Hukum Islam juga dpt didefinisikan sbg aturan, patokan, kaidah undang- undang yg berasal dr Islam utk kehidupan manusia scr menyeluruh. Hukum ini hanya berlaku di dlm Islam, meskipun hukum Islam ini memuat sikap dan ketentuan hukum ttg sesuatudi luar Islam. Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah dan muamalah. Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. muamalat dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa bidang, di antaranya: (a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu’âmalat dalam arti khusus, (d) jinâyat atau uqûbat, (e) al-ahkâm as- shulthâniyyah (khilafah), (f ) siyâr, dan (g) mukhâsamat. bidang ruang lingkup muamalat dalam arti luas 1. Hukum Perdata Hukum perdata Islam meliputi: a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian serta segala akibat hukumnya; b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum warisan Islam ini disebut juga hukum farâidh; c. Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa- menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, kontrak, dan sebagainya. 2. Hukum Publik Hukum publik Islam meliputi: a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarîmah hudûd (pidana berat) maupun dalam jarîmah ta’zîr (pidana ringan). ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah (hudûd jamaknya hadd, artinya batas). Jarîmah ta’zîr adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zîr artinya ajaran atau pelajaran); a. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasa- lahan yang berhubungan dengan kepala negara/ pemerintahan, hak pemerintah pusat dan daerah, tentang pajak, dan sebagainya; b. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama lain dan negara lain; c. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara. 2. Persamaan dan Perbedaan antara Syariah, Fiqih dan Qanun, serta contohnya Syariah adalah peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah atau ditetapkan dasar-dasarnya oleh Allah agar manusia berpegang teguh kepadanya Contoh : sholat,zakat,haji/wuquf Arafah,nikah,poligami,sholat Tarawih. Fiqih adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Contoh: ikhtilaf hukum qunut, perbedaan macam doa iftitah, jumlah nisab,takaran,kapan waktu lempar jumrah, jenis mahar,siapa saja yg wajib,siapa yang sunah, (poligami) waktu durasi giliran bermalam (syarat diperbolehkan), jumlah rakaat 11 atau 23 (sholat tarawih Qanun adalah suatu hukum yang dibuat manusia untuk mengatur perjalanan hidup dan hubungannya dengan sesama manusia yang lain, baik secara individu, masyarakat, dan negara. Perbedaan pokok antara syariah dengan fiqih: 1. Ketentuan syariat terdapat dalam al-Quran dan kitab- kitab hadits. Yang dimaksud syariah adalah wahyu Allah dan sunah Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Sedang fiqih adalah sebuah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat dan terdapat dalam kitab-kitab fiqih. 2. Syariat bersifat fundamental serta memiliki cakupan ruang lingkup yang lebih luas, meliputi juga akhlak dan akidah. Sedang fikih hanya bersifat instrumental, terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasa disebut sebagai perbuatan hukum. 3. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya sehingga berlaku abadi. Sedang fiqih karena merupakan karya manusia, maka sangat dimungkinkan mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman dan waktu. 4. Syariat hanya ada satu, sedang fikih berjumlah banyak karena merupakan pemahaman manusia. Seperti terdapatnya beberapa aliran ahli fikih fâqih (s) atau fuqahâ’ (p) yang berbeda, dikenal dengan sebutan madzhab (s) atau madzâhib (p). 5. Syariat menunjukkan konsep kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragaman pemikiran yang memang dianjurkan dalam Islam.
perbedaan mendasar antara syariat dengan qânûn
• 1. Aspek pembuatan. Qânûn merupakan produk manusia, sedangkan
syariat Islam adalah produk Allah. Qânûn sesuai dengan sifat pembuatnya (manusia) maka terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. Berbeda halnya dengan syariat. Ia adalah produk Allah swt. yang mewakili sifat-sifat kesempurnaan Tuhan semesta alam berupa kekuasaan, kesempurnaan, dan keagungan-Nya. 2. Aspek waktu berlakunya. Qânûn sebagai produk manusia bersifat temporer untuk mengatur setiap perkara dan kebutuhan manusia.
3. Prinsip-Prinsip Hukum Islam
Prinsip Pertama: Tauhid Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan yang sama, yaitu, ketetapan tauhid yang ditetapkan dalam kalimat lâ ilâha illa Allâh (Tiada Tuhan selain Allah). Al-Quran memberikan ketentuan dengan jelas mengenai prinsip persamaan tauhid antar semua umat-Nya. Prinsip Kedua: Keadilan (Al-‘Adl) Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan ihsan. Keadilan yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri sendiri, pribadi, keadilan hukum, keadilan sosial, dan keadilan dunia. Prinsip Ketiga: Amar Makruf Nahi Munkar Dua prinsip sebelumnya melahirkan tindakan yang harus berdasarkan kepada asas amar makruf nahi munkar. Suatu tindakan di mana hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik, benar, dan diridhai oleh Allah swt. Prinsip Keempat: Persamaan atau Egaliter (al-Musâwah) Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu laki- laki dan perempuan dan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Al-Quran surat al-Hujurât: 13: Prinsip Keenam: Tolong-Menolong (at- Ta’âwun) ini merupakan salah satu prinsip di dalam Hukum Islam. Bantu membantu ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketakwaan kepada Allah.
4. Teori-Teori Eksistensi Hukum Islam dalam tata hukum di Indonesia
a. Teori Receptio in Complexu Menurut teori Receptio in Complexu, bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, demikian juga bagi pemeluk agama lain. Teori ini dikemukakan oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg (1845-1925). b. Teori Receptie Teori ini menentang teori Receptio in Complexu. Menurut teori Receptie, hukum Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam, kalau ia sudah diterima (diresepsi) oleh dan telah menjadi hukum adat mereka. Jadi yang berlaku bagi mereka bukan hukum Islam, melainkan hukum adat.
c. Teori Recepti Exit
Menurut teori Receptie Exit, pemberlakuan hukum Islam tidak harus didasarkan atau ada ketergantungan kepada hukum adat. Pemahaman demikian dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum Islam bagi orang Islam pasal 2 ayat (1), UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama, Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) d. Teori Receptio A Contrario Apabila ada ketentuan adat di dalamnya, boleh saja dilakukan atau dipakai, tetapi dengan satu ukuran, yaitu tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, yang ada sekarang adalah kebalikan dari teori Receptie yaitu hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah yang disebut Sayuti Thalib dengan teori Receptio A Contrario e. Teori Eksistensi Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum Islam dalam hukum Nasional Indonesia.
5. Hukum Islam Sebagai Hukum Nasional
Hukum Islam adalah bagian dari hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam kasus Indonesia, hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia. Peluang penerapan hukum Islam di Indonesia memiliki alasan-alasan tertentu dalam mewujudkannya, diantaranya alasan sejarah, penduduk, yuridis, konstitusional, ilmiah.
6. Aspek-Aspek Religius dalam Perundang-Undangan Indonesia
Jawab : a) Dalam upacara kenegaraan resmi atau pertemuan-pertemuan selalu dibuka dengan salam “Assalamualaikum” b) Pembacaan do’a dalam agama Islam disetiap pertemuan c) Penyediaan mushola di tempat-tempat umum d) Penyediaan makanan yang halala dipisahkan dengan tidak halal e) pasal 2 ayat 1 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.