Anda di halaman 1dari 36

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN SISTEM KESEHATAN


“Gambaran status gizi ibu hamil dan imunisasi balita menurut Riskesdas 2018”

KELOMPOK A2
Ketua : Achmad Akmal Ar - rafi (1102018114)
Sekretaris : Faiz Fadhil Rahman (1102018145)
Anggota : Muhammad Haikal Ihsan (1102018061)
Budi Rahayu (1102018108)
Fajar Imani Dwi Santoso (1102018164)
Muhammad Daffa Satari (1102018170)
Dika Utama (1102018171)
Dinda Khalisha (1102018173)
Daffa Atha Milliantyaga (1102018174)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2020-2021
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................1
SKENARIO...............................................................................................................2
KATA SULIT............................................................................................................3
BRAINSTORMING..................................................................................................4
HIPOTESIS...............................................................................................................7
SASARAN BELAJAR..............................................................................................8
1. Memahami dan Menjelaskan Status Gizi Ibu hamil dan factor yang mempengaru
hi........................................................................................................................8
1.1 Faktor yang mempengaruhi.......................................................................8
1.2 Menentukan status gizi ibu hamil (BB,TB, Lingkar lengan atas)..............9
1.3 Cara pengukuran LILA..............................................................................11
2. Memahami dan Menjelaskan Imunisasi dasar lengkap ibu hamil dan anak......14
3. Memahami dan Menjelaskan Riskesdas............................................................19
3.1 Manfaat......................................................................................................19
3.2 Tujuan Umum dan Khusus........................................................................20
3.3 Metode desain penelitian...........................................................................20
3.4 Manajemen data.........................................................................................26
3.5 Hasil dan data.............................................................................................27
4. Memahami dan Menjelaskan Cakupan dan mutu pelayanan kesehatan............28
5. Memahami dan Menjelaskan Konsep pencegahan penyakit menurut pandangan i
slam....................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................6
 

1
SKENARIO 3

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaksanakan imun


isasi pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah deng
an imunisasi, yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatiti
s B. Tahun 2018, pemerintah melalui Kemenkes RI  melakukan Riset Kesehatan Dasa
r (Riskesdas) yang dilakukan Kemenkes RI menemukan bahwa 9,2 persen anak 12-23
bulan tidak pernah mendapatkan imunisasi. Selain imunisasi dasar, survai juga dilaku
kan terhadap masalah gizi pada wanita hamil. Status gizi  wanita hamil yang berumur
15-49 tahun diukur berdasarkan indikator Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan digunaka
n ambang batas nilai rerata LILA <23,5 cm. Hasilnya adalah prevalensi risiko KEK w
anita hamil umur 15–49 tahun, secara nasional sebanyak 17,3 persen. 

KATA SULIT

2
1. KEK: Merupakan kekurangan gizi kronis yang disebabkan karena kekurangan as
upan makanan dalam Waktu yang lama.
2. LILA: Jenis pemeriksaan antropometri yang digunakan untuk mengukur resiko
KEK, pada wanita usia subur yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan
pasangan usia subur.
3. Riskesdas: Riset Kesehatan Kementrian Indonesia untuk mengetahui Kesehatan
masyarakat dalam skala kabupaten, kota, hingga nasional dilakukan dalam 5-6x.
4. Imunisasi: Suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif ter
hadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit terse
but tidak akan sakit atau mengalami sakit ringan.
 

BRAINSTORMING

3
1. Apa saja imunisasi dasar yang diberikan pada ibu hamil?
 Vaksin TDAP(Tetanus, Toxoid, Pertusis, Asesular pertusis dan Difteri toxoid)
 Pneumococcus
 Hepatitis A dan B
 Vaksin influenza
 Vaksin TT
 Vaksin COVID (diatas 12 minggu)
 Vaksin MMR
 
2. Apa penyebab KEK pada ibu hamil?
Asupan gizi kurang, usia ibu yang terlalu muda atau tua, penyakit infeksi yang di
derita oleh si ibu.
 
3. Apa saja gejala yang ditimbulkan pada KEK?
Mudah lesu, Kesemutan, Kekurangan energi, Asi kurang, Lelah dan anemia
 
4. Bagaimana langkah – langkah Riskesdas?
 Pertama yaitu melakukan penelitian
 Kedua mendapatkan hasil atau data
 Ketiga melakukan perencanaan
 Keempat melakukan pengembangan
 
5. Apa tujuan pengukuran LILA?
Untuk mengetahui status gizi pada ibu
 
6. Bagaimana cara pengukuran LILA pada ibu hamil?
 Subjek berdiri tegak, 
 Tanyakan kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan, maka yang diuku
r lengan yang aktif
 Minta subjek untuk membuka lengan pakaiannya
 Menunjukkan letak mid point yang membentuk sudut 90 derajat dengan telapa
k tangan ke atas
 Tandai titik dengan pulpen antara tulang atas pada bahu dan siku
 Tangan kemudia tergantung lepas dan siku lurus di samping badan serta telapa
k tangan menghadap bawah
 Ukur lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LiLA menempel p
ada kulit

4
 Catat hasil pengukuran LiLA pada ibu
 
7. Apa fungsi Riskesdas?
Untuk perumusan berbagai kebijakan masalah Kesehatan, baik ditingkat pusat, p
rovinsi, kabupaten atau kota.
 
8. Apa pengaruh KEK pada kehamilan?
 KEK dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah, meningkatkan resiko stuntin
g, aborsi dan bayi lahir premature.
 Terhadap Ibu bisa menyebabkan anemia, pendarahan dan terkena penyakit inf
eksi
 Terhadap Janin bisa menyebabkan keguguran, bayi lahir mati, cacat bawaan d
an BBLR.
 Terhadap persalinannya akan sulit dan lama, persalinan belum waktunya(prem
atur)
 
9. Bagaimana konsep pencegahan penyakit yang telah diajarkan Rasulullah S
AW?
Menjaga kebersihan, penggunaan pembersih gigi, makanan, mandi, olahraga dan
karantina pada wabah epidemi.

10. Bagaimana cara meningkatkan persentase imunisasi dasar lengkap?


 Dilakukannya edukasi dan informasi yang memiliki anak bayi
 Dilakukannya evaluasi status imunisasi anak
 Dilakukannya sensus untuk tempat tinggal anak dan ibu
 
11. Apa penyebab anak tidak mendapat imunisasi?
Biasanya dikarnakan oleh daerah yang terpencil dengan jangkauan layanan kese
hatan yang kurang, kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang p
entingnya imunisasi.
 
12. Apa saja faktor yang mempengaruhi gizi pada ibu hamil?
 Eksternal: Pendapatan, pekerjaan, dan Pendidikan
 Internal: Usia, kondisi fisik dan adanya infeksi
 
HIPOTESIS

5
Status gizi ibu hamil memiliki faktor resiko berupa internal maupun eksternal. St
atus gizi ibu hamil juga dapat diketahui dengan pemeriksaan LILA. KEK pada ibu ha
mil dapat terjadi karena Asupan gizi kurang, usia ibu yang terlalu muda atau tua, pen
yakit infeksi yang diderita oleh si ibu. Dalam mencegah dan memantau status gizi ibu
hamil, riskesdas memegang peran dalam menjaga cakupan dan mutu pelayanan Kese
hatan. Adapun konsep pencegahan penyakit menular menurut pandangan agama isla
m adalah menjaga kebersihan, penggunaan pembersih gigi, makanan, mandi, olahraga
dan karantina pada wabah epidemi.

Learning Objective 
1.     MM Status Gizi Ibu hamil dan factor yang mempengaruhi

6
1.1  Faktor yang mempengaruhi 
Faktor – Faktor yang memengaruhi Status Gizi Ibu Hamil Faktor yang
memengaruhi gizi ibu hamil diantaranya (Proverawati 2009), yaitu:
a. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan
Ibu hamil biasanya lebih memperhatikan zat gizi untuk
keluarganya padahal ibu hamil harus lebih serius pada dirinya
dalam penambahan zat gizi demi pertumbuhan dan perkembangan
janin.
b. Status ekonomi
Ekonomi seseorang memengaruhi dalam pemilihan makanan yang
akan dikonsumsi sehari – harinya. Seorang dengan ekonomi yang
tinggi kemudian hamil maka kebutuhan gizi yang dibutuhkan
tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu
semakin terpantau.
c. Pengetahuan zat gizi dalam makanan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ibu akan memengaruhi
dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada
perilakunya. Ibu dengan pengetahuan yang baik, kemungkinan
akan memberikan gizi yang cukup bagi bayinya.
d. Status kesehatan
Status kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap nafsu
makannya. Seorang ibu yang dalam keadaan sakit otomatis aan
memiliki nafsu makan yang berbeda dengan ibu yang dalam
keadaan sehat.
e. Aktifitas
Seseorang dengan gerak yang aktif memerlukan energi yang lebih
besar daripada mereka yang hanya duduk diam. Setiap aktifitas
memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang
dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak.
f. Berat badan
Berat badan seorang ibu yang sedang hamil akan menentukan zat
makanan yang diberikan agar kehamilannya dapat berjalan lancar.
Pada trimester I harus ada penambahan berat badan meskipun ibu
hamil dalam kondisi mual dan muntah yang tidak karuan.
g. Umur
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang
hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.

7
Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri
juga harus berbagi dengan janin yang dikandung.

1.2  Menentukan status gizi ibu hamil (BB,TB, Lingkar lengan atas)
Nutritional status (status gizi), adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat
gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu
membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal ini
tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam
sehari, berat badan, dan lainnya. Status gizi ibu hamil adalah suatu
keadaan keseimbangan dalam tubuh ibu hamil sebagai akibat pemasukan
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang digunakan oleh
tubuh untuk kelangsungan hidup dalam mempertahankan fungsi-fungsi
organ tubuh. Status gizi ibu hamil dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran lingkar lengan atas (LILA).
Pengukuran LILA cukup representatif, dimana ukuran LILA ibu hamil
erat dengan IMT ibu hamil yaitu semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti
pula dengan semakin tinggi IMT ibu. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Menurut (Supariasa, dkk 2012) penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari
data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk
menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi
kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Menurut
(Kristiyanasari, 2010) yang dikutip dalam buku Gizi Ibu Hamil, ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil antara lain memantau penambahan berat badan selama hamil,
mengukur LILA untuk mengetahui apakah seseorang menderita KEK dan
mengukur kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita
anemia gizi. Penilaian status gizi ibu hamil antara lain:
a. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Menurut Depkes RI, (1994) yang dikutip dalam buku Penilaian
Status Gizi, pengukuran LILA yang dilakukan pada kelompok
wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil adalah salah satu cara
deteksi dini mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK). KEK merupakan suatu kondisi dimana seseorang

8
mengalami kekurangan energi dan protein dalam waktu yang lama
(menahun). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran
LILA dapat dilakukan oleh masyarakat awam karena
pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja
(Supariasa, 2012).
- Tujuan
Menurut (Supariasa dkk, 2012) beberapa tujuan pengukuran
LILA mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon
ibu dan masyarakat umum. Tujuan tersebut adalah:
a) Mengetahui risiko KEK pada ibu hamil maupun calon
ibu untuk menapis wanita yang berisiko melahirkan
berat bayi lahir rendah (BBLR).
b) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar
lebih berperan dalam penanggulangan KEK.
c) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak.
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam
upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok
sasaran WUS yang menderita KEK. Perubahan LILA
selama masa kehamilan tidak terlalu besar sehingga
pengukuran LILA pada masa kehamilan masih bisa
dilakukan untuk melihat status gizi ibu hamil sebelum
hamil. (Ariyani, 2012) dalam (Andriani, 2015).
- Ambang Batas
Pengukuran LILA dengan menggunakan pita LILA dengan
ketelitian 0,1 cm dan ambang batas LILA WUS dengan risiko
KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila kurang dari 23,5
cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan bayi dengan BBLR. BBLR
mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak

9
 
b. Penambahan berat badan selama hamil
Seorang ibu hamil mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan
sebanyak 10 – 12 kg. Pada trimester I pertambahan berat badan ibu
tidak mencapai 1 kg tapi tetap harus ada kenaikan berat badan. Setelah
mencapai trimester II pertambahan berat badan semakin banyak yaitu
sekitar 3 kg dan pada trimester III sekitar 6 kg. Penambahan berat
badan tersebut terjadi disebabkan karena adanya pertumbuhan janin,
plasenta dan air ketuban. Kenaikan berat badan yang ideal untuk
seorang ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak
gemuk. Jika berat badan ibu tidak normal maka akan memungkinkan
terjadinya keguguran, bayi besar, lahir premature, BBLR, gangguan
kekuatan rahim saat kelahiran (kontraksi) dan perdarahan setelah
kelahiran. 

Rekomendasi Kenaikan Berat Badan Berdasarkan IMT

c. Kadar hemoglobin (Hb)


Kadar Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/100ml darah dapat digunakan sebagai
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Penilaian status gizi

10
dengan kadar Hb merupakan penilaian status gizi secara biokimia.
Fungsinya untuk mengetahui satu gangguan yang paling sering terjadi
selama kehamilan yaitu anemia gizi. (Supariasa dkk, 2012) Kadar Hb
yang dibawah normal dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana kadar hemoglobin
berada di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III atau di bawah 10,5
g/dl pada trimester II. (Rizky dkk, 2017).

Klasifikasi Hemoglobin menurut WHO

1.3  Cara pengukuran LILA 


Menurut (Supariasa, 2012) dalam buku Penilaian Status Gizi
pengukuran LILA dilakukan dengan urutan yang telah ditetapkan. Ada
7 urutan pengukuran LILA, yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar

11
Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan ki
ri (kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam po
sisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang ata
u kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut at
au sudah dilipat-lipat.

12
2.     MM Imunisasi dasar lengkap ibu hamil dan anak
Imunisasi TT adalah suntikan vaksin tetanus untuk meningkatkan kekebal
an sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Vaksin TT adalah vaks
in yang berbentuk cairan, berisi toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan.
Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis.

 
PADA ANAK
Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan keke
balan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu sa
at terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalam
i sakit ringan (Permenkes RI 12, 2017).
 Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan men
urunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah deng
an imunisasi, tetapi dapat dirasakan oleh :
a.     Anak, yaitu mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit d
an kemungkinan cacat atau kematian.
b.     Keluarga, yaitu menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bi
la anak sakit, mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yak
in bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c.     Negara, yaitu memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa y
ang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Prove
rawati, 2010 : 5-6).
Jenis Penyelenggaraan 
Imunisasi Program Imunisasi program adalah Imunisasi yang diwa
jibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka me

13
lindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang
dapat dicegah dengan Imunisasi. Imunisasi program terdiri dari imunisasi
rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus (Permenkes RI 12, 201
7). 
Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 Tentang Keselamat
an Pasien.
a.     Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan imunisasi yang dilaksanakan secara ter
us menerus dan berkesinambungan yang terdiri dari imunisasi dasar dan i
munisasi lanjutan (Permenkes RI 12, 2017).
1) Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar merupakan imunisasi awal yang diberikan kepa
da bayi sebelum berusia satu tahun. Pada kondisi ini, diharapkan siste
m kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Setiap bayi (usia 0-11
bulan) diwajibkan untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang te
rdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 do
sis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR (Kemenkes RI, 2018).
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk m
enjamin terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia sekol
ah, dan wanita usia subur (Permenkes RI 12, 2017).
a.     Imunisasi Lanjutan Pada Anak Baduta Imunisasi lanjutan merupak
an ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebala
n dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah m
endapatkan imunisasi dasar yaitu dengan diberikan 1 dosis DPT-H
B-Hib pada usia 18 bulan dan 1 dosis campak/MR pada usia 24 bul
an. Perlindungan optimal dari pemberian imunisasi lanjutan ini han
ya didapatkan apabila anak tersebut telah mendapatkan imunisasi d
asar secara lengkap (Kemenkes RI, 2018).
b.     Imunisasi Anak Sekolah Imunisasi lanjutan yang diberikan pada a
nak usia SD diberikan pada kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekola
h (BIAS) yang diintegrasikan dengan kegiatan UKS. Imunisasi yan
g diberikan adalah imunisasi campak, tetanus, dan difteri. Imunisasi
ini diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), kelas 2 (Td), dan kelas
5 (Td) (Kemenkes RI, 2018).
c.     Imunisasi Pada Wanita Usia Subur Imunisasi yang diberikan pada
wanita usia subur adalah imunisasi tetanus toksoid difteri (Td) yang

14
berada pada kelompok usia 15-39 tahun baik itu WUS hamil (ibu h
amil) dan tidak hamil (Kemenkes RI, 2018).
b.     Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang dib
erikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penya
kit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu (Ke
menkes RI, 2018).
c.     Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan ma
syarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapa
n keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju
atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar bia
sa/wabah penyakit tertentu (Kemenkes RI, 2018).
Kelengkapan Imunisasi Dasar
Idealnya seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai um
urnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat diceg
ah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes dalam Mulyati, 2013). Adapun je
nis-jenis imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi sebelum berusia sa
tu tahun, yaitu :
a.     Imunisasi Hepatitis B
        Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimb
ulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi y
ang dapat merusak hati. Efek samping imunisasi umumnya tidak ada, jika p
un terjadi yaitu berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan yang disusul de
mam dan pembengkakan, reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua har
i. Kontra-indikasi imunisasi hepatitis B yaitu tidak dapat diberikan pada an
ak yang menderita sakit berat (Maryunani, 2010 : 221-222).
b.     Imunisasi BCG
    Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulka
n kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit par
u-paru yang sangat menular. Efek samping umumnya tidak ada, namun pad
a beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau
leher bagian bawah dan biasanya akan sembuh sendiri. Kontra-indikasi imu
nisasi BCG yaitu tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB ata
u menunjukan uji mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyak
it kulit yang berat/menahun (Maryunani, 2010 : 215-217).
c.     Imunisasi DPT-HB-Hib

15
   Imunisasi DPT-HB-Hib merupakan imunisasi yang diberikan untuk
mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, tetanus, pneumonia (radang
paru), dan meningitis (radang selaput otak). Efek samping biasanya berupa
bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat ti
mbul. Kontra-indikasi imunisasi yaitu tidak dapat diberikan pada anak yan
g mempunyai penyakit atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau buk
an, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf, anak yang sedang demam/sa
kit keras dan yang mudah mendapatkan kejang dan mempunyai sifat alergi,
seperti eksim atau asma (Maryunani, 2010 : 217-218).
d.     Imunisasi Polio
     Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan ke
kebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menye
rang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh - dan tidak diberikan pada ana
k yang menderita penyakit gangguan kekebalan, HIV/AIDS, penyakit kank
er atau keganasan, serta pada anak yang sedang menjalani pengobatan stero
id dan pengobatan radiasi umum (Maryunani, 2010 : 218-219).
e.     Imunisasi Campak
        Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulka
n kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Efek samping mungkin terjadi
demam ringan dan terdapat efek kemerahan/bercak merah pada pipi di baw
ah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, kemungkinan terdapat pem
bengkakan pada tempat penyuntikan. Kontra-indikasi imunisasi campak ya
itu pada anak dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam, gangguan
kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit kegana
san, serta pada anak dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kana
misin, dan eritromisin (antibiotik) (Maryunani, 2010 : 219-220).
Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Menurut buku ajar imunisasi yang disusun oleh pusat pendidikan dan pela
tihan tenaga kesehatan (2014), dijelaskan bahwa terdapat beberapa penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi yaitu sebagai berikut :
a. Tuberculosis (TBC)
b. Difteri.
c. Pertusis
d. Tetanus
e. Hepatitis B
f. Campak
g. Rubella

16
h. Poliomielitis
i. Radang Selaput Otak
j. Radang Paru-Paru (pneumonia) 

Jadwal Imunisasi IDAI (2020)

3.     MM Riskesdas 
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dilaksanakan secara terintegrasi
dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik. Risk
esdas dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan
Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI untuk menilai perkembangan status k

17
esehatan masyarakat, faktor risiko, dan perkembangan upaya pembangunan ke
sehatan.
3.1  Manfaat
Pemegang Program 
a. Pusat 
- Evaluasi capaian program yang telah dijalankan
- Informasi dasar dalam menyusun kebijakan strategis 
- Menyusun perencanaan dan target capaian berbasis data 
b. Provinsi 
- Informasi dasar dalam menyusun kebijakan di tingkat provinsi 
- Dasar evaluasi dan pengembangan program di tingkat provinsi
- Menyusun perencanaan dan target capaian berbasis data di
tingkat provinsi 
c. Kabupaten/Kota
- Informasi dasar dalam menyusun kebijakan di tingkat kab/
kota 
- Dasar evaluasi dan pengembangan program di tingkat kab/
kota
- Menyusun perencanaan dan target capaian berbasis data di
tingkat kab/ kota.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 
a. Sebagai dasar penyusun Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat
b. Sebagai dasar penentuan masalah yang akan diteliti lebih
mendalam 
Akademisi/Institusi Pendidikan 
Mendukung menghasilkan sumber daya kesehatan melalui pemanfaatan d
ata oleh institusi Pendidikan.

3.2  Tujuan umum dan khusus


A.    Umum
Menyediakan informasi derajat kesehatan yang telah dicapai selama kurun w
aktu 5 tahun terakhir dan informasi besaran masalah faktor risiko terkait dera
jat kesehatan yang diukur, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan
kebijakan pembangunan kesehatan di Indonesia. 
B. Khusus

18
1.     Menyediakan informasi terkait indikator morbiditas, disabilitas, dan sta
tus gizi yang dicapai dari hasil pelaksanaan program selama kurun wakt
u 5 tahun terakhir pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota da
lam 35 buku laporan yang berbeda
2.     Menyediakan informasi besaran masalah berdasarkan faktor risiko dari
indikator morbiditas, disabilitas, dan status gizi pada tingkat nasional, pr
ovinsi, kabupaten/kota dalam 35 buku laporan yang berbeda
3.     Memberikan gambaran permasalahan morbiditas dan faktor risiko pada
tingkat nasional berdasarkan hasil pengukuran, pemeriksaan darah, serta
pemeriksaan gigi dan mulut.

3.3  Metode desain penelitian


a. Desain 
Riskesdas merupakan survei berskala nasional dengan desain potong
lintang (cross-sectional) dan non-intervensi.
b. Kerangka Konsep
Kerangka konsep mengacu pada paradigma kesehatan menurut HL
Blum yang menggambarkan keterkaitan antara status kesehatan dan
faktor risikonya. Kerangka konsep yang telah menyesuaikan dengan
indikator yang dikumpulkan dapat dilihat pada gambar 2.2.1.

c. Populasi dan Sampel

19
Populasi adalah seluruh rumah tangga di Indonesia. Sampel Riskesdas
2018 menggunakan kerangka sampel Susenas 2018 yang dilaksanakan
pada bulan Maret 2018. Target sampel yang dikunjungi 300.000 ruma
h tangga dari 30.000 Blok Sensus (BS) Susenas yang dilakukan oleh B
adan Pusat Statistik (BPS) dengan metode PPS (probability proportion
al to size) menggunakan linear systematic sampling, dengan Two Stag
e Sampling: 
Tahap 1: Melakukan implicit stratification seluruh Blok Sensus (BS)
hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 berdasarkan strata kesejahteraan. Da
ri master frame 720.000 BS hasil SP 2010 dipilih 180.000 BS (25%) s
ecara PPS untuk menjadi sampling frame pemilihan BS. Memilih seju
mlah n BS dengan metode PPS di setiap strata urban/rural per Kabupat
en/Kota secara systematic sehingga menghasilkan Daftar Sampel Blok
Sensus (DSBS). Jumlah total BS yang dipilih adalah 30.000 BS. 
Tahap 2: Memilih 10 rumah tangga di setiap BS hasil pemutakhiran s
ecara systematic sampling dengan implicit stratification pendidikan ter
tinggi yang ditamatkan KRT (Kepala Rumah Tangga), untuk menjaga
keterwakilan dari nilai keragaman karakteristik rumah tangga. 
Individu yang menjadi sampel Riskesdas untuk diwawancarai adalah s
emua anggota rumah tangga (ART) dalam rumah tangga terpilih. Berb
eda dengan individu yang menjadi sampel pemeriksaan adalah sub sa
mpel dengan tingkat keterwakilan nasional. Kriteria sampel masing-m
asing pemeriksaan: 
1) Kadar hemoglobin dilakukan pada responden semua umur. 
2) RDT malaria dilakukan pada responden semua umur. 
3) Glukosa darah pada responden umur ≥ 15 tahun. 
4) Kimia klinis (profil lipid dan kreatinin) pada responden umur ≥
15 tahun.
5) Mikroskopis malaria dilakukan pada responden semua umur de
ngan kriteria riwayat demam dalam 2 hari terakhir dan/atau has
il RDT malaria positif. 
6) Kesehatan gigi dan mulut pada responden umur > 3 tahun. 
Pada Riskesdas 2018, subsampel dengan keterwakilan tingkat nasional
(pemeriksaan darah serta pemeriksaan gigi dan mulut) telah ditetapkan
sebesar 2.500 BS pada 26 provinsi. Provinsi terpilih dan alokasi jumla
h BS serta jumlah rumah tangga disetiap provinsi dapat dilihat pada la
mpiran 1.

20
d. Penjamin Mutu Data Riskesdas 2018 
Kegiatan untuk menjaga kualitas hasil survei yaitu: 
1) Penentuan indikator dilaksanakan bersama pemegang program Ke
menkes, Bapenas, dan BPS. Indikator tersebut dituangkan menjadi
pertanyaan yang disusun dalam instrumen bersama pakar bidang k
esehatan (organisasi profesi, perguruan tinggi, dan peneliti senior
Badan Litbangkes), serta mendapatkan masukan dari organisasi int
ernasional (WHO, UNICEF, dan World Bank). 
2) Melaksanakan uji coba untuk mendapatkan ketepatan 3 hal beriku
t: a. Alur pertanyaan b. Materi pertanyaan c. Mekanisme pelaksana
an di masyarakat.
3) Menyelenggarakan seleksi terbuka untuk pelatih utama dan pelatih
nasional melalui sistem online dan wawancara. Materi yang diujika
n meliputi pengetahuan umum tentang kesehatan, psikotest, dan ke
mampuan pengoperasian komputer. 
4) Menyelenggarakan pelatihan secara berjenjang. Pelatih utama dilat
ih oleh tim inti Riskedas yang diharapkan dapat membantu melatih
pelatih nasional. Pelatih utama dan tim inti Riskesdas melatih Pena
nggung Jawab Teknis (PJT) provinsi, beberapa Penanggung Jawab
Teknis (PJT) Kab/Kota (yang memenuhi syarat sebagai pelatih), se
rta pelatih nasional yang lulus seleksi untuk dapat menyamakan pe
rsepsi dalam melatih enumerator. 
5) Melakukan supervisi teknis maupun manajemen pelaksanaan. Supe
rvisi dilakukan oleh PJT Provinsi, penanggung jawab operasional
(PJO), maupun tim teknis untuk melihat permasalahan yang ditem
ukan saat pengumpulan data. 
6) Validasi eksternal bersifat independen dilakukan oleh Asosiasi Pen
eliti Kesehatan Indonesia (APKESI). 
7) Kualitas pengumpulan sangat dipengaruhi faktor kemampuan dan i
ntegritas enumerator (tenaga pengumpul data), oleh karena itu dibe
rikan syarat latar belakang:
- Minimal D3 bidang kesehatan bagi tenaga pewawancara b.
Dokter Gigi bagi pemeriksa gigi dan mulut c. Analis/peraw
at untuk pengambil sampel darah 
8) Melakukan kalibrasi alat yang digunakan untuk melakukan penguk
uran dan pemeriksaan. 

21
9) Proses manajemen data dimulai dari pengiriman sampai dengan an
alisis data meliputi: a. Entry data dilakukan langsung oleh enumera
tor saat berada di lokasi penelitian dan dikoreksi oleh PJT Kabupat
en/Kota b. Pengiriman data oleh PJT Kabupaten/Kota kepada pena
nggungjawab manajemen data provinsi c. Umpan balik terkait kele
ngkapan dan duplikasi data, langsung diberikan oleh penanggungja
wab manajemen data provinsi kepada enumerator yang ada di loka
si penelitian d. Pengendalian inkonsistensi data (cleaning data) ole
h tim pengendali data e. Pengendalian kekuatan data untuk dilakuk
an disagregasi dan inkonsistensi analisis dengan menggunakan beb
erapa metode analisis 
10) Pembahasan output analisis dalam penulisan laporan dilakukan ber
sama antara Tim Teknis, Tim Pakar, dan Penanggung Jawab Lapor
an Provinsi.
e. Indikator 
Pemilihan indikator berdasarkan: (1) SDGs; (2) RPJMN; (3) R
enstra; (4) SPM; (5) IPKM; (6) PIS-PK; (7) Germas. Indikator-indikat
or utama yang diukur berkaitan dengan: 1. Akses pelayanan kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional 3. Kesehatan dan Gangguan Jiwa
4. Kesehatan Lingkungan 5. Penyakit Menular 6. Penyakit Tidak Men
ular 7. Kesehatan Gigi Mulut 8. Disabilitas dan Cedera 9. Perilaku 10.
Kesehatan Ibu dan Reproduksi 11. Gizi 12. Kesehatan anak.
f. Pengumpulan data 
Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator setempat dengan
pengawasan teknis oleh PJT Kabupaten/kota dan pengawasan administ
ratif oleh PJO Kabupaten/kota. Dalam pengumpulan data 1 tim bertan
ggungjawab terhadap 11 hingga 12 BS. 1 BS terdiri dari 10 Rumah Ta
ngga (Ruta) sehingga 1 tim bertanggung jawab terhadap 110 hingga 12
0 Ruta. 
Pengumpulan data dimulai dengan PJT Kabupaten/Kota menga
mbil salinan blok I-IV dari kuesioner Susenas di BPS Kab/Kota. Enum
erator, PJT kabupaten, dan PJO kabupaten melakukan identifikasi loka
si sampel. Berdasarkan identifikasi tersebut diharapkan enumerator me
ndapatkan gambaran lokasi sampel sehingga dapat disusun rencana jad
wal pengumpulan data, dan strategi pengumpulan data yang akan dilak
ukan agar efisien dan efektif. 

22
Pengumpulan data Riskesdas 2018 dilakukan dengan wawanca
ra, pengukuran, dan pemeriksaan. Wawancara menggunakan 2 instrum
en yaitu: Instrumen Rumah Tangga dan Instrumen Individu. 
Instrumen Rumah Tangga (lampiran 2) terdiri dari 7 blok dengan rin
cian sebagai berikut: 
a. Blok I: Pengenalan tempat 
b. Blok II: Keterangan pengumpul data 
c. Blok III: Keterangan Rumah Tangga 
d. Blok IV: Keterangan Anggota Rumah Tangga 
Status pendidikan terakhir hanya ditanyakan kepada ART umu
r >5 tahun. 
Status pekerjaan hanya ditanyakan kepada ART umur >10 tahu
n. 
e. Blok V: Akses pelayanan kesehatan 
f. Blok VI: Gangguang Jiwa Berat 
g. Blok VII: Kesehatan lingkungkungan.
Instrumen Individu (lampiran 3) terdiri dari 2 blok dengan rincian se
bagai berikut: 
a. Blok IX Keterangan wawancara individu 
b. Blok X Keterangan individu a. Blok A Penyakit menular b. Blo
k B Penyakit tidak menular c. Blok C Kesehatan Jiwa d. Blok
D Disabilitas e. Blok E Cedera f. Blok F Pelayanan kesehatan t
radisional g. Blok G Perilaku h. Blok H Pengetahuan dan sikap
terhadap HIV/AIDS i. Blok I Pemberian tablet tambah pada re
maja putri j. Blok J Kesehatan Ibu k. Blok K Kesehatan Balita
l. Blok L Pengukuran dan pemeriksaan
Pengukuran antropometri dilakukan dengan menggunakan timbang
an berat badan digital (tingkat ketelitian 0,1 kg), alat ukur tinggi/panja
ng badan (tingkat ketelitian 1 mm), dan alat ukur LILA (tingkat ketelit
ian 1 mm). Pengukuran tekanan darah menggunakan alat tensimeter di
gital. 
Pemeriksaan darah dilakukan di lokasi penelitian dan laboratori
um. Pemeriksaan yang dilakukan di lokasi penelitian adalah: 1. Pemeri
ksaan kadar hemoglobin darah berdasarkan panjang gelombang fotom
etri, dilakukan secara cepat menggunakan alat Hemocue. 2. Pemeriksa
an gula darah (puasa dan 2 jam setelah pembebanan, atau sewaktu) ber
dasarkan reaksi enzimatik perubahan glukosa menjadi gluconolactone

23
yang dapat dideteksi melalui arus listrik pada alat Accuchek Performa.
3. Pemeriksaan RDT malaria berdasarkan reaksi antigen-antibodi, men
ggunakan kit komersial. Pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium
Nasional Badan Litbangkes adalah: 
a. Pemeriksaan kimia klinis dilakukan secara automatis menggun
akan prinsip enzimatik dan berbeda dengan metode Jaffe-Picrat
e. Pemeriksaan kadar kreatinin serum sudah mempertimbangka
n metode penghitungan estimasi laju filtrasi glomerulus sehing
ga hasil yang keluar dapat memberikan gambaran umum terkai
t fungsi ginjal. 
b. Pemeriksaan malaria dengan sediaan apus tebal dilakukan diba
wah mikroskop dengan pembesaran 10x100 menggunakan min
yak immersi. Pembacaan dilakukan pada seluruh lapangan pan
dang, sedangkan penentuan spesies dan kepadatan parasit dihit
ung dalam minimal 200 leukosit. 
Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan di lokasi penelitian. Pemeriksaa
n tersebut dilakukan oleh dokter gigi yang telah dilatih sesuai standar p
anduan WHO dengan menggunakan formulir dan alat sesuai standar
WHO. Pemeriksaan meliputi kelainan pada mahkota gigi, akar gigi, gu
si, dan jaringan lunak lainnya pada mulut. 

3.4  Manajemen data


     Pemrosesan data dimulai dari edit kuesioner dan pemberian kode di
lokasi penelitian yang dilakukan oleh enumerator. Selanjutnnya mema
sukkan data ke dalam aplikasi yang sudah ditentukan. Setelah data die
ntri kemudian data dikirim melalui email ditujukan kepada tim manaje
men data Badan Litbangkes untuk dilakukan penggabungan data dan c
leaning data. Cleaning data memperhatikan data yang tidak konsisten
dan data outlier.  Data yang tidak konsisten dan outlier ditelusuri kemb
ali ke kuesioner untuk melakukan cek kebenaran dari data yang dihasil
kan.  Dari data yang telah “bersih” (konsisten dan bebas dari outlier) d
iberi nilai penimbang oleh BPS.
 
Raw data yang sudah bersih dan diberi nilai penimbang merupakan dat
a final yang dapat digunakan analisis. Analisis dapat menggunakan mo
difikasi data yaitu melakukan komposit beberapa variabel atau mengel
ompokkan jawaban dari pertanyaan tersebut.  Komposit variabel digun

24
akan untuk indikator pengetahuan akses pelayanan kesehatan. Indikato
r diukur melalui indeks yang dihitung dengan menggunakan Principal
Component Analysis (PCA) yaitu salah satu teknik statistik yang meny
atukan beberapa variable menjadi indicator tunggal. Metode PCA digu
nakan untuk menyederhanakan banyak variable menjadi satu dengan
membuat skor variabel-variabel tersebut, skor variabel dibentuk berdas
arkan kekuatan korelasi antara variabel. Indeks pengetahuan kemudah
an akses pelayanan kesehatan pada Riskesdas 2018 menggunakan tiga
jenis akses pelayanan kesehatan yang dihitung yaitu: (1) Akses ke fasil
itas Rumah Sakit; (2) Akses ke fasilitas Puskesmas; (3) Akses ke fasili
tas Klinik/Praktek Mandiri. Analisis data, sesuai dengan indikator yan
g direncanakan dan disajikan dalam bentuk tabulasi.
 
Penyajian hasil dalam laporan Riskesdas menggunakan dua istilah yait
u: 
1.      Prevalensi digunakan untuk indikator yang datanya diperoleh
melalui pemeriksaan fisik/laboratorium atau pengukuran atau h
asil wawancara tetapi informasi yang diperoleh harus berdasark
an diagnosis dokter atau tenaga kesehatan lainnya 
2.      Proporsi digunakan untuk indikator yang datanya diperoleh m
elalui hasil wawancara dan informasinya sesuai pengetahuan re
sponden, seperti  gejala yang dirasakan responden

3.5  Hasil dan data

25
26
4.     MM Cakupan dan mutu pelayanan Kesehatan
Mutu merupakan derajat dipenuhinya persyaratan yang ditentukan.
Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan
hasil dari ketidaksesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu
produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan
dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Mutu harus dapat dicapai,
diukur, dapat memberi keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja
keras. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setia pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi.
a. Persyaratan Pokok Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai persyaratan
pokok seperti berikut.
- Tersedia (Available) dan Berkesinambungan (Continuous)
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia (available) di
masyarakat serta bersifat berkesinambungan (continous).
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh

27
masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam
masyarakat adalah ada setiap saat yang dibutuhkan.
- Dapat Diterima (Acceptable) dan Wajar (Appropriate)
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat
wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat,
kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta
bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang
baik.
- Mudah Dicapai (Accessible)
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian
ketercapaian yang dimaksudkan di sini terutama dari sudut
lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana
kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang
selalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan sementara itu
tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan
kesehatan yang baik.
- Mudah Dijangkau (Affordable)
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat.
Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan di sini terutama
dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang
seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan
tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati
oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan
kesehatan yang baik.
- Bermutu (Quality)
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksudkan di
sini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak
dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak

28
lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik
serta standar yang telah ditetapkan.
b. Persepsi Mutu
Persepsi diartikan sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi
penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu.
Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang
memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda. Persepsi dapat
dipandang sebagai proses seseorang menyeleksi, mengorganisasikan
dan menafsirkan informasi untuk suatu gambaran yang memberi arti.
Persepsi setiap orang terhadap mutu berbeda, persepsi dipengaruhi
banyak hal, yaitu: latar belakang pengetahuan, pengalaman, imajinasi,
harapan-harapan, informasi, kesehatan, kepentingan dan lain-lain.
Oleh karena itu, persepsi mempunyai sifat subjektif, yang dipengaruhi
oleh isi memorinya. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap pelayanan kesehatan. Beberapa orang dapat mempunyai
persepsi yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama,
perbedaan persepsi mutu dapat disebabkan karena pengaruh latar
belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman,
lingkungan dan kepentingan.
c. Dimensi Mutu
- Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Dimensi mutu adalah parameter kualitas suatu produk.
Dimensi mutu pelayanan kesehatan akan memiliki makna yang
berbeda bila dilihat dari sisi yang berbeda seperti bila dilihat
dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pemberi layanan
kesehatan penyandang dana pelayanan kesehatan, pemilik
sarana layanan kesehatan, dan administrator layanan kesehatan.
Berikut ini adalah dimensi mutu layanan kesehatan dilihat dari
berbagai stake holder.
- Pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Pemakai jasa layananan kesehatan khususnya pasien (sebagai
konsumen) melihat layanan kesehatan yang bermutu adalah
sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan
dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan
keluhannya serta mencegah berkembangnya penyakit yang
dideritanya.

29
- Pemberi layanan kesehatan.
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan
kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan,
prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam
melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan teknologi
kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau
hasil layanan kesehatan tersebut.
- Penyandang dana pelayanan kesehatan.
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa
layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat
disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga
biaya pengobatan dapat menjadi efisien.
- Pemilik sarana layanan kesehatan.
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa
layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan
yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya
operasional dan pemeliharaan tetapi dengan tarif yang masih
terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya
yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
- Administrator layanan kesehatan.
Administrator, walaupun tidak memberikan layanan kesehatan
pada masyarakat secara langsung, ikut bertanggung jawab
dalam masalah mutu layanan kesehatan. Administrator
berpandanan bahwa layanan kesehatan yang bermutu adalah
layanan yang dapat menyusun prioritas dalam menyediakan
apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi
layanan kesehatan
d. Dimensi Mutu Pelayanan Kebidanan
Mutu pelayanan kebidanan memiliki dimensi yang berbeda dengan
dimensi produk yang lain di antaranya adalah sebagai berikut.
- Dimensi kompetensi teknis. Dimensi kompetensi teknis
menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan, atau
kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan
dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti
standar layanan kesehatan yang telah disepakati yang meliputi
ketepatan, kepatuhan, kebenaran, dan konsistensi. Tidak

30
dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan
berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar
layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat
menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa
pasien.
- Dimensi keterjangkauan atau akses. Artinya, layanan kesehatan
harus dapat dicapai dan dijangkau oleh masyarakat, tidak
terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi,
dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya
perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau
hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang
memperoleh layanan kesehatan.
- Dimensi efektivitas. Layanan kesehatan harus efektif, artinya
harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada,
mencegah terjadinya penyakit dan berkembangluasnya
penyakit yang ada. Efektivitas layanan kesehatan ini
bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu
digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan situasi
setempat. Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan
dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif
dalam menghadapi relative risk dan keterampilan dalam
mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan
kesehatan.
- Dimensi Efisiensi. Sumber daya kesehatan sangat terbatas.
Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting
dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien
dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan
kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang
nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan
menimbulkan risiko yang lebih besar pada pasien. Dengan
melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih
intervensi yang paling efisien.
- Dimensi kesinambungan. Dimensi kesinambungan layanan
kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan
kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa
mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu.
Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan

31
yang dibutuhkannya. Apabila riwayat penyakit pasien
terdokumentasi dengan lengkap, akurat, dan terkini maka
layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat
terlaksana dengan tepat, waktu dan tempat.
- Dimensi keamanan. Dimensi keamanan maksudnya adalah
layanan kesehatan harus aman baik bagi pasien, pemberi
layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan
yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek
samping, atau bahaya lain. Oleh karena itu, harus disusun suatu
prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
- Dimensi kenyamanan. Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh
langsung dengan efektivitas layanan kesehatan tetapi
mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga
mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat
tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan
kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
- Dimensi informasi. Layanan kesehatan yang bermutu harus
mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa,
kapan, di mana, dan bagaimana layanan kesehatan itu
akan/atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat
penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
- Dimensi ketepatan waktu. Agar berhasil, layanan kesehatan
harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat oleh pemberi
layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang
tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
- Dimensi hubungan antarmanusia. Hubungan antarmanusia
adalah hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider)
dengan pasien atau masyarakat (konsumen), pemerintah
daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau antar
sesama pemberi layanan kesehatan, (dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas). Hubungan antarmanusia yang baik akan
menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling
menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif,
memberi perhatian, dan lain-lain. (Sriyanti, C., 2016)

32
5.     MM Konsep pencegahan penyakit menurut pandangan islam
Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan nikmat
besar yang harus disyukuri oleh setiap hamba. Terkait pentingnya kesehatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
‫نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس الصحة والفراغ‬
 
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah
kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari: 6412, at-Tirmidzi: 2304, Ibnu
Majah: 4170)
 
Ibnu Bathal menjelaskan bahwa makna hadits ini adalah seseorang tidak
dikatakan memiliki waktu luang hingga ia juga memiliki badan yang sehat.
Barangsiapa yang memiliki hal tersebut (waktu luang dan badan yang sehat)
hendaknya ia bersemangat agar jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan
syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Termasuk bersyukur
kepada Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya.Barangsiapa yang tidak bersyukur seperti itu maka ialah
orang yang tertipu. (Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari: 14/183-184)
 
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa terkadang seseorang memiliki badan yang sehat,
akan tetapi ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan mata
pencahariannya. Terkadang seseorang memiliki waktu luang namun badannya

33
tidak sehat. Apabila kedua nikmat ini (waktu luang dan badan yang sehat)
dimiliki oleh seseorang, lalu rasa malas lebih mendominasi dirinya untuk
melakukan ketaatan kepada Allah; maka dialah orang yang tertipu. (Fathul Bari bi
Syarhi Shahihil Bukhari: 14/184)
 
Uraian mengenai pemeliharaan kesehatan termaktub pula dalam kitab Taqwim as
Sihha (Menjaga Kesehatan) karya Ibnu Butlan, ilmuwan asal Irak. Dia
mengemukakan enam hal yang dapat memengaruhi kesehatan.
Pertama, kebersihan udara. Menurut dia, udara bersih bermanfaat memelihara
fungsi paru-paru. Kedua, memperhatikan kualitas gizi makanan dan minuman.
Ketiga, berolahraga atau gerak badan. Keempat, cukup tidur dan beristirahat.
Kelima, menenangkan pikiran dengan memperbanyak humor. Terakhir, tidak
mudah marah, kecewa, atau sedih yang berlarut-larut (Muhammad Hafil, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2018. RISKESDAS 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembanga
n Kesehatan Kemenkes RI.
Wahyuni, Y., Huda, A. S. M. 2019. Pemantauan Kesehatan Gizi Ibu Hamil Dilihat da
ri Pertambahan Berat Badan dan Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) Berbasis
E-Digital, [Internet]. KOMPUTASI (Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer dan Matematika),
16 (1), Januari, Hal. 235 – 244. <Diakses pada 13 Oktober 2021> Doi: https://journal.
unpak.ac.id/index.php/komputasi
Widyawati, Sulistyoningtyas, S. 2020. KARAKTERISTIK IBU HAMIL KEKURAN
GAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS PAJANGAN BANTUL, [Interne
t]. Jurnal JKFT: Universitas Muhamadiyah Tangerang, 5 (2). <Diakses pada 13 Okto
ber 2021> Doi: http://dx.doi.org/10.31000/jkft.v5i2.3925.g2118
Astutik, V. Y. dan Winarningrum, I. 2017. HUBUNGAN TINGGI BADAN DAN N
UTRISI IBU HAMIL DENGAN RESIKO TERJADINYA KEKURANGAN ENERG
I KRONIS PADA IBU HAMIL TM II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURE
N, [Internet]. Program Studi Balitbang Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; R
ISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Muhammad Hafil (2020). Cara Islam Mencegah Penyakit (1). [online] Republika Onl
ine. Available at: https://www.republika.co.id/berita/qej94r430/cara-islam-mencegah-
penyakit-1 [Accessed 16 Oct. 2021].

34
Diploma IV Bidan Pendidik Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, 5(2) Dese
mber, hal 45-51. <Diakses pada 13 Oktober 2021> Doi: https://jurnal.unitri.ac.id/inde
x.php/biomed/article/download/850/811
Kemkes.go.id. Available at: http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/up
loads/2017/10/03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf (Accessed: October 14,
2021).
(No date) Unsil.ac.id. Available at: http://repositori.unsil.ac.id/817/3/BAB%20II.pdf
(Accessed: October 14, 2021).
Hadi, A. KONSEP DAN PRAKTEK KESEHATAN BERBASIS AJARAN ISLAM,
[Internet]. Universitas Islam Jakarta, Indonesia. <Diakses pada 14 Oktober 2021> Do
i: https://uia.e-journal.id/alrisalah/article/download/822/461

35

Anda mungkin juga menyukai