Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Neoplasma ovarium kistik atau disebut juga kista ovarium merupakan suatu tumor,
baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Kista ovarium
merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di
masa reproduksinya (Kadar, 2021).
Kista ovarium adalah neoplasma pada ovarium yang bersifat jinak, memiliki struktur
dinding yang tipis, mengandung cairan serosa serta sering terjadi pada wanita dimasa
reproduksinya, sebagian besar kista terbentuk akibat adanya perubahan kadar hormone
yang terjadi selama periode haid dan pelepasan sel telur dari ovarium (Melya, 2018).
B. Anatomi Sistem Reproduksi
Alat reproduksi wanita terdiri atas alat genetalia eksternal dan alat genetalia internal
terdiri dari :
1. Alat genetalia eksternal
a) Mons pubis adalah suatu penonjolan yang berada disebelah ventral simphysis os
pubis, dibentuk oleh jaringan lemak. Pada usia pubertas, mons pubis (mons
veneris) ditumbuhi rambut yang kasar dan membentuk batas cranial yang
horizontal (Kaharuddin, 2012).
b) Labia Mayora adalah dua lipatan jaringan lemak berbentuk oval, ditutupi oleh
kulit serta meluas kearah bawah dan belakang dari mons pubis. Bagian ini
merupakan lipatan kulit luar vagina yang berambut. Bagian ini berfungsi untuk
menutupi organ-organ genetalia didalamnya dan menjaga kelembapan vagina
bagian luar dan bagian inn akan mengeluarkan cairan pelumas pada saat
menerima rangsangan seksual (Andira, 2010).
c) Labia minora berbentuk dua buah lipatan kulit yang kecil, terletak di sebelah
medial labium majus, permukaannya licin, tidak mengandung jaringan lemak
berwarna merah muda. Fungsinya adalah untuk menutupi organ-organ di
dalamnya. Bagian ini merupakan bagian erotik yang terdiri atas berbagai saraf
sensorik dan sangat peka (Kaharuddin, 2014 ; Andira, 2010).
d) Klitoris merupakan organ reproduksi yang erektil, sangat peka karena banyak
mengandung urat-urat saraf sensoris, dan pembuluh-pembuluh darah, ini
merupakan bagian yang paling sensitif dalam menerima rangsangan seksual dan
homolog dengan penis pada alat reproduksi pria (Sumiaty, 2011).
e) Vestibulum Vagina merupakan alat reproduksi bagian luar, sebelah lateral
dibatasi oleh kedua labia minora, anterior oleh clitoris, dorsal oleh fourchet.
Pada vestibulum juga terdapat beberapa muara yaitu 2 muara dari kelenjar
bartholini yang terdapat di samping dan agak ke belakang dari introitus vagina 2
muara dari kelenjar skene di samping dan agak dorsal dari urethra (Sumiaty,
2011).
f) Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang penting berada pada daerah vagina
dan vulva, mengeluarkan sekret mucus terutama pada waktu coitus. Pengeluaran
lendir meningkat saat berhubungan seksual (Sumiaty, 2011)
g) Hymen (selaput darah) merupakan jaringan berupa lapisan yang tipis dan
menutupi sebagian besar dari introitus vagina, bersifat rapuh dan mudah robek.
Hymen ini berlubang yang berfungsi sebagai saluran lendir yang dikeluarkan
oleh uterus dan darah saat menstruasi. Bentuk hymen seperti bulan sabit dan
berlubang-lubang. Sedangkan sisa-sisa himen disebut caruncula hymenalis
(caruncula mirtifomis) yang akan tertinggal setelah melahirkan (Sumiaty, 2011)
2. Alat genetalia internal
a) Vagina Vagina merupakan saluran moskula membraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Saluran ini memanjang dari himen pada celah urogenital ke
arah serviks dan membelok ke atas dan posterior dari vulva. Vagina terletak
antara kandung kemih dan rectum. Panjang bagian depannya sekitar 6 cm dan di
dinding bagian belakangnya sekitar 11 cm. Sel dinding vagina mengandung
banyak glikogen yang mengahasilkan asam susu dengn Ph 4,5. Vagina
berfungsi sebagai organ tempat hubungan seks, jalan keluarnya bayi saat
melahirkan dan saluran keluarnya darah saat haid (Sumiaty, 2011).
b) Serviks Serviks terletak di puncak vagina, serviks biasanya merupakan
penghalang masuknya bakteri kecuali selama masa menstruasi dan selama masa
ovulasi (pelepsan sel telur) saluran di dalam serviks sangat sempit sehingga
selama masa kehamilan janin tidak dapat melewatinya. Saluran serviks dilapisi
oleh kelenjar penghasil lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat ditembus oleh
sperma kecuali sesaat sebelum terjadinya ovulasi (Andira, 2010).
c) Uterus adalah organ muscular, berdinding tebal, mempunyai bentuk seperti
buah pir. Mempunyai ukuran panjang 7,5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 3-4 cm.
Posisi uterus sangat bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, lokasi maupun
struktur yang dipengaruhi oleh usia, kondisi gravid, dan keadaan organ-organ
yang berada di sekitarnya seperti vesika urinaria dan rectum. Uterus dibagi
menjadi empat bagian yaitu fundus uteri, corpus uteri, isthmus uteri, dan cervix
uteri.
d) Tuba Uterina (Tuba Fallopi) Tuba falopi merupakan tubule-muskuler dengan
panjang 11-14 cm dan diameternya antara 3-8 cm. Dinding serosa tersusun atas
komponen serosa (peritoneal), subserosa atau adventisial (vaskular dan Fibrosa),
muskular dan mukosa. Tuba falopi terbagi menjadi 4 bagian yaitu: (1) Pars
intramularis, terletak diantara otot rahim mulai dari osteum uteri iternum. (2)
pars istmika tuba bagian tuba yang berda diluar uterus merupakan bagian yang
paling sempit. (3) Pars ampularis tuba bagian tuba yang palimg luas dan
berbentuk S merupakan tempat bertemunya sel ovum dan sel sperma. (4) Pars
infundibulo tubae, bagian akhir tuba yang memiliki umbai yang disebut dengan
fimbriae. Fungsi tuba adalah untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat
ovulasi, sebagai saluran spermatozoa, ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya konsepsi serta tempat pertumbuhan dan perkembangan bentuk
blastula yang siap mengadakan implementasi (Sumiaty, 2011).
e) Ovarium Ovarium adalah sepasang organ berbentuk oval, sedikit pipih, yang
tampak putih seperti mutiara berbercak dengan banyak ketidakteraturan pada
permukaannya. Struktur ovarium meliputi bagian luar (cortex) dan bagian dalam
(medulla). Pada cortex terdapat folikel-folikel primodial dan pada medulla
terdapat pembuluh darah, urat saraf dan pembuluh lympha. Ovarium merupakan
kelenjar yang terletak dikanan dan kiri uterus dibawah tuba uterina. Fungsi
ovarium adalah memproduksi ovum, memproduki hormon estrogen dan
progesteron (Benson dan Pernoll, 2013).
C. Etiologi
Etiologi neoplasma ovarium sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, akan
tetapi beberapa penelitian telah melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian
neoplasma ovarium dengan faktor perilaku, hormonal, pola makan, paparan kerja, dan
juga genetik (Eduard, 2017).
Penyebab terjadinya kista ovarium ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling
berhubungan. Beberapa faktor resiko yang memengaruhi terjadinya kista ovarium adalah
sebagai berikut :
a. Gaya Hidup Tidak Sehat
1) Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
2) Zat tambahan pada makanan
3) Kurang olahraga
4) Merokok dan mengonsumsi alkohol
5) Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
6) Sering stress
7) Zat polutan
b. Gangguan Pembentukan Hormone
Kista ovarium disebabkan oleh dua gangguan pembentukan hormon yaitu
pada mekanisme umpan balik ovarium dan hipotalamus. Estrogen merupakan
sekresi yang berperan sebagai respon hypersekresi folikel stimulasi hormon. Dalam
menggunakan obat-obat-obat yang merangsang pada ovulasi atau misalkan pola
hidup yang tidak sehat itu bisa menyebabkan ketidakseimbangan hormon (Nuraeni
& Wianti, 2018)
D. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari
2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum,
yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengahtengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovarium yang berasal
dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa
folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat
distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang
berlebih (Kadar, 2021).
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma)
dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, hcg menyebabkan kondisi
yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan
menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat
menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian
HCG. Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol
dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal
dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal
dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista
jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah
tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal
embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi
darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya
terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2- 5 mm, seperti terlihat dalam
sonogram (Kadar, 2021).
E. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri yang menetap di rongga panggul disertai rasa agak gatal
2. Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul jika tubuh bergerak
3. Rasa nyeri segera timbul begitu siklus menstruasi selesai. Perdarahan menstruasi
tidak seperti biasa. Mungkin perdarahan lebih lama, mungkin lebih pendek, atau
mungkin tidak keluar darah menstruasi pada siklus biasa, atau siklus menstruasi
tidak teratur.
4. Perut membesar
5. Perasaan penuh tertekan di perut bagian bawah
6. Nyeri saat buang air kecil dan terjadi konstipasi
7. Nyeri spontan pada perut (Nuraeni & Wianti, 2018)
F. Komplikasi
a. Perdarahan di dalam kista yang terjadi sedikit demi sedikit kemudian berangsur-
angsur menyebabkan kista membesar dan menimbulkan gejala klinis yang minimal,
akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri di perut. Kista berpotensi untuk
pecah, tidak ada patokan mengenai besarnya kista yang berpotensi pecah. Pecahnya
kista bisa menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya
perdarahan semakin banyak.
b. Infeksi pada kista dapat terjadi bila di dekat tumor ada sumber kuman pathogen
c. Torsi (putaran tungkai), dapat terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm
atau lebih, torsi melibatkan ovarium, tuba fallopi dan bahkan ligament rotundum
pada uterus.
d. Perubahan keganasan, setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan adanya keganasan
e. Robeknya dinding kista, hal ini dapat terjadi pada kejadian torsi tangkai, akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut (Akbar, Tjokroprawiro, & Hendarto,
2020)
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laparaskopi : untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau
tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor
b. Ultrasonografi : dapat ditentukan letak dan batas tumor berasal dari uterus, ovarium,
atau kandung kemih. Apakah tumor klasik atau solid dan dapat dibedakan pula
antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c. Foto rontgen : menentukan adanya hidrotoraks, selanjutnya pada kista dermoid
kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor
d. Pap smear : mengetahui diplosia seluler menunjukkan adanya kanker atau kista.
e. Hitung darah lengkap. (Nuraeni & Wianti, 2018)
H. Penatalaksanaan
a. Observasi
Kebanyakan kista ovrium terbentuk normal yang disebut kista fungsional
dimana setiap ovulasi, telur dilepaskan keluar ovarium dan terbentuklah kantung sisa
tempat telur. Kista ini normalnya akan mengkerut sendiri biasanya setelah 1-3 bulan.
Oleh sebab itu, dokter menganjurkan agar kembali berkonsultasi setelah 3 bulan
untuk meyakinkan apakah kistanya sudah betul-betul menyusut
b. Pemberian Hormone
Pengobatan gejala hormone androgen yang tinggi, dengan pemberian obat pil
KB (gabungan esterogen-progesteron) boleh ditambahkan obat anti androgen
progesterone cyproteronasetat
c. Terapi Bedah
Cara ini perlu mempertimbangkan umur penderita, gejala, dan ukuran besar
kista. Pada kista fungsional dan perempuan yang bersangkutan masih menstruasi,
biasanya tidak dilakukan pengobatan dengan operasi. Tetapi bila hasil pada
sonogram, gambaran kista bukan kista fungsional dan kista berukuran besar,
biasanya dokter menganjurkan untuk mengangkat kista dengan operasi. Begitu pula
bila perempuan sudah menopause dan dokter menemukan adanya kista, sering kali
dokter yang bersangkutan mengangkat kista tersebut dengan jalan operasi meskipun
kejadian kanker ovarium jarang ditemukan. Akan tetapi, apabila si perempuan
berusia 50-70 tahun, maka dapat beresiko tinggi terjadi kanker (Yatim, 2005)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien yang terdiri dari nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan,
agama, status perkawinan, ruang rawat, nomor rekam medis, diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya gangguan
ketidaknyamanan
c. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pernahkan menderita penyakit seperti yang diderita
sekarang atau pernahkah dilakukan operasi sebelumnya.
d. Riwayat Obsetrikus
1) Menstruasi: menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2) Riwayat Perkawinan: berapa kalimenikah, usia pernikahan
3) Riwayat Persalinan
4) Riwayat KB
3. Kebutuhan Rasa Nyaman (nyeri)
Data didapatkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis untuk
mengkaji karakteristik nyeri yang diungkapkan oleh pasien dengan pendekatan
PQRST (Provokatif/Paliatif, yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri; Quality, kualitas dari nyeri (seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat);
Region yaitu daerah penjalaran nyeri; Severity, keparahan atau intensitas nyeri;
Time adalah waktu serangan atau frekuensi nyeri).
4. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan perubahan klinis yang diakibatkan
oleh nyeri yang dirasakan. Data yang didapatkan mencerminkan respons pasien
terhadap nyeri yang meliputi respons fisiologis, respons perilaku, dan respons
psikologis
5. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil USG abdomen untuk menentukan sifat-sifatkista
b. Hasil laparaskopi, untuk mengetahui asal tumor dan untuk menentukan sifat-sifat
tumor.

6. Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui penurunan atau peningkatan hemoglobin,


leukosit,eritrosit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Nausea berhubungan dengan agen farmakologis
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pengertian : Kriteria Hasil: kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburuk Membaik  Identifikasi respons nyeri non verbal
berkaitan dengan 1 Frekuensi nadi  Identifikasi faktor yang memperberat dan
kerusakan jaringan 1 2 3 4 5 memperingan nyeri
aktual atau fungsional, 2 Pola nafas  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
dengan onset 1 2 3 4 5 nyeri
mendadak atau lambat Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
dan berintensitas Meningkat Menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
ringan hingga berat Keluhan
3 nyeri Terapeutik:
yang berlangsung 1 2 3 4 5  Berikan teknik nonfarmakologi untuk
kurang dari 3 bulan. 4 Meringis mengurangi rasa nyeri
1 2 3 4 5  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
5 Gelisah nyeri
1 2 3 4 5  Fasilitasi istirahat dan tidur
6 Kesulitan tidur  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
1 2 3 4 5 pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nausea Tingkat Nausea Manajemen Mual
D.0076 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat nausea menurun  Identifikasi pengalaman mual
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis.bayi, anak-
Perasaan tidak Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
nyaman pada Menurun Meningkat  Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis,nafsu makan
bagian 1 Nafsu makan aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
belakang 1 2 3 4 5  Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual (kecuali mual pada
tenggorok Meningkat Cukup sedang Cukup Menurun kehamilan)
atau lambung meningkat menurun
yang dapat
 Monitor mual (mis, frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
2 Keluhan mual
mengakibatka  Monitor asupan nutrisi dan kalori
1 2 3 4 5
n muntah Terapeutik:
3 Perasaan ingin muntah
 Kendalikan factor lingkungan penyebab mual (mis.bau tak sedap,
1 2 3 4 5
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
4 Perasaan asam dimulut
1 2 3 4 5  Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis.kecemasan,
5 Sensai panas ketakutan, kelelahan)
1 2 3 4 5  Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
6 Sensasi dingin  Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
1 2 3 4 5 berwarna, jika perlu
7 Frekuensi menelan Edukasi
1 2 3 4 5  Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
8 Diaphoresis  Anjurkan sring membersihakn mulut, kecuali jika merangsang mua
1 2 3 5  Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendh lemak
9 Jumlah saliva  Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mua
1 2 3 4 5 (mis. Biofeedback, hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)
memburuk Cukup sedang Cukup Membaik Kolaborasi
memburuk membaik
10 pucat  Kolaborasi pemberian antiemetic, jika perlu
1 2 3 4 5 Manajemen Muntah
11 takikardia Observasi
1 2 3 4 5  Identifikasi karakteristik muntah (mis. Warna, konsistensi, adanya
darah, waktu, frekuensi dan durasi)
 Periksa volume muntah
 Identifikasi riwayat diet (mis,makanan yang disuka, tidak disuka,
dan budaya)
 Identifikasi factor penyebab muntah (mis.pengobatan dan rosedure
 Identifikasi kerusakan esophagus dan faring posterior jika muntah
terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik
 kontrol factor lingkungan penyebab muntah (mis.bau tak sedap,
suara dan stimulus visual yang tidak menyenangkan)
 kurangi dan hilangkan keadaan penyebab muntah (mis.kecemasan,
ketakutan)
 atur posisi untuk mencegah aspirasi
 pertahankan kepatenan jalan napas
 bersihkan mulut dan hidung
 berikan dukungan fisik saat muntaj (mis.membantu mambungkuk
atau menundukkan kepala)
 berikan kenyamanan selama muntah (mis.kompres dingin didahi
atau sediakan pakaian kering dan bersih)
 berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30 m3ni
setelah muntah
Edukasi
 anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung muntah
 anjurkan memperbanyak istirahat
 ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengelola
muntah (mis. Biofeedback, hypnosis, relaksasi, terapi music,
akupresur
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetic, jika perlu
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
glukosa derajat infeksi menurun.  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
Pengertian : Kriteria Hasil: Terapeutik
Berisiko mengalami Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Batasi jumlah pengunjung
peningkatan terserang Meningkat Menurun  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
oganisme patogenik 1 Demam  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
1 2 3 4 5 lingkungan pasien
2 Kemeraha  Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
n Edukasi
1 2 3 4 5  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3 Nyeri
 Ajarkan cara memeriksa luka
1 2 3 4 5
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4 Bengkak
Kolaborasi
1 2 3 4 5
 Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
5 Kadar sel darah putih
1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. A., Tjokroprawiro, B. A., & Hendarto, H. (2020). Ginekologi Praktis
Komprehensif. Surabaya: Airlangga University Press.
Andira, Dita. Seluk-Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: A+ Plus
Books. 2010
Benson, Ralph C dan Martin L. Pernol. Buku saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta:
EGC. 2013
Eduard, E. (2017). Pengelolaan Anestesi pada Pasien Neoplasma Ovarium Kistik Berukuran
Besar dengan Anemia Tanpa Komplikasi. Jurnal Agromedicine, 4(1), 81-85.
Kadar, N. A. (2022). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. N Dengan Diagnosis
Medis Neoplasma Ovarium Kistik Suspek Ganas Tindakan Konservatif Surgical
Staging (Salpingo-Oofarektomi Bilateral Dan Omentektomi) Di Ruangan Central
Operating Theatre (Cot) Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Hasanuddin Tahun 2021 (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Kaharuddin, Andi Tihardimanto. Sistem Reproduksi Wanita Fisiologi dan
Integrasinya berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Makassar: Alauddin
University Press. 2012
Melya, P. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. N (40 Tahun) Dengan Neoplasma Ovarium
Kistik (Nok) Suspect Malignancy Dan Penerapan EBN Teknik Relaksasi Benson Di
Ruangan Ginekologi Onkologi RSUP DR. M. Djamil Padang (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).
Nuraeni, R., & Wianti, A. (2018). Asuhan Keperawatan Gangguan Maternitas. Cirebon:
LovRinz Publishing.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sumiaty. Biologi Reproduksi untuk Bidan. Jakarta : CV. Trans Info Media. 2011.

Anda mungkin juga menyukai