Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MEMAHAMI THAHARAH DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan

Disusun Oleh :

Dwi Rahma

20210110400052

Dosen Pengampu :

Dra. Rifqiyati, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

JAKARTA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Memahami
Thaharah dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada:

1. Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya,


sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

2. Ibu Dra. Rifqiyati, M.Ag yang telah memberikan tugas dan bimbingan
kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang


telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tangerang, Maret
2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah 3

2.2 Macam-Macam Thaharah 4

2.3 Tata Cara Thaharah 5

2.4 Hukum Thaharah 6

2.5 Pembagian Thaharah 7

2.6 Pengertian Najis 8

2.7 Pengertian Hadast 10

2.8 Macam-Macam Hadast 11

2.9 Perbedaan Hadast Dan Najis 12

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan 13

3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

DATA DIRI 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang

Ibadah merupakan latihan rohani (spiritual) yang diperlukan manusia,. juga


yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT.
Sebagaimana tersebut dalam Q.S. Az-Zariyat Ayat 56. Sebagai berikut:

Artinya: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan hanya
untuk beribadah kepada-Ku.”

Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal yang sangat mendasar yang paling
utama harus diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan dan
kesucian seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam melaksanakan
ibadah shalat. Anjuran tentang pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesucian
banyak terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang diarahkan bagi
kebahagiaan hidup.

Usaha-usaha menjaga kebersihan dapat dilakukan dengan menjaga


kebersihan pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar,
dan yang paling utama ialah menjaga kebersihan tempat ibadah. Yang tidak kalah
pentingnya ialah menjaga kebersihan badan dan pakaian karena seseorang dapat
dikatakan bersih apabila dapat menjaga kebersihan badan dan pakaian. Maka umat
Islam harus selalu menjaga kebersihan karena kebersihan akan mewujudkan
kesehatan jasmani dan rohani.

Membersihkan pakaian menurut sebagian para ahli tafsir ialah membersihkan


rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela. Ringkasnya, ayat itu memerintahkan
agar diri, pakaian, dan lingkungan dibersihkan dari segala najis, kotoran, dan
sebagainya. Di samping itu, juga diperintahkan agar kesucian Selalu dijaga.
Demikian pula dengan menanamkan sikap hidup bersih terhadap peserta didik dan
masyarakat pada umumnya.

Firman Allah SWT. dalam Q.S. al- Baqarah: 222

Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang orang

1
yang suci (bersih dari kotoran jasmani maupun rohani.

2
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah menyayangi orang-orang yang
beribadah dan bertaubat dari kesalahan serta kepada mereka yang selalu menjaga
kebersihan.

Persoalan thaharah erat hubungannya dengan pelaksanaan ibadah. Shalat


adalah salah satu ibadah yang paling sering dilaksanakan terutama shalat wajib lima
waktu,puasa ramadhan. Juga ibadah – ibadah yang lain thawaf, memegang mushaf
dan lain – lainnya. Maka dalam pelaksanaannya ibadah shalat tersebut tidak sah
kecuali sebelumnya seluruh keadaan, pakaian, badan, tempat dan sebagainya
dalam keadaan bersih dan suci, baik suci dari hadas besar, maupun hadas kecil,
dan najis.

Hadas menghalangi shalat, maka berthaharahlah (bersuci ) sebagai kunci


untuk dapat sesorang melaksanakan ibadah. Hal ini juga ditunjukkan oleh ijtihad
para fuqaha dalam tulisan-tulisan mereka yang selalu diawali dengan pembahasan
thaharah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya masalah thaharah ini. Untuk
itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga harus dipraktekkan
secara benar. Dalam kenyataannya, ada sebagian umat Islam yang masih kurang
tepat dalam melakukan praktek thaharah. dikarenakan kurangnya pengetahuan atau
semata-mata salah dalam pelaksanaannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Thaharah dalam islam?

2. Bagaimana cara bersuci dan menbersihkan najis?

3. Apa aitu Hadast?

1.3 Tujuan

1. Memahami ap aitu Thaharah.

2. Memahami cara Bersuci.

3. Mengetahui ap aitu Hadast.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’


thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan
mengerjakan pekerjaan yang me mbo le hka n s ha lat, ber upa w ud hu, ma nd i, ta
ya mum da n menghilangkan najis.1

Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.

1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam
badan.

2) Membersihkananggotabadandaridosa-dosa.

3) Membersihkan hati dari akhlak tercela.

4) MembersihkanhatidariselainAllah.

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang. Bila
najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan
dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat
maka ia harus membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus
membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu.
Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah, karena
kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana) untuk meraih
kesucian batin.

Thaharah merupakan perintah agama untuk bersuci dari hadas dan najis.
Kedudukan bersuci dalam hukum Islam termasuk amalan yang penting lantaran
salah satu syarat sah salat adalah diwajibkan suci dari hadas dan najis.Thaharah tak
sekadar bersih-bersih badan. Tak setiap yang bersih pun pasti sudah suci. Lebih dari
itu, suci dari hadas adalah melakukannya dengan berwudu, mandi, ataupun
tayamum. Sementara suci dari najis yaitu menghilangkan kotoran yang ada di badan,
pakaian, dan tempat.

Agar ibadah dapat diterima oleh Allah SWT sekaligus terhindar dari berbagai
penyakit, simak pengertian thaharah dan pembagiannya menurut syara' atau
4
peraturan Allah. Hukum thaharah itu sendiri wajib dan telah disampaikan oleh Allah
melalui firmanNya:

5
"Hai orang-orang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah muka dan tangan kalian sampai siku, dan sapulah kepala kalian, kemudian
basuh kaki sampai kedua mata kaki." (Al-Maidah:6).

"Dan, pakaianmu bersihkanlah." (Al-Muddatstsir:4).

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-


orang yang menyucikan diri." (Al-Baqarah:222).

2.2 Macam-macam Thaharah atau Bersuci

Thaharah pun terbagi menjadi dua bagian seperti berikut:

A. Thaharah Ma'nawiyah

Thaharah ma'nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya


membersihkan segala penyakit hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya.

Pasalnya, thaharah ma'nawiyah ini penting dilakukan sebelum melakukan


thaharah hissiyah, karena ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari
sifat-sifat sirik tersebut.

B. Thaharah Hissiyah

Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian


tubuh dari sesuatu yang terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadas
(kecil dan besar).

Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam
kondisi tidak ada air).

Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan
sembarang air. Penjelasnnya adalah di bawah ini:

1. Jenis Air untuk Thaharah

Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah air bersih (suci dan
mensucikan) yang turun dari langit atau keluar dari bumi dan belum pernah
dipakai bersuci, di antaranya:

 Air hujan

 Air sumur

6
 Air laut

 Air sungai

 Air salju

 Air telaga

 Air embun

2. Pembagian Air untuk Thaharah

Pengertian thaharah dan pembagiannya juga ditinjau dari segi hukum Islam
dengan mengelompokkan jenis air yang diperbolehkan maupun tidak dalam
bersuci.

Air tersebut dibagi menjadi empat yaitu:

a) Air suci dan menyucikan,

yaitu air mutlak atau masih murni dapat digunakan untuk bersuci
dengan tidak makruh (digunakan sewajarnya tidak berlebihan). Air suci dan
dapat menyucikan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan
matahari) di tempat logam yang bukan emas. Air suci tapi tidak menyucikan,
yaitu air musta'mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadas
atau najis walau tidak berubah rupa, rasa dan baunya.

b) Air mutanajis

yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedangkan jumlahnya


kurang, maka tidak dapat menyucikan. Air haram, yaitu air yang diperoleh
dengan cara mencuri (ghashab), atau mengambil tanpa izin, sehingga air itu
tidak dapat menyucikan.

2.3 Tata Cara Thaharah

1. Mandi Wajib

Mandi atau ghusl merupakan syarat mutlak ketika bersuci, istilah mandi wajib
dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung kepala sampai
ujung kaki. Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat yang menyucikan
diri dari hadas kecil dan besar seperti kutipan dari NU Online yaitu:

‫ْﺮ ﺎ ﻠ َﺗ َﻌﺍ‬
‫َﻟﻰ‬ ‫ْﺍ ِﻟﺠ َﻨﺎ َﺑ‬ ‫ْﻛ َﺒ‬ ‫َﺮ‬ ‫ﻟ‬ ‫َﻧ ُْﻳﺖ ﺍ ْﻟ ُﻐ‬
‫ِﺮ‬

7
"Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala."

Artinya: Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu
karena Allah ta'ala."

Menurut madzhab Syafi'i, saat pertama membaca niat harus dibarengi dengan
menyiram tubuh dengan air secara merata. Kedua, mengguyur seluruh bagian luar
badan, tak terkecuali rambut dan bulu-bulunya. Sedangkan bagian tubuh yang
berbulu atau berambut harus dengan air mengalir.

2. Berwudu

Sementara itu, thaharah dengan berwudu menurut syara' adalah untuk


menghilangkan hadas kecil ketika akan salat.Orang yang hendak melaksanakan
salat sudah wajib hukumnya melakukan wudu, karena berwudu merupakan syarat
sahnya salat. Thaharah berwudu juga sama halnya dengan mandi wajib yang
diawali dengan membaca niat wudu seperti ini:

‫َﻌﺍ‬
‫َﻟﻰ‬ ‫ِﺍ‬ ‫َﻐ ِﺮ َﻓ ْﺮ‬ ‫َﺀ َﺮ ﺍ ْﻟ‬ ‫ﺍ ْﻟ‬ ‫ْﻳ‬
‫ﻟﻠ‬

"Nawaitul wudhuu'a liraf'il-hadatsil-ashghari fardhal lillaahi ta'aalaa."

Artinya: Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah.

Kemudian melaksanankan fardu wudu enam perkara, di antaranya:

 Niat

 Membasuh seluruh muka

 Membasuh kedua tangan sampai siku-siku

 Mengusap sebagian rambut kepala

 Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki

 Tertib, artinya mendahulukan mana yang harus dahulu dan mengakhirkan


yang harus diakhiri.

3. Tayamum

Thaharah tayamum ini merupakan cara yang menggantikan mandi dan wudu,
apabila dalam kondisi tidak ada air. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah
yang suci tidak tercampur benda lain. Lalu diawali niat
8
‫َﻌﺍ‬ ‫ْ ِﻟ‬ ‫ﺮ‬ ‫َﻧ َﻮ ْﻳ َّﺘ َﻴ ُّﻤ ِﻻ ِ ﺘ‬
‫َﻟﻰ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻻَ ﺍﻟ‬ ‫ﺍﻟ َﺒﺎ‬

"Nawaitut tayammuma lisstibaahatishsholaati fardhol lillaahi taala."

Artinya: Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah.

Setelah membaca niat, dilanjut dengan meletakkan dua belah tangan ke atas
debu misalnya debu pada kaca atau tembok dan usapkan ke muka sebanyak dua
kali. Dilanjut mengusap dua belah tangan hingga siku sebanyak dua kali juga, dan
memindahkan debu kepada anggota tubuh yang diusap. Yang dimaksud mengusap
bukan sebagaimana menggunakan air dalam berwudu, tatapi cukup menyapukan
saja bukan mengoles-oles seperti memakai air. Dengan begitu pengertian thaharah
dan pembagiannya ini wajib dipahami sebagai mana mestinya, karena sewaktu-
waktu sudah pasti diperlukan.

2.4 Hukum Thaharah

Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan
melaksanakan shalat. Bersih dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu
kewajiban bagi yang tahu akan hukum dan mampu melaksanakannya.

Allah SWT berfirman:

ۡ ‫َﺑ َِﺛﻴﺎ‬ ‫ﺮ ِّﻬ‬

“Wa siyaabaka fatahhir”

Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu". (QS.Al-Muddassir: 4)

Lalu terdapat juga dalam surah berikut ini:

‫ﺍﻟ ُّﺮ َّﮐ ِﻊ ﺍﻟ‬


‫ِﺩ‬ ‫ﺍﻟۡ ٰﻌ ِﻜ ِﻔ‬ ‫ۡﻴ‬ ‫َّﻠﻄ ٓﺎ‬ ۡ ‫َﻃِّﻬَﺮﺍ‬ َ‫ ﺍ‬....
‫ۡﻴﻦ‬ ‫ﻴِﺘ‬

“An tahhiraa Baitiya littaaa'ifiina wal'aakifiina warrukka'is sujuud”

Artinya: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf,
orang yang rukuk dan orang yang sujud!! (Qs. Al Baqarah: 125)

Sementara bersih dari hadas merupakan suatu kewajiban yang sekaligus sebagai
syarat sah shalat.

Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam:


9
“Shalat tidak diterima tanpa -didahului dengan bersuci." (HR. Muslim no. 224)

1
2.7 Pembagian Thaharah

Pelaksanaan thaharah terbagi menjadi dua, yakni:

1. Thaharah Ma'nawiyah

Thaharah ma'nawiyah adalah membersihkan diri dari kotoran batin berupa


dosa dan penyakit hati seperti iri, dengki, takabur, dan lain-lain. Cara
membersihkannya dengan melakukan taubatan nashoha yaitu memohon ampun dan
berjanji tidak akan mengulanginya.

2. Thaharah Hissiyah

Thaharah hissiyah adalah membersihkan bagian tubuh yang terkena najis


maupun hadas. Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan
dengan berwudhu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air).

2.8 Pengertian Najis

Kata Najis berasal dari bahasa arab ‫ ّﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ‬yang artinya kotoran. Najis
menurut istilah adalah suatu bendah yang kotor yang mencegah sahnya
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan
tawaf.

Kata hadas berasal dari bahasa arab


‫ ﺍﻟﺤﺪ‬yang artinya menurut bahasa
‫ﺙ‬
adalah sesuai peristiwa atau juga dapat diartikan kotoran atau tidak suci. Hadas
menurut istilah ialah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya
tidak syah dalam melakukan ibadah tertentu. Sedangkan kotoran ialah sesuatu yang
kotor dan tidak sedap dipandang mata. Kotor ini ada yang hukumnya najis seperti
kotoran manusia, kotoran binatang, darah, dan ada yang hukumnya tidak najis
seperti sampah buangan sayur-mayur dan sisa debu yang melekat pada badan dan
pakaian manusia.

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan. Sedangkan


menurut istilah adalah sesuatu menjijikkan menurut syara' yang bisa mencegah
keabsahan shalat sekiranya tidak terdapat dispensasi.

Kata najis berasal dari bahasa Arab, najasah yang berarti najis. Menurut
syari'at islam, najis adalah benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan
ibadah yang dituntut dalam keadaan suci seperti shalat dan thawaf. Perkataan najis
itu, seperti khubuts (kotoran) dan rijsun (perbuatan keji/kotor).

Najis merupakan sesuatu yang dianggap kotor dan menjijikkan yang

1
dapat membuat tidak sahnya sholat. Najis dibagi menjadi tiga yaitu najis berat

1
(mughallazhah), najis sedang (mutawassithah), dan najis ringan (mukhaffafah).
Sesuatu yang dinyatakan najis oleh syara’ yaitu :

a) Bangkai, binatang yang mati tanpa disembelih atau disembelih tetapi tidak
sesuai dengan syari’at.

b) Darah.

c) Nanah dan muntah.

d) Sesuatu yang keluar dari alat kelamin (qubul) dan anus (dubur) kecuali air mani.

e) Anjing dan babi.

f) Air susu binatang yang diharamkan.

g) Minuman keras.

h) Bagian tubuh binatang yang dipotong, sedangkan bagian lain dari binatang itu
masih hidup.

.Adapun Cara Untuk membersihkan Najis Sebagai berikut :

1. Najis mughalladhah

Dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali
basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh
dengan air mesti dihilangkan terlebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan
hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau
dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di
tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air.

Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah


dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur
dengan debu. Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:

Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan
pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebih utama dibanding
cara lainnya.

Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan
mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya
debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

2. Najis mukhaffafah

Yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum
selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara
memercikkan
1
air ke tempat yang terkena najis. Cara memercikkan air ini harus dengan percikan
yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan
juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu
barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai
untuk menyucikan harus mengalir.

3. Najis mutawassithah

Dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya.


Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian menyiram
tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila
seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah
pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang
ada di lantai. Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah
najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan
tidak adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian
menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut.

Tindakan menyiramkan air bisa cukup di area najis saja, dan sudah dianggap
suci meski air menggenang atau meresap ke dalam. Selanjutnya kita bisa
mengelapnya lagi agar lantai kering dan tak mengganggu orang. Mengetahui
macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh
setiap Muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat
dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.

Adapun beberapa benda yang tergolong najis :

a) Bangkai

yang dimaksud bangkai ialah binatang yang mati tanpa disembelih atau
disembelij tetapi tidak memenuhi ketentuan hukum Islam. adapun sejumlah bangkai
yang tidak termasuk najis, yaitu bangkai ikan dan belalang, binatang kecil yang tidak
berdarah seperti semut, tulang dan bangkai seperti tanduk, bulu, rambut, kuku dan
kulit yang disamak.

b) Darah

yang dimaksud darah ialah darah manusia atau darah binatang.

c) Air kencing

kotoran manusia atau binatang

d) Mazi

yaitu cairan seperti air mani yang keluarnya dari kemaluan tanpa terasa.

e) Nanah

1
f) Cairan yang keluar dari dubur dan qubul, kecuali sperma

g) Arak (khamr) dan semua minuman yang memabukkan

h) Anjing dan babi

i) Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya saat

masih hidup

2.9 Pengertian Hadast

Hadats berasal dari bahasa Arab Al-Hadats yang artinya suatu peristiwa,
kotoran, atau tidak suci. Menurut syari'at islam, hadats ialah keadaan tidak suci bagi
seseorang, sehingga ia tidak sah melakukan suatu ibadah tertentu, ¹2 Dengan kata
lain, hadats berarti keadaan tidak suci yang menghalangi orang yang bersangkutan
untuk melakukan ibadah tertentu sebelum ia menyucikan diri dari hadats yang ada
padanya.

2.10Macam-Macam Hadast

1. Hadas Kecil

Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka
harus wudhu atau jika tidak ada air/berhalangan, dengan tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan hadats kecil:

 Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur. Sebagaimana
yang tercantum dalam hadits yang

Artinya: "Atau kembali salah seorang dari kamu dari tempat buang air (WC)."
(Al Maidah: 6)

 Karena hilang akal sebab gila, mabuk, atau sebab lain, misalnya tidur.

 Karena persentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya


tanpa batas yang menghalanginya.

Artinya: "Atau bersentuh kamu sekalian dengan perempuan (yang bukan


mahram)." (An Nisa: 43)

1
 Karena menyentuh kemaluan (sendiri atau orang lain), dan dengan telapak
tangan atau jari.

2. Hadas Besar

Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci, maka
ia harus mandi atau jika tidak ada air/ berhalangan dengan tayammum

Hal-hal yang menyebabkan hadats besar:

 Bertemunya dua buah kelamin laki-laki dan perempuan (senggama), baik


keluar mani atau tidak.

 Keluar mani sebab mimpi atau sebab lain.

 Meninggal dunia.

 Haid (menstruasi) bagi wanita.

 Nifas, yakni darah wanita yang habis melahirkan.

 Wiladah (melahirkan anak).

Cara membersihkan Hadast :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,


maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.” (Q.S. Al-Maidah : 6)

Untuk mensucikan tubuh dari hadas, ada beberapa cara untuk bersuci sesuai
dengan perkaranya. Jika buang air kecil, buang air besar, mengeluarkan mazi atau
wadi dapat dilakukan dengan membersihkan kemaluan atau lubang keluar kemudian
berwudhu.

Sementara jika melakukan perkara yang menyebabkan hadas kecil dapat bersuci
dengan berwudhu. Sementara jika ingin bersuci dari hadas besar harus dilakukan
dengan mandi wajib atau mandi besar. Wallahua’lam.

1
2.11Perbedaan Hadist dan Najis

Islam menjunjung tinggi hidup bersih lantaran kebersihan merupakan sebagian


dari iman. Dalam Hadits Riwayat Tirmizi disampaikan jika Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia
Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan,
Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-
tempatmu". Oleh karena itu, Islam mengarahkan cara- cara bersuci ataupun
thaharah untuk membersihkan diri dari hadas serta najis. Nah, apakah hadas dan
najis itu berbeda? Sebelum membahas hal tersebut, kita harus tahu lebih dulu
tentang penafsiran keduanya.Menurut buku Fiqih karya Hasbiyallah, najis adalah
sesuatu yang kotor dan menjijikkan dengan tiga tingkatan. Sedangkan hadas adalah
sesuatu yang hanya dapat dihilangkan dengan mandi dan bersuci. Hadas
digolongkan menjadi besar dan kecil.

Sebagian ulama dan para ahli fiqih menetapkan jika buang air kecil dan besar,
kentut, keluarnya mazi dan wadi dalam keadaan sehat sebagai hadas kecil.
Sementara untuk hadas besar antara lain mengeluarkan mani dalam keadaan sadar
maupun tidur atau umumnya disebut mimpi basah dan haid.Setelah memahami
pengertiannya,

1. perbedaan hadas dan najis dari segi hakikat dan cara penyuciannya :

 Perbedaan dari segi hakikat Najis Dari segi hakikat ialah perkara yang zhahir
dan bisa dilihat, seperti halnya air kencing, darah, dan lain sebagainya.
Sementara untuk hadas ialah perkara maknawi yang ada di dalam tubuh
manusia dan tidak dapat dilihat oleh panca indra.

2. Perbedaan penyuciannya

 Dilihat dari segi niat.

Untuk menghilangkan hadas, dibutuhkan niat agar tubuh kembali suci dari
hadas. Sementara untuk menghilangkan najis, tidak diperlukan adanya niat.

 Selanjutnya adalah air.

Maksudnya, dalam menghilangkan hadas dibutuhkan air sebagai syarat


menyucikan diri. Sementara menghilangkan najis tidak harus dengan air.
Seperti misalnya istinja yang bisa dihilangkan dengan menggunakan batu.

Dalam membersihkan najis, diharuskan membersihkan tempat yang bernajis


hingga zat najisnya hilang. Sementara untuk hadas, cukup membersihkan anggota
tubuh dengan berwudhu jika hadas kecil, serta mandi janub untuk menghilangkan
hadas besar Menghilangkannya berbeda-beda. Jika hadas seperti kentut, buang air
kecil, buang air besar, dan sebagainya, cukup menyucikan diri dengan sekali
berwudhu. Berbeda dengan menghilangkan najis.

1
Jika terkena kotoran binatang pada bagian tangan, kaki, wajah, dan bagian
anggota tubuh lainnya, maka harus membersihkannya satu persatu pada setiap
bagian. Menghilangkan dengan tayamum. Sebagaimana yang diketahui, umat
Muslim diizinkan menyucikan diri menggunakan cara tayamum, jika memang tidak
memungkinkan adanya air.

Begitu pula untuk hilangkan hadas, bisa menghilangkannya dengan cara


tayamum. Meski menghilangkan najis tak diperbolehkan dengan cara tayamum,
namun pendapat ulama Hanabilah menyebutkan menghilangkan najis juga bisa
menggunakan cara yang sama dengan tayamum.

Perbedaan hadas dan najis dapat dilihat dari pengertiannya sebagaimana


disebutkan di atas. Selanjutnya, perbedaan antara dua hal ini juga dapat ditinjau dari
sisi implikasi hukum fikihnya dalam Islam.Perbedaan hadas dan najis secara
implikasi hukum fikihnya terbagi menjadi lima, yaitu dari segi niat, media penyucian,
area hadas dan hajis, urutan penyucian, dan penggantinya.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Bersuci dari hadas maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau
bersuci. Dalam hukum Islam juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting. Macam - macam Thaharah ada
empat yaitu pertama, tentang wudhu yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua,
tentang bertanyamum yaitu pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga, mandi
besar yaitu menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat, Istinja’ yaitu
membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu keluarnya kotoran itu.

3.2 Saran

Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat
menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

https://ejurnal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/sarwah/article/download/18/16/

Rahmawati, Isna. "Formulasi Dan Optimasi Self-Foaming Clay Soap (SFCS)


Talkum Dengan Desain D-Optimal." (2017)

Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

2
NAMA : Dwi Rahma

Tanggal Lahir : 20 Agustus 2003

Alamat Lengkap : kp. Rancahaur , Rt 01/03 ,desa karang tengah,


kec. Pagedagan

No.HP/WA 085778300168

Asal Sekolah : SMA

: SMAN 17 KAB. TANGERANG

: IPA

Aktif di Intra :-

Aktif di Extra :-

Mengikuti Forum Islam : 2-3 kali, Kajian Online

Anda mungkin juga menyukai