1. Impoverished, pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan
tugas tertentu dalam hal ini dianggap cukup mempertahankan organisasi. 2. Country Club, Kepemimpinan yang mendasarkan kepada hubungan informal antara individu, keramahtamahan dan kegembiraan. Tekanan terletak pada hubungan kemanusiaan. 3. Task, Pemimpin memiliki pandangan bahwa efesiensi kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan organisasi. 4. Middle Road, adanya keseimbangan yang maksimal antara tugas dan hubungan antar individu. 5. Team, keberhasilan suatu organisasi bergantung kepada kelompok-kelompok dalam organisasi (kepemimpinan kelompok). 1. Kepemimpinan Situasional Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard. Teori kepemimpinan situasional merupakan perkembangan yang mutakhir dari teori kepemimpinan dan merupakan hasil baru dari model kefektifan pemimpin tiga dimensi. Model ini didasarkan pada hubungan garis lengkung atau “ curva linier ” diantara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin dengan beberapa pengertian mengenai hubungan di antara gaya kepemimpinan yang efetif dan taraf kematangan pengikutnya. Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada taraf kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas ataupun hubungan antar manusia. Makin matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi tingkat struktur tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat seseorang atau kelompok/pengikut bergerak dan mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini berlangsung sampai pengikut mencapai kematangan penuh, dimana mereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya ataupun kematangan psikologinya. Jadi teori situasional ini menekankan pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan pengikut. 2. Kepemimpinan yang memiliki Visi (Visionary Leadership) Visionary Leadership) yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan ( agent of change ) yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan. Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepimimpinan di era otonomi, dimana organisasi harus menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas pendidikan yang diharapkan. Visionary Leadership muncul sebagai respon dari statement “ the only thing of p e r m a n e n t is c h a n g e ” yang menuntut pemimpin memiliki kemampuan dalam menentukan arah masa depan melalui visi. Visi merupakan idealisasi pemikiran pemimpin tentang masa depan organisasi yang shared dengan stakeholders dan merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global. 3. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemimpinan ( leadership ) dan transformasional ( transformational ). Kepemimpinan sebagaimana telah dijelaskan di awal merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengkoordinasikan, mengarahkan dan mempengaruhi orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Istilah transformasi berasal dari kata t o t r a n s f o r m , yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda, misalnya mentransformasikan visi menjadi realita, atau mengubah sesuatu yang potensial menjadi aktual. Yukl (1994) menyimpulkan esensi kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, Dengan demikian kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. 4. Kepemimpinan Transaksional 5. Gaya kepemimpinan pembimbing 6. Gaya kepemimpinan afiliatif 7. Gaya kepemimpinan demokratis 8. Gaya kepemimpinan penentu kecepatan 9. Gaya kepemimpinan otoriter 10. gaya kepemimpinan a Influence (Pengarugh) Power (Kekuasaan atau Kewibawaan) Authority (Kewenangan atau otoritas) Pengaruh adalah perilaku yang mencoba untuk mengubah seseorang Pengaruh (lnfluencel Merupakan efek dari suatu tindakan yang dilakukan seseorang secara sepihak terhadap orang lain Menurut Stephen P. Robbins ('1976:85-97): Kekuasaan atau kewibawaan (Power) adalah suatu kapasitas/kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang. Laswell dan Kaplan memberi batasan kekuasaan atau kewibawaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain, sehingga sesuai dengan keinginan dari pemegang kekuasaan. Otoritas merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seperti dikatakan oleh Dale Henning (1963:130) bahwa : ". ..authoity is the institutionalized ight to limit choice. ln other words, it is the institutionalized right to employ attificial structuing of powef'. Oleh Russel (1988), kekuasaan didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan. Berbeda dengan otoritas (authority) yaitu bentuk khusus dari kekuasaan yang langsung melekat pada jabatan yang diduduki oleh seorang pemimpin. Otoritas merupakan suatu kekuasaan yang dilegalisasikan (disahkan) oleh aturan yang formal yang ada dalam sebuah organisasi. Kekuasaan dapat disebut juga dengan kekuatan, otoritas, pengaruh untuk mengatur dan mengarahkan pengikutnya. Kekuasaan yang diperolehnya dapat berasal dari diri sendiri maupun diperoleh secara formal. Dengan demikian seorang manajer suatu perusahaan misalnya, berhak memerintah anak buahnya untuk mengerjakan sesuai dengan yang diinginkannya