
pada bayi, yaitu :
1.      Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali
meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera
menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran
lampu.
2.      Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh
setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu.
Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh
ibu dan bayi harus berada dalam satu pakaian (merupakan
teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kanguru.
Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan.
3.      Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat
yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi
tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi
hangat.
4.      Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga
bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi
tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg
per hari.
5.      Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi
stabil. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga
dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.
a.       Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat >2500
gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi ditunda
selama ± 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memnadikan bayi,
gunakanlah air hangat.
b.      Pada bayi lahir dengan resiko (tidak temasuk kriteria diatas),
keadaan umum bayi  lemah atau bayi dengan berat lahir <2000
gram, sebaiknya bayi jangan dimandikan, ditunda beberapa hari
sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh bayi stabil,
bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.

Sepuluh langkah proteksi termal untuk mencegah terjadinya


hipotermia pada bayi baru lahir :

Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat


Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus
cukup hangat dengan suhu ruangan antara 25oC-28oC serta bebas
dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas
angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk
pertolongan BBL sudah disiapkan.

Langkah ke 2 : Pengeringan segera


Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya,
dan segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat
dan kering. Kemudian diletakkan dipermukaan yang hangat seperti
pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan
pakaian hangat.

Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit


Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif
untuk mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi
aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu merupakan tempat
yang sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan lingkungan suhu
yang tepat.
Langkah ke 4 : Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam
jam-jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam
jumlah yang mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi,
serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada BBL.

Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi


Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian
(paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil.
Tindakan memandikan bayi segera setelah lahir akan menyebabkan
terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Menimbang bayi juga dapat
ditunda beberapa saat kemudian dan dianjurkan pada saat
menimbang, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.

Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi adekuat


Kurang lebih 25% kehilangan panas dapat terjadi melalui
kepala bayi sehingga BBL perlu beberapa lapis pakaian serta
selimut, dan diberi topi untuk mencegah kehilangan panas tersebut.

Langkah ke 7 : Rawat gabung


Bayi-bayi yang dilahirkan dirumah ataupun di rumah sakit,
perlu dijadikan satu dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya,
selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat. Hal ini
akan sangat menunjang pemberian ASI on demand, serta
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi
yang lahir di rumah sakit.
Langkah ke 8 : Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke
bagian lain di lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi
atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi
selama dalam perjalanan.

Langkah ke 9 : Resusitasi hangat


Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh
bayi tetap hangat. Hal ini sangat penting karena bayi-bayi yang
mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan panas yang
cukup efesien sehingga mempunyai resiko tinggi menderita
hipotermia.

Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat


Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta
perawatan bayi (dokter, bidan, perawat, dan lain-lain), perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur
yang benar tentang rantai hangat. Keluarga dan anggota
masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar
bayinya tetap hangat.

Anda mungkin juga menyukai