Anda di halaman 1dari 20

UJIAN AKHIR SEMESTER

“Tugas Cerita Pendek”


Mata Kuliah : Komunikasi Antar Personal
Dosen Pembimbing : Ibu Dedet Erawati, S.I.Kom.,M.I.Kom

Ilmu Komunikasi 2B

Disusun Oleh :

1. Lady Balqis Salsabilah 120100053


2. Desak Nyoman Intan 120100053
3. Aura Haifa Nurul Anfi 120100049
4. Indra Sukma Wijaya 120100050
5. Muhammad Ikbal 120100050

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


CIREBON
2020
Dami dan Langit

Menurut Dami kehidupan sekolahnya begitu monoton. Tapi tidak lagi sejak dua
minggu kemarin. Ketika tanpa sengaja Ia menjatuhkan es krim yang sangat ia inginkan untuk
merayakan hari liburnya dua minggu kedepan dan mengotori kemeja berwarna kuning cerah
milik seorang lelaki di warung yang tidak jauh dari rumahnya.

Sebagaimana orang yang merasa bersalah, Dami refleks mengusap-usap bekas es


krim pada kemeja tersebut seraya meminta maaf. Tetapi dengan cepat tangannya disentak
oleh pemilik kemeja tersebut, sehingga Ia mundur beberapa langkah dan menginjak
eskrimnya yang telah jatuh. “So-sorry.” Ringis lelaki tersebut. Menghela napas lelah, Dami
mengalihkan atensinya pada lelaki tersebut. “Ya. Ga masalah. Kita impas.”. Lelaki tersebut
mengangkat sebelah alisnya, mungkin bingung dengan apa yang dimaksud Dami. “Aku
ngotorin kemeja kamu. Kamu ngotorin sepatu aku. Impas.” Setelahnya Dami melenggang
pergi mengabaikan lelaki dengan tatapan anehnya pada Dami. Yang Ia lihat terakhir kali
lelaki tersebut menguap dengan lebarnya. Dan Dami hanya mendengus, mengikhlaskan es
krim yang di beli dengan sisa uangnya saat itu.

Dami pikir ia tidak akan bertemu lagi dengan sosok lelaki tinggi bertampang bangun
tidur dan rambut berantakan, walau ia akui lelaki itu tampan. Lagi, ini adalah ketidak
sengajaan kami bertemu. Malam ketiga hari libur, Dami ijin pada ibunya untuk bertemu
teman yang membutuhkan bantuannya perihal tugas susulan Bahasa Inggris yang harus
dikumpulkan walau sedang libur, padahal ia berbohong, Dami hanya menghindar dari ibunya
yang dari ia bangun tidur terus menyuruh ini itu. Tapi ketika ia keluar rumah dan berjalan
beberapa menit, langit mengeluarkan rintikan air. Dami terpaksa berteduh di sebuah
bangunan kecil yang ia tebak sebuah studio foto.

Hujan turun dengan deras. Bahkan dari bawah lutut hingga ujung kakinya sudah
basah terkena cipratan air hujan. Tangannya terulur merasakan air hujan bertepatan dengan
datangnya seseorang dengan payung terbalik, mungkin saking kencangnya angin. Dami
hanya dapat menahan tawa apalagi saat ia lihat wajah merengut dan tubuh yang basah total.
Pikirnya lucu ia memakai payung tapi tetap basah kuyup. Hujan angin, tidak heran jika itu
terjadi.

“kamu..”
“ah, maaf. Aku tidak bisa menahan tawa.” Sepertinya lelaki itu menyadarinya. Wajahnya
terlihat kesal, tapi ini beneran lucu. Akhirnya aku tertawa terbahak-bahak, sudah ketauan,
apalagi yang perlu ditahan. Sampai tiba-tiba tubuhnya terdorong keluar dari tempat teduh,
kini tubuh dan pakaiannya ikut basah.

“hey!!!!! Apa-apaan!?” dan lelaki tersebut hanya memeletkan lidah, meledek. Tentu saja
dengan tidak terimanya Dami menarik lelaki tersebut ikut terguyur air hujan lagi. “WHAT
THE—“
“Kenapa, hah? Di dunia ini harus adil.” Teriak Dami sambil tertawa. Kapan lagi ia hujan-
hujanan. Mumpung hujannya bukan sejenis hujan guntur dan kilat.
“kamu—kamu dendaman ya.” Lelaki tersebut memandang Dami yang sedang menikmati
hujan.
“Tergantung.”

Kejadian hujan-hujanan berlalu dengan cepat. Dari situ ia baru mengetahui nama lelaki
tersebut.
“Langit. Nama aku langit.”

“Hai, Langit. Aku Dami.”

Esoknya kami dipertemukan lagi di depan apotek dengan keadaan yang sama. Sama-
sama sakit. Ya, Dami sakit, tapi imunnya sungguh kuat, sehingga ia hanya sedikit pilek dan
meriang. Langit terlihat lebih parah. Ia sampai bersin berkali-kali dengan sebelah lubang
hidungnya disumpal dengan tisu. Sampai akhirnya Dami menyadari suhu tubuh Langit yang
tinggi begitu mencoba menopang tubuh Langit yang terhuyung.

“Kamu panas. Kenapa memaksakan diri, sih? Merepotkan.” Oceh Dami seraya berjalan.
“Ngomong-ngomong dimana rumahmu? Astaga, kamu berat banget. Cepat kasih tau
rumahmu dimana.” Lanjutnya. Lelaki itu hanya terkekeh kecil.

“Cerewet. Kamu tinggal lurus lalu belok kanan, rumah pojok.” Suara kecil dan seraknya
membuat ia tidak tega.

Sampai sesuai arahan Langit, Gadis berambut panjang itu segera memaksa Langit
memberikan kata sandi rumahnya dan mendudukkan diri setelah merebahkan Langit pada
sofa yang terlihat nyaman. Lelaki itu sudah setengah sadar karena suhu tubuhnya yang sangat
tinggi. Merasa dirinya adalah sosok yang berperikemanusiaan, ia mencari dapur, membuat air
hangat dan mengambil kain kecil yang ia lihat di jemuran dekat dapur. Rumah ini cukup luas,
ia harus sedikit berlari kecil untuk segera sampai ke ruang dimana Langit berada. Dami
meringis, menggaruk kepala yang tidak gatal. Mungkin ia terlihat tidak sopan pada rumah
orang, tapi tidak ada pilihan lain selain taplak meja yang dirasa cukup besar untuk
menggantikan selimut begitu melihat Langit yang menggigil. Lagi pula, akan lebih tidak
sopan bila ia mencari dan memasuki kamarnya tanpa izin.

Kedua mata itu perlahan terbuka menyesuaikan cahaya masuk, terdiam sejenak sebelum
mengambil sebuah kain basah yang terjatuh dari dahinya. Badannya sudah terasa lebih baik
dari pada tadi pagi. Ia duduk perlahan lalu mendapati semangkok bubur, teh dengan aroma
daun mint, air putih dan obat. Langit mengambil sebuah kertas.

Langit, makan dan minum yang telah disediakan.


Mungkin sudah dingin saat kamu bangun,
tapi aku tidak peduli.

Aku tidak akan meminta maaf telah mengacaukan


rumah dan dapurmu. Sebagai ganti kamu sudah merepotkan.

Lekas sembuh.

Tertada,

A beautiful girl, Dami.

Setelahnya, dengan semangat ia menghabiskan makanan dan minuman di atas meja. Lalu
kemudia tertawa geli baru menyadari bahwa Dami menyelimuti dirinya dengan taplak meja.

Beberapa hari setelahnya keduanya semakin dekat. Baru saat itu ia ketahui bahwa
Langit lebih tua 3 tahun darinya. Tapi itu tidak mengubah panggilan atau perilakunya untuk
lebih sopan pada Langit dan lelaki dengan rambut berantakan itu pun tidak keberatan. Dan
yang tidak menyangka dari tampang penganggurannya, ia adalah seorang pelukis.
Lukisannya bisa bernilai tinggi walau tidak setinggi para pelukis terkenal lainnya.

Kami banyak menghabiskan waktu bersama sampai sebulan Dami memasuki


sekolahnya lagi. Dari situ Dami tau rutinitas seorang Langit. Hidupnya sangat berkebalikan
dengan dirinya. Langit selalu bekerja dan mengurung diri disebuah studio lukisnya pada
malam hari. Lalu saat pagi ia akan tertidur. Itu mengapa ia dan Langit tidak pernah bertemu
walau Langit satu daerah dengannya. Mengingat awal pertemuan mereka benar-benar aneh
dan entahlah, Dami susah untuk mendiskripsikannya. Rasanya lucu, mereka berdua pasti
menyimpan rasa kesal masing-masing.
Dami mengalihkan tatapannya pada Langit yang entah sejak kapan selalu ingin
dilihatnya. Sampai saat ini, Dami sudah terlalu nyaman berada didekat Langit. Tidak peduli
dengan banyaknya kekurangan Langit dan betapa kekanak-kanakannya lelaki itu. Dami
tersenyum kecil begitu melihat Langit menghampiri dirinya dnegan kotak besar di kedua
tangannya.

“Apa ini?” tanya Dami begitu kotak tersebut diberikan kepadanya.

“Tanda terimakasih. Kamu sudah membantuku saat sakit dan..” ucapnya menggantung.
“Dan apa?”

“Dan menemaniku hingga saat ini.” Lanjutnya. Dami hanya terkekeh, ia tidak bisa berharap
besar. Ia ingingin semua berjalan dengan apa adanya. Tapi bagaimana ini, rasa sukanya pada
Langit membuat ia sesak sendiri.

“Kita sudah menjadi teman. Wajar jika teman menemani temannya.” ini sedikit canggung
jadi ia berusaha tidak menatap lelaki tersebut. Sampai tangannya digenggam ketika
mengambil daun yang jatuh dari pohon di kepalanya. Sedetik kemudian tatapan kami
bertemu. Fokus Dami sudah terganti. Netra yang saling memandang tersebut seolah
mengatakan sesuatu.

“Sepertinya aku menyukaimu.” Kalimat Langit semakin medebarkan jantungnya. Astaga apa
yang harus kulakukan.

“Lukisan itu tanda terimakasih saat kamu merawat aku sakit.” Dami berdehem kecil. Kalimat
awal jangan dimasukkan ke hati, mungkin maksudnya ia menyukainya sebagai teman.

“sebagai wanita.” Dami tidak tau harus bereaksi apa. “aku menyukaimu sebagai wanita. Aku
serius.”

“o-oke.”
“Hanya itu?”

“Kamu lelaki tampang pengangguran, ceroboh dan kekanak-kanakan. Dan yang paling parah,
kamu benar-benar menyebalkan—“ Dami lihat tampang Langit yang sudah asem. “—tadinya
aku mau ngomong gitu sampai kamu malu untuk bertemu. Tapi tidak bisa, aku suka sisi
kamu saat fokus dalam bekerja, kamu penyayang dan baik.”

Dami tersenyum lebar, mengambil tangan Langit untuk digenggamnya. “Sepertinya aku
mencintaimu.”
Dengan cepat Langit memeluk Dami, menggoyangkan ke kanan dan ke kiri. Sebelum
suasanya berubah karena perkataan Dami.

“ngomong-ngomong, lukisan ini tidak cukup. Kamu harus mengerjakan tugas sekolahku. Itu
untuk bayaran memasak.”

Berdecak, Langit menggigit gemas lengan Dami hingga perempuan itu berteriak dan
mendorong kepala Langit keras.

“kamu masih aja perhitungan.”

“Ini bukan perhitungan tapi give and take.”

Berdebat dan akhirnya Langit selalu mengalah.

Lukisan yang diberi langit adalah dirinya saat memandang langit malam berbintang
ketika mereka bersantai di rooftop gedung apartemen sebelah. Ia sendiri tidak tau kapan
Langit melukisnya. Dipandangnya lukisan tersebut sambil menerawang. Dami percaya bahwa
hal pasti dimana kebahagiaan akan diiringi oleh kesedihan. Tapi bagaimana pun kesedihan
atau kemalangan yang menghampiri ia berharap tidak akan menghancurkan hubungannya
dengan Langit. Dan Dami menantikan lukisan berikutnya dari lelaki yang telah mengisi
hatinya.

NOTE : TEORI PERTUKARAN SOSIAL

Nama : Lady Balqis Salsabilah


Npm : 120100053
Bella Dan Cita-Cita Ibunda

Pada suatu hari ada sebuah keluarga yang sangat harmonis yang tinggal di kota
Bandung. Itu adalah keluarga Bella yang terdiri dari Ayah,Ibu,dan Bella. Bella adalah anak
tunggal dia tidak mempunyai seorang adik dan kaka,mulai dari kecil dia selalu bermain
bersama kedua orang tuanya yang sangat menyayanginya dan selalu memanjakan nya apapun
yang bella inginkan kedua orangtuanya pasti akan menuruti keininan Bella.

Dari kecil Bella di didik oleh kedua orangtua nya akan pentinga nya pendidikan,
kedua orang tuanya sangat ingin Bella menjadi seorang dokter dari Bella SMP kedua orang
tua Bella sudah memberikan les bimbingan yang terbaik untuk Bella belajar agar cita-cita nya
tercapai. Sebenar nya itu bukan cita-cita Bella melainkan cita-cita sang ibunda Ibu gagal
menjadi seorang dokter karena memang ekonomi ibu tidak mendukung kala itu jadi ibu
melampiaskan keinginan menjadi dokter ke anaknya yaitu Bella.

Sampai akhirnya Bella pun meninjak bangku Sekolah Menengah Atas, seperti pada
umumnya bella mempunyai sahabat yang bernama Adel dia sangat dekat dengannya sampai
kedua orang tua Bella pun sangat mempercayai Adel. Biasanya setelah pulang sekolah Adel
selalu bermain di rumah Bella hingga larut malam bahkan Adel sering menginap di rumah
Bella.

Hari ini adalah hari pertama Bella masuk sekolah setelah libur semester, sesampainya
di sekolah dia melihat adel di lapangan sedang menuju ke kelas dia pun langsung memanggil
nya.
Bella : Adelllll tungguin guee
Adel : *menoleh dan langsung melambaikan tangan*
Bella : Haiii adell gue kangen banget sama lo
Adel : Ihhh gue juga kangen banget sama lo bellaaa *langsung memeluk bella*
Bella : Gimana liburan lo kemarin seru gak?
Adel : Seru banget gila nanti pas di kelas gua ceritain semuanya ke lo yaa
Bella : Okee dehhh
Seperti itulah percakapan pertama mereka bertemu setelah berlibur. Tak lama Kelas
pun di mulai. Bella adalah anak yang pintar dia selalu mendapatkan juara di kelas nya itulah
salah satu hal yang membuat kedua orang tuanya bangga. Selama sekolah Bella tidak pernah
berhubungan dengan lawan jenis seperti teman-temannya yang sudah mempunyai pacar.
Bukannya Bella tidak mau tetapi kedua orangtua nya melarang keras bella untuk berpacaran,
mereka ingin Bella fokus dalam pendidikannya apapun akan di lakukan kedua orang tua
Bella untuk pendidikan karena kedua orangtua nya ingin Bella menjadi seorang Dokter.

Istirahat pun tiba seperti biasa Bella akan menjaadi nyamuk Adel dan pacar nya yaitu
Bagas.

Bella : Adel gue laper banget ayo ke kantin sekarang


Adel : Iyaa gue juga laper banget tapi tunngu Bagas dulu yaa hehehe
Bella : Duhhh kebiasaan banget dehh, gue udah laper banget tau
Adel : Yaudah sabar napa siii
Bella : Ngga gue dah gasabar lo gatau cacing gue dah ngamuk di perut dahhh gue ke kantin
duluan
Setelah sampai di kantin Bella pun langsung memesan makanan favoritnya yaitu Soto
Pak Anto. Ketika Bella sedang memakan soto nya Adel dan Bagas datang menghampiri nya
dan merekapun makan bersama. Bell pulang sekolah pun berbunyi itu tandanya jam pelajaran
hari itu selesai. Bella bergegas untuk pulang dan langsung melanjutakn les bimbingan nya
dirumah, setiap hari pasti ada les bimbingan yang di sediakan kedua orang tua nya untuk
mencapai cita-citanya. Tapi Bella menyempatkan untuk pergi ke lapangan sekolah untuk
melihat siswa yang sedang berlatih basket,hampir setiap pulang sekolah Bella selalu
melakukan ini dia selalu melihat Fadil yang sedang bermain basket,yaa Fadil adalah cinta
pertamanya di sekolah ini.

Hari pun terus berjalan hingga akhirnya Bella pun mulai jenuh dengan kegiatannya
yang hampir setiap hari belajar dan belajar. Bagaimana tidak jenuh Bella tidak di bolehkan
bermain keluar bersama teman-temannya kecuali temannya yang main ke rumah nya, dikala
teman seumur nya yang sedang asik dengan dunia nya bermain sepuasnya tapi Bella bak di
kurung di rumah nya untuk terus belajar,sampai membuat Bella harus berbohong untuk bisa
bermain bersama teman nya. Ketika malam datang Bella mengambil handphone nya dia
membuka sebuah aplikasi instagram dan langsung mencari nama @fadilakbar, yaa itu adalah
seorang yang Bella kagumi sudah lama, Bella tidak berani menyapanya ketika di sekolah
Bella selalu melihatnya di lapangan sedang bermain basket. Malam itu Bella memberanikan
diri untuk menyapanya di DM Instagram.
Keesokan hari nya seperti biasa Bella berangkat sekolah di antar oleh ayah nya,di
perjalanan menuju sekolah ayah bertanya kepada Bella.

Ayah : Nakk gimana di sekolah apakah ada pelajaran yang sulit?


Bella: Ngga ada ko yahh aman aja kan aku selalu les bimbingan jadi sebelum materi di
sekolah di ajarkan pasti di bimbingan akan di pelajari dulu hehee
Ayah : Wahhh bagus dong kalau begituu
Bella : Iyaa dong yahhh
Ayah : Inget yaa nakk selesaikan dulu sekolah mu jangan dekat dengan laki-laki atau bahkan
sampai pacaran dulu,ingat pesan dari ibu.
Bella : Baikk yahh…
Setelah mendengar ayah mengingatkan Bella tentang maslah itu hati Bella sangat bimbang.
Sesampai nya di sekolah Bella langsung bercerita kepada sahabatnya yaitu adel.
Bella : Adell gue mau ceritaaa
Adel : Cerita apaan tuhh
Bella : Gue semalem nge-DM Fadil lewat Instagram…
Adel : HAHH DEMI APA LOO??? TERUS TERUS GIMANA DI BALES GAK,
KESAMBET APA LO BERANI NGE CHAT FADIL???
Bella : Ihhh Adel satu satu dong nanya nya gue pusing denger nya
Adel : Ehh iya maaf gue ganyangka bgt lo bisa chat duluan, coba lo cerita dari awal gimana
bisa chat Fadil duluan
Bella : Yaa gituu semalem gue lagi bosen banget terus gue ngga sengaja liat profile Instagram
Fadil terus yaudah gue ising chat dia duluan terus di bales dan kita chatingan dan lo tau
apaa??
Adel : APAA JANGAN BUAT GUE PENASARAN BELL
Bella : DIA NGAJAKIN GUE KE KANTIN BARENG
Adel : WADUH GERCEP JUGA YA SI FADIL
Bella : Tapi gue taku del gimana dongg bantuin gueee
Adel: Ngapian takut ihh ini kan yang lo tunggu selama ini jadi lo harus gunain kesempatan
ini dengan baik.
Bella : Iyaa juga sii…
Bell Istirahat pun terdengar itu membuat Bella gugup ini adalah kali pertama Bella kekantin
bersama laki-laki biasanya dia selalu kekantin dengan Adel dan Bagas, tak lama ada seorang
laki-laki di depan kelas Bella sedang berdiri dan melambaikan tangan ke Bella yaa itu adalah
Fadil.

Semenjak itu Bella menjadi dekat dan berpacaran. Bella pun akhirnya bermalas
malasan untuk belajar dan sering membohongi kedua orang tua nya Bella sering bolos les
bimbingan untuk bertemu dengan Fadil. Kedua orang tuanya tau tentang hal itu. Ayah
memanggil Bella untuk berbicara tentang masalah ini. Ketika ayah dan Bella mengobrol Ibu
pun datang menghampirinya. Ibu sangat marah terhadap Bella ibu sudah tau anaknya sudah
mulai berpacaran padahal hal itu sangat tidak disukai ibu tetapi Bella melakukannya. Bella
menangis di hadapan kedua orang tuanya dia mengatakan menyesal melakukan itu dan
berjanji tidak akan mengulang kesalahan itu lagi.

Nama : Desak Nyoman Intan


Npm : 120100051
Kelas : Ilmu Komunikasi 2B
Lentera Bumi

Aku Jiza anak pertama dari 5 bersaudara, seorang gadis manja yang baru memasuki dunia
perkuliahan, sebelumnya tidak mengenal cinta, tapi setelah bertemu dengan sosok pria di café
itu untuk pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta setelah sekian lama, Gino Namanya

Ini ceritaku …

Suasana sore hari disebuah caffe “Hai.. salam kenal aku Jiza” ucap seorang gadis kepada
teman-temannya yg baru pertamakali ia temui, “aku Gino” sambil membalas uluran tangan
dari gadis tersebut, “hmm aku Agha” dengan tersenyum dan membalas uluran tangan jiza
bergantian dengan Gino

mereka sebelumnya udah saling kenal tapi hanya lewat sebuah chat dan tepat di hari ini
pertama kalinya mereka bertemu dan bertatap muka, setelah berbincang-bincang lebih dari
45menit Agha pun pamit pulang duluan karena harus menjemput kakaknya dibandara, tersisa
hanya Aku dan Gino

“Btw, besok lo kemana Gin” ucap Jiza


“Hmmm.. gua free sih, btw blm banyak temen juga dijakarta, biasalah ABDK”
“Hah? ABDK apaan”
“Anak Baru Di Kos” jawab Gino sambil tertawa kecil dan dibalas tawa oleh Jiza
“Kenapa? Mau keluar? Yuk” ucap Gino dengan senyumnya yg manis
“Boleh Gin, tar gua shareloc deh” balas Jiza mengiyakan

Keesokan harinya, tepat pukul 16.00 pm ditengah perjalanan Gino membuka obrolan dengan
Jiza

“Lo tau caffe daerah sini?”


“Banyak Gin, lo mau modelan yg kaya gimana”
“Yang sepi, tapi aesthetic haha”
“Kaya cewe anjir, minta yg sepi-sepi”

Seketika Jiza yang refleks memukul sambil tertawa kecil membalas candaan Gino, sekitar
pukul 16.30 dan tiba di salah satu caffe yg Bernama “Lentera Bumi” dengan suasana sore
yang dibumbui senja senja kecil yang indah, Gino dan Jiza mengarah ke sebuah kasir untuk
memesan menu disana kemudian mereka memilih duduk diujung café yang tidak terlihat dari
sisi-sisi kasir, tidak lama seorang pelayan café datang membawa 2 gelas minuman mengarah
ke mereka, Gino memesan Machiatto dan Jiza memesan Matcha

“Terimakasih kakkkk” ucap anak gadis yang sangat humble itu kepada seorang pelayan café
dan dibalas senyuman manis serta kepala yg mengangguk menunjukan arti sangat senang
“Ji, rumah lo jauh juga ya dari kosan gua” Gino membuka obrolan
“Ya lumayan, kenapa?” jawab Jiza
“Oh ya gapapa, nanya doang gua” balas Gino

Setelah perbincangan Panjang dan jam udah tepat dipukul 21.45 pm akhirnya mereka
memutuskan untuk pulang. Jiza dan Gino semakin hari semakin kenal, dan semakin sering
Bersama. Gino juga beberapa kali kerumah Jiza untuk antar jemput gadis manis itu, yaa
walaupun dengan jarak yg cukup jauh dari kosannya, tapi ia tidak keberatan untuk menjadi
driver ojek nya karena dia merasa cukup asik dan nyaman jika berada didekat gadis itu,
dengan seiring berjalannya waktu Gino dan Jiza suka bertukar cerita, entah itu tentang
kehidupan, keluarga, teman, ataupun cinta.

(Hari-hari berikutnya dikantin kampus, jam makan siang)


“Gin gua punya nyokap, tapi gua gapernah rasain rasanya punya nyokap tuh kaya gimana?
Beruntung banget deh buat anak-anak yg disayang sama keluarganya, terutama sama
Nyokapnya”
“Maksud lo?” jawab Gino yg kurang paham dengan narasi Jiza
“Iyaaa, gua gapernah rasain kasih sayang sosok nyokap, gua kan dibiarin gitu aja, hidup juga
semau gua” ucap Jiza
“Bokap lo? Ada?” balas Gino dengan sedikit rasa hati yg kurang enak
“Sorry Ji, maksud guaa eee…” lanjut Gino dengan terbata-bata
“Yaelah, santai kali Gin, bokap gua ada tapi ya gitu sibuk kerja aja” jawab Jiza santai
“Ohh okey okeyy, terus gimana Ji? Ada yg bisa gua bantu buat lo?” ucap Gino dengan sedikit
menenangkan Jiza yg mellow
“Gaada sih, gua cuma butuh di dengerin doang kok Gin, amann” balas Jiza dengan nada
santai nya seolah baik-baik saja
“Btw, knp lo kok tibatiba banget mellow gini, beres matkul lagi” jawab Gino kepo
“Gua tadi gasengaja denger lo di call sama ibu, hmm ibu lo care banget, salutt” balas Jiza
dengan menunjukan ibu jarinya
“Makan yukkk, mau pesen apa?” Gino yg mengalihkan pembicaraan karena menurut dia
waktunya kurang tepat untuk membahas yg mellow2 disituasi kantin kampus yg cukup ramai
“Guaaa hm apa yaaa?” jawab Jiza yg bingung
“Ayam yakiniku? Nasgor? Soto ayam?” balas Gino dengan nada yg care kepada Jiza
“SOTO AYAAAMMMM!” teriak Jiza dan beberapa detik kemudian menutup mulutnya
dengan jari-jari karena sekelompok orang meliriknya, dan Jiza membuat pemandangan kantin
sedikit focus kepadanya

Ya, Jiza cukup senang jika ia berada didekat Gino karena menurut Jiza Gino anak yang bisa
membuatnya selalu tertawa, walaupun kadang Gino juga yg membuat Jiza menangis,
kehidupan pertemanan mereka udah lebih dari 1tahun, keluarga Jiza pun sudah mengenal
Gino, ayah dan ibunya Jiza juga pernah beberapa kali bertemu dengan Gino, menurut mereka
Gino anak yang baik, sopan, dan ramah. Jiza sangat disayang oleh ayahnya, maka dari itu
ayahnya menitipkan Jiza kepada Gino jika keberadaannya tidak sedang bersama Jiza

Tetapi komunikasi Jiza dengan ibunya jarang sekali terjadi, ada satu masalah Jiza dengan
ibunya yang sangat sulit untuk dimaafkan oleh Jiza, tetapi ayahnya selalu memberikan
nasehat dan arahan kepada Jiza bahwa ibunya akan segera berubah, keberadaan Gino disini
membuat Jiza semakin hari semakin merasa tenang dan aman, karena pertemanan mereka
udah lebih dari satu tahun dan mereka sama-sama mempunyai rasa nyaman dan rasa saling
sayang, maka Gino meminta izin kepada Jiza agar hanya Gino yang bisa menjaganya setelah
ayah dan kakak pertama Jiza

Gino resmi menjadi pacar Jiza setelah pertemanan mereka lebih dari satu tahun dan pertama
kali ia jumpa dengan Gino di café “lentera bumi” untuk pertama kalinya, Jiza sebenarnya
sudah tertarik dengan Gino, tetapi ia berusaha professional karena ia sebagai Wanita tidak
mau merasa dirinya yang menyukai lebih dulu dari seorang pria, disitu untuk pertama kalinya
gadis manja itu merasakan jatuh cinta setelah sekian lama, dengan hari-hari selanjutnya
perlakuan-perlakuan Gino yang membuat Jiza merasa sangat aman berada didekatnya seperti
berada didekat ayahnya, Jiza juga suka bercerita kepada Gino karena Gino mempunyai
caranya sendiri untuk menasehati Jiza agar gadis itu mau melakukan apa yang Gino katakan,
maka dari itu ayahnya Jiza menitipkan Jiza kepada Gino dan selalu menasehati Jiza agar bisa
memaafkan kesalahan ibunya, karena ayahnya tau bahwa Gino lebih dekat dengan Jiza

Nama : Aura Haifa Nurul Anfi


Npm : 120100049
Para manusia yang menyenangan

Ini kisah persahabatan sekelompok anak muda yang baru saja lulus SMA, persahabatan
empat orang anak muda yang terdiri dari saya (Indra), Agung, Ditto dan Fadhil. Kisah
persahabatan kami tidak lama lagi akan terpisah oleh pendidikan yang akan ditempuh
masing-masing, keempat orang ini memilih universitas yang berbeda sehingga pertemuan
tahun ini akan sangat bermakna karena kita semua tidak akan sering berkumpul lagi.

Pada bulan ramadhan banyak sekali acara reuni teman-teman masa sekolah, kami berempat
termasuk yang paling semangat pada momen ini karena bisa bertemu teman-teman lama.

Suatu saat, saya dikasih tahu Agung bahwa nanti sore kami akan berangkat ke acara reuni
SMA. Tugas saya memberi tahu Ditto. Siang itu juga saya langsung mengabari Ditto.

Saya : Dit, nanti jemput aku ya...


Ditto : Lha kenapa?
Saya : Motorku lagi dipake
Ditto : Jalan aja bung, mager aku jemput kamu
Saya : Jangan gitulah tai....
Ditto: wkwkw ya nanti aku jemput
Sore tiba dan ditto sudah berada dirumah saya, ditto misuh karena agung dan fadhil tidak
kunjung datang
Ditto : taiiiikkkk mana yang lain
Saya : sabarrr magrib masih lama
Ditto : emang kacau agung sama fadhil tuh
Saya : sabar tunggu aja, mau minum dulu tah?
Ditto : Blok!!!!! Aku puasa
Saya : siapa tau haus bunggg...........
Tak lama kemudian agung dan fadhil tiba, tidak perlu basa-basi kami berempat langsung
berangkat menunju lokasi acara, sesampainya dilokasi acara kami disambut teman-teman
lainnya.

Keesokan harinya fadhil dan agung datang ke rumah saya, rumah saya adalah basecamp
tempat kami semua berkeluh kesah
Fadhil : ditto belum kesini tah
Saya : belum, nanti katanya
Agung : gitar taro dimana?
Fadhil : ituuu wak liat pake mata, marah-marah bae
Agung : Oh iya hehe maap lapar soalnya
Fadhil : Gas tahhh
Saya : Astagfirullah jangan disini wak
Agung : bentar, mau chat ditto dulu
Kami semua berencana untuk makan siang dibulan puasa, sesuatu yang dilarang dalam
agama, astagfirullah, namun kami semua berubah pikiran karena terlalu sering melakukan hal
itu
Saya : Aku ga ikut lah wak, kemaren kan udah sekarang mau fokus
Fadhil : Lhaaa yawis batal lah
Agung : Taikkk wis semangat kita kik
Saya : Jangan lagi gung, waktunya kita berubah
Fadhil : Berubah-berubah besok ge kumat lagi
Kami semua pun tertawa cekikikan, dan ditto pun datang dan bertanya
Ditto : loh loh loh ada apa ini ga ajak-ajak
Kami semua langsung memalingkan muka dan pura-pura sibuk bermain hp
Ditto : asuuuuu!!!!!!!!!!!!!!
Menjelang magrib agung, fadhil dan ditto pulang, karena waktu berbuka sudah hampir tiba
dan pada malam sehabis tarawih mereka bertiga datang lagi, agung memulai pembahasan
mengenai perkuliahan

Agung : Kawan-kawan semua, kita kan bentar lagi kuliah gamau gitu bikin kenang-kenangan
foto studio kek
Ditto : Lebay!!!!!!!!!
Fadhil : Buat apa agung.....? orang kita masih bisa nongkrong disini
Agung : Yakan nanti kita bakalan berpisah dong
Saya : gausah gung ngapain buang-buang duit
Agung : Emang tai semua!!
Ditto : kamu sekampus sama siapa aja dhil dari sma kita
Fadhil : Banyak kek nya, yang gue tau cuma nanda, aqil, nuno, azi sama iqbal, lu sama siapa
aja to?
Ditto : Cuma nani sama teguh aja
Saya : gung, ngobrol gung hahahaha diem diem bae
Agung : pulang aja lah
Fadhil dan ditto serentak berkata “sokkk gung, silahkan ”
Saya : loh jangan gitu lah, parah ya gung, kenapa ga dari tadi gung pulangnya? hahahaha
Kami semuapun tertawa cekikikan, agung hanya bisa mengelus dada
Fadhil : Oh iya nih kalo nanti kita semua berpisah jangan lupa kalo kita ada grup wa
Ditto: nahh jangan sampe semuanya pura-pura lupa
Saya : pasti itu sih, masa iya pura-pura lupa ya gung
Agung : iya lah pasti, pasti lupa sih hehehe
Seketika semua hening, hanya ada bunyi jam yang terdengar
Agung : sabarrr...................
Fadhil : baper......
Saya : intinya grup wa jangan sampe sepi, komunikasi itu penting boss, masa iya
kekeluargaan yang kita bangung hancur cuma karena jarak
Ditto: setuju jangan sampe kawan....
Agung : jarak bukan halangan untuk tidak saling berkomunikasi
Fadhil : Apasihh gung.....
Obrolan kami pun semakin malam semakin panjang dan berat, entah apa saja yang kami
bicarakan waktu terasa singkat, banyak keluh kesah yang dibicarakan, mungkin kami semua
akan sibuk dengan dunia masing-masing namun komunikasi harus tetap terjalin karena
dengan berkomunikasi kita akan merasa lebih dekat meski terhalang jarak.
Note : Teori Kubutuhan Hubungan Interpersonal

Nama : Indra sukma wijaya


Npm : 120100050
Pesona Abi

Aku kembali mengenakan kacamata minusku setelah beberapa menit yang lalu melepasnya
dengan spontan. Dan kali ini kulepas lagi sembari mengendorkan tali dasiku yang beralih
fungsi menjadi lap pembersih kacamata. Aku kira kacamata ini sudah bening, namun apa
daya mata ini masih saja kabur. Tak mampu melihat sosok nan jauh disana. Akhirnya aku
meminta bantuan Alia untuk membawa sederet teks dari jarak beberapa meter.

Alia: Disini kelihatan, aku bawa tulisan apa?” tanya Alia mengetes.

Apa mungkin minus ini bertambah? Bukankah baru satu minggu yang lalu aku check up ke
dokter spesialis mata pribadiku? Entahlah… mungkin sosok itu hanya imajinasi, sebagai efek
karena terlalu larut dalam selembar cerita pendek yang sedang kukoreksi. Dan sebagai senior
yang aktif di bidang jurnalistik, tugasku adalah mengedit tulisan-tulisan sastra dan ilmiah
yang disetorkan para junior padaku. Hasilnya pun luar biasa, karya-karya itu selalu dibanjiri
pujian tiap kali terbit. Baik dari bapak mentor ataupun teman-teman yang lain.

“May!” Alia kembali dan suara cemprengnya selalu membuatku kaget. ‘Dasar Alia! Sudah
berapa kali kubilang, aku tak mau diganggu ketika sedang santai dengan laptop dan kegiatan
favoritku.’ Aku mendengus kesal. Seorang Alia mana peduli dengan ucapan lembut atau
kasarku, yang ada dia malah menyeret paksa lengan kiriku menuju gerbang.

“Ini yang gue maksud, May! Jadi, kemungkinan minus lo itu nggak nambah dan kacamata lo
juga nggak dalam keadaan berdebu. Lo aja yang nggak mau percaya sama oppa Min Ho versi
Indonesia telah hadir di sekolah kita.” Alia menjelaskan sampai aku benar-benar sadar
dengan keadaan mataku yang perih karena beberapa kali ku ucek.

“Dia anak baru?” tanyaku kepo.


Alia mengangguk. Aku masih mencoba untuk mengamatinya dengan seksama.
“May, lo sadar kan?” Alia menepuk-nepuk pipiku.
“Sadar dong Al, meskipun tampang gue bloon gini gue harus tetep jaga image di depan
cowok ganteng, apalagi selevel oppa Min Ho nih.”
Alia mencibir. Aku masih menatap cowok itu tanpa ragu, meneliti tiap detail dari gayanya
yang super cool. ‘Oh My God. Itu cowo apa malaikat sih, cakep bener!’ Batinku, memuji
parasnya yang bagiku adalah sebuah anugerah.
“Udah ah, masuk yuk. Jangan bengong mulu, keliatan jelek banget tuh muka!” Sindir Alia.
Aku mendengus kesal, kemudian sadar akan lembabnya wajahku yang memang sedikit
berminyak. Aku segera mengeluarkan tisu dari sakuku.

“Alia, tungguin!” Aku berusaha mengejar Alia ketika tiba-tiba terdengar suara yang
meneriakkan sederet nama baru di telingaku. Umar Fabian.
“Umar Fabian? Namanya Umar Fabian?” gumamku pada diri sendiri kemudian memutuskan
untuk kembali menghampiri gerombolan yang kapasitasnya semakin melebar. Yah! Bagi
mereka, mana bisa mengabaikan event seperti ini.
“Abi?” cewe feminin itu menyapa Fabian sembari melambaikan tangannya.
“Viona sok deh. Keliatan banget kalo dia nyari muka di depan Fabian!” seorang cewe yang
tak kalah feminin itu mencibir. Siapa sangka? Ternyata cewe pendiam yang kutu buku
semacam Viona itu juga bisa kecentilan kayak ondel-ondel, pake mainin ujung rambut dan
sok-sok malu lagi saat Fabian kebetulan ngeliat dia. Bukankah selama ini dia hanya mau
berteman sama buku-buku yang tebalnya berpuluh-puluh senti itu? Ahh.. entahlah! apapun
alasannya gue juga nggak punya alasan buat mundur, tekadku. Ada setitik keyakinan yang
membuatku bergerak dan menggerakkan benda itu mengenai wajahnya dengan pose yang
sangat natural.
Ckrek!

“Nama lo Maya kan?”


Oops! Aku gelagapan, entah jawaban apa yang harus aku lontarkan dengan posisi seperti ini.
Camera menutupi sebagian wajahku dan aku tertangkap basah telah mencuri gambarnya.
Memalukan!
Dia tersenyum menatapku. Untuk yang pertama kalinya aku menyadari bahwa aku memang
bodoh dalam hal ini. Aku belum pernah belajar tentang bagaimana caranya berdialog dengan
cowo yang aku suka. Tentang apa yang harus aku tanyakan saat pertama kali bertemu dalam
jarak yang mendadak jadi sedekat ini?

“Lo Maya kan?” dia mengulang pertanyaannya. Aku mengangguk dengan gaya senatural
mungkin. Dan tak lupa memberikan senyum manisku yang menyembulkan lesung pipi di
kedua pipi.
“Gue Abi. Salam kenal ya?”
Kurasakan kedua pipiku memanas. Aku pikir aku yang bermimpi disini. Dari sekian banyak
cewek yang memotretnya, hanya aku yang dapat sapaan manis dari dia.

“Oh iya, hanya sekedar saran, coba kalau kacamata lo diganti dengan lensa coklat sesuai
dengan warna bola mata lo.” Abi melepas kacamata yang bertengger di hidung tirusku.
“Ma…ya.. ” dia memanggilku dengan memberi nada tekanan pada namaku.
Aku mendongak, menatapnya yang lebih tinggi beberapa senti dariku.
“Iya?” jawabku. Suaraku terdengar serak. Dia hanya tersenyum menatapku dan mata kita
bertemu.
“Maukah kamu jadi pacarku?” ungkapnya konyol. Aku tidak percaya. Bagiku, ini terlalu
cepat.
“Pacar Abi? Maya sih ma….ma…”

Brak! Suara gebrakan pintu.


“Maya, kamu baik-baik saja sayang? Aduh, mama bener-bener khawatir sama kamu, sayang.
Dipanggil berkali-kali nggak ada sahutan, bikin mama cemas.” Mama menyelipkan poniku
kebelakang telinga kemudian memelukku.
“Ma,” lirihku pelan, berharap mama bisa mengembalikanku ke alam yang ternyata hanya
mimpi.
“Oh iya sayang, ini ada Alia sama temen-temen kamu.”
“Suruh masuk aja, Ma.” Jawabku malas. Aku memaksakan senyum pada Alia.
O o.. apa ini masih di dunia mimpi?
“Cubit gue, Al!”
Alia merasa heran, tak lama kemudian mencubit lenganku.
“Aww!” Aku mengerang kesakitan.

“Lo kenapa sih, May?” kali ini dia menepuk lenganku pelan kemudian meletakkan telapak
tangan kanannya diatas dahiku.
“Lo masih demam May, yaudah lo istirahat aja kita mau pulang. Oh iya May, sebelumnya
gue mau nyampein ke lo perihal anak baru yang mau bergabung di organisasi kita.”
“Oh ya? Mana orangnya? Dia? Dia bukan sih? Itu Abi kan?” aku memberondong Alia
dengan pertanyaan konyol. Perasaanku masih terbawa mimpi.
“Abi? Abi siapa sih? Ngelantur nih anak. Dia Supeno. Anak baru yang mendapat beasiswa di
sekolah kita. Dia dari Jawa Timur lho, bahasanya asyik banget.” Alia cekikikan. Si anak baru
itu cengar-cengir di sampingnya.
“Su…Su..peno? Supeno?”
“Iya, Supeno. Panggilan bekennya Eno. Hahaha, biar keliatan gaul lah. Coba deh, lo amati
dia dengan seksama. Penampilannya nggak norak sih tapi lucu. Iya nggak?”

Alia meraih kacamata di atas naskan itu dan memberikannya padaku. Dan… Oh my god! Iya
bener. Penampilan khas anak Jawa Timuran banget dengan blangkon batik yang senada
dengan baju adatnya. Lumayan modis sih, tapi jauh dari prasangka gue, bahwa Abi yang
mirip Lee Min Ho dalam mimpi itu telah diganti dengan Eno yang menurut gue kampungan
banget. Harusnya mama nggak usah bangunin Maya aja tadi, tunggu sampai Maya bener-
bener bisa jadian sama Abi.

“Mbak?” sapa si Supeno, Eno atau entah apalah. Dia mengulurkan tangannya untuk
bersalaman.
“Manggilnya Maya aja nggak pake mbak. Oke?” tegasku, membalas ulur tangannya dengan
malas.
Aku masih agak dongkol. Tapi, setidaknya masih punya hati sama Supeno yang udah jauh-
jauh dari Jawa Timur ke Jakarta buat nyari ilmu. Rasanya konyol aja belum sempet pacaran,
tapi udah patah hati. Dan Abi? Aku terkekeh mengingatnya. Alia menatapku aneh.
Kuabaikan saja dia untuk sementara waktu dan aku kembali menarik selimut, melanjutkan
tidur. Kali ini dengan merapal banyak do’a yang diajarkan guru TPQ ku waktu kecil agar
mimpi buruk tak kembali hadir merusak moodku.

Setiap pagi, harapan itu selalu hadir. Harapan dimana aku ingin mewujudkan mimpiku untuk
menjadi seorang translator salah satu tempat wisata di Korea. Bagiku, hal ini bukanlah suatu
yang berlebihan. Semua akan berawal dari sana. Dari aktor, aktris, drama, hobi, hingga
impian yang kuyakini akan menjadi nyata dalam 10 tahun ke depan.

Nama : Muhammad Ikbal


Npm : 120100036

Anda mungkin juga menyukai