Anda di halaman 1dari 6

Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


(Dialihkan dari Ragunan)

Belum Diperiksa
Ragunan
Kelurahan
Negara  Indonesia
Provinsi Jakarta
Kota Jakarta Selatan
Kecamatan Pasar Minggu
Kodepos 12550

Kelurahan Ragunan, Pasar Minggu memiliki kode pos 12550

Kelurahan ini terletak di kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di kelurahan ini terletak
Kebun Binatang Ragunan.

Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar ... jiwa dan luas ... km2.

Kelurahan ini berbatasan dengan ... di sebelah utara, Kelurahan Cilandak Timur; Kecamatan
Cilandak di sebelah barat, Kelurahan Jatipadang ... di sebelah timur dan Kelurahan Jagakarsa;
Kecamatan Jagakarsa di sebelah selatan.

Sejarah
Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yang disandang tuan tanah
pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar
Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.

Menarik untuk disimak, bagaimana seorang Belanda kelahiran Steenwijk, dianugerahi gelar
begitu tinggi oleh Sultan Banten, musuh Belanda. Sekilas, rangkaian peristiwanya mungkin
dapat digambarkan sebagai berikut.

Pada tahun 1675 dari Banten terbetik berita, bahwa sebagian dari Keraton Surasowan, tempat
bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar Dua bulan setelah kebakaran itu datanglah Hendrik
Lucaasz. Cardeel, seorang juru bangunan, mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin
memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta, ulam
pun tiba, Sultan sedang membutuhkan ahli bangunan yang berpengalaman, tanpa dicari datang
sendiri. Kemudian Cardeel ditugaskan oleh Sultan untuk memimpin pembangunan istana, dan
kemudian bangunan – bangunan lainnya, termasuk bendungan dan istana peristirahatan di
sebelah hulu CiBanten, yang kemudian dikenal dengan sebutan bendungan dan istana Tirtayasa.
Seluruh perhatian sultan Tirtayasa seolah – olah tersita kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan oleh Cardeel. Rupanya tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya untuk
melakukan suatu gerakan militer ke Batavia, ketika sebagian besar kekuatan Kompeni sedang
dikerahkan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka “membantu” Mataram menghadapi
Pangeran Trunojoyo, dari tahun 1677 sampai akhir tahun 1681.

Dalam pada itu Sultan Haji, terus–menerus mendesak agar dia segera dinobatkan menjadi Sultan.
Akhirnya terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak,
Sultan Haji mengirim utusan ke Batavia , untuk meminta bantuan Kompeni. Dengan bantuan
Kompeni akhirnya Sultan Haji berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, sudah barang tentu
dengan keharusan memenuhi segala tuntutan penolongnya, Belanda.

Adapun yang diutus ke Batavia, untuk meminta bantuan itu, tidak lain tidak bukan, adalah Kiai
Aria Wiraguna, alias Cardeel. Atas jasanya itu, Cardeel ditingkatkan gelarannya, menjadi
Pangeran Wiraguna.

Beberapa tahun kemudian oleh Pangeran Wiraguna Kesultanan Banten terasa sempit, karena
semakin banyak yang tidak menyukainya. Pada tahun 1689 Cardeel pamit kepada Sultan, dengan
dalih akan pulang dahulu kenegerinya. Tetapi ternyata dia terus menetap di Batavia, kembali
memeluk agama Kristen dan menjadi tuan tanah yang kaya raya. Tanahnya yang terluas adalah
dikawasan yang namanya sampai dewasa ini mengingatkan kita pada seseorang Belanda zaman
VOC yang sangat beruntung, Hendrik Lucaasz Cardeel bergelar Pangeran Wiraguna.[1] Letak
makamnya sekarang sudah tidak terlacak namun namanya tetap terabadikan

Taman Mini Indonesia Indah


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Logo Taman Mini Indonesia Indah

Danau yang menggambarkan kepulauan Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah


Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan taman wisata bertema budaya
Indonesia di Jakarta Timur. Area seluas kurang lebih 150 hektare[1] atau 1,5 kilometer persegi ini

terletak pada koordinat 6°18′6.8″LS,106°53′47.2″BT. Taman ini merupakan rangkuman


kebudayaan bangsa Indonesia, yang mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat
26 provinsi Indonesia (pada tahun 1975) yang ditampilkan dalam anjungan daerah berarsitektur
tradisional, serta menampilkan aneka busana, tarian, dan tradisi daerah. Di samping itu, di
tengah-tengah TMII terdapat sebuah danau yang menggambarkan miniatur kepulauan Indonesia
di tengahnya, kereta gantung, berbagai museum, dan Teater IMAX Keong Mas dan Teater Tanah
Airku), berbagai sarana rekreasi ini menjadikan TMIII sebagai salah satu kawasan wisata
terkemuka di ibu kota.[2]

Sejarah
Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya
ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien
Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu pertemuan di Jalan Cendana no. 8 Jakarta pada tanggal
13 Maret 1970. Melalui miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta
tanah air pada seluruh bangsa Indonesia.[2] Maka dimulailah suatu proyek yang disebut Proyek
Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita.

TMII mulai dibangun tahun 1972 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975. Berbagai aspek
kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern diperagakan di
areal seluas 150 hektare. Aslinya topografi TMII agak berbukit, tetapi ini sesuai dengan
keinginan perancangnya. Tim perancang memanfaatkan ketinggian tanah yang tidak rata ini
untuk menciptakan bentang alam dan lansekap yang kaya, menggambarkan berbagai jenis
lingkungan hidup di Indonesia.

Museum Nasional Indonesia


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa
Museum Nasional Republik Indonesia
Museum Nasional Republik Indonesia
Informasi Umum
Didirikan pada 24 April 1778[1]
Jl. Medan Merdeka Barat 12, Jakarta Pusat, DKI Jaya,
Lokasi
Indonesia
Jumlah koleksi 141,899
Situs http://www.museumnasional.or.id/

Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah, adalah sebuah museum yang
terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12[2]. Museum ini merupakan
museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Sejarah Museum Nasional


Museum Royal Batavian Society of Arts and Sciences Batavia (sekarang Museum Nasional)
pada tahun 1900-an

Cikal bakal museum ini lahir tahun 1778, tepatnya tanggal 24 April, pada saat pembentukan
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. J.C.M. Radermacher, ketua
perkumpulan, menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan
koleksi buku dan benda-benda budaya yang nanti menjadi dasar untuk pendirian museum.

Di masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan
direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan
pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No. 3. Gedung ini digunakan
sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de
Harmonie".) Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks Sekretariat Negara.

Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia-
Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung museum ini dibuka
untuk umum pada tahun 1868.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelola menyerahkan
museum tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 September
1962. Sejak itu pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, di bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di
bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sehubungan dengan dipindahnya
Direktorat Jenderal Kebudayaan ke lingkungan kementerian tersebut.

Museum Nasional juga dikenal sebagai Museum Gajah karena dihadiahkannya patung gajah
berbahan perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada tahun 1871 yang kemudian
dipasang di halaman depan museum. Meskipun demikian, sejak 28 Mei 1979, nama resmi
lembaga ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.

Bangunan Museum Nasional


Dengan gaya Klasisisme, gedung Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud
pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18.
Gedung ini dibangun pada tahun 1862 oleh pemerintah sebagai tanggapan atas perhimpunan
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset
ilmiah di Hindia Belanda.

Museum Gajah banyak mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang
termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno lainnya dan barang-barang
kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah,
keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga.

Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
koleksi telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal
sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksi museum sudah melebihi
140.000 buah, meskipun hanya sepertiganya yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.

Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba No. 27, Jakarta Pusat
didirikan, koleksi Museum Gajah juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno. Naskah-naskah
tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini disimpan di Perpustakaan
Nasional.

Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia
Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup
lengkap.

Koleksi yang menarik adalah patung Bhairawa. Patung yang tertinggi di Museum Nasional ini
(414 cm) merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan
perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di Bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri di atas
mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir terbuat dari tengkorak di tangan kiri dan
keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya. Diperkirakan, patung yang ditemukan di
Padang Roco, Sumatera Barat ini berasal dari abad ke 13 - 14.
Koleksi arca Buddha tertua di museum ini berupa arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari
perunggu disimpan dalam Ruang Perunggu dalam kotak kaca tersendiri. Sementara itu, arca
Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu Cibuaya (sekitar abad ke-4 M) terletak di Ruang Arca
Batu. Koleksi ini dipajang tanpa teks label dan terhalang oleh arca Ganesha dari Candi Banon.

Museum Gajah banyak mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang
termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno lainnya dan barang-barang
kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah,
keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga.

Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
koleksi telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal
sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksi museum sudah melebihi
140.000 buah, meskipun hanya sepertiganya yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.

Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba No. 27, Jakarta Pusat
didirikan, koleksi Museum Gajah juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno. Naskah-naskah
tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini disimpan di Perpustakaan
Nasional.

Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia
Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup
lengkap.

Koleksi yang menarik adalah patung Bhairawa. Patung yang tertinggi di Museum Nasional ini
(414 cm) merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan
perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di Bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri di atas
mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir terbuat dari tengkorak di tangan kiri dan
keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya. Diperkirakan, patung yang ditemukan di
Padang Roco, Sumatera Barat ini berasal dari abad ke 13 - 14.

Koleksi arca Buddha tertua di museum ini berupa arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari
perunggu disimpan dalam Ruang Perunggu dalam kotak kaca tersendiri. Sementara itu, arca
Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu Cibuaya (sekitar abad ke-4 M) terletak di Ruang Arca
Batu. Koleksi ini dipajang tanpa teks label dan terhalang oleh arca Ganesha dari Candi Banon.

Anda mungkin juga menyukai