Judul Penelitian
Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap kwalitas kinerja guru
1
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
h. 8
2
Ahmad tafsir, ilmu pendidikan dalam perspektif islam, (bandung: remaja rosdakarya, 2007), h.
74.
dan pendidikan menengah”3
Guru merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas kinerja
akademik, sehingga setiap upaya peningkatan mutu pendidikan memerlukan
perhatian khusus untuk peningkatan kinerja guru. Produktivitas dalam arti kata ini
berasal dari kata “kerja nyata” (hasil kerja atau hasil yang benar-benar dicapai
seseorang). Secara bahasa, kinerja dapat diartikan sebagai suatu hasil yang
memanifestasikan dirinya dalam bentuk keberhasilan kerja pada seseorang.
Menurut Lijan Poltak Sinambela, “kinerja pegawai diartikan sebagai
kemampuan pegawai untuk melakukan suatu keahlian tertentu, oleh karena itu
kinerja berarti melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab seseorang dan
menyelesaikan pekerjaan, sehingga mencapai hasil yang diharapkan” .4
Sedangkan menurut AA Anwar Mangkunegara, “Kinerja pegawai (hasil
kerja) adalah hasil dari kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan oleh seorang
diberikan.
”.5
Untuk mencapai mutu pendidikan yang baik, diperlukan guru yang
terampil dalam melaksanakan tugasnya. Untuk melakukan ini, mereka perlu
memiliki kemampuan dasar seperti kemampuan pedagogis, pribadi, profesional,
dan sosial. Kemampuan dasar ini sangat penting bagi pendidik dan guru. Bagi
lembaga pendidikan yang telah dipercaya masyarakat untuk mendidik dan
mengajar anak-anaknya, kemampuan tersebut sangatlah penting.
Jejen Musfah berkata dalam bukunya Meningkatkan Kecekapan Guru
Melalui Latihan dan Sumber untuk Teori dan Amalan, beliau mengatakan bahwa:
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan pribadi, ilmu
pengetahuan, teknologi, sosial dan spiritual yang mampu digunakannya untuk
mengajar siswa secara efektif. Termasuk dalam pengertian ini adalah penguasaan
3
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bab 1 Pasal
1 Ayat 1, h. 2
4
Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai Teori Pengukuran dan Implikasi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 5
5
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2006), h. 9
materi, pemahaman siswa, pengembangan pribadi dan profesionalisme.6
Secara umum kinerja guru adalah kemampuan, penerapan, dan pekerjaan
yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Oleh karena itu, guru merupakan kepribadian, keahlian, dan kemampuan
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan kerja. Suatu bentuk peningkatan
kinerja guru yang harus terus berkarya guna mencapai hasil yang memuaskan bagi
lembaga. Untuk meningkatkan kinerja guru, Anda dapat melakukannya dengan
berbagai cara, termasuk memberdayakan guru dan memberikan insentif serta
lingkungan kerja.
Insentif adalah suatu penghargaan atau imbalan yang diberikan oleh suatu
lembaga atau lembaga untuk memotivasi seorang pegawai agar produktif, tetap
atau tidak setiap saat dalam pekerjaannya. Pada dasarnya pemberian insentif
bukanlah suatu hak, melainkan suatu penghormatan kepada pegawai yang telah
menunjukkan kemampuan dan kinerjanya dalam melaksanakan tugasnya, yang
dimaksudkan untuk memotivasi mereka.
Menurut Moeriono, “Insentif adalah suatu bentuk balas jasa yang diberikan
perusahaan kepada karyawan sebagai pengakuan atas prestasinya.” Sedangkan
menurut Malayu SP Hasibuan, “Insentif adalah imbalan tambahan yang diberikan
kepada pegawai tertentu yang prestasinya melebihi standar prestasi. Insentif ini
adalah alat yang digunakan oleh para pendukung kompensasi yang adil.”7
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong karyawan untuk bekerja
dengan kemampuan yang optimal, sehingga dapat memperoleh penghasilan
tambahan. Karyawan membutuhkan insentif untuk hidup dengan baik dan juga
keluarganya. Insentif dapat dirumuskan sebagai remunerasi yang sesuai bagi
karyawan yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Salah satu
motivasi untuk berkinerja baik adalah insentif karna insentif menjadi sebuah
dorongan yang dapat membuat pekerjaan menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
6
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori
Dan Praktik, Edisi 1, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 27.
7
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h.
118
insentif merupakan suatu dorongan untuk membantu seseorang bekerja dengan
baik dan mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi agar dapat membangkitkan
semangat dan motivasi agar karyawan bekerja meningkat.
Salah satu sekolah menengah kejuruan yang berada di wilayah Sangatta
Utara, SMK Muhammadiyah 1 Sangatta mengutamakan pendidikan yang
berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi serta IMTAQ sehingga dapat
membuat lulusan yg berkualitas & berprestasi yg siap bersaing pada global kerja
tanpa mengorbankan prinsip & ajaran Islam yg sudah ditetapkan. ditanamkan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan proses pembelajaran yg membuat hasil atau
lulusan yg sinkron menggunakan tujuan sekolah, Sekolah Menengah Kejuruan
Muhammadiyah 1 Sangatta sudah mempersiapkan segala sesuatunya terutama
pengajar yg profesional.
Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan oleh
SMK Muhammadiyah 1 Sangatta, SMK Muhammadiyah 1 Sangatta
mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan kinerja tenaga pengajarnya
menjadi lebih berkualitas. Salah satu cara untuk membantu meningkatkan kinerja
adalah dengan memberikan insentif, yang bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme dan produktivitas tenaga pengajar.
lembaga pendidikan SMK Muhammadiyah 1 Sangatta berusaha
meningkatkan kinerja gurunya. Tetapi masih ada sejumlah masalah yang perlu
diperbaiki. Hal ini terlihat dari masih banyaknya tenaga pengajar yang belum
merasakan dampak pemberian insentif, mereka menilai insentif yang diberikan
SMK Muhammadiyah belum mampu menutupi kekurangan kebutuhan sehari-hari,
dan sosialisasi sistem insentif. belum komprehensif.
Tingkat kinerja rendah yang tinggi terkait erat dengan sistem insentif.
Insentif yang tidak tepat dapat mempengaruhi peningkatan kinerja seseorang.
Penyusunan sistem insentif tidaklah mudah, lembaga harus memperhatikan
peraturan yang berlaku dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
insentif pegawai. Dengan begitu lembaga dapat memberikan motivasi lebih kepada
pegawainya untuk selalu berusaha meningkatkan kinerjanya.
Sesuai uraian di atas, pemberian insentif yaitu salah satu cara yang bisa
dipakai oleh lembaga pendidikan untuk meningkatkan kemampuan, kinerja dan
profesionalisme guru. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan kegiatan
penelitian di SMK Muhammadiyah 1 Sangatta dengan judul “PENGARUH
PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP KWALITAS KINERJA GURU DI
MASA PANDEMI SMK MUHAMMADIYAH 1 SANGATTA”.
dicapai atau kinerja yang sebenarnya oleh seseorang) dan diartikan sebagai
8
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 260.
Kinerja
merupakan hasil kerja yang dilakukan oleh suatu individu baik
kualitas maupun kuantitas, hasil tersebut dapat berupa penampilan
individu personel atau kelompok kerja. Timbulnya pekerjaan tidak
terbatas pada personel yang menduduki jabatan fungsional dan struktural,
tetapi juga mencakup seluruh lini personel dalam organisasi9
Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa kinerja adalah
kemampuan individu atau kelompok beserta penerapannya dan
pekerjaannya untuk mencapai tujuan dalam organisasi, sehingga
kemampuan individu dan kelompok yang bekerja dalam organisasi
diharapkan terus meningkat. kemampuan mereka dan meningkat kan
kinerja dalam rangka mendukung pengelolaan organisasi.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan dan kelangsungan hidup negara.Salah satu tenaga yang
terkait langsung dengan tugas penyelenggaraan pendidikan adalah guru.
Menurut KBBI, “guru merupakan orang yang kerjanya (mata
pencaharian, pekerjaan) mengajar”.10
Definisi
guru dalam KBBI di atas masih sangat umum dan belum
dapat menjelaskan seperti apa guru yang sebenarnya, sehingga diperlukan
definisi lain untuk memperjelas seperti apa guru itu. Menurut Iif Khoiru
Ahmadi dan Sofan Amri, beliau mengatakan: “Guru sebagai tenaga kerja
profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk
setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu”.11
Sedangkan Ahmad Tafsir menyatakan pendapatnya, bahwa
9
Yaslis Ilyas, Kinerja, Teori Penilaian, dan Penelitian, (Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi
FKMUI, 2002), cet ke-3, h. 65.
10
Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 509
11
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar
Internasional dan Nasional, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakakarya, 2010), h. 58.
“Guru adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi
12
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 74.
13
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bab 1
Pasal 1 Ayat 1, h.2.
kompetensi yang baik. Tanpa kompetensi yang baik, guru tidak dapat
mencapai hasil yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki
kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik.
Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, guru harus memiliki
empat syarat yang harus dikuasai, yaitu keterampilan dalam materi
pelajaran, keterampilan profesional dalam mengajar dan pendidikan,
keterampilan dalam menyesuaikan diri, dan keterampilan dalam memiliki
kepribadian yang dapat mengemban tugas. Guru harus terus menerus
mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, terutama dengan
memberikan contoh, membangun kemauan peserta didik untuk belajar,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik.
Seorang pendidik, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Bab VI Pasal 28 Ayat 1 Tentang Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan bahwa:
“Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.14
Senada dengan pernyataan peraturan pemerintah diatas Syafruddin
Nurdin, menyatakan bahwa guru dinilai kompeten, apabila:
1. Guru mampu menguasai silabus serta petunjuk pelaksanaannya.
Artinya seorang guru harus memahami aspek-aspek seperti tujuan
yang hendak dicapai, isi materi pelajara, alokasi waktu pelajaran, dan
alat serta sumber yang digunakan.
2. Guru mampu menyusun program pengajaran. Artinya seorang guru
harus terampil dalam mengemas dan menyusun serta merumuskan
bahan pelajaran.
3. Guru mampu melaksanakan proses belajar mengajar. Artinya
seorang guru harus terampil dan pandai dalam memilih metode dan
14
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Bab VI Pasal 28 Ayat 1, h. 21.
strategi mengajar yang tepat.
4. Guru mampu melaksanakan penilaian hasil belajar siswa. Artinya
seorang guru harus trampil dalam menilai dan mengevaluasi
sejauhmana materi atau bahan pelajaran yang telah dikuasai oleh
siswa.15
Men
urut Wina Sanjaya, dalam bukunya Pembelajaran Dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi menyatakan bahwa
“Kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan”.16
Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukkan dengan
penampilan atau kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan (secara
rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan. Ada beberapa kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menjadi guru yang baik,
antara lain kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial.
Guru harus memiliki kompetensi tersendiri guna mencapai harapan
yang dicita-citakan dalam menyelenggarakan pendidikan pada umumnya
dan proses belajar mengajar pada khususnya. Untuk memiliki kompetensi
tersebut, guru harus mengembangkan diri dengan baik karena fungsi guru
adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara
profesional dalam proses belajar mengajar.
Guru merupakan salah satu faktor yang dapat membantu
menentukan mutu pendidikan. Oleh karena itu, setiap upaya peningkatan
mutu pendidikan perlu memperhatikan peningkatan kinerja guru. Guru
diharapkan tampil dengan cara-cara yang mampu memberikan dan
mewujudkan harapan dan keinginan semua pihak, terutama masyarakat
umum yang telah mempercayai sekolah dan guru. Untuk mencapai
15
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 78-79.
16
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: PT Prenada Media Group, 2008), h. 145.
kualitas pendidikan yang baik, guru harus melaksanakan tugasnya dengan
baik untuk menjamin keberhasilan. Kualitas pendidikan yang baik
menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja guru.
Dari uraian kinerja guru di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kinerja guru merupakan hasil dan kemampuan kerja, yang dilakukan oleh
individu dan kolektif sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya,
sehingga dapat mencapai tujuannya sesuai dengan tujuannya. Dan standar
yang ditetapkan oleh organisasi.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Tingkat kinerja yang dicapai seorang guru merupakan hal yang
sangat penting dalam menjamin kelancaran proses pembelajaran dan
pencapaian tujuan sekolah, untuk mencapai kinerja yang tinggi terdapat
banyak factor pendukung sebagaimana dengan apa yang diungkapkan
oleh beberapa ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang. Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, factor yang
mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Faktor Kemampuan (Ability).
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya
seorang guru yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan
sesuai dengan bidangnya serta terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja
yang diharapkan.
2. Faktor Motivasi (Motivation).
Motivasi
diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya.17
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara juga menambahkan faktor-faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja seseorang, yaitu:
17
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2006), h. 13.
1. Faktor Individu.
Secara psikologis, faktor individu yang normal adalah individu
yang memiliki integritas tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan
fisiknya (jasmani). Dengan adanya integritas tinggi antar
keduanya, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang
baik.
Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu
manusia normal untuk mampu mengelola dan mendayagunakan
potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan kerja sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai prestasi kerja, faktor lingkungan organisasi yang
dimaksud adalah uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai,
target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif,
hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang
berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.18
Berdasarkan dari beberapa penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor yang menentukan tingginya tingkat kinerja
guru adalah:
a. Tingkat kesejahteraan (Reward System).
b. Lingkungan atau iklim kerja guru.
c. Desain karir dan jabatan guru.
d. Kesempatan untuk berkembang dan meningkatkan diri.
e. Motivasi atau semangat kerja.
f. Pengetahuan.
g. Keterampilan.
h. Karakter pribadi guru.
C. Indikator Kinerja Guru
18
Ibid., h. 16.
Kinerja mencerminkan keberhasilan organisasi dan dianggap
penting untuk mengukur karakteristik karyawan. Ketika guru
menjalankan tugas profesionalnya, sangat penting untuk
mempertimbangkan dan mengevaluasi kinerja guru. Artinya, tugas hanya
dapat dilakukan dengan kemampuan khusus yang diperoleh melalui
program pendidikan.
Menurut Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, kualitas kinerja
seorang guru dapat dinilai dan diukur dengan menggunakan beberapa
indikator, antara lain :
a. Perkenalan siswa secara mendalam.
b. Penguasaan bidang sains dan bahan pengajaran dalam kurikulum
sekolah.
c. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan meliputi perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil pembelajaran,
serta tindak lanjut perbaikan dan pengayaan.
d. Pengembangan kepribadian dan profesional yang berkelanjutan.19
Sedangkan menurut Martinis Yasmin, guru memiliki tanggung
jawab yang tertuang dalam UU Sisdiknas tahun 2003 Pasal 39 Ayat 1 dan
2, dimana secara umum tanggung jawab seorang guru dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai pengajar, pengawas, dan
administratir kelas.20
Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana menyebutkan beberapa indikator
kinerja seorang guru dalam meningkatkan kemampuannya sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk merencanakan pengajaran dan pembelajaran.
1) Menguasai garis besar penyelenggaraan pendidikan.
2) Menyesuaikan analisa materi pelajaran.
3) Menyusun program semester.
4) Menyusun program atau pembelajaran.
19
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, op. cit., h. 57.
20
Martinis Yasmin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2007), h. 19.
b. Kemampuan melakukan kegiatan belajar mengajar.
1) Tahap pra intruksional.
2) Tahap intruksional.
3) Tahap evaluasi dan tidak lanjut.
c. Kemampuan untuk mengevaluasi.
1) Evaluasi normatif.
2) Evaluasi formatif.
3) Laporan hasil evaluasi.
4) Pelakanaan program perbaikan dan pengayaan.21
D. Penilaian Kinerja Guru
P
enilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah proses yang
dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu
karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada
organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja
(Performance Feedback) memungkinkan karyawan mengetahui
seberapa baik mereka bekerja apabila dibandingkan dengan standar
organisasi. Menurut Mutiara S. Panggabean, “Penilaian prestasi kerja
merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang
dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik”.22
S
edangkan A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, menyatakan bahwa
“Penilaian karyawan merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
karyawan dan potensi yang dapat dikembangkan, penilaian dalam
proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”.23
Adapun pengertian penilaian prestasi kerja (Performance
Appraisal) Menurut Pupuh Fathurrohman dan Aa Surya, tugas dan
21
Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana, Guru Profesional, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2012), h. 36.
22
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004),
h. 66.
23
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, op. cit., h. 10.
jabatan guru dievaluasi secara berkala dan sistematis, termasuk
pengembangan potensinya. Kemudian tambahkan lagi bahwa proses
evaluasi pekerjaan bisa dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan kerja, atau
24
Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana, op. cit., h. 31.
25
Syafruddin Nurdin, op. cit., h. 78-79
Insentif adalah alat penting dalam gudang alat motivasi. Pemberian
insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan karyawan dan
keluarganya di tempat kerja kita. Rencana pembayaran upah yang terkait
langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja. Insentif dapat
berupa imbalan uang yang diberikan oleh perusahaan atau institusi untuk
memotivasi karyawan yang melebihi standar kerja mereka. Faktor motivasi
diperlukan agar karyawan bekerja lebih giat agar kinerjanya meningkat.
Adapun pengertian insentif menurut A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, sebagai berikut:
Insentif kerja adalah penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada
karyawan oleh pimpinan organisasi, memastikan bahwa karyawan bekerja
dengan motivasi dan prestasi yang tinggi untuk mencapai tujuan
organisasinya. Singkatnya, insentif untuk bekerja adalah pemberian uang
non-gaji yang dilakukan oleh pemimpin organisasi. Prestasi kerja dan
kontribusi karyawan terhadap organisasi.26
Hal senada juga diungkapkan Mutiara S. Panggabean, “Insentif
merupakan penghargaan langsung kepada karyawan karena kinerjanya
melebihi standar yang ditentukan.27 Dengan asumsi bahwa uang itu dapat
digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih keras, maka mereka
yang produktif tersebut lebih suka dibayar berdasarkan hasil kerja
mereka.
Sementara itu, menurut Moeheriono, konsep insentif bagi
organisasi atau perusahaan adalah :
Insentif merupakan suatu bentuk balas jasa yang diberikan oleh suatu
perusahaan kepada karyawan sebagai bentuk apresiasi atas prestasi yang
telah dicapainya. Dengan kata lain, insentif adalah hal atau upaya yang perlu
diperhatikan dan dibangun untuk mendorong karyawan bekerja keras dan
26
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: PT.
Rosda Karya, 2011), h. 89.
27
Mutiara S. Panggabean, op. cit., h. 77.
mencapai hasil yang lebih baik guna meningkatkan kinerja karyawan..28
Berdasarkan penjelasan dari pendapat ahli diatas, penulis dapat
menyimpulkan, insentif adalah suatu bentuk rangsangan atau motivasi
yang sengaja diberikan oleh perusahaan atau lembaga kepada karyawan,
sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan dan dapat
disimpulkan bahwa itu adalah sesuatu yang bekerja lebih produktif dan
membuatnya dapat dicapai Tingkat kinerja yang lebih tinggi. Prestasi yang
lebih tinggi dalam mencapai tujuan suatu perusahaan atau lembaga.
B. Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk meningkatkan semangat
kerja karyawan, yaitu iklim atau suasana. Semangat kerja sendiri sangat
menentukan antar karyawan ketika mereka bekerja sama untuk mencapai
tujuan perusahaan. Selain itu, semangat kerja juga menentukan
keberhasilan perusahaan dalam pekerjaannya.
Tujuan pemberian insentif adalah untuk melayani kepentingan
berbagai pihak, yaitu:
a. Bagi perusahaan:
1) Memiliki tim karyawan yang terampil dan cakap membuat mereka
sangat loyal kepada perusahaan..
2) Menjaga dan meningkatkan moral karyawan, yang dibuktikan
dengan berkurangnya turnover dan absensi.
3) Perusahaan mampu menghasilkan lebih banyak uang karena jumlah
produk yang diproduksi setiap hari meningkat.
b. Bagi karyawan:
1) Meningkatkan standar hidupnya melalui penerimaan pembayaran
di luar gaji pokok.
2) Membangun moral karyawan untuk memotivasi mereka untuk
berbuat lebih baik.
28
Moeheriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2012), h. 259.
Setiap
orang akan termotivasi untuk mendapatkan imbalan yang
memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka. Cara untuk
meningkatkan motivasi yang kuat dari karyawan adalah dengan
memberikan insentif. Sedangkan menurut Mutiara S. Panggabean,
insentif digunakan untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan
kepada karyawan, insentif memastikan bahwa karyawan akan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi.29
29
Mutiara S. Panggabean, op. cit., h. 89.
agar tidak ada kesulitan dalam pemberian insentif.
C. Jenis-jenis Pemberian Insentif
Jenis insentif perusahaan/organisasi harus jelas, sehingga baik
karyawan maupun perusahaan tahu. Menurut ahli manajemen sumber
daya manusia Sondang P. Siagian, jenis-jenis insentif tersebut adalah:
a. Piecework adalah teknik yang digunakan untuk mendorong karyawan
agar lebih produktif dalam bekerja.
b. Bonus adalah insentif yang diberikan kepada karyawan yang mampu
bekerja sedemikian rupa sehingga melebihi standar tingkat produksi.
c. Komisi adalah bonus yang diperoleh karena berhasil menyelesaikan
tugas yang sering diterapkan oleh penjual.
d. Insentif adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang untuk
pekerjaan atau pencapaian yang baik.
e. Kurva “kematangan” diberikan kepada pekerja yang karena
pengalaman bertahun-tahun, pangkat dan gaji, tidak dapat mencapai
pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk
penelitian atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih tinggi.
f. Rencana insentif kelompok adalah fakta bahwa di banyak organisasi,
kinerja bukanlah keberhasilan individu, melainkan berkat keberhasilan
kelompok kerja tim.30
Sedangkan menurut Mutiara. S. Panggabean, pada dasarnya
memberikan insentif, bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja
individu dan kelompok. Insentif terdiri dari dua jenis untuk mencapai
tujuan pemberian. dua jenis yaitu sebagai berikut:
a. Insentif individu
Rencana atau program insentif individu ini bertujuan untuk
memberikan penghasilan tambahan kepada individu yang dapat
30
Sondang P. Siagian, MPA, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), h. 268-272.
mencapai standar kinerja tertentu di atas gaji pokok mereka.
b. Insentif kelompok
Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja
mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Para anggotanya
dibayarkan dengan tiga cara, yaitu:
1) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan anggota
yang berkinerja terbaik.
2) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan
karyawan yang kinerjanya paling buruk.
3) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran rata-rata yang diterima oleh kelompok.31
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa jenis-jenis insentif adalah sebagai berikut:
a. Insentif material:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua
b. Insentif non-material:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
D. Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif
Penentuan sistem pemberian insentif dibagi menjadi dua bagian.
Pada bagian pertama, berdasarkan produktivitas individu, berusaha
memberikan penghasilan tambahan bagi orang-orang yang dapat
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan bagian kedua insentif akan
31
Mutiara S. Panggabean, op. cit., h. 90-91.
diberikan berdasarkan produktivitas kerja kelompok jika kinerja
kelompok melebihi standar pencapaian yang ditetapkan di tingkat
kelompok.
Moeheriono menyatakan dalam bukunya Pegukuran Kierja
Berbasis Kompetensi, program insentif yang dirancang dengan baik dapat
membantu meningkatkan kinerja dan dapat membantu mengidentifikasi
faktor-faktor utama dalam motivasi. Ada beberapa aturan dasar untuk
menentukan sistem insentif yang baik, yaitu:
a. Sederhana, aturan sistem insentif harus jelas dan mudah dipahami.
b. Spesifik, beri tahu karyawan apa yang mereka harapkan.
c. Dapat dicapai, peluang yang masuk akal harus dimiliki oleh setiap
karyawan.
d. Dapat diukur, sebagai tujuan membuat sistem insentif terukur bagi
karyawan dan perusahaan.32
E. Indikator Pemberian Insentif
Dalam merencanakan pemberian insentif karyawan, suatu lembaga
harus memutuskan indikator mana yang akan digunakan sebagai
perhitungan atau dasar pertimbangan.
Menurut Lijan Poltak Sinambela dalam bukunya, Kinerja
Pegawai Teori Pengukuran dan Implikasi, Indikator yang diperhatikan
dalam pemberian insentif antara lain :
a. Kinerja.
Dengan cara ini, skema insentif secara langsung menghubungkan
jumlah insentif dengan kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan yang
terlibat. Dengan kata lain, besarnya insentif tergantung pada jumlah
hasil yang dicapai dalam jam kerja karyawan.
b. Lama Kerja.
Besarnya insentif ditentukan berdasarkan lamanya waktu seorang
karyawan menyelesaikan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Metode
32
Moeheriono, op. cit., h. 263.
perhitungan dapat digunakan per jam, harian, mingguan, atau bulanan.
c. Senioritas.
Sistem pemberian insentif ini didasarkan pada masa kerja atau
senioritas masing-masing karyawan dalam organisasi, dibenarkan
dengan kehadiran seorang karyawan senior, yang menunjukkan
tingkat loyalitas yang tinggi dari masing-masing karyawan dalam
organisasi tempat dia bekerja.
d. Kebutuhan.
Metode ini menunjukkan bahwa insentif bagi karyawan didasarkan
pada urgensi kehidupan karyawan yang layak, yaitu bahwa insentif
yang diberikan tepat jika dapat digunakan untuk memenuhi beberapa
kebutuhan dasar yang tidak dilebih-lebihkan tetapi tidak dihilangkan.
e. Keadilan dan Kelayakan.
1) Keadilan.
Dalam sistem insentif tidak boleh sama asal-asalan, tetapi harus
dikaitkan dengan hubungan antara pengorbanan (input) dan
(output), semakin besar pengorbanan maka semakin besar pula
insentif yang diharapkan, sehingga yang harus dievaluasi adalah
pengorbanan yang dibutuhkan suatu pekerjaan. Masuk dari suatu
posisi ditunjukkan dengan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh
orang yang menduduki posisi tersebut.
2) Kelayakan.
Selain persoalan keadilan dalam pemberian insentif, juga perlu
memperhatikan soal kepatutan, penting untuk dipahami bagaimana
membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang
melakukan usaha sejenis.
f. Evaluasi Jabatan.
Evaluasi jabatan adalah upaya untuk menentukan nilai posisi tertentu
dan membandingkannya dengan nilai posisi lain dalam organisasi. Ini
juga berarti menentukan nilai relatif atau harga suatu posisi untuk
membuat peringkat. Saat memutuskan insentif.33
Sedangkan Menurut Heidjarachman Ranupanjodo yang dikutip
oleh A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam buku Manajemen
Sumber Daya Manusia, menyatakan bahwa indikator pemberian
insentif dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
2. Bagi sekolah.
33
Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai Teori Pengukuran dan Implikasi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 5.
34
Mangkunegara, op. cit., h. 89.
Sebagai sebuah masukkan bagi kepala sekolah, bila mana suatu ketika
sekolah memerlukan bentuk-bentuk insentif yang baik dan dapat
dilaksanakan.
3. Bagi Peneliti.
Sebagai pengalaman yang berharga, sekaligus untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman penulis tentang dampak pemberian insentif
terhadap kinerja guru.
VI. Kajian Penelitian Relevan
Kajian penelitian yang relevan, terutama untuk menunjukkan bahwa fokus yang
diangkat dalam penelitian ini belum pernah diulas oleh penelitian lain sebelumnya.
Dalam penelitian ini terlihat jelas bahwa penelitian yang diteliti berbeda dengan
penelitian-penelitian yang lain dan sebagai bahan pembanding serta menghindari
penelitian yang berulang-ulang
VII. Dasar Teori
VIII. Hipotesis Penelitian ( Jika Ada)
Dari penjelasan kajian teoritis dan penyusunan kerangka penalaran, maka
hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Pengaruh pemberian insentif terhadap tingkat kinerja guru di SMK
Muhammadiyah 1 Sangatta
2. Hipotesis Nol (Ho)
Insentif tidak mempengaruhi tingkat kinerja guru di SMK Muhammadiyah 1
Sangatta.
IX. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenisnya, penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan
angka mulai dari pengumpulan data, penfasiran data dan penampil hasil
penelitian yang bertujuan guna mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
dua variabel.36 Karena penelitian ini menggunakan data kuantitatif ( data yang
Penelitian ini juga mengkaji hubungan antara dua variabel atau lebih,
yaitu derajat variasi variabel lain. Derajat hubungan antar variabel dinyatakan
dalam istilah atau dalam suatu indeks yang disebut koefisien korelasi. Koefisien
1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
1 Sangatta Utara, yang beralamat di Jl. K.h Ahmad Dahlan, Kec. Sangatta
35
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian Kuantitatif ( Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2007), Cet.I.
hlm. 30
36
Hardani, Metode Penelitian Kuanti Dan Kuali, ( Yogyakarta:pustaka ilmu. 2020), Cet. II. hlm.
64
37
Ibid.
38
Saifuddin Azwar, op. cit. hlm. 35
Utara, Kab. Kutai Timur.
1. Populasi
harus memiliki ciri ataupun karakteristik bersama yang dapat dibedakan dari
kelompok subjek lain. Ciri-ciri yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini,
cara Random sampling (Acak) dengan jumlah populasi kurang dari 100
39
Saifuddin Azwar, op. cit., hlm.77.
40
Arsip data Dapodik Siswa SMK Muhammadiyah 1 Sangatta Utara
a) Variabel Bebas (Independen) merupkan variabel yang dapat
mempengaruhi variabel terikat (Dependen), Dalam penelitian ini,
pemberian insentif merupakan variabel bebas.
b) Variabel Terikat (Dependen) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (Independen), Dalam penelitian ini, variabel terikatnya
adalah seberapa baik kinerja guru.
2. Indikator adalah sesuatu yang dijadikan alat untuk mengukur atau memberi
petunjuk dan keterangan. Indikator penelitian menurut penulis adalah ciri-
ciri dari suatu kejadian dalam penelitian. Berikut adalah indikator penelitian
di SMK Muhammadiyah 1 Sangatta Utara.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah terpenting dalam penelitian,
mengetahui metode pengumpulan data, peneliti tidak akan menerima data yang
memenuhi standar data yang telah ditetapkan.41 Dalam penelitian ini penulis
a. Teknik Observasi
41
Saifuddin Azwar, op. cit., hlm .90
t en ta ng ha l- ha l ya ng me re ka ke ta hu i. A n gk et s eb an ya k 50
d ib ag ik an k ep ad a gu ru S M K M u ha mm ad iy a h 1 S an ga tt a
u nt uk me ng et ah ui pe ng ar uh in s e n ti f t er ha da p ki ne rj a g ur u .
c. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata document yang artinya barang tertulis.
Dalam hal ini dokumentasi digunakan sebagai data tambahan terkait
pemberian insentif dan kinerja guru.
F. Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan sahih atau
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkap
data dari variabel yang diteliti secara tepat.42
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan rumus Product Momenn dari person, yaitu dengan
mengkorelasikan jumlah skor tiap butir dengan jumlah skor total. Adapun
rumusnya sebagai berikut:
N = Number of Case.
Tabel: 3.4
Hasil Perhitungan Nomor Item Valid dan
Drop Variabel Kinerja Guru (Y)
Teknik analisa data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan rumus
antara variabel bebas dengan variabel terikat, yaitu antara pemberian insentif
(X) terhadap kwalitas kinerja guru(Y). Selain itu juga untuk mengetahui sejauh
kinerja guru (Y). Adapun Model Persamaan Regresi Linear Sederhana adalah
Y = a + bX
Ket :
Y : Variabel Response atau Variabel Akibat ( Variabel kwalitas kinerja guru)
X : Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab ( Variabel Pemberian
Insentif)
a : Konstanta
BAB I : PENDAHULUAN
penelitian.
43
Hartono, Statistik Untuk Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008). Cet., I. hlm. 120
dan tempat penelitian, populasi, variabel penelitian dan indikator, teknik
Bab V : PENUTUP