Disusun Oleh :
Dwi Rahma
20210110400052
Dosen Pengampu :
JAKARTA 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Memahami
Thaharah dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada:
2. Ibu Dra. Rifqiyati, M.Ag yang telah memberikan tugas dan bimbingan
kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Tangerang, Maret
2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL MAKALAH i
KATA PENGANTAR
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
DATA DIRI 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Artinya: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan hanya
untuk beribadah kepada-Ku.”
Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal yang sangat mendasar yang paling
utama harus diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan dan
kesucian seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam melaksanakan
ibadah shalat. Anjuran tentang pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesucian
banyak terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang diarahkan bagi
kebahagiaan hidup.
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang orang
1
yang suci (bersih dari kotoran jasmani maupun rohani.
2
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah menyayangi orang-orang yang
beribadah dan bertaubat dari kesalahan serta kepada mereka yang selalu menjaga
kebersihan.
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Thaharah
1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam
badan.
2) Membersihkananggotabadandaridosa-dosa.
4) MembersihkanhatidariselainAllah.
Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang. Bila
najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan
dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat
maka ia harus membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus
membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu.
Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah, karena
kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana) untuk meraih
kesucian batin.
Thaharah merupakan perintah agama untuk bersuci dari hadas dan najis.
Kedudukan bersuci dalam hukum Islam termasuk amalan yang penting lantaran
salah satu syarat sah salat adalah diwajibkan suci dari hadas dan najis.Thaharah tak
sekadar bersih-bersih badan. Tak setiap yang bersih pun pasti sudah suci. Lebih dari
itu, suci dari hadas adalah melakukannya dengan berwudu, mandi, ataupun
tayamum. Sementara suci dari najis yaitu menghilangkan kotoran yang ada di badan,
pakaian, dan tempat.
Agar ibadah dapat diterima oleh Allah SWT sekaligus terhindar dari berbagai
penyakit, simak pengertian thaharah dan pembagiannya menurut syara' atau
4
peraturan Allah. Hukum thaharah itu sendiri wajib dan telah disampaikan oleh Allah
melalui firmanNya:
5
"Hai orang-orang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah muka dan tangan kalian sampai siku, dan sapulah kepala kalian, kemudian
basuh kaki sampai kedua mata kaki." (Al-Maidah:6).
A. Thaharah Ma'nawiyah
B. Thaharah Hissiyah
Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam
kondisi tidak ada air).
Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan
sembarang air. Penjelasnnya adalah di bawah ini:
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah air bersih (suci dan
mensucikan) yang turun dari langit atau keluar dari bumi dan belum pernah
dipakai bersuci, di antaranya:
Air hujan
Air sumur
6
Air laut
Air sungai
Air salju
Air telaga
Air embun
Pengertian thaharah dan pembagiannya juga ditinjau dari segi hukum Islam
dengan mengelompokkan jenis air yang diperbolehkan maupun tidak dalam
bersuci.
yaitu air mutlak atau masih murni dapat digunakan untuk bersuci
dengan tidak makruh (digunakan sewajarnya tidak berlebihan). Air suci dan
dapat menyucikan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan
matahari) di tempat logam yang bukan emas. Air suci tapi tidak menyucikan,
yaitu air musta'mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadas
atau najis walau tidak berubah rupa, rasa dan baunya.
b) Air mutanajis
1. Mandi Wajib
Mandi atau ghusl merupakan syarat mutlak ketika bersuci, istilah mandi wajib
dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung kepala sampai
ujung kaki. Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat yang menyucikan
diri dari hadas kecil dan besar seperti kutipan dari NU Online yaitu:
ْﺮ ﺎ ﻠ َﺗ َﻌﺍ
َﻟﻰ ْﺍ ِﻟﺠ َﻨﺎ َﺑ ْﻛ َﺒ َﺮ ﻟ َﻧ ُْﻳﺖ ﺍ ْﻟ ُﻐ
ِﺮ
7
"Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala."
Artinya: Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu
karena Allah ta'ala."
Menurut madzhab Syafi'i, saat pertama membaca niat harus dibarengi dengan
menyiram tubuh dengan air secara merata. Kedua, mengguyur seluruh bagian luar
badan, tak terkecuali rambut dan bulu-bulunya. Sedangkan bagian tubuh yang
berbulu atau berambut harus dengan air mengalir.
2. Berwudu
َﻌﺍ
َﻟﻰ ِﺍ َﻐ ِﺮ َﻓ ْﺮ َﺀ َﺮ ﺍ ْﻟ ﺍ ْﻟ ْﻳ
ﻟﻠ
Artinya: Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah.
Niat
3. Tayamum
Thaharah tayamum ini merupakan cara yang menggantikan mandi dan wudu,
apabila dalam kondisi tidak ada air. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah
yang suci tidak tercampur benda lain. Lalu diawali niat
8
َﻌﺍ ْ ِﻟ ﺮ َﻧ َﻮ ْﻳ َّﺘ َﻴ ُّﻤ ِﻻ ِ ﺘ
َﻟﻰ ﻠ ﻻَ ﺍﻟ ﺍﻟ َﺒﺎ
Artinya: Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah.
Setelah membaca niat, dilanjut dengan meletakkan dua belah tangan ke atas
debu misalnya debu pada kaca atau tembok dan usapkan ke muka sebanyak dua
kali. Dilanjut mengusap dua belah tangan hingga siku sebanyak dua kali juga, dan
memindahkan debu kepada anggota tubuh yang diusap. Yang dimaksud mengusap
bukan sebagaimana menggunakan air dalam berwudu, tatapi cukup menyapukan
saja bukan mengoles-oles seperti memakai air. Dengan begitu pengertian thaharah
dan pembagiannya ini wajib dipahami sebagai mana mestinya, karena sewaktu-
waktu sudah pasti diperlukan.
Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan
melaksanakan shalat. Bersih dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu
kewajiban bagi yang tahu akan hukum dan mampu melaksanakannya.
Artinya: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf,
orang yang rukuk dan orang yang sujud!! (Qs. Al Baqarah: 125)
Sementara bersih dari hadas merupakan suatu kewajiban yang sekaligus sebagai
syarat sah shalat.
1
2.7 Pembagian Thaharah
1. Thaharah Ma'nawiyah
2. Thaharah Hissiyah
Kata Najis berasal dari bahasa arab ّﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔyang artinya kotoran. Najis
menurut istilah adalah suatu bendah yang kotor yang mencegah sahnya
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan
tawaf.
Kata najis berasal dari bahasa Arab, najasah yang berarti najis. Menurut
syari'at islam, najis adalah benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan
ibadah yang dituntut dalam keadaan suci seperti shalat dan thawaf. Perkataan najis
itu, seperti khubuts (kotoran) dan rijsun (perbuatan keji/kotor).
1
dapat membuat tidak sahnya sholat. Najis dibagi menjadi tiga yaitu najis berat
1
(mughallazhah), najis sedang (mutawassithah), dan najis ringan (mukhaffafah).
Sesuatu yang dinyatakan najis oleh syara’ yaitu :
a) Bangkai, binatang yang mati tanpa disembelih atau disembelih tetapi tidak
sesuai dengan syari’at.
b) Darah.
d) Sesuatu yang keluar dari alat kelamin (qubul) dan anus (dubur) kecuali air mani.
g) Minuman keras.
h) Bagian tubuh binatang yang dipotong, sedangkan bagian lain dari binatang itu
masih hidup.
1. Najis mughalladhah
Dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali
basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh
dengan air mesti dihilangkan terlebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan
hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau
dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di
tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air.
Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan
pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebih utama dibanding
cara lainnya.
Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan
mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya
debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
2. Najis mukhaffafah
Yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum
selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara
memercikkan
1
air ke tempat yang terkena najis. Cara memercikkan air ini harus dengan percikan
yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan
juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu
barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai
untuk menyucikan harus mengalir.
3. Najis mutawassithah
Tindakan menyiramkan air bisa cukup di area najis saja, dan sudah dianggap
suci meski air menggenang atau meresap ke dalam. Selanjutnya kita bisa
mengelapnya lagi agar lantai kering dan tak mengganggu orang. Mengetahui
macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh
setiap Muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat
dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.
a) Bangkai
yang dimaksud bangkai ialah binatang yang mati tanpa disembelih atau
disembelij tetapi tidak memenuhi ketentuan hukum Islam. adapun sejumlah bangkai
yang tidak termasuk najis, yaitu bangkai ikan dan belalang, binatang kecil yang tidak
berdarah seperti semut, tulang dan bangkai seperti tanduk, bulu, rambut, kuku dan
kulit yang disamak.
b) Darah
c) Air kencing
d) Mazi
yaitu cairan seperti air mani yang keluarnya dari kemaluan tanpa terasa.
e) Nanah
1
f) Cairan yang keluar dari dubur dan qubul, kecuali sperma
masih hidup
Hadats berasal dari bahasa Arab Al-Hadats yang artinya suatu peristiwa,
kotoran, atau tidak suci. Menurut syari'at islam, hadats ialah keadaan tidak suci bagi
seseorang, sehingga ia tidak sah melakukan suatu ibadah tertentu, ¹2 Dengan kata
lain, hadats berarti keadaan tidak suci yang menghalangi orang yang bersangkutan
untuk melakukan ibadah tertentu sebelum ia menyucikan diri dari hadats yang ada
padanya.
2.10Macam-Macam Hadast
1. Hadas Kecil
Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka
harus wudhu atau jika tidak ada air/berhalangan, dengan tayammum.
Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur. Sebagaimana
yang tercantum dalam hadits yang
Artinya: "Atau kembali salah seorang dari kamu dari tempat buang air (WC)."
(Al Maidah: 6)
Karena hilang akal sebab gila, mabuk, atau sebab lain, misalnya tidur.
1
Karena menyentuh kemaluan (sendiri atau orang lain), dan dengan telapak
tangan atau jari.
2. Hadas Besar
Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci, maka
ia harus mandi atau jika tidak ada air/ berhalangan dengan tayammum
Meninggal dunia.
Untuk mensucikan tubuh dari hadas, ada beberapa cara untuk bersuci sesuai
dengan perkaranya. Jika buang air kecil, buang air besar, mengeluarkan mazi atau
wadi dapat dilakukan dengan membersihkan kemaluan atau lubang keluar kemudian
berwudhu.
Sementara jika melakukan perkara yang menyebabkan hadas kecil dapat bersuci
dengan berwudhu. Sementara jika ingin bersuci dari hadas besar harus dilakukan
dengan mandi wajib atau mandi besar. Wallahua’lam.
1
2.11Perbedaan Hadist dan Najis
Sebagian ulama dan para ahli fiqih menetapkan jika buang air kecil dan besar,
kentut, keluarnya mazi dan wadi dalam keadaan sehat sebagai hadas kecil.
Sementara untuk hadas besar antara lain mengeluarkan mani dalam keadaan sadar
maupun tidur atau umumnya disebut mimpi basah dan haid.Setelah memahami
pengertiannya,
1. perbedaan hadas dan najis dari segi hakikat dan cara penyuciannya :
Perbedaan dari segi hakikat Najis Dari segi hakikat ialah perkara yang zhahir
dan bisa dilihat, seperti halnya air kencing, darah, dan lain sebagainya.
Sementara untuk hadas ialah perkara maknawi yang ada di dalam tubuh
manusia dan tidak dapat dilihat oleh panca indra.
2. Perbedaan penyuciannya
Untuk menghilangkan hadas, dibutuhkan niat agar tubuh kembali suci dari
hadas. Sementara untuk menghilangkan najis, tidak diperlukan adanya niat.
1
Jika terkena kotoran binatang pada bagian tangan, kaki, wajah, dan bagian
anggota tubuh lainnya, maka harus membersihkannya satu persatu pada setiap
bagian. Menghilangkan dengan tayamum. Sebagaimana yang diketahui, umat
Muslim diizinkan menyucikan diri menggunakan cara tayamum, jika memang tidak
memungkinkan adanya air.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Bersuci dari hadas maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau
bersuci. Dalam hukum Islam juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting. Macam - macam Thaharah ada
empat yaitu pertama, tentang wudhu yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua,
tentang bertanyamum yaitu pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga, mandi
besar yaitu menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat, Istinja’ yaitu
membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu keluarnya kotoran itu.
3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat
menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
1
1
DAFTAR PUSTAKA
https://ejurnal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/sarwah/article/download/18/16/
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
2
NAMA : Dwi Rahma
No.HP/WA 085778300168
: IPA
Aktif di Intra :-
Aktif di Extra :-