Anda di halaman 1dari 2

Terkait dengan presentasi minggu kemarin,

*Pertama*, alangkah lebih baiknya selain Isu Strategis yang dibahas dalm sebuah proses ComDev,
ditambahkan juga contoh-contoh tentang Isu2 dalam ComDev yang merupakan bentuk dari
permasalahan sosial di masyarakat.

Baik isu kontemporer maupun yang sudah mengakar lama di tengah2 masyarakat kita.

Dalam artian isu yang disertai dengan penjelasahan tentang permasalahanya karena topik hari ini
memang fokus pada isu-isu dalam ComDev.

Kedua, mungkin lain kali bisa ditambahkan disini untuk file audionya dengan diberi keterangan untuk
slide keberapa.

Ini untuk mengantisipasi teman2 lainya yang kesulitan mencocokkan file audio dengan keterangan
dalam PPT.

Ketiga, referensi sudah dengan baik dicantumkan kedalam slide PPT. Mungkin lebih baiknya
kedepanya slide PPT jangan terlalu banyak tulisan, bisa diringkas dan keteranganya dijelaskan
melalui rekaman audio.

Sebelumnya, mengutip obrolan dengan Gus Nadirsyah Hosen, Indonesia itu sebenernya adalah
gudangnya masalah. Mau cari permasalahan apapun tersedia banyak sekali dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.

Sampai2 kolega beliau para dosen dan peneliti di luar negeri, orang2 bule, sampai terheran2 karena
beliau begitu produktif melakukan penulisan maupun diseminasi penelitianya tentang Indonesia.

Beliau menjawab, gimana mau ga produktif menulis dan meneliti, permasalahan di Indonesia itu
nyumber, banyak sekali sampai kadang bingung mau mulai dari yang mana dulu.

Ini berbeda dengan negara2 maju yang mungkin permasalahan dalam masyarakatnya sedikit atau
terbatas sehingga sulit untuk melakukan penelitian dll.

Ironis memang, tapi saya maklumi jika kelompok ini memang tidak bisa menuliskkan semua
permasalahan/isu2 yang ada dalam ComDev karena memang saking banyaknya.

Tetapi setidaknya harus bisa menjelaskan dan menjabarkan beberapa isu terkait dengan ComDev ini.

Hak dari desa adalah menentukan dna menyalurkan bantuan tsb langsung ke warga masyarakat, tapi
ini menimbulkan beberapa kelemahan dan potensi penyelewengan Dana Desa karena ketidak
transparansi PEMDES dalam mengatur dana tsb.
Mengenai dana desa selama masa pandemi, itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 40/PMK.07/2020 tentang Perubahan Atas PMK No. 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan
Dana Desa, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 6
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendes PDTT No. 11 Tahun 2019 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Dengan ketentuan BLT sebanyak 600.000 untuk 4 bulan pertama, dan 300.000 untuk 3 bulan
setelahnya (nanti coba dicek lagi)

Bukanya saya membela pemerintahan yang sekarang ya,

Tapi memang saat awal2 adanya pandemi, BLT itu datang darimana2 dari sumber yang berbeda,
antara lain ada dari Kemensos, Presiden, Dana Desa, DPR, dan Kementeran2 yang lainya.

Sedangkan data yang dipakai juga berbeda sehingga penyaluranya berbeda waktu dengan jumlah
yang mungkin juga berbeda.

Karena kondisi yang urgent dan emergency, penyaluran jadi terkesan grusa grusu dengan ditambah
pendataan yang tidak singkron antara Pemdes, Pemda, Pemprov, dan Pusat sehingga mengakibatkan
adanya potensi penyelewengan dana bantuan tsb.

Termasuk kelakuan oknum2 yg minta pungli dg alasan administrasi, ini pengawasan dan MONEV nya
sangat lemah sekali. Permasalahan yang mungkin timbul antara lain:

*Pertama*, data tidak diperbarui dan tidak tervalidasi antara pusat, daerah, dan desa. Ini dapat
dilihat pada beberapa kasus gejolak sosial akibat di satu sisi ada warga yang tidak mendapatkan
bantuan sosial, sedangkan di sisi lain ada pejabat desa dan kecamatan yang masuk daftar penerima
bantuan. Selain itu, ada warga yang sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar sebagai penerima
bantuan. Data yang tidak dimutakhirkan berpotensi membuka ruang penyimpangan.

*Kedua*, besaran bantuan tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Sesuai
PMK No. 40/PMK.07/2020, warga mendapatkan bantuan langsung tunai sebesar 600 ribu per bulan
selama tiga bulan. Besaran yang diperoleh setiap kepala keluarga yang berhak sangat mungkin tak
sesuai di lapangan, apalagi jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat.

*Ketiga*, pungutan liar dilakukan oknum yang membagikan bantuan. Alasan yang sering digunakan
adalah biaya administrasi. Posisi penerima bantuan acapkali dilematis, jika mempersoalkan ‘biaya
administrasi, ia khawatir tidak akan mendapatkan bantuan lagi.

Anda mungkin juga menyukai