Anda di halaman 1dari 86

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan jaman, pola penyakit di Indonesia
mengalami pergeseran dari penyakit infeksi dan kekurangan gizi menjadi
penyakit degeneratif yang salah satunya adalah diabetes mellitus (Suyono,
2011). Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme
kronis yang di tandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan
karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin. Berkurang
atau tidak adanya insulin menjadikan kekurangan glukosa yang sangat di
butuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto dkk, 2012). Diabetes
mellitus tipe II atau yang di kenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes
(NIDDM). Dalam DM tipe II, jumlah insulin yang di produksi oleh prankeas
cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh total (Damayanti, 2015).
Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan salah satu penyakit kronik
yang memerlukan waktu perawatan lama. Perubahan gaya hidup seperti
makan, berkurangnya aktifitas fisik dan obesitas di anggap sebagai faktor –
faktor penyebab tidak terkontrolnya kadar gula darah sehingga
mengakibatkan DM tipe II. Masalah yang sering terjadi pada penderita DM
tipe II adalah ketidakstabilan gula darah yang di sebabkan karena tidak
seimbangnya antara diet, latihan fisik dan obat-obatan. Pada jaman sekarang
ini, banyak penderita DM yang lebih fokus dan hanya mengutamakan pada
penanganan diet dan mengkonsumsi obat-obatan padahal penanganan diet
yang teratur belum menjamin akan kestabilan kadar glukosa dalam darah,
akan tetapi hal ini harus diseimbangi dengan latihan fisik yang sesuai. Sebab
jika penderita diabetes mellitus tidak melakukan latihan fisik maka
metabolisme otot yang terjadi hanya sedikit, sehingga pemakaian glukosa
dalam darah berkurang, hal ini dapat menyebabkan penumpukan glukosa
2

dalam darah, sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi. Latihan fisik atau
pergerakan tubuh sering diabaikan oleh setiap penderita DM, hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti keterbatasan waktu untuk melakukan
senam (latihan fisik) oleh karena pekerjaan, usia yang tidak memungkinkan,
dan minat yang kurang untuk melakukan latihan fisik, serta kurangnya
pengetahuan akan pentingnya latihan fisik seperti senam (Sinaga, 2012).
Penyakit DM tipe II prevalensinya terus mengalami peningkatan di
dunia, baik pada negara maju atau negara sedang berkembang sehingga di
katakan bahwa DM tipe II sudah menjadi masalah kesehatan atau penyakit
global pada masyarakat (Anani dkk,, 2012). Menurut World Health
Organization (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki kedudukan ke -4
dalam jumlah pasien DM. WHO pada tahun 2009 memprediksi kenaikan
jumlah penderita DM dari 7 juta menjadi 12 juta pada tahun 2030. Indonesia
dengan populasi 230 juta penduduk mengalami peningkatan penderita DM
dari 2007 sampai 2013 yaitu 1,1% menjadi 2,1% . Jumlah penderita DM di
Jawa Timur 2,5% (Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2015). Jumlah
penderita DM (NIDDM) di Kota Pati pada tahun 2019 sebanyak 9.202 orang
(Profil Kesehatan Kota Madiun, 2019). Penderita DM (NIDDM) di
Puskesmas Marogrejo pada bulan Februari 2020 berjumlah 59 orang. Dan
penderita DM (NIDDM) di Puskesmas Margorejo yang aktif mengikuti
senam hanya 20 orang.
Peningkatan jumlah penderita DM tipe II dikarenakan kebiasaan gaya
hidup yang tidak sehat, misalnya banyak yang mengkonsumsi makanan
berlemak, sehingga menimbulkan kegemukan, dan berkurangnya aktifitas
fisik seperti olahraga yang membuat metabolisme dalam tubuh yang tidak
sempurna sehingga tidak stabilnya kadar gula darah. Penyakit diabetes
mellitus dapat di cegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik
dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Bagus, 2013). Gula darah bisa
stabil jika ada keseimbangan antara diet, latihan fisik, obat-obatan dan
penyuluhan. Dalam hal perencanaan diet sebenarnya tidak ada makanan yang
3

dilarang untuk pasien DM tipe II tapi hanya dibatasi saja sesuai kebutuhan
kalori penderita tersebut (Sinaga, 2102). Menu makanan juga sama dengan
Menu keluarga dirumah. Maka yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan
penyakit DM tipe II adalah makanlah sesuai dengan kebutuhan kalori. Yang
kedua adalah latihan fisik (olahraga) merupakan salah satu cara untuk
mengontrol kadar glukosa dalam darah sebab dengan olahraga dapat
meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif. Cara ketiga adalah
Obat- obatan, pada penderta DM obat-obatan bersifat seumur hidup untuk
dapat mengendalikan kadar gula darah agar selalu terkontrol dengan baik.
Dan cara terakhir adalah penyuluhan, penyuluhan yang berkelanjutan dan
membimbing untuk penderita DM sangat berguna sehingga pasien DM
menjadi mandiri, misalnya penyuluhan tentang apa itu penyakit DM,
bagaimana upaya pencegahan agar tidak sampai terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan, serta bagaimana mengatasi penyakit DM yang sudah
berkomplikasi agar tidak semakin parah (Bagus, 2013).
Pada penderita DM tipe II, latihan jasmani memiliki peran utama
dalam pengaturan kadar glukosa darah. Pada penderita diabetes mellitus tipe
II, produksi insulin tidak terganggu, tetapi karena respon reseptor pada sel
terhadap insulin (resistensi) masih kurang, maka insulin tidak dapat
membantu transfer glukosa kedalam sel. Pada saat berolahraga, keadaan
permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang
berkontraksi sehingga resistensi insulin berkurang (Sinaga, 2012). Latihan
(aktifitas fisik) merupakan cara yang sangat penting untuk dilakukan oleh
penderita diabetes mellitus terutama dalam menangani peningkatan glukosa
dalam darah. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah Senam Diabates
Melitus (Sinaga, 2012).
Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan
status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus
(Persadia, 2012). Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan ritmis
dengan gerakan yang menyenangkan, tidak membosankan dan dapat diikuti
4

semua kelompok umur sehingga menarik antusiasme kelompok dalam klub-


klub diabetes. Senam diabetes dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan
nilai aerobik yang optimal (Damayanti 2015). Senam diabetes dibuat oleh
para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi
medis, penyakit dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam
(Sinaga, 2012). Senam diabetes merupakan latihan fisik sebagai upaya
mencegah dan mengontrol diabetes mellitus. Pada saat senam sel-sel diotot
bekerja lebih keras sehingga lebih membutuhkan gula untuk di bakar
menjadi tenaga. Senam diabetes mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor
insulin dimembran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah
(Damayanti, 2015).
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian untuk
mengetahui “ Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Perubahan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati ”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah maka
rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh senam diabetes
terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II di
wilayah kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati? ”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Margorejo
Kabupaten Pati.
5

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi gula darah acak sebelum dilakukan senam pada
pasien diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati.
2. Mengidentifikasi gula darah acak setelah dilakukan senam pada
pasien diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati.
3. Mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap penurunan kadar
gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Puskesmas
khususnya mengenai penanganan pasien diabetes mellitus dalam hal
memberikan asuhan keperawatan serta penyuluhan kesehatan dalam
upaya melakukan pengendalian kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe II.
1.4.2. Bagi Peneliti
Dapat digunakan untuk menerapkan teori-teori yang di dapatkan
selama kuliah dan memperluas cara berfikir peneliti dalam menjelaskan
hubungan senam diabetes terhadap penurunan kadar gula darah pada
pasien diabetes mellitus tipe II.
6

1.5. Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul Jenis
No Penelitian Variabel Penelitian Hasil Perbedaan
1. Pengaruh senam 1) Senam diabetes Quasi eksperimen Senam diabetes melitus Desain pre
diabetes terhadap mellitus dengan rancangan yang dilakukan peneliti di eksperimental
penurunan kadar 2) Penurun an kadar penelitian one group wilayah kerja puskesmas dengan teknik
glukosa darah pada gula darah pre test post test dan Darusalam Medan tahun pengamilan
penderita diabetes menggunakan teknik 2011, sample purposive
mellitus tipe 2 di pengambilan sampling didapatkan 22 sampling.
wilayah kerja total sampling responden (70.9 %)
Puskesmas yang mengalami
Darusalam Medan penurunan kadar glukosa
(Sinaga, 2012). darah
dengan mean Pre Test
dan Post Test adalah
18.03 mg/dl. Dan ada 9
orang responden yang
mengalami peningkatan
kadar glukosa darah.
Hasil analisa data dengan
uji t dependent
menunjukkan ada
perbedaan yang
signifikan rata- rata kadar
gula darah antara sebelum
dan sesudah penderita
DM melakukan senam
Diabetes Melitus (p =
0,000).
2. Pengaruh senam 1) Senam diabetes Desain quasi Berdasarkan hasil Desain
diabetes terhadap mellitus experiment dengan penelitian yang menggunakan
penurunan kadar 2) Kadar gula darah pendekatan desain dilakukan oleh one group pre-
gula darah pada pretest- posttest with peneliti menunjukkan post test dengan
lansia di Perwira control group. Tehnik bahwa dari 10 menggunakan
Sari RW 08 pengambilan responden pada Sample
Bekasi Utara sampling dengan cara kelompok intervensi purposive
(Nurhiday ah, Total Sampling didapatkan p value = sampling.
2013) 0,000 lebih kecil dari
nilai α = 0,05 yang
berarti ada pengaruh
terhadap kadar gula
darah, sedangkan dari
10 responden pada
kelompok kontrol
didapatkan p value =
7

0,004 lebih kecil dari


nilai α = 0,05 yang
berarti ada pengaruh
juga, dimana masuk
dalam kategori
tinggi. Hasil uji statistic
dengan derajat
kemaknaan 95% di
peroleh p value = 0,006
lebih kecil dari
nilai α = 0,05 maka
hasil analisanya
menunjukkan bahwa
ada Pengaruhsenam
diabetes terhadap
penurunan kadar gula
darah pada lansia di
perwira sari RW 08
Bekasi Utara.
3. Pengaruh senam 1) Senam diabetes Desain dalam Dari hasil perhitungan Teknik
diabetes terhadap mellitus penelitian pre menggunakan aplikasi pengambilan
penurunan kadar 2) Kadar gula darah eksperimenton e-grup SPSS didapatkan sampling
gula darah pada pra- post test design. Zhitung -3,021 > dengan
penderita diabetes Pemilihan sampling Ztabel -1,96. Dengan menggunakan
mellitus di wilayah dengan Cluster demikian H0ditolakdan Purposive
kerja Puskesmas Random Sampling. H1 diterima dan nilai sampling
Peterongan asymp sig.(2- tailed)
Jombang (Sanjaya atau nilai probabilitas
dan Huda, 2014 ρ=( 0,003) lebih
rendah standart
signifikan α= 0,05
atau (0,003<0,05),
artinya ada pengaruh
senam diabetes
terhadap penurunan
kadar guladarah pada
penderita penderita
diabetes mellitus di
wilayah kerja
Puskesmas Peterongan
Jombang
8

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Senam Diabetes


2.1.1 Pengertian
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan ritmis
dengan gerakan yang menyenangkan, tidak membosankan dan dapat
diikuti semua kelompok umur sehingga menarik antusiasme kelompok
dalam klub-klub diabetes. Senam diabetes dapat meningkatkan
kesegaran jasmani dan nilai aerobik yang optimal (Santoso, 2006 dalam
Damayanti, 2015). Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang
menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan
diabetes mellitus (Persadia, 2012). Senam diabetes dibuat oleh para
spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi
medis, penyaki dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar
senam (Sinaga, 2012).
2.1.2 Fisiologi
Kegiatan fisik dinamik yang melibatkan kelompok otot-otot
utama akan meningkatkan ambilan oksigen sebesar 15-20 kali lipat
karena peningkatan laju metabolik pada otot yang aktif. Ventilasi
pulmmuner dapat mencapai 100 L/menit dan curah jantung meningkat
hingga 20-30 L/menit untuk memenuhi kebutuhan otot yang aktif.
Terjadi dilatasi arteriol maupun kapiler yang menyebabkan lebih
banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga reseptor insulin lebih banyak
dan lebih aktif atau lebih peka (Sudoyo dalam Damayanti, 2015).
Kepekaan reseptor insulin berlangsung lama bahkan sampai latihan
telah berakhir. Jaringan otot yang aktif atau peka insulin disebut
jaringan non insulin dependent dan jaringan otot pada keadaan istirahat
membutuhkan insulin untuk menyimpan glukosa, sehingga disebut
jaringan insulin dependent. Pada fase pemulihan post-exercise terjadi
9

pengisian kembali cadangan glikogen otot dan hepar. Aktifitas


glikogenik berlangsung terus sampai 12-24 jam post-exercise,
menyebabkan glukosa darah kembali normal (Soegondo dalam
Damayanti, 2015).
Glukosa merupakan sumber energi selama latihan fisik
berlangsung yang diperoleh dari proses glikogenolisis (pemecahan
glikogen hepar). Bila latihan terus berlangsung lebih dari 30 mmenit
maka sumber energi utama menjadi asam lemak bebas yang berasal dari
lipolisis jaringan adiposa. Tersedianya glukosa dan asam lemak bebas
diatur oleh berbagai macam hormon terutama insulin, juga katekolamin,
kortisol, glukagon, dan growth hormon (GH). Selama latihan jasmani
sekresi glukagon meningkat, juga katekolamin untuk meningkatkan
glikogenolisis, selain itu juga kortisol yang meningkatkan katabolisme
protein, membebaskan asam amino yang digunakan pada
glukoneogenesis. Semua mekanisme tersebut menimbulkan
meningkatnya kadar glukosa darah (Soegondo dalam Damayanti,
2015). Peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) dan benda keton
(ketosis) dapat terjadi selama latihan jasmani pada pasien DM tipe 2
dengan glukosa darah yang tidak terkontrol. Pada penelitian didapatkan
latihan jasmani berbahaya pada keadaan glukosa darah sekitar 332
mg/dL, akibat peningkatan glukagon plasma dan kortisol yang
menyebabkan terbentuknya benda keton. Latihan jasmani sebaiknya
dilakukan pada kadar glukosa darah tidak lebih dari 250mg/dL
(Sudoyo dalam Damayanti, 2015). Sebaliknya hipoglikemia selama
latihan jasmani dapat terjadi pada penderita yang mendapatkan terapi
insulin, obat oral anti diabetik dan tidak adanya intake makanan
sebelum latihan jasmani berlangsung (Damayanti, 2015).
2.1.3 Manfaat Senam Diabetes
Latihan jasmani atau senam secara umum bermanfaat bagi
penatalaksanaan DM yaitu
10

1. Glukosa darah terkontrol


Pada DM tipe 2 latihan jasmani berperan utama dalam
pengaturan akadar glukosa darah. Masalah utama pada DM tipe 2
adalah kurangnya respons terhadap insulin (resistensi insulin).
Adanya gangguan tersebut menyebabkan insulin tdak dapat
membantu transfer glukosa ke dalam sel. Permeablitas membran
meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga saat latihan
jasmani resistensi insulin berkurang sementara sensitivitas insulin
meningkat. Latihan jasmani yang teratur dapat memperbaiki
pengaturan kadar glukosa darah dan sel (Soegondo dalam
Damayanti, 2015). Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani,
pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh
oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks
meliputu fungsi sirkulasi, metabolisme dan susunan saraf otonom.
Dimana glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai
glikogen, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai
sumber energi pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau
permulaan latihan jasmani dimulai setelah melakukan latihan
jasmani 10 menit, akan terjadi peningkatan glukosa 15 kali dalam
kebutuhan biasa. Setelah 60 menit akan meningkat sampai 35 kali
(Damayanti, 2015). Dimana setelah beberapa menit berlangsung
tubuh akan mengompensasi energi dari lemak. Latihan jasmani
sebaiknya disesuakan dengan umur dan status kesegaran jasmani
(Damayanti, 2015).
Penurunan kadar gula darah responden juga di pengaruhi
oleh tercapainya intensitas yang baik selama intervensi senam
dilakukan. Intensitas senam dapat dinilai dari target nadi, tekanan
darah dan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam.
Kondisi ini sesuai dengan konsep yang menyatakan latihan akan
bermanfaat jika mencapai kondisi optimal yaitu tekanan darah
11

setelah latihan tidak lebih dari 180 mmHg dan denyut nadi
mencapai 60-79% MHR. Jika kurang dari 60% latihan kurang
bermanfaat dan jika lebih dari 79% akan membahayakan kesehatan
pasien (Damayanti, 2015). Diagnosis DM ditegakkan jika kadar
glukosa darah puasa > 126 mg/dL (Soegondo dalam Damayanti,
2015). Sesudah latihan jasmani pada pasien lanjut usia termasuk
cukup baik jika kadar glukosa darahnya 140-180 mg/dL
(Damayanti, 2015).
Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi
lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan
tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani stelah 2 x 24 jam
hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan
jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali.
Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika
glukosa darah kurang dari 250 mg%. Jika kadar glukosa diatas
250mg, pada waktu latihan jasmani akan terjadi pemecahan
(pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa terganggu,hal ini
membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya koma
ketoasidosis (Damayanti, 2015)
2. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler dihambat/diperbaiki
Latihan jasmani dapat membantu memperbaiki profil lemak
darah, menurunkan kolesterol total, Low Density Lipoprotein
(LDL), trigliserida dan menaikkan High Density Lipoprotein
(HDL) 45-46% serta memperbaiki sistem hemostatik dan tekanan
darah (Damayanti, 2015). Kondisi tersebut dapat menghambat
terjadinya aterosklerosis dan penyakit vaskuler yang berbahaya
seperti penyakit jantung korener, stroke, penyakit pembuluh darah
perifer. Efek aktifitas fisik terhadap penurunan tingkat tekanan
darah telah ditunjukkan secara konsisten pada pasien
12

hiperinsulinemia (American Diabetes Association dalam


Damayanti, 2015).
3. Berat badan menurun
Latihan jasmani moderat yang teratur dapat menurunkan
berat badan dan memeliharanya dalam jangka waktu yang lama.
Dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan masa otot,
akan mengurangi jumlah lemak sehingga membantu tubuh
memanfaatkan insulin dengan baik. Setiap penurunan berat badan 5
Kg akan meningkatkan sensitivitas insulin sebanyak 20%
(American council on exercise dalam Damayanti, 2015).
4. Keuntungan psikologis
Latihan jasmani yang teratur dapat memperbaiki tingkat
kesegaran asmani sehingga penderita merasa fit, rasa cemas
berkurang terhadap penyakitnya, timbul rasa senang dan rasa
percaya diri yang pada akhirnya kualitas hidupnya meningkat
(Santoso dalam Damayanti, 2015).
5. Pencegahan terjadinya DM dini
Latihan jasmmani sedang yang dilakukan secra teratur dapat
mencegah dan menghambat timbulnya diabetes dini (American
Diabetes Association dalam Damayanti, 2015).
6. Kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin berkurang
Latihan jasmani dapat meningkatkan kontrol glukosa darah
dengan cara memudahkan otot menggunakan insulin secara lebih
efektif, mempertahankan dan meningkatkan penggunaan glukosa
oleh otot. Hal ini dapat menurunkan jumlah insulin atau obat
hipoglikemik oral yang dibutuhkan (UW Healt dalam Damayanti,
2015).
7. Memperbaiki geala-gejala muskuloskletal
Yang dimaksud dengan gejala-gejala tersebut adalah
kesemutan, gatal-gatal, linu di ujung jari-jari tangan atau
13

persendian lainnya. Dengan senam diabetes diharapkan dapat


mengurangi gejala-gejala tersebut karena semua anggota badan saat
senam diabetes bergerak (Novita, 2012).
2.1.4 Resiko Senam diabetes
Hal yang perlu diwaspadai saat melakukan senam pada
penderita DM adalah resiko yang mungkin timbul akibat latihan
jasmani, yaitu berhubungan dengan (Damayanti, 2015)
1. Metabolisme
Glukosa darah meningkat dan ketosis, hipoglikemi pada
penderita yang mendapatkan insulin atau obat oral anti diabetik.
2. Mikrovaskuler
Perdarahan retina, proteinuria, ortostatiksetelah latihan.
3. Kardiovaskuler
Dekompensasi jantung dan aritmia, tekanan darah
meningkat selama latihan, hipotensi ortostatik setelah latihan.
4. Trauma, otot-otot dan sendi
Ulkus pada kaki, trauma tulang dan otot akibat neuropati,
osteoporosis dan osteoartrosis (Santoso dalam Damayanti, 2015).
2.1.5 Prinsip Senam Diabetes
Prinsip senam diabetes sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum, yaitu memenuhi frekuensi, intensitas, durasi dan jenis.
1. Frekuensi
Untuk mencapai hasil yang optimal, latihan jasmani
dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu. Untuk pasien DM
dengan kategori berat badan obesitas, penurunan berat badan dan
glukosa darah akan mencapai maksimal jika latihan jasmani
dilakukan lebih dari 5 kali perminggu. Latihan jasmani dilakukan
sedikitnya 3 kali perminggu dengan tidak lebih dari 2 hari
berurutan tanpa latihan jasmani (American Diabetes Association
dalam Damayanti, 2015).
14

2. Intensitas
Untuk mencapai kesegaran kardiovaskuler yang optimal,
secara ideal latihan jasmani berada pada VO2 max antara 50-85%.
Dalam rentang tersebut tidak akan memperburuk komplikasi DM
dan tidak menaikkan tekanan darah sampai 180 mmHg (Santoso
dalam Damayanti, 2015). Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADIA) menilai intensitas latihan dari beberapa hal yaitu
target nadi atau area latihan, kadar glukosa darah sebelum dan
sesudah latihan , tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
a. Target nadi atau area Latihan
Pada waktu latihan jasmani denyut nadi optimal adalah
60-79% dari maximum heart rate (MHR). Maximum Heart
Rate (MHR) didapatkan dari perhitungan 220 – umur. Apabila
nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60% maka latihan
asmani kurang bermanfaat dan bila nadi lebih dari 79% akan
membahayakan kesehatan penderita. Target Heart Rate (THR)
yaitu 60-79% x MHR. Sehingga area latihan penderita adalah
interval nadi yang di targetkan dicapai selama latihan atau
segera setelah latihan maksimum yaitu 60-79% dari denyut
nadi maksimal.
b. Kadar glukosa darah
Sesudah latihan jasmani pada penderita usia lanjut
kadar glukosa darah 140- 180 mg/dL dianggap cukup baik,
sedangkan pada penderita diabetes usia muda kadar glukosa
darah dianggap cukup baik sampai 140mg/ dL.
c. Tekanan darah
Setelah latihan maksimal tidak lebih dari 180 mmHg
(Damayanti, 2015).
3. Durasi
15

Pemanasan dan pendinginan dilakukan masing-masing 5-10


menit dan latihan inti 39-40 menit untuk mencapai metabolik yang
optimal. Bila kurang maka efek metabolik sangat rendah dan bila
berlebihan akan menimbulkan efek buruk pada sistem respirasi,
kardiovaskuler dan muskuloskletal (Santoso dalam Damayanti,
2015).
4. Jenis
Latihan jasmani yang dipilih hendaknya yang melibatkan
otot besar dan sebaiknya yang di senangi. Latihan yang dianjurkan
untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis berupa
latihan jasmani endorance (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan
bersepeda dan senam disko sedangkan latihan resisten statis tidak
di anjurkan seperti angkat besi dan lain- lain (American Diabetes
Asosiation dalam Damayanti, 2015).
2.1.6 Tahap-tahap Senam Diabetes
Senam diabetes dilakukan melalui 4 tahapan (Damayanti, 2015)
1. Pemanasan (warming up)
Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki kegiatan inti
yang bertujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh,
seperti menaikan suhu tubuh, menaikkan denyut nadi hingga
mendekati intensitas latihan. Pemanasan juga bertujuan untuk
menghindari cedera akibat latihan. Pemanasan dilakukan cukup 5-
10 menit (Soegondo dalam Damayanti, 2015).
2. Latihan inti (conditioning)
Pada tahap ini dilakukan 30-40 menit di usahakan denyuf
nadi mencapai THR agar latihan bermanfaat. Sebaliknya jika
denyut nadi melebihi THR dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan (Santoso dalam Damayanti, 2015).
3. Pendinginan (colling down)
16

Pendinginan dilakukan untuk mencegah terjadinya


penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri otot
setelah melakukan latihan atau pusing akibat masih terkumpulnya
darah pada otot yang aktif. Pendinginan dilakukan 5-10 menit
hingga denyut nadi mendekati denyut nadi istirahat. Bila latihan
dilakukan berupa jogging maka pendinginan yang dilakukan
sebaiknya tetap jalan-jalan untuk beberapa menit . Bila latihan
berupa bersepeda, tetap mengayuh sepeda tanpa beban (Soegondo
dalam Damayanti, 2015).
4. Peregangan (stretching)
Tahap ini bertujuan untuk melemaskan dan melenturkan
otot -otot yang masih teregang dan menjadi lebih elastis. Tahap ini
lebih bermanfaat bagi penderita DM usia lanjut (Sudoyo dalam
Damayanti, 2015).
2.1.7 Gerakan Senam Diabetes
Gerakan senam diabetes seri 5 sebagai berikut (Novitasari, 2012)
1. Latihan Pemanasan
Sebelum masuk dalam gerakan inti, sebaiknya lakukan
pemanasan. Berikut ini tujuan pemanasan :
a. Adaptasi jantung terhadap seluruh kegiatan senam
b. Memperbaiki jaringan pembuluh darah dan otot yang telah
berubah posisinya.
c. Melancarkan peredaran darah.
d. Memperbaiki system saraf dalam tubuh terutama bagian tulang
punggung yang merupakan kumpulan jutaan saraf.
e. Melemaskan otot-otot tubuh agar bisa relaksasi.
17

Gambar 1
Gerakan pemanasan 1 dan 2

Sumber Novitasari, 2012


Gerakan 1 : Badan tegap dengan sikap sempurna.
Gerakan 2 : Kaki berjinjit satu dan kedua tangan disimpan di pinggang
Gambar 2
Gerakan pemanasan 3 dan 4
18

Gerakan 3
Bermanfaat menyiapkan kondisi tubuh baik secara fisiologis dan
psikologis sehingga dapat melakukan senam dengan baik dan benar.
Gerakan dimulai dengan kaki kanan dan hitungan jatuh pada kaki
kanan.
1) Salah satu kaki Tarik ke belakang.
2) Kepalkan kedua tangan simpan di atas dada dan pinggang.
3) Lakukan gerakan jalan ditempat dengan ayunan tangan.
Gerakan 4
Bermanfaat untuk mengatur nafas secara perlahan dan bertahap agar
paru-paru dan jantung bekerja dengan baik selama berlatih. Gerakan
dilakukan dengan jalan ditempat sementara tangan di rentangkan dari
bagian samping tubuh ke atas lalu berakhir di dada sementara kepala
masih dalam posisi menunduk.
1) Simpan tangan yang terlentang diatas dada.
2) Tundukan kepala.

Gambar 3
Gerakan pemanasan 5 dan 6
19

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 5
Bermanfaat melenturkan persendian otot bagian kiri dan kanan.
1) Satu tangan direntangkan sementara tangan yang lain disimpan di
dada.
Bermanfaat melatih dan melenturkan persendian otot kepala.
1) Kepala di mirning kan ke kanan dan ke kiri.
2) Kedua tangan di simpan di pingggang.
3) Jalan di tempat.
Gambar 4
Gerakan pemanasan 7 dan 8

Sumber : Novitasari,2012
Gerakan 7
Bermanfaat untuk melenturkan persendian otot bahu punggung bagian
atas, dan dada.
1) Langkahkan kaki ke kanan dan ke kiri 1 langkah.
2) Tangan mengepal di sisi badan.
20

3) Bahu diangkat dan diputar ke belakang.


Gerakan 8
Bermanfaat untuk melenturkan persendian otot bahu.
1) Langkahkan kaki ke kanan dan ke kiri 2 langkah.
2) Tangan mengpal di sisi badan.
3) Bahu diangkat bergantian ke kanan dan ke kiri.
Gambar 5
Gerakan pemanasan 9 dan 10

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 9
Bermanfaat untuk melenturkan persendian otot bahu dan punggung
bagian atas.
1) Langkahkan kaki ke depan 1 langkah.
2) Kepalkan tangan dan simpan di dada.
3) Tarik ke atas dan ke bawah.
Gerakan 10
Bermanfaat untuk melenturkan persendian otot bahu.
21

1) Langkahkan kaki ke samping kanan dan ke kiri sebanyak 2


langkah.
2) Tangan di rentangkan ke depan dan ke kanan atau ke kiri.
3) Gerakan kepala ke kanan dan ke kirir secara bergantian.
Gambar 6
Gerakan pemanasan 11 dan 12

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 11
Bermanfaat untuk menguatkan otot lengan.
1) Angkat tangan ke depan.
2) Satu kaki melangkah ke depan dan kaki yang lain mundur.
3) Lakukan secara bergantian.
Gerakan 12
Gerakan 12 bermanfaat untuk melatih koordinasi otot-otot lengan,
bahu, dan kaki.
1) Langkahkan kaki ke kanandan ke kiri secara bergantian.
2) Kedua tangan membentuk sudut 90.
22

Gambar 7
Gerakan pemanasan 13 dan 14

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 13
Bermanfaat untuk mengurai otot dada dan bahu.
1) Langkahkan kaki ke kanan dan ke kiri secara bergantian.
2) Kedua tangan simpan di depan.
3) Lakukan gerakan membuka dan menutup bergantian.
Gerakan 14
Bermanfaat untuk melentirkan dan mengkoordinasi persendian otot
lengan dan paha bagian belakang.
1) Posisi awal.
2) Kedua siku di tekuk dan telapak tangan mengepal di sisi
pinggang.
3) Dorong kaki kanan dan kedua lengan kebelakang kemudian
dilanjutkan dengan kaki kiri
23

Gambar 8
Gerakan pemanasan 15 dan 16
Sumber : Novitasari, 2012
Gerakan 15
Bermanfaat untuk melenturkan dan mengkoordinasi otot bahu, tangan,
dan tungkai.
1) Kedua tangan di angkat ke atas.
2) Kaki kanan serong ke kanan depan secara bergantian.
Gerakan 16
Bermanfaat untuk melenturkan, mengkoordinasi otot- otot bahu dan
tubuh bagian atas serta lutut.
1) Ayunkan kedua lengan bersamaan.
2) Tangan kanan lurus disis bahu kanan sejajar deangan bahu dan
tangan kiri lurus sejajar dengan bahu.
3) Kaki kanan diangkat kemudian seterusnya.
Gambar 9
Gerakan pemanasan 17 dan 18

Sumber : Novitasari, 2012


24

Gerakan 17
Bermanfaat untuk merenggangkan dan mengkoordinasikan lengan sisi
tubuh dan paha bagian dalam.
1) Tubuh kanan condong kearah kanan.
2) Tangan kanan seperti menyentuh tumit kaki kanan.
3) Begitupun sebaliknya.
Gerakan 18
Bermanfaat untuk melenturkan otot kanan.
1) Kaki dibuka.
2) Lutut sedikit di tekuk.
3) Ayunkan tangan kanan serong kearah kiri.
Gambar 10
Gerakan pemanasan 19 dan 20

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 19
Bermanfaat untuk melenturkan sisi tubuh.
1) Kedua kaki terbuka.
2) Kedua tangan disamping kepala sejajar dengan bahu.
25

3) Putar sisi tubuh kearah kanan dan kiri bergantian.


Gerakan 20
Bermanfaat untuk menguatkan otot bahu dan tungkai serta koordinasi
gerakan lengan tungkai.
1) Ayunkan lengan ke samping kiri dan samping kanan bergantian.
2) Kaki kiri dan kana di tekuk ke belakang.
Gambar 11
Gerakan pemanasan 21 dan 22

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 21
Bermanfaat melenturkan dan merenggangkan otot-otot dan sendi,
lengan bahu, sisi tubuh, pinggang dan tungkai.
1) Kaki dibuka lebar, satu kaki melangkah ke depan.
2) Tekuk lutut ke arah kanan.
3) Silangkan kedua tangan diatas kanan dan kiri.
Gerakan 22
Bermanfaat untuk merenggangkan otot paha dan tangan.
1) Kaki kanan terbuka.
26

2) Tangan kanan tertumpu di paha kanan.


3) Tangan kiri lurus ke atas.
Gambar 12
Gerakan pemanasan 23 dan 24

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 23
Bermanfaat untuk merenggangkan otot lengan dan lutut.
1) Tubuh menghadap ke kanan dan ke kiri.
2) Tangan lurus ke kanan atau ke kiri sejajar dengan bahu dan
ditarik statis.
Gerakan 24
Bermanfaat untuk melenturkan dan merenggangkan otot-otot sendi,
lengan bahu, sisi tubuh, pinggang tungkai.
1) Badan menghadap kanan atau kiri.
2) Tangan direntangkan ke atas.
3) Salah satu kaki ditarik kebelakang.
27

Gambar 13
Gerakan pemanasan 25 dan 26

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 25
Bermanfaat merenggangkan otot bahu, sendi punggung atas.
1) Kaki kanan atau kiri menekuk ke depan.
2) Samping kanan atau kiri lurus ke belakang.
3) Kedua tangan bertumpu di paha.
Gerakan 26
Bermanfaat untuk menguatkan sendi, bahu, punggung atas, dan kaki.
1) Kaki kanan diluruskan.
2) Tangan kanan menyentuh ujung kaki kanan.
3) Lakukan bergantian.
28

Gambar 14
Gerakan pemanasan 27 dan 28

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 27 dan 28
Bermanfaat untuk meregangkan otot-otot bahu, kaki, paha,dan
punggung.
1) Kaki kiri melangkah ke depan.
2) Kedua tangan dilurus ke depan.
3) Ditarik kebelakang dan ditahan di depan dada disamping telinga.
4) Lakukan bergantian.
29

Gambar 15
Gerakan pemanasan 29 dan 30

Sumber : Novitasari, 2012


Gerakan 29
Bermanfaat untuk meregangkan otot dinamis.
1) Kaki kiri melangkah kedepan.
2) Kedua tangan tertumpu di kedua paha.
3) Lutut kanan di tekuk.
Gerakan 30
Sikap sempurna.
30

2. Latihan inti
Gambar 16
Gerakan 1 dan 2

Sumber : Novitasari, 2012


Gambar 17
Gerakan 3, 4 dan 5
31

Gerakan 1, 2, 3, 4, 5 dilakukan untuk mempersiapkan


gerakan selanjutnya dan megatur pernapasan.
1) Tangan kanan lurus kedepan.
2) Tangan kiri lurus ke depan.
3) Tangan kanan lipat ke bahu kiri.
4) Tangan kiri lipat ke bahu kanan.
5) Telapak kanan terbuka di samping telinga.
6) Telapak kiri terbuka disamping telinga kiri.
Gambar 18
Gerakan inti 1

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 1
Bermanfaat untuk melenturkan tangan sebelum maju ke gerakan
selanjutnya.
1) Badan tegak.
2) Langkah kaki kanan ke depan 1 langkah.
3) Kepalkan tangan angkat ke atas.
32

4) Dengan hitungan angkat dan Tarik tangan sejajar dengan bahu.


Gambar 19
Gerakan inti 2 dan 3

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 2
Bermanfaat untuk menguatkan otot dada, lengan, dan bahu.
1) Kaki melangkah kedepan.
2) Tangan mengepal dari perut diangkat ke atas kepala.
3) Lakukan seterusnya.
Inti 3
Bermanfaat untuk menguatkan otot kaki dan pinggang.
1) Tangan kanan mengepal.
2) Badan serong ke kanan.
3) Kaki kiri membuka ke samping kiri.
33

Gambar 20
Gerakan inti 4 dan 5

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 4 dan 5
Bermanfaat untuk meningkatkan otot lengan, paha dan dada.
1) Melangkah maju 1 lngkah.
2) Tangan mendorong ke depan.
3) Mundur 1 langkah..
4) Tangan didorong ke depan kemudian rentangkan ke atas.
34

Gambar 21
Gerakan inti 6 dan 7

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 6
Bermanfaat untuk menguatkan otot tang, bahu, dan betis.
1) Kedua tangan mengepal kemudian Tarik ke belakang.
2) Kaki kanan melangkah ke depan.
3) Lakuakn secara bergantian.
Inti 7
Bermanfaat untuk melatih otot betis, paha, persendian lutut dan
lengan.
1) Langkahkan kedepan kaki kiri.
2) Tangan kiri direntangkan, tangan kanan simpan di dada.
3) Kedua tangan mengayun ke kanan dan ke kiri.
35

Gambar 22
Gerakan inti 8

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 8
Bermanfaat untuk melatih keseimbangan, menguatkan otot betis,
paha, dan lengan.
1) Angkat kaki kiri ke belakang.
2) Kedua tangan bentangkan ke depan.
3) Lakukan bergantian denagnkaki kanan.
36

Gambar 23
Gerakan inti 9 dan 10

Sumber : Novitasari, 2012


Inti 9
1) Buka kaki.
2) Langkahkan ke depan kaki kanan dan kaki kiri mundur ke
belakang.
3) Telapak tangan di buka, tangan kiri bentangkan dan kanan
simpan di dada.
4) Ayunkan kekanan ke kiri.
Inti 10 :
1) Buka kaki.
2) Langkahkan ke depan kaki kanandan kaki kiri Mundurkan ke
belakang.
3) Angkat kedua tangan ke atas.
Gerakan inti 9 dan 10 bermanfaat untuk melatih otot jari tangan,
lengan, betis dan paha.
37

Inti 11
Bermanfaat untuk melatih otot jari tangan, paha dan bahu.
1) Buka kaki kiri kesamping kiri.
2) Kedua tangan sejajar dengan dada.
3) Rentangkan tangan ke bawah.
4) Lakukan bergantiandengan kaki kanan.
Gambar 25
Gerakan inti 12 dan relaksasi 13

Sumber : Novitasari 2012


Inti 12
Bermanfaat untuk melatih otot jari tangan, bahu serta paha.
1) Kaki kiri melangkah ke samping.
2) Kedua tangan direntangkan sejajar dengan dengan perut
Relaksasi 13
Gerakan relaksasi 13 dan seterusnya masuk ke dalam relaksasi
untuk penyegaran setelah melakukan pemanasan dan inti.
1) Tangan di depan.
2) Rentangkan bersamaan melangkah ke samping kanan dan kiri.
38

Gambar 26
Gerakan relaksasi 14, 15 dan 16

Sumber : Novitasari, 2012


Relaksasi 14
1) Kedua tangan direntangkan sejajar bahu dengan kedua tangan
di kepal di dada.
2) Kaki langkahkan ke kanan dan kiri.
Relaksasi 15
1) Kedua tangan mengayun ke atas.
2) Kaki langkahkan ke kanan dan kiri.
Relaksasi 16
Sikap sempurna
39

3. Pendinginan
Gambar 27
Gerakan Pendinginan 1

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 1
Bermanfaat untuk relaksasi pernapasan dengan gerakan tangan dan
kaki.
1) Kedua tangan direntangkan sejajar bahu dengan kedua tangan
di kepal Langkahkan kaki kiri ke samping.
2) Lutut kiri di tekuk.
3) Kedua lengan direntangkan.
4) Kepala di tundukan
40

Gambar 28
Gerakan pendinginan 2

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 2
Bermanfaat untuk merelaksasi kembali otot – otot tubuh.
1) Kaki kanan di buka.
2) Lengan di depan dada.
3) Tubuh di tarik ke arah kanan dan beberapa detik
41

Gambar 29
Gerakan pendinginan 3

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 3
Bermanfaat untuk relaksasi pernapasan.
1) Kaki kanan melangkah ke depan.
2) Tangan di bentangkan.
42

Gambar 30
Gerakan pendinginan 4 dan 5

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 4
Bermanfaat untuk merelaksasikan otot-otot bahu, kaki, paha, dan
punggung.
1) Kaki kiri maju ke depan.
2) Lutut di tekuk.
3) Kedua lengan direntangkan ke depan.
4) Telapak tangan menghadap ke dalam.
Pendinginan 5
Bermanfaat untuk merelaksasi otot lengan bahu.
1) Kaki kiri di depan.
2) Tangan kiri di bentangkan ke belakang tangan kanan menjadi
penyangga.
43

Gambar 31
Gerakan pendinginan 6 dan 7

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 6
Bermanfaat untuk merelaksasikan otot bahu, sendi dan punggung.
1) Kaki kiri maju ke depan.
2) Kaki kanan ke belakang.
3) Kedua tangan bertumpu di paha.
Pendinginan 7
Bermanfaat untuk merelaksasikan otot bahu dan tubuh bagian
belakang.
1) Kaki di buka ke samping.
2) Tangan kanan menarik sikut kiri ke arah belakang.
44

Gambar 32
Gerakan pendinginan 8 dan 9

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 8
Bermanfaat untuk rileksasi kaki dan badan.
1) Menghadap ke kanan.
2) Kaki kanan tekuk dan kaki kiri lurus.
3) Kedua tangan lurus menghadap kanan.
Pendinginan 9
Bermanfaat untuk rileksasi pertegangan kaki dan punggung.
1) Menghadap ke kanan.
2) Kaki kiri jinjit.
3) Kaki kanan lurus dan kedua lengan ke atas
45

Gambar 33
Gerakan pendinginan 10 dan 11

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 10
Bermanfaat untuk rileksasi kaki dan tangan.
1) Kaki kiri Tarik ke belakang.
2) Kaki kanan di tekuk.
3) Kedua tangan bertumpuk di kaki kanan.
Pendinginan 11
Bermanfaat untuk menguatkan otot paha dan tumit.
1) Menghadap ke kanan.
2) Rentangkan tangan kanan seperti menyentuh ujung kaki kiri.
3) Kaki kiri di tekuk, kaki kanan lurus sejajar dengan tangan.
46

Gambar 34
Gerakan pendinginan 12 dan 13

Sumber : Novitasari, 2012


Pendinginan 12
Bermanfaat untuk rileksasi pergelangan dengan gerakan tangan dan
lutut.
4) Kaki kanan melangkah ke samping.
5) Kedua lengan direntangkan ke samping.
6) Kedua lutut di tekuk sedikit.
Pendinginan 13
Sikap sempurna.

2.2 Konsep Dasar Diabetes Mellitus


2.2.1 Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Soegondo, 2009). Menurut ADA (American Diabetes Association)
47

tahun 2010 Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
mellitus merupakan penyakit kronik, progesif yang dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan tubuh untk melakukan metabolisme
kabohidrat, lemak dan protein awal terjadinya hiperglikemia (kadar
gula yang tinggi dalam darah) (Black dan Hawk, dalam Damayanti,
2015).
Diabetes mellitus adalah suatu ganngguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidakseimbangan antara
ketersediaan nsulin dengan kebutuhan insulin. Gangguan tersebut bisa
berupa defesiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran insulin oleh sel
beta pankreas, ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin,
produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja
(Sudoyo dalam Damayanti, 2015). Diabetes mellitus diartikan pula
sebagai penyakit metabolisme yang termasuk kelompok gula darah
yang melebihi batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dL
atau 120 mg%). Karena itu juga DM sering disebut juga dengan
penyakit gula (Maulana, 2012).
2.2.2 Etiologi
1. Faktor keturunan atau genetic
Riwayat keluarga dengan DM tipe 2 akan mempunyai
peluang menderita DM sebesar 15% dan resiko mengalami
intolerensi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam memetabolisme
karbohidrat secara normal sebesar 30% (Lemone dan Burke dalam
Damayanti, 2015). Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi
sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan
menyebarkan rangsangan sekretoris insulin. Keadaan ini
meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor
lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta
48

pankreas. Secara genetik resiko DM tipe 2 meningkat pada saudara


kembar monozigotik seorang DM tipe 2, ibu dari neonatus yang
beratnya lebih dari 4 kg, individu dengan gen obesitas, ras atau
etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap DM (Price
dan Wilson dalam Damayanti, 2015).
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan 20%
dari berat badan ideal atau BMI (Body Mass Index) 27 kg/m2.
kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin
yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan
lemak. Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk
melepas insulin saat terjadi peningkatan glukosa drah (Smeltzer
dalam Damaynti, 2015). Obesitas menyebabkan respons sel beta
prankeas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu
reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang sensitif) (Soegondo
dalam Damayanti, 2015).
3. Usia
Faktor usia yang berisiko menderita DM tipe 2 adalah usia
di atas 30 tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia. Setelah seseorang mencapai umur 30
tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2mg% tiap tahun saat
puasa dan akan naik 6-13% pada 2 jam setelah makan. Berdasarkan
hal tersebut umur merupakan faktor utama terjadinya kenaikan
relevensi diabetes serta gangguan tolerensi glukosa (Sudoyo dalam
Damayanti, 2015).
4. Tekanan darah
Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang
mempunyai tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah 140/90
mmHg. Pada umumnya penderita DM juga menderita hipertensi.
49

Patogenesis hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks.


Banyak faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah.
Pada DM faktor tersebut adalah resistensi insulin, kadar gula darah
plasma, obesitas selain faktor lain pada sistem otoregulasi
pengaturan tekanan darah(Sudoyo dalam Damayanti, 2015).
5. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin
pada DM tipe 2 (Soegondo dalam Damayanti, 2015). Individu yang
aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik daripada
individu yang tidak aktif (Damayanti, 2015).
6. Kadar kolesterol
Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas
dan DM tipe 2.salah satu mekanisme yang di duga menjadi
predisposisi diabetes tipe 2 adalah terjadinya pelepasan asam-asam
lemak bebas secara cepat yang berasal dari suatu lemak visceral
yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi
tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati, sehingga
kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari
darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan
hiperinsulinemia. Akibat lainnya dalah peningkatan
glukoneogenesis dimana glukosa darah meningkat. Efek kedua dari
peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat
pengambilan glukosa oleh otot (Damayanti, 2015).
7. Stres
Stres memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur yaitu
neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu
sekresi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin
yang mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini
menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk
perfusi. Bila stres menetap akan melibatkan hipotalamus pituitari.
50

Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang


menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi
Adrenocortocotropic hormone (ACTH) kemudian ACTH
menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokortukoid,
terutama kortisol. Peningkatan kortisol mempengaruhi peningkatan
glukosa darah melalui glukoneogenesis, katabolisme protein dan
lemak (Smeltzer dan Bare dalam Damayanti, 2015).
8. Riwayat diabetes gestasional
DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan
euglikemia (kadar glukosa darah normal). Factor resiko DM
gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM
tipe ini di jumpai pada 2-5% populasi ibu hamil. Biasanya gula
darah akan kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu
untuk mendapatkan DM tipe 2 di kemudian hari cukup besar
(Smeltzer dalam Damayanti, 2015).
9. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubella, mumps dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta (Maulana, 2012).
10. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu langsung merusak sel beta
adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida) dan streptozoctin (produk
dari sejenis jamur). Bahan yang lain adalah sianida yang berasal
dari singkong (Maulana, 2012).
2.2.3 Pathofisiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Adapun patofisiologi dan klasifikasi dari DM adalah sebagai berikut
1. DM Tipe 1
51

DM tipe 1 ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi


dalam dua sub tipe yaitu tipe 1A diabetes yang di akibatkan proses
immunologi (immune-metiated diabetes) dan tipe 1B yaitu diabetes
idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. DM tipe 1A ditandai
oleh destruksi autoimun sel beta. Sebelumnya disebut dengan
diabetes juvenile, terjadi lebih sering pada orang muda tetapi dapat
teradi pada semua usia. DM tipe 1 merupakan gangguan
katabolisme yang ditandai oleh kekurangan insulin absolut,
peningkatan glukosa darah, dan pemecahan lemak dan protein
tubuh (Damayanti, 2015). Dalam diabetes mellitus tipe 1 ini
pankreas benar-benar tidak menghasilkan insulin karena rusaknya
sel-sel beta yang ada didalam pankreas oleh autoimun. Jadi
antibodi yang ada dalam tubuh manusia membunuh siapa saja yang
tdak dikenalinya termasuk zat-zat yang dihasilkan oleh tubuh di
anggap benda asing termasuk zat-zat penghasil insulin maka dari
itu diabetes mellitus tipe 1 disebut dengan IDDM atau insulin
dependet diabetes mellitus (Novitasari, 2012).
Saat ini penderita diabetes mellitus tipe 1 hanya dapat
diobati dengan menggunakan insulin dan dengan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian
darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling
awal sekalipunadalah penggantian insulin. Tanpa insulin ketosis
dan diabetis ketoasidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian (Maulana, 2012).
2. DM tipe 2
DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non Insulin Dependent
Diabetes (NIDDM). Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang
diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah
ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
total (Damayanti, 2015). Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena
52

kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin


(adanta defekasi trespon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan
reseptor insulin di membrane sel (Maulana, 2012). Jumahnya
mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan diabetes dan banyak
dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih
sering pada individu obesitas (Damayati, 2015). Menurut Maulana
(2012) diabetes biasanya juga terjadi pada seseorang yang jarang
aktivitas atau tidak aktif. Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai
latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi
insulin. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara
klinis. Sel beta prankeas masih dapat melakukan kompensasi
bahkan sampai overkompensasi, insulin di sekresi secara
berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan
normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang
terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas
(exhaustion) yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi
insulin yang secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat
oleh produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah
semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosis DM
(Damayanti, 2015).
Resistensi insulin utamanya dihasilkan dari kerusakan
genetik dan selanjutnya oleh faktor lingkungan. Ketika glukosa
intra sel meningkat, maka asam lemak bebas (Free Fatty Acid –
FFAs) di simpan, namun ketika glukosa menurun maka FFAs
masuk ke sirkulasi sebagai substrat dari produksi glukosa
(Damayanti, 2015). Pada kondisi normal, insulin memicu sintesa
trigliserida dan menghambat lipolysis postprandial. Glukosa
diserap ke dalam jaringan adiposa dan sirkulasi FFAs mempunyai
efek yang berbahaya pada produksi glukosa dan sensitifitas insulin,
peningkatan glukosa darahpun ikut berperan. Pada tipe ini terjadi
53

kehilangan sel beta prankeas lebih dari 50%. Efek abnormalitas ini
akan menyebabkan meningkatnya kadar gula darah secara terus
menerus, hal ini di sebabkan karena gangguan pemanfaatan
glukosa, menurunnya penyimpanan glukosa sebagai glikogen,
gangguan produksi gangguan hepar, meningkatnya glukosa puasa
dan menurunnya pemanfaatan glukosa postprandial (Dunning
dalam Damayanti, 2015).
Individu yang beresiko terkena diabetes tipe 2 ini adalah
mempunyai sindroma resistensi insulin, kelebihan berat badan
(obesitas, peningkatan BMI, peningkatan lingkar pinggang > 1.0
inchi pada pria dan > 0.7 inchi pada wanita), terjadi pada usia > 40
tahun, keturunan, wanita dengan gestasional diabetes atau
mempunyai bayi berukuran besar (Damayanti,2015). Gejala DM
tipe 2 ini terjadi secara berlahan-lahan. Dengan pola hidup sehat
yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga
secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga
harus dapat mempertahankan berat badan yang normal. Namun
pada penderita stadium akhir, kemungkinan akan diberikan
suntikan insulin (Maulana, 2012).
3. Diabetes pada kehamilan (Gestational Diabetes)
Diabetes kehamilan terjadi pada intolerensi glukosa yang di
ketahui selama kehamilan pertama. Jumlah sekitar 2-4%
kehamilan. Wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami
peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun melahirkan
(Damayanti, 2015). Jenis diabetes ini terjadi saat kehamilan dan
bersifat sementara (Maulana, 2015). Meskipun kejadiannya
sementara, namun diabetes tipe ini bisa merusak kesehatan janin
dan ibu (Maulana, 2015).
4. Diabetes tipe lain
54

Merupakan gangguan endrokin yang menimbulkan


hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau
penurunan penggunaan glukosa oleh sel (Damayanti, 2015).
Sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, DM tipe ini
menggambatkan DM yang dihubungkan dengan keadaan dan
sindrom tertentu. Misalnya DM yang terjadi dengan penyakit
pankreas atau pengangkatan jaringan prankeas dan penyakit
endrokin seperti akromegali ata syndrom chusing, karena zat kimia
atau obat, infeksi dan endokrinopati (Soegondo dalam Damayanti,
2015).
2.2.4 Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis DM tergantung pada tingkat hiperglikemia
yang dialami oleh pasien. Manifestasi klinis khas yang dapat muncul
pada seluruh tipe DM meliputi trias poli yaitu poliuria, polidopsi dan
poliphagi. Poliuri dan poli dipsi terjadi sebagai akibat kehilangan cairan
berlebihan yang dihubungkan dengan diuresis osmotic. Pasien juga
mengalami poliphagi akibat dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh
adanya defesiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein. Gejala-
gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan penglihatan yang
mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada tangan atau kaki, kulit
kering, adanya lesi luka yang penyembuhannya lambat dan infeksi
berulang (Damayanti, 2015).
2.2.5 Diagnosis
Dalam menentukan adanya diabetes melitus tes urin tunggal
tidak boleh di lakukan namun perlu di tambah dengan tes gula darah,
dapat di katakan diabetes ketika adanya gejala dan peningkatan kadar
gula darah. Kriteria diagnosis diabetes berdasarkan panduan WHO
dalam Damayanti ( 2015 ) dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Berdasarkan Panduan WHO
55

Tahap Gula Darah Puasa Gula Darah Acak OGTT


Normal < 6.1 mmol/L Gula darah 2 jam
7.8 mmol/L
Gangguan Gangguan gula darah puasa Gangguan
tolerensi – gula darah puasa 6.1 tolerensi glukosa
glukosa mmol/L dan < 7.0 mmol/L – gula darah 2
jam 7 mmol/L
dan <11.1
mmol/L
Diabetes 7.0 mmol/L > 11.1 mmol/L Gula darah 2 jam
dan gejala >11.1 mmol/L
Sumber : Damayanti, 2015
Catatan : Pada tabel ini ditunjukkan glukosa darah vena. Glukosa darah
kapiler 10-15% lebih tinggi daripada darah vena.
Atau jika kita menggunakan satuan mg/dl,maka untuk mendiagnosa
diabetes dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes
Test Tahap diabetes Tahap prediksi
Gula darah puasa 126 mg/dl 100-125 mg/dl
OGTT 200 mg/dl 140-199 mg/dl
Gula darah acak >200 mg/dl
Sumber : Damayanti, 2015
Keterangan
1. Gula darah puasa diukur sesudah puasa malam selama 8 jam
2. Oral glucosa tolerance test (OGTT) diukur setelah puasa
semalaman, lalu pasien diberikan cairan 75 gr glukosa untuk
diminum . lalu gula darah diukur 2 jam kemudian.
3. Gula darah acak diukur sewaktu-waktu.
4. Untuk mendiagnosa DM, perlu dilakukan uji ulang ketika
mendapatkan hasil yang abnormal ,sehingga mendapatkan
konfirmasi yang akurat.
5. Diabetes dapat di diagnosa dengan adanya gejala khusus (khas).
6. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai
penyaring dan diagnosis diabetes mellitus :
56

Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Diabetes berdasarkan Depkes RI 2021


Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma <100 100-199 200
darah vena
darah kapiler
sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa Plasma <90 90-199 200
darah vena
darah kapiler
puasa (mg/dl)
Sumber : Damayanti, 2015
2.2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi akibat DM dapat bersifat akut atau kronis.
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat
atau menurun tajam dalam waktu yang relatif singkat. Komplikasi
kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa
menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berar lain
(Novitasari, 2012)
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar
glukosa darah di bawah nilai normal. Ada 4 macam keadaan
hipoglikemia yaitu:
1) Hipoglikemia murni jika kadar glukosa darah kurang dari
50 mg/dl.
2) Reaksi hipoglikemia akibat menurunnya kadar glukosa
darh yang secara mendadak.
3) Koma hipoglikemia akibat kadara glukosa darah yang
sangat rendah.
4) Hipoglikemia relatif jika gejala hipoglikemia terjadi 3 – 5
jam setelah makan.
Gejala-gejala hipoglikemia bisa ditandai oleh dua penyebab
utama. Keterlibatan sistem saraf otonomi (bagian dari sistem
57

saraf yang tidak terkendali dibawah sadar) dan pelepasan


hormon dari kelenjar adrenalin, yang menimbulkan gejala-
gejala rasa takut, terbang, bertarung. Pada dasarnya ini
mencakup kegelisahan, gemetaran, mengeluarkan keringat,
menggigil, muka pucat, jantung berdebar- debar dan detak
jantung yang sangat cepat serta rasa pening, mudah mengantuk
dan akhirnya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika tidak
diberi pengobatan bisa menimbulkan kejang dan akhirnya
terjadi kerusakan otak permanen atau kondisi yang parah bisa
menimbulkan kematian.
b. Ketoasidosis diabetik – koma diabetic
Komplikasi ini dapat diartikan sebagai keadaan tubuh
yang sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak.
Glukosa darah yang tinggi tidak dapat memenuhi kebutuhan
energi tubuh. Akibatnya metabolisme tubuhpun berubah.
Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan
membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urin
dan dapat di cium baunya saat bernapas. Akibat akhir adalah
darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri
dan mengali koma.
c. Koma hiperosmoler non ketotik (KHNK)
Gejala KHNK adalah dehidrasi yang berat, hipotensi
dan menimbulkan shok. Komplikasi ini dapat diartikan sebagai
keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak sehingga penderita
tidak menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam
(kussmaul). Pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa
kadar glukosa penderita sangat tinggi Ph darah normal, kadar
natrium tinggi dan tidak ada ketonemia.
d. Koma lakto asidosis
58

Komlikasi ini diartikan sebagai suatu keadaan tubuh


dengan asam laknat tidak dapat diubah menjadi bikarbonat.
Akibatnya kadar asam laknat didalam darah meningkatkan
(hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma. Keadaan
ini dapat terjadi karena infeksi, gangguan faal hepar, ginjal,
DM yang mendapat pengobatan dengan phenformin. Gejala
yang muncul biasanya berupa stupor hingga koma.
Pemeriksaan gula darah biasanya hanya menunjukkan
hiperglikemia ringan (glukosa darh dapat normal atau sedikit
turun).
2. Komplikasi kronis
Tujuan paling utama dalam pengelolaan DM adalah
menghambat atau mencegah terjadinya komplikasi kronis yang
sangat merugikan penderita (Novitasari, 2012).
e. Komplikasi spesifik
Komplikasi spesifik adalah komplikasi akibat kelainan
pembuluh darah kecil mikroangipati diabetika (Mi.DM) dan
kelainan metabolisme dalam jaringan. Jenis – jenis komplikasi
spesifik sebagai berikut
1) Retino pati diabetika (RD), gejalanya penglihatan
mendadak buram seperti berkabut. Akibatnya harus sering
mengganti kaca mata
2) Nefropati diabetika (ND), gejalanya ada protein dalam air
kencing, terjadi pembengkakan, hipertensi dan kegagalan
fungsi gijal yang menahun.
3) Neuro pati diabetika (Neu.D), gejala perasaan terhadap
getaran berkurang, rasa panas seperti terbakar dibagian
ujung tubuh, rasa nyeri, rasa kesemutan, serta rasa
terhadap dingin dan panas berkurang. Selain itu otot
lengan atas menjadi lemah, penglihatan kembar, impotensi
59

sementara, mengeluarkan banyak keringat dan rasa


berdebar saat istirahat
4) Diabetik foot (DF) dan kelainan kulit, seperti tidak
berfungsinya kulit (dematopati diabetik), adanya
gelembung berisi cairan dibagian kulit (bulae diabetik),
dan kulit mudah terinfeksi.
f. Komplikasi tak spesifik
Kelainan ini sama dengan non diabetes mellitus, tetapi
terjadinya lebih awal atau lebih mudah. Penyakit yang
termasuk komplikasi tak spesifik dalam DM sebagai berikut
1) Kelainan pembuluh darah besar atau makroangipati
diabetika (Ma.DM), kelainan ini berupa timbunan zat
lemak didalam dan dibawah pembuluh darah
(ateroskleroosis).
2) Kekeruhan pada lensa mata (kataraktalentis).
3) Adanya infeksi seperti infeksi saluran kencing dan
tuburkolosis (TBC) paru.
2.2.7 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah untuk mengurangi komplikasi yang
ditimbulkan akibat DM. Caranya yaitu menjaga kadar glukosa dalam
batas normal tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup
yang baik. Ada lima kompenen dalam penatalaksanaan diabetes tipe 2,
yaitu terapi nutrisi (diet). Latihan fisik, pemantauan, terapi farmakologi
dan pendidikan (Smeltzer dalam Damayanti, 2015).
1. Manajemen diet
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain
mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan lipit
mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan
dalam batas2 normal atau kurang lebih 10% dari berat badan
60

idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan


kualitas hidup (Suyono dalam Damaynti, 2015).
Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang
dianjukan konsensus Perkeni (2006) adalah karbohidrat 45-65%,
protein 10-20%, lemak 20-25%, kolesterol < 300mg/hr, serat
25g/hr, garam dan pemanis saat digunakan secukupnya.
Waynes dapat menimbulkan aterosklerosis oleh karena itu
konsumsi makanan yang berkolesterol harus dibatasi (Suyono
dalam Damayanti, 2015). Pemanis buatan dapat dipakai
secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat di terima untuk
pasien DM termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame,
acesulfame, protassium, dan sukralose. Jumlah kalori di sesuaikan
dengan status gizi, umur, ada tidaknya setres akut, kegiatan jasmani
(Damayanti, 2015).
2. Latihan fisik atau olahraga
Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di
membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Manfaat latihan fisik adalah menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah, dan
tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar
HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida (Sudoyo dalam Damayanti, 2015).
3. Pemantauan kadar gula darah
Pemanatauan kadar glukosa darah secara mandiri atau self
monitoring blood glucosa (SMBG) memungkinkan untuk deteksi
dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia dan pada akhirnya
akan mengurangi komplikasi DM jangka panjang. Pemeriksaan ini
sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit Dm yang tidak
61

2.3 Kerangka Teori

Faktor penyebab DM tipe 2


1. Faktor keturunan atau
genetik Diabetes mellitus tipe II
2. Obesitas 1. HbA1c > 6.5 %
3. Usia diatas 30 tahun
4. Tekanan darah tinggi 2. GDP > 126 mg/dl
5. Aktifitas fisik kurang 3. OGTT > 200mgdl
6. Kadar kolesterol 4. Gula darah acak >
tinggi 200 mg/dl
7. Stres
8. Virus dan bakteri
9. Bahan toksik atau
beracun

Lima komponen
penatalaksanaan DM tipe 2
1. Nutrisi (Diet)
2. Latihan fisik
3. Pemantauan gula darah Senam
4. Terapi farmakologi Diabetes
5. Pendidikan kesehatan

Penurunan
kadar gula
darah

Keterangan :

: Di teliti : Berpengaruh
: Tidak di teliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori pengaruh senam diabetes terhadap perubahan
kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati.

Gambar 2.1 menjelaskan faktor penyebab DM tipe 2 adalah faktor


keturunan, obesitas, usia di atas 30 tahun, tekanan darah tinggi, aktifitas
62

fisik kurang, kadar kolesterol tinggi, stress, virus dan bakteri, bahaya toksik
atau beracun. Jika factor penyebab tidak bisa di kendalikan maka akan
terjadi DM tipe 2. Masalah yang sering timbul pada penderita DM tipe 2
adalah kadar gula darah yang tinggi. Sedangkan untuk pelaksanaan DM tipe
2 adalah nutrisi (diet), latihan fisik, pemantauan gula darah, terapi
farmakologi, pendidikan kesehatan. Perubahan kadar gula darah tipe 2 salah
satunya dipengaruhi oleh latihan fisik yaitu senam diabetes.

2.4 Hipotesa Penelitian


Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris (Nasir dkk, 2011).
Sesuai dengan teori yang dikemukakan, maka hipotesa yang diajukan adalah :
Ha : Ada pengaruh senam diabetes mellitus terhadap perubahan kadar gula
darah pasien diabetes mellitus tipe 2.

BAB III
METODELOGI
63

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini adalah pre experimental dalam
bentuk one group pre-post test design. Desain ini dilakukan
untuk mengungkap hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek
diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2016). Dalam
rancangan penelitian ini hanya ada satu kelompok yang akan
diobservasi gula darahnya kemudian diberi intervensi yaitu
senam diabetes setelah itu di observasi lagi apakah ada
perubahan gula darahnya.
Pengukuran gula Perlakuan Pengukuran gula
Darah darah

Kelompok subjek O1 X O2
Keterangan :
O1 : Nilai gula darah sebelum mendapatkan perlakuan.
O2 : Nilai gula darah setelah mendapat perlakuan.
X : Perlakuan.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek
atau subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti kemudian ditarik kesimpulannya
(Sujarweni, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien
DM tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas Margorejo sebanyak 59 orang.
3.2.2 Sampel
64

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki


oleh populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014).
Menurut Gay jumlah sample untuk penelitian Eksperimental minimal
15 Sample. Sehigga rumus perhitungan sample untuk penelitian
eksperimental sederhana adalah (Sani, 2016).
(t-1)(r-1) ≥ 15
(1-1)(r-1) ≥ 15
r-1 ≥ 15
r = 15 + 1
r = 16 orang
dimana t = banyak kelompok perlakuan.
r = jumlah sample
3.2.3 Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan
diteliti (Sujarweni, 2014).
a. Klien diabetes mellitus tipe 2.
b. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.
c. Rutin kontrol ke Puskesmas.
d. Rutin mengikuti kegiatan PROLANIS (progam pengelolaan
penyakit kronis) 3 bulan terakhir (Januari, Februari, Maret
2022).
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab (Sujarweni, 2014).
a. Pasien diabetes mellitus yang memiliki komplikasi

3.3 Teknik Sampling


65

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk


menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sujarweni,
2014). Teknik yang digunakan purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu.

3.4 Kerangka Kerja Penelitian


Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang diteliti (subyek
penelitian), variable yang akan mempengaruhi dalam penelitian (Hidayat,
2014).
66

Populasi
Semua pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati berjumlah 59 orang

Sampel
Sebagian pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati berjumlah 16 orang

Sampling : Purposive sampling

Desain penelitian : one group pre-post test design

Variable bebas Variable terikat


Senam diabetes Penurunan kadar gula darah

Pengumpulan data Pengumpulan data


SOP Analisis Lembar observasi
Dependent t-test (Paired t-test)

Pengelolaan data
Hasil dan kesimpulan
Editing, Entri data, Cleaning data, Processing data

Pelaporan
67

Gambar 3.1 Kerangka kerja pengaruh senam diabetes terhadap perubahan kadar
gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Margorejo
Kabupaten Pati

3.5 Variabel Penelitian dan DDefinisi Operasional


3.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang di iliki atau di dapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu
konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). dalam penelitian ini
terdapat 2 variabel yaitu :
1. Variebel Independent (bebas)
Variebel independen adalah variebel yang nilainya
menentukan variebel lain (Nursalam, 2015). Variabel independent
dalam penelitian ini adalah senam diabetes.
2. Variebel Dependent (terikat)
Variebel dependent adalah variebel yang diamati dan di
ukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh
dari variebel bebas (Nursalam, 2015). Variebel dependent dalam
penelitian ini adalah penurunan kadar gula darah.
3.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional
sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna
penelitian (Nasir dkk, 2011).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor
penelitian Operasional Ukur Kriteria
Senam Senam aerobic low Dilakukan SOP - -
diabetes impact dan ritmis selama 1 kali
dengan gerakan yang
menyenangka
tidak membosankan
dan dapat diikuti semua
kelompok umur
68

sehingga menarik
antusiasme kelompok
dalam klub-
klub diabetes
Penurunan Penurnan kadar gula Penatalaksanaan Glukometer Interval Hasil
Kadar gula darah yang diukur Dm tipe 2 pengukuran
darah dengan glukometerdan 1. Nutrisi gula darah
dinyatakan dalam (diet) acak
satuang/dl 2. Latihan sebelum
fisik dilakukan
3. Pematauan senam
gula darah diabetes
4. Terapi dan
farmakologi sesudah
5. Pendidikan dilakukan
Kesehatan senam
diabetes
dalam
satuang/dl

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitan adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam suatu penelitian. Instrumen penelitian adalah segala alat yang
dipakai untuk memperoleh, mengelola dan menginterprestasikan informasi
dari para responden yang dilakukan dengan pola pengkuran yang sama (Nasir
dkk, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah senam diabetes.
Instrumen yang digunakan untuk variable bebas yaitu SOP (Standart
operasional prosedur). Variabel terikat untuk penelitian ini adalah perubahan
kadar gula darah. Instrumen yang digunakan untuk variable terikat yaitu
Glukometer. Instrumen ini menggunakan pengukuran biofisiologis in-vitro.
Pengukuran biofisiologis in-vitro adalah pengukuran yang berorientasi pada
dimensi fisiologi dan pengambilan suatu bahan atau spesimen dari klien
(Nursalam, 2015).

3.7 Lokasi dan Tempat Penelitian


3.7.1 Lokasi Penelitian
69

Penelitian ini akan di laksanakan di wilayah kerja Puskesmas


Margorejo Kabupaten Pati.

3.7.2 Waktu Penelitian


Waktu pengumpulan data peneliti di lakukan pada 16 Januari
2022 – 30 Juni 2022.

3.8 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam suatu
penelitian. Langkah –langkah pengumpulan data bergantung pada rancangan
penelitian dan tehnik instrumen yang di gunakan (Nursalam, 2015). Dalam
melakukan penelitian ini prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengurus ijin penelitian ke Puskesmas Margorejo.
2. Mendatangi rumah responden (door to door).
3. Memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian,
manfaat penelitian, prosedur penelitian dan apabila bersedia menjadi
responden dipersilahkan menandatangani inform consent.
4. Menjelaskan kontrak waktu penelitian pada responden yaitu sesuai waktu
yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini pengumpulan data responden
dilakukan selama 7 hari.
5. Meminta responden untuk memeriksakan gula darah acak sebelum
melakukan senam diabetes.
6. Mendokumentasikan hasil gula darah acak di lembar observasi.
7. Melakukan senam diabetes 30 menit.
8. Meminta responden untuk memeriksakan gula darah acak sesudah
melakukan senam diabetes.
9. Mendokumentasikan hasil gula darah acak di lembar observasi.
10. Peneliti melakukan pengolahan dan analisa data.
70

3.9 Teknik Analisis Data


3.9.1 Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah
dengan tujuan data menjadi informasi. Langkah-langkah pengolahan
data sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing bisa dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul
(Hidayat, 2014). Dalam penelitian ini Editing dilakukan setelah
data terkumpul dengan memeriksa lembar observasi.
2. Entri data
Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontingensi (Hidayat, 2007).
3. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali
data yang sudah dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak.
Kesalahan mungkin terjadi saat memasukkan data ke dalam
komputer.
4. Processing data
Processing data merupakan proses pengolahan
menggunakan progam komputer pengolahan data stastitik.
3.9.2 Analisa Data
1. Analisa Univariat
71

Analisa univariat mempunyai tujuan untuk


mendriskripsikan dari masing-masing variabel yang diteliti.
Untuk data numerik dengan menghitung mean, median,
simpangan baku (SD), nilai minimal dan maksimal. Analisa pada
penelitian ini meliputi usia responden, frekuensi melakukan
aktifitas fisik (olahraga) dalam satu minggudan variabel
perubahan kadar gula darah sebelum senam dan setelah senam
diabetes.
2. Analisa bivariat
Penelitian ini menggunakan uji stastistik Parametik.
Untuk mengetahui pengaruh senam diabetes terhadap perubahan
kadar gula darah menggunakan Dependent t-test (Paired t-test)
dengan kemaknaan = 0,05. Jika hasil penelitian ini nilai
probabilitas atau Sig. (2-tailed) < 0,05 maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara gula darah pada data pre test dan post test.
Yang artinya ada pengaruh senam diabetes terhadap perubahan
gula darah..

3.10Etika Penelitian
Etika penelitian mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti
terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi
masyarakat. Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya berpegang
teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian yang dilakukan tidak
merugikan atau membahayakan subjek (Notoatmodjo, 2012). Seara garis
besar dalam melakukan penelitian prinsip yang harus dipegang adalah
3.10.1 Kerahasiaan (Confidentiality)
Setiap orang memiliki hak dasar individu termasuk privasi
dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab
itu peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai
identitas dan kerahasiaan subjek. Peneliti cukup menggunakan
72

coding sebagai pengganti identitas pasien (Notoadmodjo, 2012).


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan coding untuk
pengganti identitas responden.
3.10.2 Prinsip manfaat (benefit)
Sebuah penelitian hendakna memperoleh manfaat
semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek
penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha
meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek.
Prinsip keadilan dan keterbukaan (respect for justice on
inclusiveness) Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh
peneliti dengan kejujuran, keterbukaan dan keterhatihatian. Untuk
itu lingkungan peneliti perlu dikondisikan sehingga memenuhi
prinsip keterbukaan yaitu dengan menjelaskan prosedur
penelitian.
Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek
penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama, tanpa membedakan agama, etnis dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2012). Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan
prosedur penelitian pada semua responden.
73

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


5.2.1 Gambaran Umum Puskesmas Margorejo
Jl. Raya Pati-Kudus No.KM 04, Margorejo, Kelurahan
Margorejo merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di Kota
Pati. Batas wilayah kerja Puskesmas Margorejo yang berbatasan
dengan sebelah utara Kecamatan Tlogowungu & gembong
Kabupaten Pati, sebelah timur Kecamatan Pati Kabupaten Pati,
sebelah selatan Kecamatan Gabus Kabupaten Pati. Dan bagian barat
Kabupaten Kudus. Wilayah kerja Puskesmas margorejo terdiri dari
18 desa. Hingga saat ini Puskesmas Margorejo mampu menyediakan
pelayanan ruang rawat jalan meliputi Poli Umum, Poli KIA & KB,
Poli Gigi, Poli Gizi, dan Ruang penunjang lainya seperti
Laboratorium dan Apotek. Puskesmas Margorejo juga melakukan
kegiatan rutin yaitu Klinik VCT (Volontary Counseling AND
Testing), Senam Hamil, Posyandu Balita, Posyandu Lansia dan
progam yang rutin dilakukan selama satu bulan sekali.
5.2.1 Penyajian Karateristik Data Umum
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik
Usia Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo
Bulan Juni 2022.
No Usia Frekuensi (f) Prosentase
(%)
1 36 – 45 tahun 0 0%
74

2 46 – 55 tahun 0 0%
3 56 – 65 tahun 4 25%
4 65 tahun sampai atas 12 75%
Total 16 100%
Sumber : Lembar Observasi Gula Darah Responden di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati, 2022.

Dari tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa rentang usia paling


banyak adalah 65 tahun sampai atas yaitu sebanyak 12 orang
(75%) dari 16 responden yang diteliti.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Menderita
Diabetes Mellitus.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lamanya
Responden Menderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati Bulan Juni 2022
No Lamanya Frekuensi Prosentase (%)
Menderita DM (f)
1 1-2 tahun 8 50%
2 3 tahun ke atas 8 50%
Total 16 100%
Sumber : Lembar Observasi Gula Darah Responden di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati, 2022

Dari tabel 5.2 diatas dapat diketahui bahwa lamanya


responden menderita DM 1-2 tahun yaitu 8 orang (50%) dan 3
tahun keatas sebanyak 8 orang (50%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah
Melaksanakan Aktifitas Fisik (Olahraga) Dalam Satu
Minggu.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah
Melaksanakan Aktifitas Fisik (Olahraga) dalam Satu Minggu di
Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati Bulan Juni
2022.
No Jumlah Melaksanakan Frekuensi Prosentase
Aktifitas Fisik (bersepeda, (f) (%)
berjalan kaki berenang,
75

senam)
1 Tidak Pernah 0 0%
2 1 kali / minggu 2 12,50 %
3 2 kali / minggu 8 50%
4 3 kali minggu 1 6,25 %
5 Setiap hari 5 31,25 %
Total 16 100 %
Sumber : Lembar Observasi Gula Darah Responden di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati, 2022.

Dari tabel 4.3 diatas dapat diketahui responden yang


melakukan aktifitas fisik terbanyak yaitu 2 kali / minggu dengan
jumlah 8 responden (50%).
5.2.1 Penyajian Data Khusus
1. Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Sebelum Melakukan
Senam Diabetes
Hasil analisa kadar gula darah sebelum melakukan
senam diabetes di Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo
Kabupaten Pati bulan Juni 2022 dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4.4 Tendensi Sentral Kadar Gula Darah Pasien DM
Tipe 2 Sebelum Melakukan Senam Diabetes di Wilayah
Kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati Bulan Juni
2022.
Kadar gula Mean Median Modus Min-Max
darah
sebelum 174,88 186,50 201 114-230
senam
Sumber : Lembar Observasi Gula Darah Responden di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati, 2022.

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar


gula darah sebelum melakukan senam diabetes adalah 174,88
mg/dL. Median kadar gula darah sebelum melakukan senam
diabetes 186,50 mg/dL, kadar gula darah sebelum melakukan
senam diabetes paling banyak adalah 201 mg/dL, kadar gula
76

darah sebelum melakukan senam diabetes terendah 114 mg/dL


dan tertinggi 230 mg/dL.
2. Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Sesudah Melakukan
Senam Diabetes
Hasil analisa nilai gula darah sesudah melakukan senam
diabetes di Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten
Pati bulan Juni 2022 dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4.5 Tendensi Sentral Kadar Gula Darah Pasien DM
Tipe 2 Setelah Melakukan Senam Diabetes di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati Bulan Juni 2022.
Kadar gula Mean Median Modus Min-Max
darah
sesudah 141,06 186,50 109 96-182
senam
Sumber : Lembar Observasi Gula Darah Responden di Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati, 2022
Dari tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata
kadar gula darah setelah melakukan senam diabetes adalah
141,06 mg/dL, median kadar gula darah setelah melakukan
senam diabetes 186,50 mg/dL, kadar gula darah setelah
melakukan senam diabetes paling banyak adalah 109 mg/dL,
kadar gula darah sebelum melakukan senam diabetes terendah
96 mg/dL dan tertinggi 182 mg/dL.
3. Pengaruh Senam Diabetes terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten
Pati.
Tabel 4.6 Analisa Pengaruh Senam Diabetes terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah di Wilayah Kerja Puskesmas
Margorejo Kabupaten Pati Bulan Juni 2022.
Paired Sample Test t df Sig. (2-tailed)
Sebelum dilakukan
intervensi-sesudah 8.162 15 0.000
77

dilakukan intervensi
Sumber : Hasil olah data responden pada SPSS di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati. 2022

4.2 Pembahasan
5.2.1 Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Sebelum Melakukan
Senam Diabetes
Hasil penelitian terhadap 16 responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati, didapatkan rata-rata kadar
gula darah sebelum melakukan senam adalah 174,88 mg/dL. Kadar
gula darah sebelum melakukan senam diabetes terendah 114 mg/dL
dan tertinggi 230 mg/dL. Responden yang memiliki kadar gula darah
230 mg/dL berjumlah satu responden dengan jenis kelamin
perempuan, usia 65 tahun keatas, lamanya menderita DM 3 tahun
keatas, melakukan aktifitas fisik (olahraga) 2 kali dalam satu
minggu. Sedangkan responden yang memiliki kadar gula darah
sebelum senam 114 mg/dL berjumalah satu dengan jenis kelamin
perempuan, usia 55 – 60 tahun, lamanya menderita DM 1-2 tahun
dan melakukan aktifitas fisik (senam) setiap hari. Dilihat dari faktor-
faktor yang mempengaruhi tingginya kadar gula darah dikarenakan
kurang banyaknya melakukan aktifias fisik (senam) yaitu sebanyak 8
responden (50%) hanya melakukan atifitas fisik 2 kali dalam satu
minggu. Menurut teori Damayanti (2015) pada saat melakukan
latihan jasmani kerja isulin menjadi lebih baik dan yang kurang
optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan
dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk
memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari
sekali atau seminggu 3 kali. Berdasarkan dengan teori, aktifitas fisik
(senam) yang kurang menyebabkan resistensi insulin. Sedangkan
aktifitas fisik (senam) bisa mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor
78

insulin di membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar


glukosa darah (Damayanti, 2015).
Selain itu karakteristik responden berdasarkan usia,
responden yang memiliki rentang usia terbanyak yaitu 61-80 tahun
sebanyak 13 responden (81,2%). Dimana hal ini dikarenakan
semakin tua usia seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi vital
tubuh, salah satunya adalah fungsi kelenjar prankeas yang berperan
langsung dalam produksi insulin dan berdampak pada kadar gula
dalam darah (Tandra, 2016). Sedangkan menurut Damayanti
(2015) usia di atas 30 tahun atau lebih terjadi perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia. Setelah seseorang mencapai umur 30 tahun,
maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg% tiap tahun saat puasa dan
akan naik 6-13 mg% pada 2 jam setelah makan.
Dari uraian diatas peneliti berpendapat, bahwa tingginya
kadar gula darah seseorang disebabkan beberapa faktor yaitu
kurangnya aktifitas fisik (olahraga) dan usia responden. Namun
tingkat kadar glukosa didalam darah seseorang berbeda-beda, selain
aktifitas fisik (olahraga) dan usia yang mempengaruhi tinggi atau
rendahnya kadar gula darah terdapat faktor lain yang tidak diteliti
seperti ketepatan diet, manajemen stress dan keteraturan
mengkonsumsi obat.
5.2.1 Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Setelah Melakukan Senam
Diabetes
Hasil penelitian terhadap 16 responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati, didapat rata-rata kadar gula
darah setelah melakukan senam diabetes adalah 141,06 mg/dL.
Kadar gula darah setelah melakukan senam diabetes terendah 96
mg/dL dan tertinggi 182 mg/dL. Responden yang memiliki nilai
kadar gula darah tertinggi 182 mg/dL berjumlah satu responden
dengan jenis kelamin perempuan, usia 65 keatas, lamanyan
79

menderita DM 1-2 tahun dan melakukan aktifitas fisik (olahraga) 2


kali dalam seminggu. Sedangkan responden yang setelah melakukan
senam diabetes memiliki kadar gula darah rendah 96 mg/dL dengan
jenis kelamin perempuan, usia 55 - 65 tahun, lamanya menderita DM
1-2 tahun dan melakukan aktifitas fisik (olahraga) setiap hari.
Penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 di Wilayah Kerja Puskemas Margorejo Kabupaten Pati juga di
pengaruhi beberapa faktor yaitu usia. Responden yang memiliki
kadar gula darah setelah melakukan senam 96 mg/dL memiliki
rentang usia 30-60. Sedangkan responden yang memiliki kadar gula
darah setelah melakukan senam tertinggi 182 mg/dL memiliki
rentang usia 61-80 tahun keatas. Menurut teori bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Umur mempengaruhi
perkembangan tingkat neuromuskuler dan tubuh secara proposional,
postur, pergerakan dan reflek akan berfungsi secara opsional,
gangguan intolerensi glukosa, penurunan sekresi insulin dan insulin
resisten.
Penurunan kadar gula darah selain dikarenakan faktor usia,
juga dapat dikarenakan frekuensi melakukan aktifitas fisik dalam
satu minggu. Berdasarkan hasil penelitian responden yang memiliki
kadar gula darah tertinggi 182 mg/dL melakukan aktifitas fisik 2 x
dalam satu minggu. Sehingga efek kerja insulin yang dihasilkan dari
latihan jasmani hilang atau terjadi resistensi insulin. Sedangkan
responden yang setelah melakukan senam diabetes memiliki kadar
gula darah rendah 96 mg/dL melakukan aktifitas fisik setiap hari
sehingga insulin bekerja optimal dengan mengaktifasi ikatan insulin
dan reseptor insulin di membran plasma sehingga dapat menurunkan
kadar glukosa darah (Damayanti, 2015).
Penelitian yang dilakukan dapat dilihat faktor yang
mempengaruhi penuruan kadar gula darah usia dan frekuensi
80

melakukan aktifitas fisik (olahraga) dalam satu minggu. Selain itu


penurunan kadar gula darah juga di pengaruhi beberapa faktor yang
tidak diteliti, seperti tercapainya intensitas senam diabetes yang baik.
5.2.1 Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati.
Untuk melihat pengaruh dari senam diabetes terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2,
peneliti menggunakan uji stastitik paired t test dengan syarat data
berdistribusi normal. Pada tingkat kemaknaan α = 0.05dengan nilai
(p) yang diperoleh sebesar 0.000. Karena nilai (p) lebih kecil dari
nilai (α) maka H0 ditolak dan H1 diterima hal ini menyatakan ada
perbedaan yang signifikan antara senam diabetes dengan penurunan
kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut
usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes
mellitus (Persadia, 2012). Masalah utama pada penderita DM tipe 2
adalah kurangnya respon terhadap insulin (resistensi insulin).
Adanya gangguan tersebut menyebabkan insulin tidak dapat
membantu transfer glukosa kedalam sel. Permebealitas membran
meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga saak aktifitas fisik
(senam) resistensi insulin berkurang sementara sensitivitas insulin
meningkat. Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani, pada
tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh
otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi
fungsi sirkulasi, metabolisme dan susunan saraf otonom. Dimana
glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen,
glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi
pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau permulaan latihan
jasmani dimulai setelah melakukan latihan jasmani 10 menit, akan
81

terjadi peningkatan glukosa 15 kali dalam kebutuhan biasa. Setelah


60 menit akan meningkat sampai 35 kali (Damayanti, 2015).
Hasil penelitian dari 16 responden kadar gula darah
mengalami penurunan. Penurunan kadar gula darah bervariasi, hal
ini disebabkan berbagai faktor saat melaksanakan senam diabetes
tidak sesuai dengan prinsip pelaksanaan senam diabetes yaitu
sebanyak 9 responden hanya melakukan aktifitas fisik 2x dalam satu
minggu, 2 responden melakukan aktifitas 1 kali dalam satu minggu,
1 responden melakukan aktifitas fisik 3 kali dalam satu minggu dan
5 responden melakukan aktifitas fisik setiap hari. Menurut teori
Untuk mencapai hasil yang optimal, latihan jasmani dilakukan secara
teratur 3-5 kali perminggu. Untuk pasien DM dengan kategori berat
badan obesitas, penurunan berat badan dan glukosa darah akan
mencapai maksimal jika latihan jasmani dilakukan lebih dari 5 kali
perminggu. Latihan jasmani dilakukan sedikitnya 3 kali perminggu
dengan tidak lebih dari 2 hari berurutan tanpa latihan jasmani
(American Diabetes Association dalam Damayanti, 2015).
Penelitian ini sejalan dengan teori Damayanti (2015) yaitu
salah satu manfaat dari senam diabetes adalah glukosa darah
terkontrol. Saat melakukan senam diabetes kelompok otot-otot
utama akan meningkatkan ambilan oksigen sebesar 15-20 kali lipat
karena peningkatan laju metabolik pada otot yang aktif. Ventilasi
pulmmuner dapat mencapai 100 L/menit dan curah jantung
meningkat hingga 20-30 L/menit untuk memenuhi kebutuhan otot
yang aktif. Terjadi dilatasi arteriol maupun kapiler yang
menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga
reseptor insulin lebih banyak dan lebih aktif atau lebih peka
Penelitian ini senada dengan penelitian Nurhidayah (2013)
yang berjudul Pengaruh senam diabetes terhadap penurunan kadar
gula darah pada lansia di Perwira Sari RW 08 Bekasi Utara dengan
82

hasil p value = 0,006 < α = 0,05 yang berarti ada pengaruh senam
diabetes terhadap penurunan kadar gula darah
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan dengan konsep
teoritis dan hasil penelitian terkait yang ada dapat di generelesasikan
bahwa ada pengaruh yang signifikan melakukan senam diabetes
terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus
tipe 2.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbtasan penelitian
diantaranya adalah
5.2.1 Pada prinsipnya latihan jasmani pada penderita diabetes mellitus
memenuhi beberapa hal yaitu frekuensi olahraga sebaiknya
dilakukan 3 – 5 kali perminggu, intensitas 60 – 79 % MHR, durasi
selama 30-60 menit. Namun dalam penelitian ini frekuensinya hanya
1 kali senam dan tidak di teliti tercapai atau tidaknya intensitas
senam yang baik.
5.2.1 Faktor obat dan diet yang merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2
tidak dapat dikendalikan
83

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan di uraikan
pada pembahasan ang terpapar di bab sebelumnya, maka peneliti dapat
memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar gula darah sebelum melakukan senam diabetes di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati rata-rata adalah 174,88.
2. Kadar gula darah setelah melakukan senam diabetes di Wilayah Kerja
Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati rata-rata adalah 141,06.
3. Dari hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan antara senam
diabetes terhadap penurunan kadar gula darah. pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Margorejo Kabupaten Pati
dengan p value < α (0.000 < 0.05).
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Puskesmas Margorejo
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, senam
diabetes dapat dilanjutkan/dipertahankan menjadi latihan fisik untuk
menurunkan kadar gula darah pada pasien diaetes mellitus.
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dalam penelitian ini untuk dapat mengetahui pengaruh yang
sesungguhnya diharapkan metode yang kuat menggunakan
rancangan eksperimental sungguhan yaitu dengan pra-test dan post-
test dengan pemilihan. Dan besar sample dapat di tambah lebih
banyak lagi.
84

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2008. Standart Of Medical Care In Diabetes.


Diabetes Care, 31. http://care.diabetesjournals.org/conten/31/
Spplement_1/S12.full. Diakses 18 Februari 2022

Anani, S., Udiyono, A., Ginanjar, P., 2012. Hubungan antara Perilaku
Pengendalian Diabetes dan Kadar Gula Darah Pasien Rawat Jalan
Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1:466-478

Bagus. 2013. Pengaruh Konseling pada Keluarga Terhadap Pengetahuan Keluarga


tentang Pola Diet Pasien DM DI Puskesmas Mojoagung. Skripsi.

Black,J.M & Hawks, J.K. 2010. Medikal Surgical Nursing. St louis: Elsevier
Saunder.

Damayanti, Santi. 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Dinkes Kota Madiun. 2016. Profil Kesehatan Kota Madiun Tahun 2015. Madiun:
Dinas Kesehatan Kota Madiun.

Dunning T. 2003. Care of People With Diabetes:A Manual of Nursing Practice.


USA: Blackwell Publishing. January 11, 2011.

Hidayat, A.A.A. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Lemone, P & Burke. 2008. Medical Surgical Nursing critical Thingking in Clien
Care. Pearson Prentice Hall: Ney Jersey.

Maulana, Mirza. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Katahati.

Nasir, Abd., Muhith, Abdul., Ideputri, M.E. 2011. Buku Ajar Metodologi
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Novitasari, Retno. 2012. Diabetes mellitus dilengkap dengan senam


DM.Yogyakarta: Nuha Medika.
85

Nurhidayah, Arsiah. 2013. Jurnal Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Penurunan


Kadar Gula Darah pada Lansia di Perwira Sari RW 08 Bekasi Utara Tahun
2013. http://ayurvedamedistra.files.wordpress.com (diakses 21 Januari
2022)

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Data Penyakit Tidak Menaluar.


Tersedia Dalam htpp://www.dekpkes.go.id (Diakses 21 januari 2022)

Sani k, Fathnur. 2016. Metodologi Penelitian Farmasi Komunitas dan


Eksperimental eds.1, Cet 1. Yogyakarta:Deepublish

Sanjaya, Fuji., Huda, Miftachul. 2014. Pengaruh Senam Diabetes Terhadap


Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di
Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Jombang. (Diakses 21 Januari
2017).

Santoso, Mardi. 2012. Senam Diabetes Mellitus Seri 5. Yayasan Diabetes


Indonesia: Jakarta.

Sinaga, J. 2012. Pengaruh Senam Diabetes Mellitus Terhadap Kadar Glukosa


Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Darusalam Medan 2011. Testis tidak diterbitkan. Medan.
Mutiara Ners.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle,J. L., Cheever,K. H. 2016. Brunner &
Suddarth: Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott
Wiliams & Wilkins.

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellius


Terpadu. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava


Media.

Suyono, S., 2011. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes


Melitus dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I.,
Editor.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun
edukatordiabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suyono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Sudoyo, AW., Setiyohadi,B., Alwi, I. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi
3. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI.
86

Tarwoto,dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endrokrin.Jakarta: Trans Info Media
Persadia. 2012. Senam Diabetes Seri 3. Jakarta: Yayasan Diabetes
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1-5
    Bab 1-5
    Dokumen65 halaman
    Bab 1-5
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-5
    Bab 1-5
    Dokumen45 halaman
    Bab 1-5
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Form
    Form
    Dokumen7 halaman
    Form
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Tertawa Bab Iv
    Tertawa Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Tertawa Bab Iv
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-5
    Bab 1-5
    Dokumen77 halaman
    Bab 1-5
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Dokumen11 halaman
    Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • IMT dan Asam Urat
    IMT dan Asam Urat
    Dokumen29 halaman
    IMT dan Asam Urat
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-5
    Bab 1-5
    Dokumen111 halaman
    Bab 1-5
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-5
    Bab 1-5
    Dokumen101 halaman
    Bab 1-5
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • GAMBARAN DIARE
    GAMBARAN DIARE
    Dokumen7 halaman
    GAMBARAN DIARE
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • SPSS
    SPSS
    Dokumen7 halaman
    SPSS
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen5 halaman
    Lamp Iran
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • LP LK Lansia HIPERTENSI ROZAQQ
    LP LK Lansia HIPERTENSI ROZAQQ
    Dokumen27 halaman
    LP LK Lansia HIPERTENSI ROZAQQ
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Dokumen11 halaman
    Format ASKEP GERONTIK Pak Rozaq
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • LP Ra
    LP Ra
    Dokumen19 halaman
    LP Ra
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • BATUK EFEKTIF
    BATUK EFEKTIF
    Dokumen6 halaman
    BATUK EFEKTIF
    Dita Purnamalia
    Belum ada peringkat
  • lEFLET HIPERTENSI LIZA
    lEFLET HIPERTENSI LIZA
    Dokumen3 halaman
    lEFLET HIPERTENSI LIZA
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Sap Terapi Tertawa
    Sap Terapi Tertawa
    Dokumen4 halaman
    Sap Terapi Tertawa
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • ASKEP RA Soni
    ASKEP RA Soni
    Dokumen13 halaman
    ASKEP RA Soni
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • AMI ICU
    AMI ICU
    Dokumen15 halaman
    AMI ICU
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • LP Dislokasi Gerontik
    LP Dislokasi Gerontik
    Dokumen41 halaman
    LP Dislokasi Gerontik
    Dokkan Battle
    100% (2)
  • LP Ami
    LP Ami
    Dokumen17 halaman
    LP Ami
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik
    Askep Gerontik
    Dokumen18 halaman
    Askep Gerontik
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • RK Fraktur B3
    RK Fraktur B3
    Dokumen17 halaman
    RK Fraktur B3
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Askep Gerontik Old
    Askep Gerontik Old
    Dokumen14 halaman
    Askep Gerontik Old
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Askep HT
    Askep HT
    Dokumen16 halaman
    Askep HT
    Redi Nakano
    Belum ada peringkat
  • Gerontik
    Gerontik
    Dokumen61 halaman
    Gerontik
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • LP Asma
    LP Asma
    Dokumen24 halaman
    LP Asma
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Kejang Demam
    Refleksi Kasus Kejang Demam
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Kejang Demam
    Dokkan Battle
    Belum ada peringkat