Secara sederhana, ‘literasi’ dapat bermakna sebagai kemampuan manusia dalam membaca dan menulis.
Namun ternyata, pengertian literasi tidak hanya sebatas pada kemampuan membaca dan menulis saja,
lho.
Menurut Paul Gilster (2007, dalam Harjono) mengatakan bahwa literasi digital merupakan kemampuan
untuk memahami dan menggunakan informasi yang didapatkan dari berbagai sumber.
Sementara itu, menurut Deakin University’s Graduate Learning Outcome 3, mengungkapkan bahwa
literasi digital adalah upaya memanfaatkan teknologi dalam menemukan, menggunakan, dan
menyebarluaskan informasi dalam dunia digital seperti saat ini.
Sedangkan menurut Common Sense Media (2009, dalam Harjono) berpendapat bahwa literasi digital itu
mencakup adanya tiga kemampuan yang berupa kompetensi pemanfaatan teknologi, memaknai dan
memahami konten digital serta menilai kredibilitasnya, meneliti dan mengkomunikasikan dengan alat
yang tepat.
Jadi,Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat
komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan
memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina
komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
Sembilan komponen tersebut yakni social networking, transliteracy, maintaining privacy, managing
identify, creating content, organising and sharing content, reusing/repurposing content, filtering and
selecting content, serta self broadcasting.
1. Social Networking
Pada zaman sekarang, setiap individu pasti memiliki akun sosial media lebih dari satu, mulai dari Meta
(Facebook), Twitter, LinkedIn, Instagram, TikTok, maupun WhatsApp.
2. Transliteracy
Komponen transliteracy ini didefinisikan sebagai upaya memanfaatkan berbagai platform untuk
membuat konten, membagikan hingga mengkomunikasikannya.
3. Maintaining Privacy
Privasi menjadi hal penting dalam literasi digital ini. Kita sebagai pengguna sosial media dari berbagai
platform harus memahami mengenai cyber crime. Saat ini cyber crime telah marak terjadi seiring
berkembangnya dunia digital ini.
Komponen keempat ini yakni managing digital identity, berhubungan dengan bagaimana kita selaku
pengguna platform menggunakan identitas secara tepat di berbagai sosial media yang kita miliki.
5. Creating Content
Creating content merupakan keterampilan kita sebagai pengguna platform dalam membuat atau
menciptakan konten, misalnya platform PowToon, blogspot, wordpress, dan lainnya.
Organising and sharing content ini berkaitan dengan bagaimana kita sebagai pengguna platform
mengatur dan membagikan konten informasi supaya lebih mudah disebarkan kepada khalayak umum.
Contohnya, pemanfataan situs social bookmarking yang dinilai memudahkan dalam proses penyebaran
informasi dan dapat diakses oleh banyak pengguna internet.
Dalam komponen filtering and selecting content ini mengutamakan kemampuan mencari dan menyaring
informasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan kita melalui mesin pencari di internet.
9. Self Broadcasting
Dalam komponen ini, memiliki tujuan yakni membagikan ide atau gagasan menarik serta konten
multimedia melalui berbagai platform, misalnya melalui blog atau forum online.
- Meningkatkan kemampuan individu untuk lebih kritis dalam berpikir serta memahami informasi.
- Menambah penguasaan ‘kosa kata’ individu, dari berbagai informasi yang dibaca.
- Menambah kemampuan individu dalam membaca, merangkai kalimat serta menulis informasi. (OL-1).
Literasi digital peserta didik selama pembelajaran daring, secara kualitas terjadi peningkatan. Selama
guru memberikan materi, mau tidak mau mereka membaca materi yang diberikan guru. Umumnya,
peserta didik sudah akrab berselancar dengan bantuan jaringan internet selama melaksanakan
pembelajaran daring. Di dunia maya, banyak informasi yang dapat mereka peroleh untuk menambah
pengetahuan.
Namun, saat ini sudah banyak situs yang memberikan akses untuk mendapat jawaban seputar tugas-
tugas sekolah. Sebagai akibatnya peserta didik menjadi bergantung dalam mengakses informasi di
internet tanpa berpikir terlebih dahulu. Hal tersebut tentunya akan sangat memengaruhi kualitas
berliterasi peserta didik.
Mereka menjadi tidak mau berpikir sendiri untuk mencari jawaban dari permasalahan, dan lebih
mengandalkan mesin pencarian otomatis. Hal ini menyebabkan siswa malas dan lebih menghabiskan
waktunya untuk bersantai ataupun bermain.
- peserta didik menjadi lebih senang bermain media sosial daripada membaca materi yang diberikan
oleh guru ataupun materi yang berkaitan dengan pelajaran. Padahal media sosial seharusnya dijadikan
sarana untuk mendapatkan informasi terkini.
Namun pada kenyataannya, media sosial justru lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang sifatnya
sebagai ajang bersenang-senang tanpa memerhatikan benar atau tidaknya informasi yang diakses.
Durasi membuka media sosial umumnya lebih sering dan lebih lama dibandingkan untuk belajar daring.