Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Nikah

Nikah menurut etimologi adalah ‫الضى ّواتلداخن‬


ّ ّ
(berkumpul dan bergabung).
Menurut Imam Nawawi, kata nikah kadang digunaan untuk menyebut akad nikah
(‫ )اهعقد‬dan kadang untuk menyebut hubungan seksual (‫)الْطء‬
ّ)3ّ‫(اهنساء‬...ّ‫فاٍلدْاّياّطابّهلىّيٌّاهنساء‬
)230ّ‫فإنّطوقّاّفالّحتنّهلّيٌّةعدّخىتّحَمحّزوجاّغريهّ(ابلقرة‬
Nikah menurut terminologi syariat adalah akad yang dilakukan antara laki-laki dan
perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual

Anjuran Nikah
 Pernikahan merupakan salah satu sunnah para nabi dan rasul
 Pernikahan adalah karunia dari Allah Ta’ala
 Pernikahan merupakan salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta‘ala
 Istri yang shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia
 Pernikahan dapat mencegah dari terjerumus dalam fitnah
Ibnu Mas’ud: “andai ajalku hanya tinggal 10 hari dan aku tahu aku akan mati pada
batas akhirnya, sementara itu aku masih memiliki kesempatan untuk menikah,
tentu aku akan menikah karena kahwatir terjerumus dalam fitnah”
Hukum Nikah

A. Hukum Asal Menikah


1. Wajib, karena pada dasarnya perintah itu menunjukkan kewajiban dan dalam
pernikahan terdapat maslahat yang agung
ّ)38ّ‫وهقدّأرسوَاّرسالّيٌّقتوكّوجعوَاّهّىّأزواجاّوذريثّ(الرعد‬
ّ‫ياّيعرشّالشتابّيٌّاسخطاعّيَلىّابلاءةّفويزتوجّفإٍُّأغضّلوترصّوأخصٌّلوفرج‬
ّ)‫ويٌّلىّيسخطعّفعويُّةالصْمّفإٍُّهلّوجاءّ(ابلخاريّومسوى‬
Juga karena tidak menikah itu bentuk penyerupaan terhadap para rahib nashara,
karena menyerupai mereka haram maka menikah hukumnya wajib
2. Sunnah, karena adanya pilihan antara yang wajib dan tidak wajib akan
menghilangkan hakikat wajib itu sendiri

)3ّ‫فإنّخفخىّأالّحعدلْاّفْاخدةّأوّياّمومجّأيًاٍلىّ(اهنساء‬
B. Hukum Menikah Menurut Kondisi Pelakunya
1. Wajib, bagi orang yang mampu, memiliki keinginan untuk melakukannya dan
kahwatir terjerumus dalam perzinaan
2. Sunnah, bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah dan mampu
melakukannya, namun dia tidak kahwatir terjerumus dalam perzinaan
3. Haram, bagi yang merasa dirinya tidak bertanggungjawab, tidak mampu untuk
memberikan nafkah lahir dan batin sehingga akan menelantarkan istri dan anak
padahal nafsunya tidak mendesak, atau bertujuan untuk menyengsarakan istri
4. Makruh, bagi yang tidak punya harta, tidak mampu memberi nafkah dan tidak
ada keinginan untuk menikah (lemah syahwat)
5. Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan yang mewajibkan menikah
atau mengharamkannya
Hikmah Nikah

1. Menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya


2. Mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan
manusia
3. Memperbanyak keturunan dan menjaga keberlangsungan hidup dengan menjaga
sisi nasab yang sangat diperhatikan Islam, juga akan terwujud kebanggaan Nabi
dengan banyaknya umat beliau pada hari kiamat
4. Tercapainya kebutuhan masing-masing pasangan untuk menjaga kemaluan dan
menyalurkan syahwat
5. Mewujudkan budaya tolong menolong antara suami istri dalam mendidik
keturunan dan menjaga kehidupan mereka
6. Menata hubungan antara suami dan istri dalam suasana saling kasih dan sayang,
saling menghormati, dan saling menghargai agar terwujud keluarga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah
7. Sebagai sarana mendapatkan kecukupan dan keluar dari kemiskinan
Hukum Nikah Wanita Muslimah Dengan Laki-laki Non Muslim

Para ulama sepakat bahwa Islam melarang pernikahan wanita muslimah dengan
laki-laki non muslim (baik itu pemeluk agama yang memiliki kitab suci (Yahudi &
Nasrani), yang mempunyai kitab serupa kitab suci (Budha & Hindu), atau pemeluk
agama dan kepercayaan yang tidak memiliki kitab suci atau mirip kitab suci),
berdasarkan beberpa dalil diantaranya:
1. Al-Quran (al-Baqarah:221 ) dan (al-Mumtahanah: 10)
َ ‫َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ُ َى‬ ْ ُّ ّ ْ َ ْ ُّ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ‫َ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ى‬
ّ‫ك‬
ّ ِ ‫ل ّىّّۗأولئ‬ َ ‫رشكّّول ّّْأعجت‬ ِ ‫ريّيٌِّي‬ ّ ‫ىتّيؤ َيَِْاّّْۚوهعت ْدّّيؤيٌِّّخ‬ ّ ‫ِيّخ‬ ّ ‫رشك‬ِ ً‫ِدْاّال‬
َ ‫الّحَم‬
ّ‫و‬
َ ْ ْ َ َ
ّ‫اسّه َعو ُّ ّْى‬
ّ ِ َ‫ِو‬ ُّ ِ ّ َ‫اْل ََثِّّ َوال ًَغفِ َرّة ِّبِإِذٍ ِ ُِّّّۖ َو ُيب‬
َ ‫يّآيَاح ِ ُِّّل‬ َ ّ‫ل‬ّ ِ ‫اّللّيَ ْد ُعّْإ‬
ُّ ‫ارِّّۖ َو‬
ّ َ‫لّانل‬ ّ ‫يَ ْد ُع‬
ّ ِ ‫ْنّإ‬
َ َُ َََ
ّ)221ّ‫ونّ(ابلقرة‬ ّ ‫يخذلر‬
ّ
“Allah mengharamkan wanita-wanita mukminah untuk dinikahkan dengan laki-laki
musyrik mana saja (ahli kitab atau bukan). (Ibnu Jarir ath-Thabari)
“Jangan kalian nikahkan wanita muslimah dengan laki-laki musyrik. Umat telah
sepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukminah karena hal
itu merendahkan Islam” (al-Qurthubi)
“Tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik merupakan
ijma’” (al-Baghawi)
َ َ ُ َ ْ َ ُ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ُ ُ َ ْ ُ ْ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُّ َ َ
ٌّّۖۚ
ّ َ ِّ ِ ٍ‫اّللَّأعو ّىّبِإ ِ ُّيًا‬ّ ٌّّۖ َّ َِْ‫د‬ِ ‫جراتّ َّفايخ‬ ِ ‫ات َّمّْا‬ّ َِ‫ِيٌّآيَْاّإِذاّجاء َك ّىّالًؤي‬ ّ ‫ياّأيّاّاَّل‬
َ َ ُ َ ْ ُ ُ َ ُ ُ ُ َْ َ َ ‫ٌّ ُم ْؤي‬ ُ ُُْ َ ْ َ
َّ ُّ ‫ْنّل‬
ٌّّۖۚ ّ ‫الِّ ّْىَّيِ َو‬ ّ ‫خنّّلّ ّى ُّو‬ِ ّ ّ
ٌَ ِ ّّ
‫ال‬ ّ ۖ
ّ ِ ّ
‫ار‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫اه‬ ّّ
‫ل‬ ِ ‫إ‬ ّّ
ٌَ
َ ِْ ‫ع‬ ‫ج‬ ِ ‫ر‬ ‫ح‬ ّ ّ
‫ال‬ ‫ف‬ ّ ‫ات‬
ّ َِ َ َّ ِْ َ ً‫نّعوًِخ‬ّ ِ ‫فإ‬
َ َ ُ َ ُ َ ُ ُ َُْ َ َ ُ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ
ّ‫ال‬ّ ‫ٌّّو‬ ّ ِ‫ٌّأجْر‬ ّ ًِْ‫ٌّإِذا َّآحيخ‬ ّ ِْ ُ َ ‫ل ّىّأنّحَ ْمِد‬ َ ‫احّ َ ُعوي‬
ّ َ‫الّج‬ ّ ‫وآحِْىّياّأٍفقْاّ ّْو‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ ‫ى‬ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ُْ
ِّّۖۚ‫اّلل‬
ّ ّ‫سمْاّةِعِص ِّىّاهمْاف ِِّرّواسألْاّياّأٍفقخ ّىّوهيسألْاّياّأٍفقْاّّذه ِل ّىّخل ّى‬ ِ ً‫ت‬
َ َ ُ َ َ ْ ُ ََْ ُ ُ َْ
)10ّ‫اّللّعوِيىّّخمِيىّّ(اهًًخدَث‬ ّ ‫َيل ّىّةيَل ّىّّو‬
“Ayat inilah yang mengharamkan pernikahan perempuan muslimah dengan
lelaki musyrik (non Muslim). (Ibnu Katsir)
“Dalam firman Allah ini terdapat dalil bahwa wanita mukminah tidak halal
(dinikahi) orang kafir” (asy-Syaukani)

ْ َ َ َ ُ ََََ
2. Hadits
َ َ َ ْ ُ ََََ ََ َ
ّ‫نّن ِساءٍا‬
ّ ْ‫الّيزتوج‬ ّ ‫ابّو‬
ِّ ‫نّالمِخ‬
ِّ ِ‫اءّأ‬
ّ ‫جّن ِس‬
ّ ‫نزتو‬
ّ

Ibnu Jarir dalam tafsirnya berkata: “sanad hadits ini sekalipun ada pembicaraan
namun kebenaran isinya merupakan ijma’ umat”. Perkataan Ibnu Jarir ini dinukil
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
3. Ijma
Selama berabad-abad tidak ada satu ulama pun yang membolehkan menikah beda
agama. Sebagaimana sudah dinukilkan sebagian ijma dari ahli tafsir, ada beberapa
nukilan ijma’ lainnya:
1. Ibnul Jazzi: “Laki-laki non muslim haram menikahi wanita muslimah secara
mutlaq. Ketentuan ini disepakati seluruh ahli hukum Islam” (Qawanin al-
Ahkam)
2. Ibnu al-Mundzir: “Seluruh ahli hukum Islam sepakat tentang haramnya
pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki Yahudi atau Nashrani atau
lainnya” (al-Mughni)
3. Ibnu Abdil Barr: “Ulama telah ijma’ bahwa muslimah tidak halal menjadi
istri orang kafir” (al-Ijma’)

ُ ْ َ
4. Kaidah Fiqh
ُّ‫دريْ ّى‬ْ ‫اتل‬
َ ّ‫اع‬ َ ْ
ِ ِّ ‫فّاألةض‬
ّ ِ ّ‫ن‬
ّ ‫األص‬
ّ

Karena itu, apabila dalam masalah kemaluan terdapat dua hukum (perbedaan
pendapat), maka yang dimenangkan adalah hukum yang mengharamkan (Asybah
wa an-Nadzhair)
Hukum Nikah Laki-laki Muslim Dengan Wanita Selain Ahli Kitab

Hukum menikahi wanita musyrikah selain ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah
haram berdasarkan firman Allah Ta’ala:
َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ُّ ّ ْ َ َ ْ ُّ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ ُْ ُ َ ََ
ّ‫ال‬
ّ ‫رشكثّ َّول َ ّْ ّأعجتخل ُ ّىّۗ ّو‬ ِ ‫ري ّيٌِ ّي‬ ّ ‫ٌِّۚ ّوأليثّ ّيؤيَِثّ ّخ‬ ّ ‫ىت ّيؤي‬ ‫ى‬
ّ ‫ت ّخ‬ ِّ ‫رشَك‬
ِ ً‫ال ّحَمِد ْْا ّال‬ ّ‫و‬
َ ‫َ ْ ْ َ َ ُ ْ َى‬ ْ ُّ ّ ْ َ َ
ْ ُّ ْ َ َ ُ ْ ُ ‫ُ ْ َ َ َ ى‬ ُ ُ
ّ‫ك‬ّ ِ ‫رشكّ ّول ّْ ّأعجتل ّىّۗ ّأول َئ‬ ِ ‫ري ّيٌِ ّي‬ ّ ‫ىت ّيؤيَِْاّ ّ َوهعت ْدّ ّيؤي ٌِّْ ّخ‬ ّ ‫ِي ّخ‬ ّ ‫رشك‬ِ ًَ ‫حَمِدْا ّال‬
َ ْ ْ َ َ
ّ‫اس ّه َعو ُّ ّْى‬
ّ ِ َ‫ِو‬ ُّ ِ ّ َ‫اْل ََثِّ ّ َوال ًَغ ِف َرّة ِ ّبِإِذٍ ِ ُِّّۚۖ ّ َو ُيب‬
َ ‫ي ّآيَاح ِ ُِّ ّل‬ َ ّ‫ل‬ ّ ِ ‫اّلل ّيَ ْد ُعْ ّإ‬
ُّ ‫ارِّۖ ّ َو‬
ّ َ‫ل ّانل‬ ّ ‫يَ ْد ُع‬
ّ ِ ‫ْن ّإ‬
َ َُ َََ
)221ّ‫ونّ(ابلقرة‬ ّ ‫يخذلر‬
Ayat diatas secara jelas menunjukkan tentang larangan bagi laki-laki mukmin
menikahi wanita musyrikah. Larangan tersebut karena adanya perbedaan visi hidup
keduanya dimana orang beriman mengajak ke surga sedangkan orang musyrik
mengajak ke neraka, orang yang beriman percaya pada Allah, para nabi dan hari
akhir, sedangkan orang musyrik itu menyekutukan Allah, mengingkari para nabi dan
mengingkari hari akhir sehingga mustahil untuk mempertemukan antara keduanya
Hukum Nikah Laki-laki Muslim Dengan Wanita Ahli Kitab

1. Laki-laki muslim tidak diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab, dan pendapat
ini juga dipilih Majelis Tarjih Muhammadiyah dengan alasan:
A. Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama dengan Ahlul Kitab yang ada pada
waktu zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua Ahlul Kitab zaman
sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau menyekutukan Allah dengan
mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut Yahudi) dan Isa itu anak
Allah (menurut Nasrani)
B. Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga
sakinah sebagai tujuan utama dilaksanakannya pernikahan
C. Umat Islam tidak kekurangan wanita Muslimah, bahkan realitasnya jumlah
kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya
D. Sebagai upaya syadz adz-dzari’ah (mencegah kerusakan), untuk menjaga
keimanan calon suami/isteri dan anak-anak yang akan dilahirkan
E. Negara tidak mengakui perkawinan beda agama, karena menurut Undang-
undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 dinyatakan:
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu" Ini artinya negara tidak mewadahi dan
tidak mengakui perkawinan beda agama meskipun pengantin laki-laki
beragama Islam
2. Menurut Jumhur ulama Diperbolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani) berdasarkan firman Allah Ta’ala:
ّّْۖ‫خنّّل َ ُّ ّى‬ ْ ُ ُ َ ََ ْ ُ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ َّ َ ُ ُ َ َ ُ َ ْ َْ
ِ ّ‫خنّّهل ّىّوطعايل ّى‬ ِ ّ‫اب‬
ّ ‫ِيٌّأوحْاّاهمِخ‬ ّ ‫امّاَّل‬
ّ ‫اتّّۖوطع‬ ّ ‫نّهل ّىّاهطيِت‬ ّ‫خ‬ ِ ‫اْلْ ّمّأ‬
َ ْ ُ َْ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ ْ ُْ َ َ ْ ُْ َ ُ َ َ ْ ُْ َ
ّ‫ابّيٌِّقتوِل ّىّإِذا‬
ّ ‫ِيٌّأوحْاّاهمِخ‬ ّ ‫ٌِّاَّل‬ّ ‫اتّي‬
ّ َ‫اتّوالًدص‬ ِّ َِ‫ٌِّالًؤي‬ّ ‫اتّي‬
ّ َ‫والًدص‬
َ ْ َ َ ُ ََ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ َ ُ َ ُ ُ َ ُ ُ َُْ
)5ّ‫خ ِذيّأخدانّّ(اهًائدة‬ ِ ‫الّيخ‬ ّ ‫يّو‬
ّ ‫د‬ِ ِ ‫ريّمساف‬ّ ‫ي ّغ‬ّ ِ َ‫ٌُّم ِص‬ ّ ِ‫ٌّأجْر‬ّ ًِْ‫آحيخ‬
Kebolehan tersebut karena ahli kitab diistimewakan dalam muamalah dan
termasuk dalam agama samawi meskipun kenyataannya ahli kitab pada zaman
Nabi sudah mengalami perubahan dan penggantian.

Dan jika dihubungkan dengan QS al-Baqarah: 221, maka kebolehan menikahi ahli
kitab adalah pengecualian. Dan jika dilihat dari turunnya, QS al-Baqarah: 221
turun lebih dulu dibandingkan dengan QS al-Maidah: 5 yang mengisyaratkan
bolehnya menikahi wanita ahli kitab. Dengan demikian hukumnya tetap berlaku
yaitu bolehnya menikahi wanita ahli kitab
Menurut Sayyid Sabiq, meskipun pada dasarnya tidak ada halangan bagi laki-laki
muslim untuk menikahi wanita ahlul kitab, namun tetap menjadi sesuatu yang
makruh sehingga lebih baik dan dianjurkan untuk ditinggalkan bila tidak ada
konsideran dan alasan syar’i yang menjadi rukhshah (dispensasi) untuk
melakukannya
Larangan Perkawainan Beda Agama Dalam KHI Pasal 40 C / Pasal 44

1. Dari segi hukum positif bisa dikemukakan dasar hukumnya antara lain pasal 2
ayat (1) UU No. 1 1974 tentang perkawinan
2. Dari segi hukum Islam dapat disebutkan beberapa dalil-dalil sebagai berikut:
A. Sadd adz-Dzari’ah, artinya sebagai tindakan preventif untuk mencegah
terjadinya kemurtadan dan kehancuran rumah tangga
B. Kaidah Fiqh:
َ َ ْ َ ََ َ َُ ََ َُْ
ِّّ‫بّالًصاه ِح‬
ِّ ‫َعّجو‬
ّ ّّ‫الًفا ِس ِّدّيقدم‬ ّ‫در ّء‬
ّ

Artinya mencegah atau menghindari mafsadah atau resiko berupa


kemurtadan dan broken home itu harus didahulukan dan diutamakan
daripada upaya menariknya kepada Islam
C. Pada prinsipnya Islam melarang perkawinan ini karena mengandung resiko
yang tinggi (Masail Fiqhiyyah)

Fatwa MUI

MUI dalam Musyawarah Nasional VII pada 26-29 Juli 2005, setelah menimbang dan
memperhatikan, memutuskan dan menetapkan bahwa perkawinan beda agama
adalah haram dan tidak sah (Himpunan Fatwa MUI)

Anda mungkin juga menyukai